Anda di halaman 1dari 81

PERAN NILAI RASIO NEUTROFIL-LIMFOSIT

DALAM MENILAI KEADAAN KOLATERAL ARTERI KORONER


PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER STABIL
DENGAN MULTIVESSEL DISEASE

TESIS

OLEH

YASMINE F. SIREGAR
NIM: 147115002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

PERAN NILAI RASIO NEUTROFIL-LIMFOSIT


DALAM MENILAI KEADAAN KOLATERAL ARTERI KORONER
PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER STABIL

TESIS PROFESI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan
referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.

Nama : Yasmine F. Siregar


NIM : 147115002
Tanda tangan :

Medan, Februari 2019

Yasmine F. Siregar

Universitas Sumatera Utara


iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam Program Pendidikan
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan
Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K) selaku Ketua Departemen Ilmu
Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
3. dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), SpJP(K) selaku Sekertaris
Departemen Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah
membimbing dan memberikan saran-saran berharga dalam penulisan
penelitian ini.
4. dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), SpJP(K) selaku Ketua Program
Studi PPDS Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ide, arahan serta
masukan sehingga dapat menerapkan pola berpikir yang komprehensif
mengenai tulisan ini.

Universitas Sumatera Utara


iv

5. dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), SpJP selaku Sekretaris Program Studi


PPDS Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kritikan dan saran yang
begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
6. Dr. dr. Zulfikri Mukhtar SpJP (K) sebagai pembimbing satu penulis dalam
penyusunan tesis ini yang dengan penuh kesabaran telah membimbing,
mengoreksi serta memberikan saran-saran yang begitu berharga sehingga
akhirnya tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), SpJP(K) sebagai pembimbing dua
penulis dalam penyusunan tesis ini yang telah membimbing dan
memberikan saran sehingga akhirnya tesis ini dapat terselesaikan dengan
baik.
8. Para guru penulis: Prof. dr. T. Bahri Anwar, SpJP(K); Prof. dr. Sutomo
Kasiman, SpPD, SpJP(K); Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, SpA(K),
SpJP(K); Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K); dr.Nora C. Hutajulu,
SpJP(K); Dr. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP(K); Alm. dr. Isfanuddin N. Kaoy,
SpJP(K); dr. Parlindungan Manik, SpJP(K); dr. Refli Hasan, SpPD,
SpJP(K); Alm. dr. Amran Lubis, SpJP(K); dr. Nizam Akbar, SpJP(K); dr.
Zainal Safri, SpPD, SpJP(K); dr. Andre P. Ketaren, SpJP(K); dr. Andika
Sitepu, SpJP(K); dr. Anggia C. Lubis, SpJP; dr. Ali Nafiah Nasution,
M.Ked(Cardio), SpJP(K); dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), SpJP(K);
dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Andi Khairul,
M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked(Cardio),
SpJP(K); dr. M. Yolandi, SpJP; dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), SpJP; dr.
Teuku Bob Haykal, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. T. Winda Ardini,
M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Faisal Habib, SpJP serta guru lainnya yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan
masukan dan dorongan selama mengikuti program pendidikan magister ini.
9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah
memberikan kesempatan, fasilitas, dan suasana kerja yang baik sehingga

Universitas Sumatera Utara


v

penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan


Pembuluh Darah.
10. Teristimewa untuk kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi
yakni Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K) dan ibunda tercinta
dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K) yang selama ini telah memberikan
dukungan dan perhatian baik moril dan materi serta doa dan nasihat agar
penulis tetap semangat, sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai
selesai. Semuanya itu tidak akan dapat penulis balas dengan apapun,
penelitian ini hanya permulaan bukti kecil tanda terima kasih yang penulis
persembahkan untuk orang tua tercinta.
11. Kepada Bapak dan Ibu Mertua Penulis, dr. Masdulhag Siregar, SpOG(K)
dan dr. Tapisari Tambunan, SpPK(K), yang selama ini memberikan
dukungan moril dan materi serta doa, nasihat yang tulus agar penulis tetap
semangat, sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
12. Kepada suami tercinta dr. Alamsyah Faritz Siregar yang telah memberikan
dukungan, semangat dan doa serta pengertian kepada penulis sehingga tetap
semangat dan kuat dalam menyelesaikan penelitian ini.
13. Keempat sahabat seperjuangan penulis yaitu dr. Marisa K. Hazrina, dr.
Rizki Astria F, dr. Suhenda B.H. Ginting, dan dr. Omar Mokhtar Siregar
yang sejak awal masa pendidikan telah bersama-sama dengan penulis saling
membantu dan bekerjasama melalui berbagai proses pendidikan.
14. Rekan-rekan sahabat Kelakar Medan yang telah memberikan waktu dan
tenaga dalam membantu pengambilan sampel penelitian, proses seminar dan
memberikan masukan serta saran dan doa dalam penyelesaian tesis ini dan
saling membantu dalam mengikuti program pendidikan profesi ini.
15. Para perawat Pusat Jantung Terpadu RSUP H. Adam Malik Medan
khususnya yang bertugas di bagian Cardiac Emergency, CVCU, dan
ruangan rawat inap yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pada
waktu luang untuk mengambil data sampel penelitian.
16. Para staf administari Ahmad Syafi’i, Nanda dan Husna yang telah
membantu terselenggaranya penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


vi

Semoga Allah Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik
mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2019

Penulis

Universitas Sumatera Utara


vii

ABSTRAK

Latar Belakang: Kolateral arteri koroner (KAK) merupakan respon adaptif


terhadap iskemia miokard kronis. Pasien dengan stenosis koroner memiliki derajat
kolateral yang bervariasi. Kadar sel inflamasi adalah determinan dari
perkembangan pembuluh kolateral. Rasio neutrofil-limfosit (RNL) berperan
sebagai penanda prognostik respon inflamasi sistemik dan perkembangan KAK.
Penelitan ini bertujuan untuk melihat hubungan antara nilai RNL dengan
perkembangan KAK pada pasien penyakit jantung koroner (PJK) dengan
multivessel disease.

Metode: Sebanyak 151 penderita multivessel disease terlibat dalam penelitian ini.
Derajat KAK diklasifikasikan menurut klasifikasi Rentrop, yaitu kurang baik
(nilai Rentrop 0-1) dan baik (nilai Rentrop 2-3). Faktor-faktor yang signifikan
dengan nilai p≤0,25 pada model bivariat akan dimasukkan ke dalam regresi
logistik multipel. Analisis receiver–operating characteristic (ROC) dilakukan
untuk menentukan titik potong nilai RNL yang memprediksi kondisi KAK yang
kurang baik

Hasil: Dari 151 pasien PJK dalam studi ini, dijumpai 76 penderita dengan KAK
kurang baik dan 75 penderita dengan KAK baik. Penderita PJK dengan KAK
yang kurang baik memiliki nilai RNL yang lebih tinggi dibandingkan penderita
PJK dengan KAK baik (2,25±1,189 vs. 3,03±1,527, p <0,001) Hasil analisis
regresi logistik multipel mendapatkan nilai RNL yang tinggi adalah prediktor
independen KAK yang kurang baik (OR 0,756; IK 95% 0,587 – 0,974). Hasil
analisis ROC menemukan nilai potong RNL 1,99 (AUC 0,72, sensitivitas 78,9%,
spesifisitas 52%) untuk memprediksi KAK yang kurang baik.

Kesimpulan: Rasio neutrofil-limfosit yang tinggi mampu memprediksi keadaan


kolateral arteri koroner yang kurang baik pada penderita penyakit jantung koroner
stabil dengan multivessel disease. Nilai RNL >1,99 secara independen
berhubungan dengan KAK yang kurang baik. Nilai ini memiliki sensitivitas
78,9% dan spesifisitas 52%.

Kata Kunci: kolateral arteri koroner; rasio neutrofil limfosit; penyakit jantung
koroner; parameter hematologis

Universitas Sumatera Utara


viii

ABSTRACT

Background: Coronary collateral circulation (CCC) is an adaptive response to


chronic myocardial ischemia. Patients with coronary stenosis develop varying
degrees of collateral. Levels of inflammatory cells were suggested as potential
determinants of collateral development. Neutrophil to lymphocyte (N/L) ratio has
been proposed as a prognostic marker to determine systemic inflammatory
response and the development of CCC. Our aim was to determine the relationship
between N/L ratio and development of CCC in patients with coronary artery
disease (CAD) with multivessel disease.

Methode: A total of 151 patients with multivessel disease were included in this
study. Coronary collateral grades were classified according to Rentrop collateral
grades as either poorly developed CCC (Rentrop grade 0-1) or well developed
CCC (Rentrop grades 2-3). Factors significant at the p≤0.25 in the bivariate
models were put into multiple logistic regressions. The receiver–operating
characteristic (ROC) analysis were performed to determine the cutoff value of
NLR in prediction poor CCC.

Result: Of the 151 CAD patients in this study, 76 patients had poorly developed
CCC and 75 patients had well developed CCC. Poorly developed CCC had
significantly higher N/L ratio than well developed CCC (2.25±1.189 vs.
3.03±1.527, p <0.001). Logistic regression analysis showed that N/L ratio (OR
0.756; CI 95% 0.587 – 0.974, p 0.031) was independent predictor of poorly
developed CCC. The ROC analysis provided a cut-off value of 1.99 (AUC 0.72,
sensitivity 78.9%, specificity 52%) for N/L ratio to predict poorly developed
CCC.

Conclusion: Higher neutrophil to lymphocyte ratio was useful in predicting poor


coronary collateral circulation in stable coronary heart disease with multivessel
disease. Neutrophil to lymphocyte ratio >1.99 was independently associated with
impairment in coronary collateralization. This value had a sensitivity of 78.9%
and specificity of 52%.

Keyword: coronary collateral circulation; neutrophil to lymphocyte ratio;


coronary artery disease; hematologic parameter.

Universitas Sumatera Utara


ix

DAFTAR ISI

Halaman
Lembar pengesahan ............................................................................................ i
Halaman Penyataan Orisinalitas ...................................................................... ii
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................ iii
Abstrak ................................................................................................................ vii
Abstract ............................................................................................................... viii
Daftar Isi ............................................................................................................. ix
Daftar Gambar .................................................................................................... xi
Daftar Tabel ....................................................................................................... xii
Daftar Singkatan Dan Lambang ....................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 5
1.3. Hipotesis Penelitian............................................................................ 5
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.4.1. Tujuan Umum ......................................................................... 6
14.2. Tujuan Khusus ......................................................................... 6
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7


2.1. Penyakit Jantung Koroner .................................................................. 7
2.1.1. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner ................................. 9
2.1.1.1.Formasi Plak Aterosklerosis .......................................... 9
2.1.1.2.Remodelling Arteri .......................................................... 10
2.1.1.3.Stenosis Arteri Koroner .................................................. 10
2.1.2. Diagnosis Penyakit Jantung Koroner ...................................... 12
2.1.2.1.Pemeriksaan Non Invasif ................................................ 13
2.1.2.2.Pemeriksaan Invasif ........................................................ 14
2.2. Anatomi Sirkulasi Koroner ................................................................ 14
2.3. Kolateral Arteri Koroner ................................................................... 16
2.3.1. Mekanisme Pembentukan Kolateral (Angiogenesis &
Arteriogenesis) ......................................................................... 19
2.3.2. Determinan Sirkulasi Kolateral Arteri Koroner ....................... 21
2.3.3. Klasifikasi Kolateral Arteri Koroner........................................ 22
2.4. Peran Inflamasi pada Penyakit Jantung Koroner Stabil ..................... 24
2.4.1. Peran Neutrofil dan Limfosit dalam Penyakit Jantung
Koroner Stabil........................................................................... 25
2.4.2. Peran Rasio Neutrofil-Limfosit (RNL) dalam Memprediksi
Keadaan Kolateral Arteri Koroner pada Penyakit Jantung

Universitas Sumatera Utara


x

Koroner Stabil........................................................................... 27
2.5. Kerangka Teori................................................................................... 29
2.6. Kerangka Konsep ............................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 31


3.1. Desain Penelitian ............................................................................... 31
3.2. Tempat dan Waktu ............................................................................. 31
3.3. Populasi dan Sampel ......................................................................... 31
3.4. Besar Sampel...................................................................................... 31
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.............................................................. 32
3.6. Cara Kerja dan Alur Penelitian .......................................................... 32
3.7. Identifikasi Variabel .......................................................................... 34
3.8. Definisi Operasional .......................................................................... 34
3.9. Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 36
3.10. Etika Penelitian ................................................................................ 37
3.11. Rincian Biaya Penelitian .................................................................. 37

BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 38


4.1. Karakteristik Subjek Penelitian .......................................................... 38
4.2. Korelasi Karakteristik Subjek Penelitian ........................................... 39
4.3. Analisis Multivariat Terhadap Faktor-faktor yang Berperan
dalam Menentukan Keadaan kolateral Arteri Koroner ...................... 42
4.4. Performa Rasio Neutrofil-Limfosit Terhadap Keadaan Kolateral
Arteri Koroner .................................................................................... 43

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 45

BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 50


6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 50
6.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran ..................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 52


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


xi

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
2.1 Kurva aliran darah koroner maksimal dan saat istirahat dipengaruhi
oleh stenosis di proksimal arteri………………………………………. 11
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan antara kebutuhan
(kiri) dan suplai (kanan) oksigen …………………………………….. 11
2.3 Anatomi arteri koroner………………………………………………... 16
2.4 Angiografi koroner pada PJK dengan oklusi multipel ……………….. 17
2.5 Suplai kolateral ke tiga arteri koroner utama ………………………… 19
2.6 Skema hipotesa beberapa faktor yang berperan dalam proses
angiogenesis ………………………………………………………….. 21
2.7 Klasifikasi Rentrop …………………………………………………... 23
2.8 Klasifikasi Werner …………………………………………………… 24
2.9 Skema kerangka teori penelitian……………………………………… 29
2.10 Kerangka konsep penelitian ………………………………………….. 30
3.1 Skema alur penelitian………………………………………………... 34
4.1 Analisis kurva Receiver-operating characteristics untuk rasio
neutrofil-limfosit (RNL) sebagai prediktor keadaan kolateral arteri
koroner ………………………………………………….…………… 44

Universitas Sumatera Utara


xii

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
2.1 Klasifikasi keparahan angina berdasarkan Canadian Cardiovascular
Society………………………………………………….……………… 8
2.2 Definisi angiogenesis, arteriogenesis dan pembuluh
kolateral………………………………………………….……………. 20
4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian ………………………………… 40
4.2 Karakteristik hasil laboratorium subjek penelitian …………………… 41
4.3 Karakteristik hasil angiografi koroner berdasarkan arteri koroner yang
terlibat dan lokasi lesi ………………………………………………… 41
4.4 Hubungan karakteristik hasil angiografi koroner dengan keadaan
kolateral arteri koroner………………………………………………… 42
4.5 Analisis multivariat variabel yang berperan dalam menentukan
keadaan kolateral arteri koroner ………………………………………. 43

Universitas Sumatera Utara


xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN NAMA

ACEi : Angiotensin converting enzyme inhibitor

ARB : Angiotensin II receptor blocker

AUC : Area under the curve

BPK : Bedah pintas koroner


b-FGF : Basic fibroblast growth factor
CAMP : Cathelicidin antimicrobial peptide
ELA : Elastase
HDL : High-density lipoprotein
hs-CRP : High sensitivity C-reactive protein
I-CAM : Intracellular adhesion molecule-1
IK : Interval kepercayaan
IKP : Intervensi koroner perkutan
KAK : Kolateral arteri koroner
KGD : Kadar gula darah
LAD : Left anterior descending
LCx : Left circumflex artery
LDL : Low-density lipoprotein
LM : Left main
MMP : Matriks metalloproteinase
NET : Neutrophil extracellular trap
NO : Nitric oxide
OR : Odds ratio
PJK : Penyakit jantung koroner
PDA : Posterior descending artery
RDW : Red cell distribution width

Universitas Sumatera Utara


xiv

RCA : Right coronary artery


Riskesdas : Riset kesehatan dasar
ROC : Receiver-operating characteristics
ROS : Reactive oxygen species
RNL : Rasio neutrofil-limfosit
TNF : Tumor necroting factor
WHO : World Heart Association
VD : Vessel disease

LAMBANG

n1 : Besar sampel kelompok 1

n2 : Besar sampel kelompok 2

α : alpha

β : beta

S : simpangan baku gabungan

≥ : lebih besar sama dengan

≤ : lebih kecil sama dengan

> : lebih besar

< : lebih kecil

µ : mikro

% : persentase

Zα : nilai baku alpha

Zβ : nilai baku beta

X1 – X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung koroner (PJK)


merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang paling utama di dunia.
Laporan dari World Heart Organization (WHO) pada tahun 2013, sebanyak 17,5
juta orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit kardiovaskular, hal ini
sekitar 31% dari total kematian di dunia. Sekitar 80% dari semua kematian di
dunia disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Selain itu, diketahui bahwa
75% kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi pada negara berpenghasilan
rendah hingga menengah. Di Amerika, tercatat 15,4 juta orang menderita PJK, 7,8
juta orang diantaranya memiliki angina pektoris and 7,6 juta orang pernah
mengalami infark miokard (Go, 2014). Sebanyak 375.295 orang meninggal
karena PJK, serta diperkirakan terdapat 635.000 kasus baru PJK dan 300.000
kasus serangan berulang setiap tahunnya (Mozaffarian, 2015).
Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, penyakit kardiovaskular yang paling banyak djumpai adalah PJK dan gagal
jantung. Prevalensi PJK berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%,
dan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur hingga mencapai
3,6%. Tidak jauh berbeda dengan PJK, prevalensi gagal jantung juga meningkat
seiring bertambahnya umur, mulai 0,5% (65 – 74 tahun) hingga 1,1% ( ≥ 75
tahun) (Kemenkes RI, 2013).
PJK stabil merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya plak
ateromatosa di arteri koroner yang menyebabkan obstruksi dan secara perlahan
akan mempersempit satu atau lebih arteri koroner epikardial (Marzili, 2012;
Pepine 2012). Kondisi ini akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen miokard yang dapat menyebabkan iskemia/hipoksia

Universitas Sumatera Utara


2

miokard serta akumulasi sisa metabolit. Gejalanya terinduksi oleh aktivitas, tetapi
dapat juga terjadi secara spontan dan ditandai dengan gejala tidak nyaman di dada
secara transien (angina pektoris) (Wilder, 2016; Montalescot, 2013).
Luaran pada pasien PJK stabil sangat bergantung pada luas area infark
yang terjadi, dengan menurunkan luas area infark maka dapat menurunkan angka
mortalitas kardiovaskular. Luas infark dapat dipengaruhi beberapa faktor, seperti
durasi oklusi, luas area yang berisiko iskemia, suplai kolateral arteri koroner ke
area iskemia, dan konsumsi oksigen miokard (Gloekler, 2007).
Kolateral arteri koroner (KAK) sudah diketahui sejak lama sebagai sumber
suplai darah alternatif ke area miokard yang berisiko infark (Seiler, 2010). KAK
adalah cabang-cabang anastomosis kecil yang berhubungan secara langsung ke
arteri koroner besar dan sebagai prekursor sirkulasi kolateral untuk
mempertahankan perfusi miokard pada kondisi stenosis berat akibat aterosklerotik
di proksimal arteri koroner (Popma, 2015).
Kolateral arteri koroner yang berkembang dengan baik dapat mengurangi
iskemia, menurunkan luas infark, mengurangi disfungsi ventrikel kiri, dan
memberikan luaran yang lebih baik (Habib, 1991; Berry, 2007). Angka ketahanan
hidup 10 tahun pada pasien PJK yang memiliki kolateral didapati lebih tinggi
bermakna dibanding dengan pasien tanpa kolateral. (Meier, 2007).
Pada jantung dewasa normal, kolateral dibentuk dari pembuluh darah kecil
berdinding tipis, berdiameter < 50 µm dan hanya berperan kecil dalam sirkulasi
darah koroner. Pembuluh kolateral tidak tampak pada keadaan normal atau
stenosis arteri koroner ringan karena kaliber yang kecil. Sebagai respon dari
stenosis arteri koroner, iskemik miokard, dan perbedaan tekanan transstenosis,
diameter pembuluh kolateral semakin besar (200-600 µm) dan otot polosnya
semakin tebal sehingga mampu mempertahankan aliran darah. Secara konsekuan
kolateral akan terlihat pada angiografi koroner (Gregg, 1980; Erwin, 2018). KAK
baru berperan aktif pada keadaan iskemia berat dan rekuren (Levin, 1974).
Angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dan arteriogenesis
(pertumbuhan arteriol yang sudah ada) merupakan dasar dari perkembangan
KAK. Beberapa studi menunjukkan ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


3

pembentukan KAK, seperti keparahan/kecepatan progresi stenosis arteri koroner,


diabetes mellitus, hipertensi, status merokok, disfungsi endotel, kebiasaan
olahraga, mediator endogen, stres oksidatif dan obat-obat tertentu (Seiler, 2010).
Selama perkembangan KAK, banyak faktor endogen yang terlibat, seperti growth
factor, nitric oxide, pertanda inflamasi dan neurohormonal yang menyebabkan
disfungsi endotel (Verma, 2002).
Patogenesis terbentuknya KAK sangat kompleks, terdapat adanya
hubungan kompleks antara pembentukan pembuluh darah yang baru dan proses
inflamasi. Beberapa studi melaporkan respon inflamasi sistemik berhubungan
dengan adanya aterosklerosis sistemik dan perkembangan KAK. Sitokin inflamasi
seperti TNF-alfa dan interleukin-6 terbukti mampu memprediksi perkembangan
pembuluh kolateral (Rahkit, 2005; Seiler, 2010). Begitu pula Guray dkk. (2014)
yang melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi molekul adhesi dalam darah
merupakan penanda KAK yang buruk. Level hs-CRP yang tinggi juga terbukti
berhubungan dengan KAK yang insufisien.
Dalam dua dekade terakhir, hitung total leukosit sebagai penanda
inflamasi akut dan kronik menjadi fokus penelitian dan didapatkan hasil bahwa
hitung leukosit total tidak hanya menjadi faktor risiko penyakit kardiovaskular
tetapi juga faktor prognostiknya (Bhat, 2013; Sawant, 2014; Darmawan, 2016).
Level leukosit dan subtipenya (neutrofil, monosit dan limfosit) berhubungan
dengan mortalitas jangka pendek dan jangka panjang, proses aterosklerosis berat
dan respon terapi fibrinolitik rendah pada pasien infark miokard akut (Horne,
2005).
Neutrofil merupakan elemen inflamasi pertama yang meningkat pada
kerusakan miokardium dan berperan dalam proses trombosis dan inflamasi.
Sementara itu, limfosit berperan dalam respons imun spesifik (Kirtane, 2004).
Pada saat terjadinya iskemia, neutrofil berkumpul di daerah yang mengalami
iskemia dan daerah yang mengalami reperfusi akan melepaskan enzim proteolitik
atau Reactive Oxygen Species (ROS) dan merusak miosit disekitarnya. Hal ini
diperparah dengan mekanisme neutrofil yang memperberat iskemia miokard dan
memperluas area infark melalui oklusi mikrovaskular yang ditimbulkan (Oncel,

Universitas Sumatera Utara


4

2015; Huang, 2009; Darmawan, 2016). Telah diperkirakan bahwa penurunan


angka limfosit pada proses inflamasi berhubungan dengan kenaikan level steroid
(kortisol) akibat stress dan peningkatan kejadian apoptosis (Hotchkiss, 2003). Mor
dkk (2006) melaporkan limfopenia berhubungan dengan instabilitas plak
aterosklerosis pada fase akut sindroma koroner akut. Penurunan angka limfosit ini
merupakan penanda outcome buruk pada proses akut.
Rasio neutrofil-limfosit menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara
kombinasi penanda inflamasi, yaitu neutrofil sebagai komponen aktif inflamasi
dengan limfosit sebagai komponen regulasi dan protektif. Leukosit merupakan
prediktor independen kematian/infark miokard, namun rasio neutrofil-limfosit
memiliki nilai prediktor yang lebih baik dan diperkirakan lebih efektif dalam
memprediksi peningkatan resiko kardiovaskular, luaran klinis dan prognosis
(Horne, 2005).
Kalkan dkk. (2014) melaporkan bahwa dijumpai hubungan antara nilai
rasio neutrofil-limfosit dengan perkembangan KAK. Nilai rasio neutrofil-limfosit
yang tinggi memprediksi perkembangan KAK yang buruk pada keadaan obstruksi
total kronis. Kemampuan nilai rasio neutrofil-limfosit untuk memprediksi
keadaan KAK mungkin berdampak pada kemampuannya nilai ini untuk
digunakan sebagai prediktor luaran klinis. Secara tidak langsung, nilai rasio
neutrofil-limfosit mampu mendeteksi pasien-pasien dengan risiko tinggi (Nacar,
2014).
Tindakan revaskularisasi, baik secara intervensi koroner perkutan (IKP)
ataupun bedah pintas koroner (BPK), tidak selalu dapat dijalani oleh pasien.
Beberapa kondisi yang mencegah pasien menjalani IKP atau BPK diantaranya
keadaan anatomis koroner yang tidak memungkinkan atau keengganan pasien
untuk menjalani prosedur. Pada kondisi seperti ini induksi pembentukan
pembuluh darah kolateral dapat menjadi alternatif terapi yang dapat dilakukan
(Mobius-Winkler, 2016; Meier, 2009).
Penelitian di Turki oleh Akin dkk. (2015) dan Uysal dkk. (2015) masing-
masing menemukan rasio nilai neutrofil-limfosit > 2.55 dan > 2.75 untuk
menggambarkan keadaan kolateral arteri koroner yang buruk pada pasien PJK

Universitas Sumatera Utara


5

dengan penyakit pembuluh koroner multipel. Sementara Nacar dkk. (2014)


menemukan nilai rasio neutrofil-limfosit > 3.55 adalah prediktor KAK yang buruk
pada oklusi total kronis koroner. Di Indonesia, penelitian oleh Malik (2016)
menemukan nilai rasio neutrofil-limfosit > 3.05 berhubungan dengan kolateral
yang buruk pada pasien dengan oklusi total kronis koroner.
Nilai rasio neutrofil-limfosit adalah indikator inflamasi yang mampu
membantu klinisi untuk menilai keadaan KAK pada PJK stabil yang belum
bersedia menjalani tindakan revaskularisasi. Dengan mengetahui nilai potong
rasio neutrofil-limfosit, dapat ditentukan keadaan inflamasi yang secara tidak
langsung mempengaruhi perkembangan kolateral arteri koronernya. Angka
neutrofil dan limfosit diperoleh dari pemeriksaan darah lengkap, tersedia luas dan
memiliki biaya pemeriksaan yang paling murah dibandingkan penanda inflamasi
lainnya. Selain itu, titik potong nilai rasio neutrofil-limfosit pada PJK stabil yang
digunakan di luar negeri belum tentu dapat digunakan di Indonesia. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan nilai rasio neutrofil-limfosit
dengan keadaan KAK pada penderita PJK stabil di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Pertanyaan Penelitian


Bagaimana peran nilai rasio neutrofil-limfosit dalam menilai keadaan
kolateral arteri koroner pada penderita penyakit jantung koroner stabil dengan
multivessel disease.

1.3. Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini adalah semakin tinggi nilai rasio neutrofil-limfosit
maka semakin buruk keadaan kolateral arteri koroner pada penderita penyakit
jantung koroner stabil dengan multivessel disease.

Universitas Sumatera Utara


6

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran nilai rasio neutrofil-limfosit dalam menilai
keadaan kolateral arteri koroner pada penderita penyakit jantung koroner stabil
dengan multivessel disease.

1.4.2. Tujuan Khusus


Untuk mendapatkan titik potong nilai rasio neutrofil-limfosit yang sesuai
dengan keadaan kolateral arteri koroner pada penyakit jantung koroner stabil
dengan multivessel disease.

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1 Kepentingan Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah
mengenai peran nilai rasio neutrofil-limfosit dalam menilai keadaan kolateral
arteri koroner pada penderita penyakit jantung koroner stabil dengan multivessel
disease.

1.5.2 Kepentingan Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
penderita penyakit jantung koroner, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam
pemilihan tatalaksana dan dapat memperbaiki luaran.

Universitas Sumatera Utara


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Jantung Koroner Stabil

Penyakit jantung koroner (PJK) stabil merupakan suatu keadaan yang


disebabkan oleh adanya plak ateromatosa di arteri koroner yang menyebabkan
obstruksi dan secara perlahan akan mempersempit satu atau lebih arteri koroner
epikardial (Marzili, 2012; Pepine, 2012). Kondisi ini akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard yang dapat
menyebabkan iskemia/hipoksia miokard serta akumulasi sisa metabolit. Gejalanya
terinduksi oleh aktivitas, tetapi dapat juga terjadi secara spontan dan ditandai
dengan gejala tidak nyaman di dada secara transien (angina pektoris) (Wilder,
2016; Montalescot, 2013).
PJK stabil memiliki gejala klinis yang beragam. Nyeri dada adalah gejala
yang paling banyak ditemukan, baik pada angina pektoris stabil, angina pektoris
tidak stabil, Prinzmetal angina, angina mikrovaskular dan infark miokard akut.
Meskipun demikian, PJK stabil bisa memiliki keluhan selain angina, manifestasi
klinis yang lain adalah iskemia miokard tersamar, gagal jantung, aritmia dan henti
jantung mendadak. Pada pasien PJK stabil dengan diabetes mellitus, biasanya
keluhan bersifat atipikal atau ekuivalen angina, seperti nyeri midepigastrium,
intoleransi aktivitas, sesak nafas dan mudah lelah (Morrow, 2015).
Nyeri akibat iskemia miokard (angina pektoris) memiliki 4 kriteria klinis,
yaitu:
a. Lokasi
Nyeri terasa bagian tengah dada di dekat sternum, dapat pula terasa dari
epigastrium hingga ke rahang bawah, di antara tulang belikat atau antara
lengan dan pergelangan tangan.

Universitas Sumatera Utara


8

b. Karakteristik
Nyeri dada terasa seperti tekanan, ikatan, perasaan ditimpa, dicekik atau
terbakar.
c. Durasi
Durasi nyeri dada tidak lebih dari 10 menit.
d. Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada dicetuskan oleh aktivitas atau tekanan emosional dan
hilang/membaik dengan istirahat dan/atau pemberian nitrat dalam beberapa
menit (Montalescot, 2013).
Klasifikasi The Canadian Cardiovascular Society secara luas telah
digunakan sebagai sistem untuk menentukan derajat angina pektoris. Sistem ini
membagi derajat angina menjadi 4 kelas dan pembagian dilakukan berdasarkan
kapan simptom nyeri dada mulai muncul akibat aktivitas fisik tertentu (Campeau,
2002).

Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Angina berdasarkan Canadian Cardiovascular Society


(Montalescot, 2013)
Kelas I Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan angina, seperti berjalan dan
naik tangga. Angina pektoris muncul saat melakukan aktivitas berat atau
cepat atau dalam waktu lama.
Kelas II Ditemukan ada keterbatasan ringan saat melakukan aktivitas sehari-hari.
Angina muncul saat berjalan, menaiki tangga dengan cepat, berjalan atau
menaiki tangga setelah makan, saat udara dingin, atau ada tekanan stress
atau beberapa jam setelah bangun tidur.
Kelas III Keterbatasan fisik bermakna saat beraktivitas. Angina muncul saat
berjalan pada permukaan datar lebih dari 2 blok atau menaiki lebih dari 1
tangga dengan kecepatan normal pada keadaan normal.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa disertai angina muncul
saat istirahat.

Universitas Sumatera Utara


9

2.1.1. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner Stabil


2.1.1.1. Formasi Plak Aterosklerosis
Aterogenesis merupakan hasil dari interaksi kompleks dari dinding
pembuluh darah, darah dan molekul-molekul di dalam darah. Salah satu hal yang
penting adalah keterlibatan inflamasi yang memegang peran penting dalam semua
tahap aterogenesis. Inflamasi terjadi pada level lokal, miokard dan komplikasi
sistemik dari aterosklerosis.
Ketika dinding endotelium terpapar dengan bakteri, hormon
vasokonstriksi, produk glikosidasi dan sitokin proinflamasi, hal ini meningkatkan
ekspresi dari molekul adhesi yang menyebabkan leukosit menempel pada
permukaan dinding arteri. Migrasi dari leukosit bergantung pada ekspresi dari
sitokin penarik yang sinyalnya berhubungan dengan faktor risiko aterosklerosis.
Setelah berada di tunika intima arteri, leukosit (terutama monosit dan limfosit)
berinteraksi dengan sel endotel dan sel otot polos dari dinding arteri. Disini terjadi
interaksi antara sel yang bersifat pro aterogenesis (melalui proses inflamasi dan
imunitas) dan mediatornya, serta dilepaskan juga autakoid (contohnya histamin)
yang meningkatkan tonus vaskular (Libby, 2005).
Akibat utama dari proses inflamasi ini adalah pembentukan ateroma dini,
dimana otot polos bermigrasi dari tunika media ke tunika intima. Sel-sel
berproliferasi, berikatan dengan matriks ekstraselular dan melepaskan matriks
metalloproteinase (MMP). MMP adalah bentuk respon dari berbagai stress
oksidatif, gangguan hemodimanik, inflamasi dan autoimun. MMP memodulasi
aktivasi, proliferasi, migrasi dan kematian sel, pembentukan pembuluh darah
baru, remodeling, proses destruksi dan penyembuhan dari matriks ekstraseluler
arteri dan miokard (Libby, 2000).
Selanjutnya MMP berikatan dengan lipoprotein dan menetap di tunika
intima. Ikatan ini menyebabkan lipoprotein lebih mudah mengalami oksidasi dan
glikasi (William KJ, 1998). Hasil akhir proses oksidasi dan glikasi lipoprotein
merupakan produk yang mencetuskan proses inflamasi (Tabas, 1999; Berliner,
2001). Proses pembentukan lesi terus berlanjut dan dilanjutkan dengan proses
kalsifikasi sehingga lesi menjadi keras (Demer, 2002). Disamping proses

Universitas Sumatera Utara


10

proliferasi sel, terjadi juga kematian sel (apoptosis) pada inti lesi aterosklerosis
(Geng, 2002). Kematian sel makrofrag yang berisi lipid akan mengaktivasi
deposisi faktor jaringan ekstraseluler (Bogdanov, 2003). Lipid ekstraseluler
bersatu dengan tunika intima dan membentuk plak aterosklerosis dengan inti kaya
lipid yang nekrotik.

2.1.1.2. Remodelling arteri


Proses pembentukan plak aterosklerosis terus berlangsung. Namun
bertambahnya ukuran plak belum menyebabkan penyempitan lumen yang
bermakna. Dinding arteri mengalami remodelling, lumen belum menyempit
sampai volume plak > 40% dari lumen arteri (Ambrose, 1988). Fenomena ini
disebut remodelling positif atau fenomena Glagovian (Glagov, 1987).

2.1.1.3. Stenosis arteri koroner


Penyempitan arteri koroner mempengaruhi hemodinamik bergantung pada
derajat stenosis segmen epikardial dan seberapa besar kemampuan vasodilatasi
segmen distal (Gambar 2.1). Jika stenosis masih dibawah 60% dari lumen
pembuluh darah, aliran darah maksimal yang dapat melewati arteri koroner tidak
mengalami gangguan yang berarti, selain itu sebagai respon aktivitas fisik,
pembuluh darah dapat berdilatasi untuk mencukupi aliran darah yang adekuat. Di
saat stenosis, mencapai 70% dari lumen, aliran darah saat istirahat masih normal,
akan tetapi aliran darah maksimal akan berkurang walaupun sudah dengan dilatasi
maksimal pembuluh darah. Pada kondisi ini, saat kebutuhan oksigen meningkat,
aliran cadangan koroner tidak adekuat, kebutuhan oksigen melebihi suplai yang
ada, dan menyebabkan iskemia miokard. Apabila stenosis mencapai 90% lumen,
bahkan dengan dilatasi yang maksimal pun aliran darah tidak adekuat untuk
mencukupi kebutuhan basal sehingga iskemia miokard dapat terjadi saat istirahat
(Wilder, 2016; Hasan, 2016).

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 2.1. Kurva aliran darah koroner maksimal dan saat istirahat dipengaruhi oleh
stenosis di proksimal arteri (persentase lesi terhadap lumen) (Wilder, 2016).

Karakteristik gejala pada PJK stabil yaitu angina pektoris yang dapat
disebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard ataupun menurunnya
suplai oksigen ke miokard. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal, seperti
peningkatan denyut jantung, tekanan dinding ventrikel kiri, dan kontraktilitas,
yang kemudian akan dipengaruhi oleh aliran darah koroner dan kadar oksigen
arteri koroner (Gambar 2.2) (Morrow, 2015).

Gambar 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan antara kebutuhan


(kiri) dan suplai (kanan) oksigen. Tanda panah menunjukkan efek nitrat. AoP =

Universitas Sumatera Utara


12

tekanan aorta, LVEDP = tekanan akhir diastolik ventrikel kiri; N.C. = tidak ada
perubahan (Morrow, 2015).

Pada kondisi meningkatnya kebutuhan oksigen miokard (demand angina),


terjadi peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri dan peningkatan kontraktilitas. Hal ini biasanya disebabkan oleh respon
fisiologis terhadap aktivitas fisik, respon emosional dan status mental yang
meningkatkan respon hemodinamik dan katekolamin, meningkatkan tonus
adrenergik, dan menurunkan aktivitas vagal. Selain itu, latihan fisik serta
kebutuhan metabolik yang meningkat, seperti demam, tirotoksikosis, takikardia,
hipertensi tidak terkontrol, serta hipoglikemia, juga dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen (Morrow, 2015; Hasan, 2016).
Angina juga dapat terjadi karena menurunnya suplai oksigen (supply
angina) secara transien, akibat dari vasokonstriksi koroner yang menyebabkan
stenosis dinamik. Dengan adanya stenosis yang disebabkan aterosklerosis,
trombus oleh platelet dan leukosit dapat mengaktifkan substansi-substansi
vasokonstriktor seperti serotonin dan tromboksan A2. Kerusakan endotel akibat
aterosklerosis arteri koroner menyebabkan penurunan produksi substansi
vasodilator, menyebabkan respons vasokonstriksi yang abnormal terhadap
aktivitas dan stimulus lain (Hasan, 2016; Morrow, 2015).

2.1.2 Diagnosis Penyakit Jantung Koroner Stabil

Penilaian faktor risiko penting untuk memperkirakan seberapa besar


seseorang berisiko menderita PJK stabil. Beberapa faktor risiko yaitu, merokok,
hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, dan riwayat keluarga.
Manifestasi klinis PJK stabil paling awal adalah angina yang dijumpai
pada 50% pasien, biasanya disebabkan oleh obstruksi arteri koroner utama oleh
plak aterosklerosis. Angina pektoris dikarakteristikan dengan rasa tidak nyaman
di substernal, terasa berat, atau seperti ditimpa, yang dapat menjalar ke rahang,
bahu, punggung, atau lengan, dan berlangsung selama beberapa menit. Gejala ini
biasanya dicetuskan oleh aktivitas dan hilang dengan istirahat setelah beberapa

Universitas Sumatera Utara


13

menit atau dengan penggunaan nitrogliserin. Pasien dengan PJK stabil dapat
asimptomatik atau datang dengan gejala sindroma koroner akut, gagal jantung,
aritmia atau mati mendadak (Cassar, 2009).
Dari pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai kelainan yang berarti pada
pasien dengan kondisi stabil. Akan tetapi, pemeriksaan adanya penyakit-penyakit
penyerta lain seperti hipertensi, penyakit paru obstruktif kronis (akibat merokok),
xanthelasma (hiperlipidemia), adannya bukti penyakit aterosklerosis selain
koroner (pulsasi perifer yang lemah, karotis, atau aneurisma aorta abdominal)
sangat penting. (Cassar, 2009; Hasan, 2016).

2.1.2.1. Pemeriksaan non Invasif


Pada pasien dengan sangkaan PJK stabil, pemeriksaan non invasif utama
perlu dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium, EKG istirahat, ekokardiografi
dan foto toraks. Pemeriksaan laboratorium meliputi total kolesterol, kolesterol
low-density lipoprotein (LDL), kolesterol high-density lipoprotein (HDL),
trigliserida, kreatinin serum (laju filtrasi glomerulus) dan kadar gula darah puasa
(Morrow, 2015). Kemajuan dalam bidang patobiologi aterotrombosis mengajukan
pentingnya pemeriksaan penanda inflamasi untuk mendeteksi aterosklerosis dan
risiko kardiovaskular. Pemeriksaan high-sensitivity C-reactive protein (hsCRP)
fase akut secara konsisten menunjukkan adanya risiko kejadian kardiovaskular
yang dibuktikan dengan temuan plak aterosklerosis dari hasil pencitraan (Ridker,
2011).
Pemeriksaan EKG normal pada setengah dari pasien PJK stabil. EKG
normal menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang baik. Gambaran EKG abnormal
yang bisa ditemukan adalah perubahan gelombang ST-T non spesifik dengan atau
tanpa gelombang Q patologis. Pada pasien yang terbukti memiliki lesi koroner,
abnormalitas segnem ST-T berhubungan dengan keparahan penyakit.
Pemeriksaan noninvasif lainnya yang dapat dilakukan adalah uji latih
jantung, myocardial perfusion imaging, stress echocardiography, CT-scan
jantung, dan cardiac magnetic resonance imaging. Pemeriksaan non-invasif
sebelumnya memang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosa PJK stabil,

Universitas Sumatera Utara


14

namun sebagian iskemia miokard dapat terjadi tanpa adanya lesi di arteri koroner
epikardial. Sehingga, prosedur invasif, yaitu dengan angiografi koroner
merupakan pemeriksaan yang paling objektif dan merupakan baku emas dalam
menentukan suatu penyakit arteri koroner (Wilder, 2016; Hasan H, 2016).

2.1.2.2. Pemeriksaan Invasif


Angiografi koroner adalah baku emas untuk mendiagnosis PJK stabil dan
mampu menilai keparahan anatomi koroner (Marzili, 2012; Pepine, 2012).
Angiografi koroner memiliki 2 tujuan utama, yaitu menilai risiko kejadian
kardiovaskular dan kematian pasien serta membantu menentukan pilihan terapi
revaskularisasi. Angiografi koroner dapat menjelaskan mengenai anatomi arteri
koroner, termasuk lokasi, panjang pembuluh darah, diameter, dan bentuk
epikardial dari pembuluh darah (Hasan, 2016; Krishnaswamy, 2013). Selain itu,
angiografi koroner juga dapat menentukan lokasi lesi koroner, derajat obstruksi,
aliran kolateral, dan aliran darah di lumen arteri tersebut. Pada oklusi kronis, lesi
umumnya multipel dan difus (Claessen, 2012).

2.2. Anatomi Sirkulasi Koroner

Pada manusia dan mamalia, pembuluh darah epikardial utama adalah left
main (LM) dan right main coronary artery (RCA). Arteri koroner kiri dan kanan
berasal dari ostium koroner yang berada di basis aorta, di sebelah kanan dan kiri
sinus Valsava. Ostium koroner kiri berjumlah tunggal. Dari ostium koroner,
keluar LM yang pendek yang bercabang menjadi left anterior descending artery
(LAD) dan left circumflex (LCx) (Green, 1967; Virmani, 1984).
LAD berjalan di sepanjang interventricular groove. LAD berjalan
mengelilingi arteri pulmonalis, sepanjang septum interventrikel hingga hampir
mencapai apeks. Pada beberapa kasus, LAD gagal mencapai apeks dan memiliki
sedikit cabang di dinding anterolateral ventrikel kiri (Angelini, 1989). Namun
sebagian LAD berjalan hingga mengelilingi apeks (wraparound LAD) dan
menyuplai darah ke sebagian septum posterior bahkan menggantikan posterior

Universitas Sumatera Utara


15

descending artery (PDA). LAD memiliki beberapa cabang, yaitu diagonal


arteries dan septal perforating branches (Musselman, 1992). Pada umumnya
manusia memiliki 1-3 diagonal arteries, dengan ukuran cabang paling besar
berasal dari LAD proksimal dan cabang semakin kecil jika berasal dari dekat
apeks. Diagonal arteries terletak paralel terhadap satu sama lain (Ilia, 1991).
Septal perforating branches berasal dari sudut kanan LAD dan masuk ke dalam
septum interventrikular. Septal perforator arteries dapat menjadi bifurkasio atau
trifurkasio dengan pola susunan yang tidak beraturan (Rath, 1986).
LCx berjalan di posterior sepanjang apendiks atrium kiri, atrioventricular
groove, hingga annulus mitral. LCx bercabang menjadi 1-4 obtuse marginal
branch, dengan pola paling sering adalah 2-3 cabang (Nerantzis, 1980). Distribusi
LCx dan cabangnya berlawanan dengan RCA. Jika LCx memiliki distribusi yang
luas, RCA akan memiliki cabang yang lebih sedikit dan begitu pula sebaliknya.
Ramus LCx memperdarahi bagian lateral ventrikel kiri. Obtuse marginal branch
memperdarahi bagian posterolateral ventrikel kiri.
RCA berjalan di sepanjang atrioventricular groove kanan dan
mengelilingi annulus katup trikuspid. Cabang pertama adalah cabang
infundibular, yang bertugas memperdarahi otot di sepanjang right ventricular
outflow tract atau infundibulum. Cabang selanjutnya adalah sinus node artery.
Sinus node artery berasal dari proksimal RCA. Pada 50-70% pasien, sinus node
artery mendapat perdarahan dari RCA dan sekitar 3% pasien, sumber perdarahan
didapat dari LCx (Kyriakidis, 1983). Dari bagian mid RCA, keluar right
ventricular marginal branch yang memperdarahi bagian lateral dinding ventrikel
kanan. Beberapa cabang halus dari RCA memperdarahi atrium. Bagian distal
RCA memiliki anatomi beragam. Pada pasien dengan pola koroner dominan
kanan, sebanyak 50-60% PDA muncul dari lengkungan RCA, 13% berasal dari
acute marginal branch dan 19% berasal dari antara acute marginal branch dan
lengkungan RCA (Adams, 1985).
Muskulus papilaris anterolateral mendapat sumber perdarahan dari
diagonal branch dari LAD dan marginal branch dari LCx. Hal ini bertujuan untuk
melindungi muskulus papilaris dari disfungsi akibat iskemia. Sebaliknya,

Universitas Sumatera Utara


16

muskulus papilaris posteromedial hanya mendapat perdarahan dari PDA sehingga


lebih rentan terhadap kerusakan akibat infark miokard (Voci, 1995).

Gambar 2.3. Anatomi arteri koroner. (A) Arteri koroner kanan, (B) Arteri koroner kiri
(Kern, 2011).

2.3. Kolateral Arteri Koroner

Kolateral arteri koroner (KAK) adalah cabang-cabang anastomosis kecil


yang berhubungan secara langsung ke arteri koroner besar dan sebagai prekursor
sirkulasi kolateral untuk mempertahankan perfusi miokard pada kondisi stenosis
berat akibat aterosklerotik di proksimal arteri koroner (Popma, 2015). Jaringan
yang terbentuk dari anastomosis cabang kecil arteri koroner merupakan prekursor
dari sirkulasi kolateral. Perkembangan sirkulasi kolateral diawali dengan
pembentukan pembuluh kolateral yang menghubungkan beberapa komponen dari
sirkulasi arteri koroner. Pada jantung dewasa normal, kolateral dibentuk dari
pembuluh darah kecil berdinding tipis, berdiameter < 50 µm dan hanya berperan
kecil dalam sirkulasi darah koroner. Pembuluh kolateral tidak tampak pada
keadaan normal atau stenosis arteri koroner ringan karena kaliber yang kecil.
Sebagai respon dari stenosis arteri koroner dan iskemia miokard, perbedaan
tekanan transstenosis memungkinkan aliran darah melewati sirkulasi anatomis
tersebut. Akibatnya, diameter pembuluh kolateral semakin besar (200-600 µm)
dan otot polosnya semakin tebal sehingga mampu mempertahankan aliran darah

Universitas Sumatera Utara


17

(Gregg, 1980; Erwin, 2018). Sirkulasi kolateral berperan sebagai sumber alternatif
suplai darah terhadap miokard yang mengalami iskemia atau berisiko mengalami
iskemia. Kolateral tidak hanya bisa mempertahankan perfusi normal saat istirahat
tetapi juga dapat mencegah iskemia terinduksi stress dalam latihan jantung
submaksimal (Canty JM, 2015).

a b
a
Gambar 2.4. Angiografi koroner pada PJK dengan oklusi multipel. a) oklusi total kronis
pada proksimal arteri LAD, b) injeksi kontras ke RCA, kontras tanpak mengisi secara
retrograde ke LAD melalui cabang kolateral (Seiler, 2013).

Universitas Sumatera Utara


18

Universitas Sumatera Utara


19

Gambar 2.5. Suplai kolateral ke tiga arteri koroner utama. a) kolateral yang berkembang
pada oklusi left anterior descending (LAD), b) kolateral yang berkembang pada oklusi
right coronary artery (RCA) dan c) kolateral yang berkembang pada oklusi left
circumflex artery (LCx) (Levin, 1974; Erwin 2018).

2.3.1 Mekanisme pembentukan kolateral (angiogenesis & arteriogenesis)


Terbentuknya pembuluh darah kolateral meliputi proses angiogenesis dan
arteriogenesis. Pembuluh darah baru dapat terbentuk dari pleksus yang sudah ada
sebelumnya melalui proses penonjolan atau intususepsi. Pembentukan pembuluh
darah baru ini disebut angiogenesis. Sel-sel endotelial dan sel otot polos sangat
penting untuk kematangan pembuluh yang baru terbentuk. Selama proses
angiogenesis, kapiler-kapiler baru terbentuk disekitar daerah yang mengalami
iskemia, sebagaimana terjadi juga pada infark miokard dan stroke. Proses
remodelling yang mencakup ambilan kolateral-kolateral yang sudah ada menjadi
suatu pembuluh darah yang lebih matang, disebut arteriogenesis (Seiler, 2013).
Dengan terjadinya iskemia, growth factors seperti faktor 1α yang
diinduksi oleh hipoksia dan mediator-mediator inflamasi akan dilepaskan dan
menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan akumulasi
monosit dan makrofag yang akan mensekresikan lebih banyak growth factors dan
mediator-mediator inflamasi (Arras, 1998). Sel-sel inflamasi ini akan

Universitas Sumatera Utara


20

mengeluarkan metalloproteinase yang akan meleburkan matriks dan lapisan basal


sekitar pembuluh darah. Hipoksia akan mensensitisasi sel-sel endotelial untuk
efek kemotaktik dan proliferasi dari berbagai growth factor dengan cara
memperbanyak reseptor. Sel-sel endotel akan berlekatan, bermigrasi,
berproliferasi, dan membentuk lumen pembuluh darah yang baru. Sel-sel sekitar
dan sel otot polos juga terlibat dalam proses ini.

Tabel 2.2. Definisi angiogenesis, arteriogenesis dan pembuluh kolateral (Berry, 2007)
Istilah Definisi
Angiogenesis Pembentukan kapiler baru melalui yang keluar dari venula post
kapiler
Arteriogenesis Transformasi dari arteriol yang sudah ada menjadi arteriol kolateral
fungsional yang memiliki komponen vasomotorik
Pembuluh darah Pembuluh darah kolateral adalah pembuluh yang menghubungkan
kolateral arteri-arteri yang paralel tanpa adanya capillary bed

Pencetus proses arteriogenesis yang paling utama adalah tekanan


tangensial pada dinding pembuluh darah (shear stress) dan sel-sel mononuklear
sum-sum tulang. Stenosis, obstruksi ataupun oklusi arteri besar, menyebabkan
penurunan tekanan post-stenosis, terjadi gradien tekanan yang besar dan
membentuk jalur anastomosis kolateral dari vaskular yang tidak mengalami
kelainan. Gradien tekanan ini yang meningkatkan aliran darah melalui arteriol-
arteriol kolateral, sehingga semakin meningkatkan tekanan dinding pembuluh
darah, dan kemudian mengaktifkan endotelium arteriol kolateral, perlekatan
molekul, dan growth factor. Dalam beberapa hari, monosit yang ada di sirkulasi
melekat ke endotel kolateral menghasilkan reaksi inflamasi. Disolusi matriks
terjadi dan pembuluh darah mulai berkembang dengan proliferasi aktif dari sel-sel
endotel dan otot polos (Seiler, 2013; Meier, 2013).
Selain karena stimulasi monosit dan makrofag, arteriogenesis
berhubungan dengan tekanan dinding pembuluh darah yang meningkatkan aliran

Universitas Sumatera Utara


21

darah, sehingga induksi arteriogenesis melalui latihan fisik yang rutin juga dapat
menjadi pilihan terapi.

Gambar 2.6. Skema hipotesa beberapa faktor yang berperan dalam proses angiogenesis.
Pencetus utama angiogenesis dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu mekanik, kimiawi,
dan faktor molekular. Terbentuknya pembuluh darah baru melibatkan beberapa tahap,
migrasi, adesi, dan proliferasi dari sel-sel endotel. Hingga pada akhirnya mengalami
pembentukan dan maturasi dari struktur tubular yang baru yang dapat memberikan aliran
darah (Tabibiazar, 2001).

2.3.2 Determinan Sirkulasi Kolateral Arteri Koroner


Iskemia miokard berat dan rekuren, gradient tekanan, shear stress, dan
faktor pertumbuhan adalah beberapa faktor yang menstimulasi sirkulasi arteri
koroner. Takeshita dkk. (1982) melaporkan bahwa KAK berkembang sebagai
respon dari intermiten iskemia. Kolateral ini membantu menyediakan sirkulasi
pada saat kebutuhan berat, seperti pada oklusi akibat sindroma koroner akut.
Herlitz dkk. (1993) menyatakan bahwa angina pektoris kronik sebelum infark
miokard menginduksi lebih banyak kolateral sehingga luas infark menjadi lebih
kecil. Paparan terhadap kadar oksigen yang rendah menyebabkan akumulasi
vascular endothelial growth factor (VEGF), mRNA dan TGF- ß.

Universitas Sumatera Utara


22

Tidak seperti angiogenesis yang dirangsang oleh proses hipoksia jaringan,


arteriogenesis tidak diinduksi oleh hipoksia, namun dirangsang oleh shear stress.
Growth factor yang terlibat dalam arteriogenesis antara lain TGF-α, granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), dan b-FGF (van Royen, 2001).
Perbedaan tekanan pada arteri utama menyebabkan aliran melalui kolateral
digunakan. Tekanan di distal stenosis menurun, aliran darah beredistribusi melalui
arteriol yang menghubungkan area tekanan tinggi dengan area tekanan rendah
(Sasayama, 1992; van Royen, 2001). Peningkatan aliran darah meningkatkan
shear stress pada arteri kolateral, upregulasi molekul adhesi endotel dan
meningkatkan adherensi monosit yang berubah menjadi makrofag. Akibatnya,
terjadi perubahan morfologi dan remodelling vaskular. (Conway, 2001; van
Royen, 2001).
Terdapat perbedaan kemokin dan growth factor yang terlibat pada
angiogenesis dan arteriogenesis. Beberapa growth factor yang sama antara lain b-
FGF dan PDGF (platelet-derived growth factor) (Conway, 2001; van Royen,
2001). Pada keaadaan iskemia, ekspresi faktor angiogenesis bertambah. Namun
pada keadaan diabetes mellitus, hiperlipidemia dan usia tua, sirkulasi kolateral
buruk disebabkan oleh faktor angiogenesis yang terganggu (Waltenberger, 2001).

2.3.3. Klasifikasi Kolateral Arteri Koroner


Kolateral fungsional dapat tumbuh di antara dua terminal arteri koroner,
antara dua cabang arteri koroner, antara cabang-cabang arteri yang sama atau via
vasa vasorum pembuluh darah yang sama (Levin, 1974). Levin menjelaskan aliran
kolateral ke tiga pembuluh darah utama. Kugel arteri adalah kolateral yang berasal
dari RCA proksimal atau arteri sinus nodal atau LCx melewati septum intraatrial,
beranastomosis ke arteri nodal AV dan mensuplai ke RCA atau LCx distal. Cincin
Vieussens adalah kolateral yang menghubungkan arteri konus RCA dengan
proksimal cabang ventrikel kanan dari LAD (Kugel, 1927).
Ada beberapa klasifikasi dalam menilai kolateral, yaitu klasifikasi Rentrop
dan Werner, keduanya dinilai dari angiografi koroner. Klasifikasi Werner
membagi kolateral menjadi 3 kelompok, yaitu CC 0 (tidak ada hubungan antara

Universitas Sumatera Utara


23

arteri resipien dan arteri donor), CC 1 (dijumpai hubungan antara kedua arteri
berupa koneksi halus seperti benang) dan CC2 (dijumpai hubungan antara kedua
arteri berupa koneksi besar seperti cabang pembuluh darah). Penilaian aliran
kolateral berdasarkan angiografi yang paling banyak digunakan yaitu berdasarkan
klasifikasi Rentrop, yang membagi kolateral menjadi 4 kelompok berdasarkan
derajat aliran pembuluh darah yang menerima (Popma, 2015; Traupe, 2010).
Rentrop 0 (tidak ada aliran), Rentrop 1 (tampak cabang-cabang kecil terisi),
Rentrop 2 (tampak aliran parsial di arteri epikardial dari arteri yang mengalami
penyempitan), dan Rentrop 3 (tampak aliran penuh mengisi arteri epikardial yang
mengalami penyempitan) (Rentrop, 1985).

Gambar 2.7. Klasifikasi Rentrop. (A) Rentrop 0 (total oklusi kronik di LAD tanpa
adanya kolateral dari RCA, tanda panah menunjukkan LAD tidak tampak), (B) Rentrop 1
(kolateral dari RCA ke LAD), (C) Rentrop 2 (tampak kolateral dari LAD ke RCA yang
menghasilkan pengisian parsial RCA, (D) Rentrop 3 (kolateral dari RCA memberi
pengisian penuh ke LAD (Vo, 2015).

Universitas Sumatera Utara


24

Gambar 2.8. Klasifikasi Werner. (A) CC0, tidak ada koneksi dari LAD ke RCA, (B)
CC1 (gambaran koneksi seperti benang) dari LAD ke RCA, (C) CC2, gambaran kolateral
berupa cabang-cabang dari LCX ke RCA (Vo, 2015).

2.4. Peran Inflamasi pada Penyakit Jantung Koroner Stabil

Perkembangan arteri kolateral merupakan respon adaptif terhadap kronis


iskemia miokard dan bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan. (Cohen,
1986; Akin, 2015). Keberadaan pembuluh kolateral mampu meningkatkan aliran
sehingga menurunkan angka frekuensi angina dan kejadian kardiovaskular serta
menjaga fungsi kontraktilitas miokard (William DO, 1976; Akin, 2015).
Perkembangan kolateral bergantung pada derajat keparahan obstruksi koroner,
kadar sel-sel penanda inflamasi, growth factor dan angiogenesis.
Patogenesis terbentuknya KAK sangat kompleks, terdapat adanya
hubungan kompleks antara pembentukan pembuluh darah yang baru dan proses
inflamasi. Beberapa studi melaporkan respon inflamasi sistemik berhubungan
dengan adanya aterosklerosis sistemik dan perkembangan KAK. Sitokin inflamasi
seperti TNF-alfa dan interleukin-6 terbukti mampu memprediksi perkembangan
pembuluh kolateral (Rahkit, 2005; Seiler, 2010). Begitu pula Guray dkk. (2004)
yang melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi molekul adhesi dalam darah
merupakan penanda KAK yang buruk. Level hs-CRP yang tinggi juga terbukti
berhubungan dengan KAK yang insufisien. Penanda inflamasi yang paling
sederhana adalah leukosit. Level leukosit dan subtipenya (neutrofil, monosit dan
limfosit) telah lama terbukti berperan sebagai prediktor PJK stabil (Horne, 2005).

Universitas Sumatera Utara


25

2.4.1. Peran Neutrofil dan Limfosit dalam Penyakit Jantung Koroner Stabil
Neutrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Sel ini
berdiameter 12–15 µm dan memilliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma
pucat di antara 2 hingga 5 lobus dan mengandung banyak granula merah jambu
(azuropilik). Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium
promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada
neutrofil matang. Granula primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam
dan asam hidrolase lain, sementara yang sekunder mengandung fosfatase dan
lisosom. Neutrofil adalah komponen utama dari sistem imun nonspesifik. Nilai
normal neutrofil ialah 2–7x109/l atau 40-80% per millimeter kubik darah. Bila
neutrofil dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi
kira-kira 6 jam. (Hoffbrand, 1984).
Neutrofil berperan sebagai pertahanan awal terhadap patogen, inflamasi
dan respons imun innate melalui proses degranulasi, fagositosis, apoptosis,
pelepasan reactive oxygen species (ROS) dan pembentukan neutrophil
extracellular trap (NET). Mekanisme ini dipicu oleh patogen, aktivasi leukosit,
sitokin atau stimulus inflamasi. Neutrofil memproduksi granul sitoplasma yang
mengandung myeloperoxidase (MPO), matrix metalloproteinase 8 (MMP8),
cathelicidin antimicrobial peptide (CAMP), azurocidin 1 (AZU1), cathepsin G
(CTSG), dan elastase 2 (ELA2). Secara langsung enzim-enzim ini melawan
pathogen namun bisa pula memperberat respon inflamasi. Di samping fungsinya
dalam imunitas innate, aktivasi neutrofil tidak selalu menguntungkan. Banyak
studi yang membuktikan keterlibatan neutrofil dalam perkembangan penyakit
kardiovaskular seperti aterosklerosis, trombosis dan sindroma koroner akut (Gaul,
2017).
Neutrofil merupakan sel yang besar dan kaku yang melakukan adhesi
dengan endotel kapiler sehingga mencegah reperfusi dari kapiler yang mengalami
iskemia. Sel tersebut melepaskan beberapa autokoid yang akan menginduksi
vasokonstriksi serta agregrasi trombosit seperti tromboksan-B2, leukotriene-B4
metabolit asam arakhidonat, mieloperoksidase, elastase serta beberapa enzim

Universitas Sumatera Utara


26

hidrolitik yang berpengaruh terhadap stabilitas plak aterosklerosis seperti asam


fosfatase (Oncel, 2015; Huang, 2009).
Pada studi eksperimen in vitro, tampak migrasi neutrofil dimediasi oleh
LDL teroksidasi via peningkatan kontraktilitas endotel dan upregulasi
intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Penelitian lain menunjukkan bahwa
rendahnya kadar neutrofil menurunkan proses aterogenesis dengan cara
mengurangi inflamasi dan apoptosis sel dalam plak. Di dalam plak, neutrofil
melepaskan ROS. Hal ini akan memicu aktivasi endotelium, penarikan lebih
banyak neutrofil, oksidasi LDL dan semuanya berkontribusi pada ketidakstabilan
plak aterosklerosis. Pada plak ateroma, neutrofil mengalami apoptosis, kemudian
melepaskan berbagai peptida yang mengundang migrasi monosit/makrofag ke
dalam lesi untuk proses fagositosis sel yang apoptosis (Zernecke, 2007).
Meningat perannya dalam aterotrombosis dan kejadian kardiovaskular,
neutrofil telah menjadi pengganti dari salah satu dari risiko kardiovaskular.
Beberapa penelitian kecil menunjukkan kadar plasma neutrofil elastase
berhubungan dengan keparahan PJK (Amaro, 1995; Kosar, 1998; Smith, 2000).
Beberapa studi yang lebih besar membuktikan bahwa angka neutrofil dalam darah
dan rasio neutrofil-limfosit berhubungan dengan keparahan dan kompleksitas
PJK, kejadian iskemia berulang, mortalitas, infark akut, infark miokard luas dan
kekakuan arteri. Penelitian yang lebih baru menunjukkan NET berhubungan
dengan keparahan aterosklerosis koroner dan status protrombosis (Borissoff,
2013; Stakos, 2015).
Neutrofil dan monosit telah diketahui memainkan peranan penting dan
berefek langsung dalam respon inflamasi, namun limfosit terbukti berperan lebih
luas dalam memodulasi respon inflamasi pada setiap proses aterosklerosis.
Leukositosis, neutrofilia dan limfopenia adalah respon klasik stress sistemik dan
berhubungan dengan prognosis yang buruk (Le Tulzo, 2002).
Dalam penelitian dikatakan bahwa limfosit T mempunyai peran proktetif
terhadap proses aterosklerosis. Peran limfosit T ialah dengan memodulasi
proliferasi otot polos yang terjadi selama proses perbaikan vaskular dan
didapatkan bahwa pada kadar limfosit yang rendah dijumpai lesi aterosklerosis

Universitas Sumatera Utara


27

yang lebih berat (Ducloux, 2003).


Limfopenia disangkakan terjadi akibat kenaikan kadar serum kortisol dan
katekolamin sebagai respons stress sistemik (Thomson, 1980). Penurunan
persentase limfosit disebabkan oleh peningkatan apoptosis, penurunan proliferasi
dan diferensiasi limfosit dan redistribusi limfosit dalam sistem limfopoetik
(Cioca, 2000).
Rasio neutrofil-limfosit (RNL) memiliki nilai diskriminatif lebih baik
dibandingkan total sel darah putih pada infark miokard akut (Núñez, 2008).
Angka limfosit yang lebih rendah berhubungan dengan progresi aterosklerosis,
fraksi ejeksi rendah, nekrosis miokard lebih luas, derajat obstruksi mikrovaskular
dan kejadian kardiovaskular. Limfopenia memberi prognosis lebih buruk pada
PJK stabil, infark miokard akut dan gagal jantung (Núñez, 2008; Major, 2002;
Blum, 1994; Ommen, 1997; Núñez, 2010; Levy, 2006).

2.4.2. Peran Rasio Neutrofil-Limfosit (RNL) dalam Memprediksi Keadaan


Kolateral Arteri Koroner pada Penyakit Jantung Koroner Stabil
Kolateral arteri koroner adalah hasil dari angiogenesis dan/atau
arteriogenesis. Perkembangannya adalah proses yang kompleks, melibatkan sel
inflamasi beragam dan matriks ekstraseluler. CRP adalah indikator inflamasi yang
menghambat produksi nitric oxide (NO), menghilangkan aktivitas NO dan secara
tidak langsung mennghambat angiogenesis. Pajanan jangka panjang terhadap
inflamasi akan mencegah migrasi sel endotel yang dimediasi growth factor.
Fichtlscherer dkk. (2000) menunjukkan bahwa peningkatan kadar CRP serum
adalah penanda gangguan reaktivitas endotel vaskular pada pasien PJK stabil.
Inflamasi kronis menghambat diferensiasi, survival dan fungsi sel progenitor
endotel. Selain itu, inflamasi kronis juga menginduksi apoptosis sel dan produksi
mediator proinflamasi pada sel mononuklear. Hal ini tidak menguntungkan karena
dapat mengganggu proses angiogenesis sebagai respons terhadap iskemia kronik.
Peningkatan aktivitas inflamasi terbukti berhubungan dengan
perkembangan KAK yang buruk. Leukosit dan tipenya berperan dalam modulasi
respon inflamasi, namun hubungannya dengan perkembangan KAK masih belum

Universitas Sumatera Utara


28

jelas (Heil, 2004). Kocaman dkk. (2011) melaporkan level leukosit yang tinggi
pada oklusi non total berhubungan dengan perkembangan kolateral yang baik.
Sebaliknya, van der Hoeven dkk. (2013) melaporkan level leukosit yang tinggi
ditemukan pada pasien dengan KAK yang buruk.
Neutrofil merupakan elemen inflamasi pertama yang meningkat pada
kerusakan miokardium dan berperan dalam proses trombosis dan inflamasi.
Sementara itu, limfosit berperan dalam respons imun spesifik (Kirtane, 2004).
Penurunan angka limfosit ini merupakan penanda outcome buruk pada proses
akut, seperti infark miokard akut. RNL menunjukkan adanya ketidakseimbangan
antara neutrofil (komponen aktif inflamasi) dengan limfosit (komponen regulasi
dan protektif). Leukosit merupakan prediktor independen kematian/infark
miokard, namun RNL memiliki nilai prediktor yang lebih baik dan diperkirakan
lebih efektif dalam memprediksi peningkatan resiko kardiovaskular, luaran klinis
dan prognosis (Horne, 2005).
Penelitian di Turki oleh Akin dkk. (2015) dan Uysal dkk. (2015) masing-
masing menemukan nilai RNL > 2.55 dan > 2.75 untuk menggambarkan keadaan
KAK yang buruk pada pasien PJK stabil dengan penyakit pembuluh koroner
multipel. Sementara Nacar dkk. (2014) menemukan nilai RNL > 3.55 adalah
prediktor KAK yang buruk pada oklusi total kronis koroner. Di Indonesia,
penelitian oleh Malik (2016) menemukan nilai RNL > 3.05 berhubungan dengan
kolateral yang buruk pada pasien dengan oklusi total kronis koroner.

Universitas Sumatera Utara


29

2.5. Kerangka Teori

Aterosklerosis

Stenosis dan oklusi

Shear stress dan


gradien tekanan

Aktivasi sel endotel

Sekresi kortisol Respon inflamasi Aktivasi neutrofil

Aktivasi monosit dan


makrofag

Sekresi sitokin dan


growth factor

Kadar limfosit Angiogenesis dan Kadar neutrofil


sirkulasi menurun arteriogenesis sirkulasi meningkat

Proliferasi otot polos


pembuluh darah

Terbentuknya
pembuluh kolateral

Gambar 2.9. Skema kerangka teori penelitian.

Universitas Sumatera Utara


30

2.6. Kerangka Konsep

Penderita penyakit jantung


koroner stabil / suspek

Angiografi koroner

Penyakit jantung koroner stabil dengan stenosis signifikan dan total oklusi
pada > 1 pembuluh darah

Kriteria eksklusi

Nilai rasio neutrofil-limfosit

Rentrop Grade 0-1 Rentrop Grade 2-3

Kolateral kurang baik Kolateral baik

Dilihat hubungan nilai rasio neutrofil-limfosit dengan keadaan kolateral arteri koroner

Gambar 2.10. Kerangka konsep penelitian

Universitas Sumatera Utara


31

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang (cross sectional),
dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.
Dengan cara ini, peneliti akan mengambil semua subyek penelitian dengan
diagnosa PJK stabil dengan multivessel disease berdasarkan angiografi koroner di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan (RS HAM).

3.2. Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan pada penderita PJK stabil dengan multivessel disease
yang menjalani angiografi koroner di RS Haji Adam Malik Medan mulai Januari
2018 sampai Desember 2018.

3.3. Populasi dan Sampel


• Populasi target adalah pasien yang menderita penyakit jantung koroner stabil.
• Populasi terjangkau adalah pasien yang menderita penyakit jantung koroner
dengan multivessel disease dan menjalani angiografi koroner di RS H. Adam
Malik Medan.
• Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.

3.4. Besar Sampel


Besar sampel dihitung berdasarkan rumus, yaitu (Dahlan MS, 2010):

( )
2
(𝑍𝛼+𝑍𝛽)𝑆
𝑛1= 𝑛2 = 2
𝑋1−𝑋2

Universitas Sumatera Utara


32

Keterangan :
n1 = Besar sampel kelompok 1
n2 = Besar sampel kelompok 2
Zα = Deviat baku alfa = 1.645
Zβ = Deviat baku beta = 0.842
S = Simpangan baku gabungan = 2.95
X1 – X2 = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 1.2

Dengan menggunakan rumus tersebut diatas, maka didapati besar sampel minimal
untuk masing-masing kelompok adalah 74 orang.

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi


Kriteria Inklusi
1. Bersedia menjalani angiografi koroner dengan menandatangani informed
consent.
2. Memiliki stenosis signifikan atau oklusi di lebih dari satu pembuluh darah
koroner.
3. Tidak pernah menjalani intervensi koroner perkutan dan/atau bedah pintas
koroner.
4. Tidak memiliki riwayat penyakit jantung katup primer dan penyakit jantung
kongenital.
5. Tidak memiliki penyakit infeksi, sepsis, kelainan hematologi, pemakaian
antibiotik dan agen imunosupressor, dan keganasan.

Kriteria Eksklusi
1. Gambaran/video angiografi koroner yang kurang baik.

3.6. Cara Kerja dan Alur Penelitian


Semua sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita penyakit
jantung koroner stabil dengan multivessel disease berdasarkan hasil angiografi
koroner. Peneliti memeriksa dan mencatat profil pasien mulai dari anamnesis,

Universitas Sumatera Utara


33

pemeriksaan fisik, elektrokardiografi (EKG), serta hasil laboratorium dari rekam


medis. Semua data pasien yang diambil dari rekam medis yaitu data yang
dibutuhkan dan dianggap lengkap.
Peneliti melakukan telusur rekam medis untuk melihat pasien yang
memiliki stenosis arteri koroner yang signifikan di lebih dari satu pembuluh darah
koroner. Pasien yang memiliki kriteria eksklusi tidak dimasukkan dalam
penelitian. Kolateral arteri koroner dinilai melalui angiografi koroner yang
dilakukan secara perkutan melalui akses femoral maupun radial dengan
menginjeksikan zat kontras ke arteri koroner. Gambaran arteri koroner dan
kolateral diambil menggunakan fluoroskopi x-ray dan direkam dengan media
digital format DICOM (Digital Imaging and Communication in Medicine).
Kolateral arteri koroner dinilai secara visualisasi langsung berdasarkan klasifikasi
tingkat keparahan Rentrop, yaitu Rentrop 0 = tidak ada tampak kolateral, Rentrop
1 = tampak kolateral mengisi cabang-cabang arteri koroner tetapi tidak mencapai
segmen epikardial dari arteri koroner yang dituju, Rentrop 2 = kolateral mengisi
sebagian dari segmen epikardial arteri koroner yang dituju, dan Rentrop 3 =
kolateral mengisi secara komplit arteri koroner yang dituju (Rentrop KP, 1985).
Data KAK diambil dari data laboratorium kateterisasi jantung dan akan dilakukan
penilaian oleh dua orang observer yang berbeda, yaitu dua orang kardiologis ahli
intervensi yang berpengalaman.
Berdasarkan data yang ada, akan diambil nilai neutrofil absolut, nilai
limfosit absolut dan rasio neutrofil-limfosit. Rasio neutrofil-limfosit didapat
dengan cara membagi neutrofil absolut dengan limfosit absolut. Nilai neutrofil
dan limfosit absolut diambil dari hasil pemeriksaan darah rutin yang dilakukan ≤
24 jam sebelum angiografi koroner dilakukan.
Sampel penelitian akan dibagi menjadi 2 kelompok sesuai dengan hasil
angiografi koroner yang dikumpulkan oleh peneliti dan sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. Sampel dengan Rentrop 0-1 akan dimasukkan ke dalam
kelompok dengan kolateral kurang baik dan sampel dengan Rentrop 2-3 akan
dimasukkan ke dalam kelompok dengan kolateral baik. Keseluruhan data yang
diperoleh akan dikumpulkan dan dianalisa secara statistik dengan SPSS ver.20.

Universitas Sumatera Utara


34

Pasien PJK stabil menjalani angiografi koroner dan memenuhi


kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan pengambilan data berupa
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, EKG, dan terapi

Dinilai keadaan kolateral arteri koroner

Dihitung nilai rasio neutrofil-limfosit

Dilakukan analisis statistik untuk melihat hubungan nilai rasio neutrofil-limfosit


dengan keadaan kolateral arteri koroner

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian

3.7. Identifikasi Variabel


• Variabel bebas/independen:
∗ Nilai rasio neutrofil-limfosit (variabel numerik)
• Variabel terikat/dependen:
∗ Kolateral arteri koroner (variabel kategorik)

3.8. Definisi Operasional


1. Penderita PJK stabil adalah pasien-pasien yang terbukti memiliki
stenosis arteri koroner 70% atau lebih. Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokard menyebabkan hipoksia miokard
dan akumulasi dari sisa metabolit, sering disebabkan oleh
aterosklerosis dari arteri koroner.
2. Angiografi koroner merupakan tindakan diagnostik invasif standar

Universitas Sumatera Utara


35

untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya penyempitan arteri koroner


dan memberikan informasi anatomi untuk menentukan tatalaksana
selanjutnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginjeksikan zat
kontras ke arteri koroner (Fernandez, 2018). Kemudian dilakukan
pengambilan gambar menggunakan x-ray dan direkam dengan media
digital format DICOM.
3. Stenosis signifikan adalah stenosis arteri koroner epikardial ≥ 70% dari
besar lumen arteri, dimana dapat menganggu aliran darah saat
beraktifitas (Fernandez, 2018).
4. Infark miokard akut adalah terdapat keluhan angina pektoris akut yang
disertai peningkatan enzim jantung dengan atau tanpa elevasi segmen
ST (Thygesen, 2012).
5. Riwayat intervensi koroner perkutan adalah pasien yang sudah pernah
menjalani angiografi koroner dan telah dilakukan pemasangan stent
yang dibuktikan dari hasil angiografi sebelumnya ataupun dinilai
secara langsung dari video angiografi koroner terbaru.
6. Riwayat bedah pintas arteri koroner adalah pasien yang sudah
menjalani bedah pintas arteri koroner yang diperoleh dari anamnesa
ataupun dapat dinilai secara langsung dari video angiografi koroner
terbaru.
7. Kelainan hematologi adalah kondisi patologis yang mempengaruhi
darah atau organ yang memproduksi darah, termasuk di dalamnya
adalah berbagai tipe anemia, kanker darah dan kondisi pendarahan
(DeRossi, 2003).
8. Agen immunosupressor adalah obat yang bekerja menekan sistem
imun dan menurunkan risiko rejeksi terhadap benda asing, termasuk
diantaranya adalah steroid, methotrexate, azathioprine, thalidomide
dan sebagainya (Danesi, 2004).
9. Nilai rasio neutrofil-limfosit adalah perbandingan nilai neutrofil
absolut dengan nilai limfosit absolut yang didapatkan melalui
pemeriksaan laboratorium darah lengkap di Laboratorium Patologi

Universitas Sumatera Utara


36

Klinik RSUP HAM dengan menggunakan Hematology Analyzer


Sysmex XP-300.
10. Kolateral arteri koroner (KAK) adalah cabang-cabang anastomosis
kecil yang berhubungan secara langsung ke arteri koroner besar dan
sebagai prekursor sirkulasi kolateral untuk mempertahankan perfusi
miokard pada kondisi stenosis berat akibat aterosklerotik di proximal
arteri koroner (Popma, 2015).
11. Klasifikasi kolateral Rentrop adalah pembagian derajat kolateral
berdasarkan aliran pembuluh darah yang menerima. Rentrop 0 (tidak
ada aliran), Rentrop 1 (tampak cabang-cabang kecil terisi), Rentrop 2
(tampak aliran parsial di arteri epikardial dari arteri yang mengalami
penyempitan), dan Rentrop 3 (tampak aliran penuh mengisi arteri
epikardial yang mengalami penyempitan) (Rentrop, 1985).
12. Visualisasi langsung adalah suatu cara mengkuantifikasi lesi arteri
koroner berdasarkan jumlah pembuluh darah epikardial yang memiliki
lesi signifikan.
13. Visualisasi langsung adalah suatu cara kuantifikasi stenosis arteri
koroner dan klasifikasi KAK dari gambaran angiografi koroner dan
ekokardiografi oleh 2 orang intraobserver.

3.9. Pengolahan dan Analisis Data


Data akan disajikan secara deskriptif dengan menampilkan distribusi
frekuensi dan persentase untuk data yang bersifat kategorik. Sedangkan data
numerik akan ditampilkan dalam nilai mean (rata-rata) dan standard deviasi untuk
data yang berdistribusi normal, sedangkan data numerik yang tidak berdistribusi
normal akan ditampilkan dalam nilai median (nilai tengah). Uji normalitas
variabel numerik pada seluruh subjek penelitian akan menggunakan one sample
Kolmogorov Smirnov (n > 50). Analisis bivariat menggunakan Student’s t-test
atau tes Mann Whitney pada variabel numerik, sedangkan pada variabel kategorik
menggunakan Chi-square atau Fisher test. Analisis multivariat menggunakan
analisis regresi logistik, dimana parameter yang memiliki p < 0,25 dimasukkan ke

Universitas Sumatera Utara


37

dalam analisis multivariat untuk menilai parameter yang secara independen


berhubungan dengan keadaan kolateral arteri koroner. Kurva receiver-operating
characteristic (ROC) dilakukan untuk menentukan titik potong nilai rasio
neutrofil-limfosit dalam memprediksi keadaan kolateral arteri koroner yang
buruk. Analisa data statistik menggunakan software SPSS versi 20, nilai p < 0,05
dikatakan bermakna secara statistik.

3.10. Etika Penelitian


Penelitian ini akan meminta persetujuan Komite Etik Kesehatan dari
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan izin penelitian ke RSUP H.
Adam Malik.

3.11. Rincian Biaya Penelitian


Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp 1.500.000
Pengurusan izin penelitian Rp 1.250.000
Pengumpulan dan pengolahan data Rp 2.500.000
Biaya-biaya lain tak terduga Rp 500.000
+
Total Rp 5.750.000

Universitas Sumatera Utara


38

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran


Vaskular, Instalasi Rawat Inap Kardiologi RSUP H. Adam Malik Medan.
Pengumpulan sampel dilakukan dengan mengambil data rekam medis pasien
penyakit jantung koroner stabil yang menjalani angiografi koroner di RSUP H.
Adam Malik Medan mulai dari Januari 2018 hingga Desember 2018. Sampel
yang dikumpulkan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, sebanyak 151 pasien
diikutsertakan di dalam penelitian.

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari Januari 2018 hingga Desember 2018, terdapat 151 pasien PJK stabil
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Usia rata-rata subjek penelitian
adalah 56 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 117 pasien (77,5%) dan
perempuan sebanyak 34 pasien (22,5%). Dari faktor risiko PJK, dijumpai 101
pasien (66,9%) menderita hipertensi, 37 pasien (24,5%) menderita diabetes
melitus, 35 pasien (23,2%) menderita dislipidemia dan 102 pasien (67,5%)
memiliki riwayat merokok. Berdasarkan indeks massa tubuh, mayoritas subjek
penelitian memiliki berat badan berlebih sebanyak 71 pasien (47%), berat badan
normal sebanyak 67 pasien (44,4%), obesitas sebanyak 11 pasien (7,3%) dan
hanya 2 pasien (1,3%) memiliki berat badan kurang (Tabel 4.1).
Berdasarkan terapi yang didaparkan selama rawatan, sebanyak 150 pasien
(99,3%) mendapatkan antiplatetet, 143 pasien (94%) mendapatkan statin, 136
pasien (90,1%) mendapatkan nitrat, 132 pasien (87,4%) mendapatkan beta
blocker, 50 pasien (33,2%) mendapatkan ARB dan 74 pasien (49,0%)
mendapatkan ACEi (Tabel 4.1).

Universitas Sumatera Utara


39

Dari hasil laboratorium, didapatkan median hemoglobin adalah 14 g/dl,


median leukosit adalah 8.890 sel/µL dan trombosit 270.152 sel/µL. Median
neutrofil absolut adalah 4,99x103/µL, median limfosit absolut adalah
2,24x103/µL, dan median monosit absolut adalah 0,69x103/µL. Median RDW
adalah 13%. Median rasio neutrofil-limfosit (RNL) adalah 2,38. Nilai median
kreatinin adalah 0,94 mg/dl (Tabel 4.2). Nilai median kolesterol, trigliserida, HDL
dan LDL adalah 173 mg/dl, 117 mg/dl, 39 mg/dl dan 108 mg/dl (Tabel 4.3).
Seluruh sampel adalah pasien dengan angiografi koroner multivessel
disease, dimana didapatkan hasil angiografi terbanyak adalah 3VD pada 72 pasien
(47,7%). Selanjutnya didapatkan hasil angiografi 3VD+LM pada 33 pasien
(21,9%), 2VD pada 32 pasien (21,2%), 2VD+LM pada 8 pasien (5,3%) dan
1VD+LM pada 6 pasien (4%) (Tabel 4.5). Pembuluh darah yang paling sering
mengalami stenosis adalah LAD, dengan lokasi stenosis berada di proksimal
(Tabel 4.4). Dari hasil angiografi ini pula dinilai keadaan KAK, dimana
ditemukan 76 pasien (50,3%) memiliki KAK yang baik dan 75 pasien (49,7%)
memiliki KAK yang kurang baik.

4.2. Korelasi Karakteristik Subjek Penelitian

Analisis bivariat dilanjutkan untuk mengetahui adanya hubungan ataupun


perbedaan antara karakteristik subjek penelitian terhadap keadaan KAK. Seluruh
sampel dibagi berdasarkan keadaan kolateral yang dinilai dari kriteria Rentrop,
yaitu kolateral baik dan kurang baik.
Pada Tabel 4.1 didapatkan hasil analisis uji parametrik T-test (dengan
alternatif uji non parametrik Mann Whitney) terhadap dua kelompok dengan
karakteristik berskala ukur numerik. Berdasarkan jenis kelamin, usia, faktor risiko
dan indeks massa tubuh, tidak dijumpai perbedaan diantara kedua kelompok. Dari
data ini juga tidak didapati perbedaan bermakna pada terapi antiplatelet, beta
blocker, nitrat, CCB, ACEi, ARB, diuretik, MRA dan statin selama rawatan
antara kedua kelompok. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, tidak ditemukan
perbedaan bermakna pada hemoglobin, leukosit, trombosit, monosit absolut,
neutrofil relatif, monosit relatif, RDW, kreatinin, KGD puasa dan profil lipid di

Universitas Sumatera Utara


40

antara kedua kelompok (Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.). Perbandingan hasil angiografi
tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara jumlah pembuluh darah koroner
yang terlibat atau arteri koroner terlibat dengan keadaan KAK (Tabel 4.5).
Karakteristik subjek peneliltian yang memiliki hubungan signifikan
secara statistik (p <0,05) adalah nilai neutrofil absolut (p 0,033), nilai limfosit
absolut (p <0,001), nilai limfosit relatif (p 0,012), dan rasio neutrofil-limfosit (p
<0,001).

Tabel 4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian


Rentrop
Karakteristik n=151 Baik Kurang baik p
(n=75) (n=76)
Jenis Kelamin, n(%)
Laki-laki 117 (77,5%) 61 (81,3%) 56 (73,7%) 0,261
Perempuan 34 (22,5%) 14 (18,7%) 20 (26,3%)
Usia (tahun) 56,73±7,148 56,88±7,157 56,57±7,183 0,792
Faktor Risiko, n (%)
Riwayat Hipertensi 101 (66,9%) 60 (66,7%) 51 (67,1%) 0,954
Riwayat Diabetes Melitus 37 (24,5%) 16 (21,3%) 21 (27,6%) 0,368
Riwayat Dislipidemia 35 (23,2%) 13 (17,3%) 22 (28,9%) 0,091
Riwayat Merokok 102 (67,5%) 53 (70,7%) 49 (64,5%) 0,416
Indeks Massa Tubuh, n(%)
Berat Badan Kurang 2 (1,3%) 1 (1,3%) 1 (1,3%) 0,753
Berat Badan Normal 67 (44,4%) 31 (41,3%) 36 (47,4%)
Berat Badan Berlebih 71 (47,0%) 36 (48,0%) 35 (46,1%)
Obesitas 11 (7,3%) 7 (9,3%) 4 (5,3%)
Terapi Selama Rawatan, n%
Antiplatelet 150 (99,3%) 75 (100,0%) 75 (98,7%) 0,319
Beta Blocker 132 (87,4%) 65 (86,7%) 67 (88,2%) 0,536
Nitrat 136 (90,1%) 66 (88,0%) 70 (92,1%) 0,399
CCB 26 (17,2%) 13 (17,3%) 13 (17,1%) 0,970
ACEi 74 (49,0%) 39 (52,0%) 35 (46,1%) 0,465
ARB 50 (33,1%) 26 (34,7%) 24 (31,6%) 0,687
Diuretik 36 (23,6%) 19 (25,3%) 17 (22,4%) 0,669
MRA 20 (13,2%) 10 (13,3%) 10 (13,2%) 0,975
Statin 142 (94,0%) 69 (92,0%) 73 (96,1%) 0,293
Keterangan : * nilai p signifikan < 0,05

Universitas Sumatera Utara


41

Tabel 4.2. Karakteristik hasil laboratorium subjek penelitian


Rentrop Rentrop
Karakteristik n=151 Baik Kurang baik p
(n=75) (n=76)
Hemoglobin (g/dl) 14,00 (8,80-17,30) 13,90±1,599 13,70±1,850 0,479
Leukosit (sel /µL) 8.890 10.218±12.789 9.110±2.143 0,208
(3.420-11.780)
Trombosit (sel /µL) 270.152 ± 68.248,5 262.373±62.651 277.828±72.956 0,165
Neutrofil Absolut (103/µL) 4,99 (1,02-10,16) 5,09±1,699 5,51±1,725 0,033*
Limfosit Absolut (103/µL) 2,24 (0,63-5,83) 2,56±0,979 2,03±0,702 <0,001*
Monosit Absolut (103/µL) 0,69 (0,22-3,76) 0,74±0,402 0,72±0,233 0,790
Neutrofil relatif % 57,6 (16,3-86,20) 52,23±18,02 56,24±18,00 0,161
Limfosit relatif % 25,4 (11,5-51,40) 26,69±10,903 23,53±10,186 0,012*
Monosit relatif % 7,70 (3,2-17,70) 7,23±3,162 7,59±3,279 0,739
RDW % 13,0 (11,0-17,60) 13,19±1,153 13,50±1,386 0,137
Rasio Neutrofil-Limfosit 2,38 (0,12-8,13) 2,25±1,189 3,03±1,527 <0,001*
(RNL)
Kreatinin (mg/dl) 0,94 (0,28-141,0) 1,02±0,494 3,04±16,059 0,511
KGD puasa (g/dl) 102,0 (12,0-330,0) 109,10±33,622 111,44±35,647 0,678
Kolesterol (mg/dl) 173,0 (108,0-330,0) 177,499±41,430 180,605±43,506 0,632
Trigliserida (mg/dl) 117,0 (29,0-945,0) 139,81±78,603 137,38±113,341 0,489
HDL (mg/dl) 39,0 (10,0-124,0) 42,05±15,664 40,75±19,485 0,184
LDL (mg/dl) 108,0 (15,0-276,0) 112,70±36,986 112,43±43,981 0,865
Keterangan : * nilai p signifikan < 0,05

Tabel 4.3. Karakteristik hasil angiografi koroner berdasarkan arteri koroner yang
terlibat dan lokasi lesi
Karakteristik LM LAD LCX RCA
Lesi, (n %)
Ya 52 (34,4%) 144 (95,4%) 133 (88,1%) 123 (81,5%)
Tidak 99 (65,6%) 7 (4,6%) 18 (11,9%) 28 (18,5%)
Lokasi Lesi
Osteal 5 (3,3%) 10 (6,6%) 6 (4,0%) 2 (1,3%)
Proksimal 5 (3,3%) 87 (57,6%) 63 (41,7%) 39 (25,8%)
Mid 9 (6,0%) 14 (9,3%) 0 (0,0%) 15 (9,9%)
Distal 33 (21,9%) 0 (0,0%) 42 (27,8%) 33 (21,9%)
Multipel -0 (0,0%) 33 (21,9%) 22 (14,6%) 34 (22,5%)
Normal 99 (65,6%) 7 (4,6%) 18 (11,9%) 28 (18,5%)

Universitas Sumatera Utara


42

Tabel 4.4. Hubungan karakteristik hasil angiografi koroner dengan


Keadaan kolateral arteri koroner
Rentrop Rentrop p
Karakteristik n=151 Baik Kurang baik
(n=75) (n=76)
Jumlah pembuluh darah yang mengalami stenosis, n(%)
2VD 32 (21,2%) 10 (13,3%) 22 (28,9%) 0,077
3VD 72 (47,7%) 39 (52,0%) 33 (43,4%)
1VD+LM 6 (4,0%) 5 (6,7%) 1 (1,3%)
2VD+LM 8 (5,3%) 3 (4,0%) 5 (6,6%)
3VD+LM 33 (21,9%) 18 (24,0%) 19,7%)
Arteri koroner yang terlibat, n(%)
LM 52 (34,4%) 29 (38,7%) 23 (30,3%) 0,277
LAD 144 (95,4%) 71 (94,7%) 73 (96,1%) 0,685
LCX 133 (88,1%) 68 (90,7%) 65 (85,5%) 0,330
RCA 123 (81,5%) 64 (85,3%) 59 (77,6%) 0,223
Keterangan : * nilai p signifikan < 0,05

4.3. Analisis Multivariat Terhadap Faktor-faktor yang Berperan dalam


Menentukan Keadaan Kolateral Arteri Koroner

Uji regresi logistik adalah uji analisis multivariat yang digunakan pada
skala ukur variabel dependen kategorik. Faktor risiko yang memiliki nilai p <0,25
disertakan dalam analisis multivariat. Analisis dilakukan dengan dua tahap
menggunakan metode Backward Stepwise. Faktor risiko yang bernilai tidak
bermakna dapat disingkirkan hingga tahap terakhir. Analisis tahap terakhir yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan KAK. Faktor-faktor yang masuk
dalam analisis multivariat adalah riwayat dislipidemia, leukosit, trombosit,
neutrofil absolut, limfosit absolut, neutrofil relatif, limfosit relatif, RDW, RNL,
HDL dan jumlah lesi arteri koroner.
Berdasakan analisis multivariat, didapatkan bahwa kadar RNL yang tinggi
merupakan prediktor independen terhadap keadaan KAK yang buruk (OR 0,756;
IK 95% 0,587-0,974; p 0,031), diikuti dengan kadar trombosit (OR 1; IK 95%
1,000-1,010; p 0,049), kadar limfosit absolut (OR 4,9; IK 95% 2,541-9,479; p <
0,001) dan dislipidemia (OR 0,325; IK 95% 0,118-0,892; p 0,029).

Universitas Sumatera Utara


43

Tabel 4.5. Analisis multivariat variabel yang berperan dalam menentukan


keadaan kolateral arteri koroner
Variabel B Wald p OR IK 95%
RNL -0,280 4,665 0,031* 0,756 0,587-0,974
Trombosit 0,001 3,876 0,049* 1,000 1,000-1,010
Limfosit Absolut 1,591 22,426 <0,001* 4,907 2,541-9,479
Dislipidemia, Ya -1,125 4,758 0,029* 0,325 0,118-0,892
HDL - - - - -
Hasil Angiografi (vs 2VD)
3VD 0,841 2,073 0,150 2,319 0,738-7,290
1VD+LM 3,659 6,686 0,110 38,825 2,424-621,786
2VD+LM 0,126 0,017 0,897 1,134 0,169-7,633
3VD+LM 1,082 2,400 0,121 2,950 0,751-11,590
Konstanta -0,129
Keterangan : * nilai p signifikan < 0,05.

4.4. Performa Rasio Neutrofil-Limfosit Terhadap Keadaan Kolateral


Arteri Koroner

Untuk menilai performa rasio neutrofil-limfosit dalam memprediksi


keadaan kolateral arteri koroner, kualitas model bergantung pada nilai
diskriminasi. Nilai diskriminasi diuji dengan area under the curve (AUC). Nilai
diskriminasi rasio neutrofil-limfosit terhadap keadaan KAK dinilai dengan
metode Receiver Operating Characteristic (ROC) dan ditemukan AUC 70,2%,
dengan interval kepercayaan 0,619 – 0,785 (IK 95%, p <0,001) dengan kualitas
diskriminasi sedang. Peneliti mencoba mencari titik potong nilai RNL yang
mampu memprediksi keadaan KAK yang buruk. Dari analisis ini, didapatkan nilai
titik potong RNL adalah 1,99 dengan sensitivitas 78,9% dan spesifisitas 52%.

Universitas Sumatera Utara


44

Area under curve: 70,2%


Titik potong: 1,99
Sensitivitas: 78,9%
Spesifisitas: 52%

Gambar 4.1. Analisis kurva Receiver-operating characteristics untuk rasio neutrofil-


limfosit (RNL) sebagai prediktor keadaan kolateral arteri koroner

Universitas Sumatera Utara


45

BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk


mengetahui peran nilai rasio neutrofil-limfosit dalam menilai keadaan kolateral
arteri koroner pada penderita penyakit jantung koroner stabil. Tujuan khusus
penelitian adalah untuk mencari titik potong nilai rasio neutrofil-limfosit yang
sesuai dengan keadaan kolateral arteri koroner pada penyakit jantung koroner
stabil
Penelitian ini dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular RSUP H Adam Malik dengan pengumpulan sampel melalui rekam
medis pasien PJK stabil yang menjalani angiografi koroner mulai dari Januari
2018 hingga Desember 2018. Dari 151 pasien PJK yang menjalani angiografi
koroner didapatkan 77,5% berjenis kelamin laki-laki dengan median usia 56
tahun. Perbandingan usia antara kedua kelompok kolateral tidak menemukan
perbedaan. Studi di Turki mendapatkan laki-laki menempati urutan pertama
penderita PJK stabil (76%) dengan rerata usia lebih tua, yaitu 62 tahun. Studi ini
juga tidak menemukan perbedaan usia di antara 2 kelompok kolateral (63 ± 11 vs
61 ± 11; p 0,22) (Uysal, 2013). Dengan demikian, terlihat bahwa pasien di Asia
memiliki usia rata-rata yang lebih muda dari pasien di Eropa. Hal tersebut dapat
dikaitkan dengan jumlah faktor risiko penyakit jantung koroner yang lebih banyak
diderita oleh ras Asia dibandingkan ras Kaukasia, seperti prevalensi diabetes ras
Asia yang angkanya 2,5 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia dan jumlah
perokok yang lebih banyak (Atsari, 2018).
Faktor risiko PJK tertinggi adalah riwayat merokok (67,5%) dan riwayat
hipertensi (66,9%). Perbandingan faktor risiko hipertensi dan merokok antara
kedua kelompok kolateral tidak memiliki perbedaan bermakna. Hal ini hampir
sama dengan penelitian sebelumnya, dimana didapatkan jumlah perokok lebih
tinggi pada kelompok yang memiliki kolateral buruk dan tidak didapatkan

Universitas Sumatera Utara


46

perbedaan bermakna pada faktor risiko lainnya. Koerselman (2007) melaporkan


bahwa merokok (sedang aktif) berhubungan dengan adanya kolateral arteri
koroner, namun merokok lama dengan jumlah yang banyak (pack years of
smoking) tidak berhubungan dengan pembentukan kolateral yang baik. Perbedaan
tidak bermakna ini mungkin disebabkan oleh faktor risiko lain yang
mempengaruhi pembentukan kolateral yang belum terkontrol.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, tidak ditemukan perbedaan
bermakna pada hemoglobin, leukosit, trombosit, monosit absolut, neutrofil relatif,
monosit relatif, RDW, kreatinin, KGD puasa dan profil lipid di antara kedua
kelompok. Namun dari hasil analisis multivariat, didapatkan bahwa dislipidemia
memperburuk keadaan kolateral arteri koroner. Temuan ini sedikit berbeda dari
penelitian Akin (2015) yang mendapatkan perbedaan angka hemoglobin dan
trigliserida yang lebih tinggi pada kelompok dengan KAK kurang baik (p 0,025
dan p 0,009). Penelitian oleh Kadi (2012) mendapatkan bahwa kadar HDL yang
rendah dan trigliserida yang tinggi berhubungan dengan keadaan KAK yang
buruk (p <0,001 dan p 0,015). HDL terbukti memiliki sifat antiaterogenik,
protektif terhadap endotelium, dan meningkatkan jumlah dan fungsi sel progenitor
yang berperan dalam proses perbaikan endotelium (Kadi, 2012; Rossi, 2010; Sue,
1997). Lapisan endotelium dan nitric oxide (NO) yang diproduksi oleh sel endotel
adalah kunci dari perkembangan KAK (Kadi, 2012; Guzman, 1997; Schneeweis,
2010).
Berdasarkan hasil angiografi koroner, tidak ditemukan ada perbedaan
antara keparahan lesi koroner dengan keadaan kolateral arteri koroner (p 0,077).
Derajat kolateral bervariasi di antara pasien, dimana selama ini diketahui bahwa
iskemia merupakan stimulus perkembangan kolateral. Namun belum ada
penelitian yang mampu membuktikan peran kausatif iskemia dalam induksi
kolateral. Studi klinis menjelaskan beberapa variabel klinis dan angiografi yang
berhubungan dengan derajat kolateral arteri koroner. Pada manusia sehat,
hipertensi dan denyut jantung istirahat mempengaruhi derajat kolateral. Pada
pasien PJK, keparahan stenosis koroner (diameter stenosis ≥75%, p < 0,0001),
lama durasi angina (≥3 bulan, p < 0,0001), letak lesi proksimal (p 0,02) dan lama

Universitas Sumatera Utara


47

durasi oklusi koroner mempengaruhi perkembangan kolateral arteri koroner (Pohl,


2001; Piek, 1997; Werner, 2001; Meier, 2013).
Level penanda inflamasi sistemik yang tinggi berhubungan dengan
insidensi penyakit kardiovaskular. Banyak studi epidemiologi yang menekankan
bahwa inflamasi ringan kronis banyak dijumpai pada keadaan diabetes mellitus,
hipertensi, sindroma metabolik, obesitas, merokok, dan kebiasaan buruk lainnya
(Folsom, 1999; Folsom, 2002; Lee, 2011; Saito, 2010; Pitsavos, 2007; Nakanishi,
2002; Marsland, 2010).
Penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan ada hubungan antara
indikator inflamasi dengan perkembangan KAK, baik pada multivessel disease
atau oklusi koroner total. Peningkatan penanda inflamasi, leukosit dan neutrofil
berhubungan dengan keparahan PJK dan derajat kolateral arteri koroner
(Drakopoulou, 2009; Ates, 2011; Sabatine, 2002). Seiler (2003) mendapati
bahwa TNF-α lebih sering terdeteksi pada pasien dengan kolateral yang kurang
adekuat dibandingkan dengan kolateral yang adekuat. Penelitian Gulec (2006)
menemukan bahwa kadar CRP yang tinggi berhubungan dengan kolateral arteri
koroner yang buruk terutama pada pasien yang mengalami infark miokard.
Meskipun sel penanda inflamasi seperti neutrofil, eosinofil, dan monosit
telah dihubungkan dengan kejadian PJK, RNL adalah kombinasi dari 2 komponen
inflamasi (Chia, 2009). Neutrofil mensekresikan mediator inflamasi dalam jumlah
besar dan kenaikan jumlah hitung neutrofil secara independen berhubungan
dengan kematian jangka panjang pada infark miokard. Sebaliknya, angka limfosit
yang rendah menggambarkan respon fisiologis stress akibat kortisol dan secara
independen berhubungan dengan prognosis PJK yang lebih jelek (Horne, 2005).
Oleh sebab itu, rasio neutrofil dan limfosit absolut adalah metode simpel untuk
menggambarkan status inflamasi dan prognosis PJK (Arbel, 2012).
Nilai RNL adalah faktor independen yang berhubungan dengan
perkembangan KAK pada PJK. Pada periode embrionik, arteri kolateral tumbuh
secara normal sebagai mekanisme “bypass” ke miokard yang iskemia dan hal
yang sama terjadi pada stenosis berat arteri koroner. Penelitian oleh Rahkit (2005)
dan Seiler (2013) menunjukkan hubungan sitokin inflamasi (TNF- α dan

Universitas Sumatera Utara


48

interleukin-6) sebagai prediktor kolateral yang buruk. Konsentrasi hs-CRP yang


tinggi juga berhubungan dengan perkembangan KAK yang kurang baik.
Penelitian oleh Kalkan (2014) mendapatkan hubungan berkebalikan antara derajat
kolateral dengan RNL. Ada ditemukan korelasi positif antara hs-CRP dan RNL
dan keduanya berhubungan dengan disfungsi endotel dan KAK yang buruk
(Sabatine, 2002).
Kadar molekul adhesi endotel [vascular cell adhesion molecule (VCAM-
1), intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) and E-selectin] seperti yang tinggi
hadir pada pasien PJK dengan KAK yang buruk (Güray, 2004). Pemberian statin
terbukti memberikan benefit terhadap pertumbuhan kolateral yang baik (Zorkun,
2013; Dincer, 2006). Pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan penggunaan
statin di antara kedua kelompok. Kadar leukosit yang tinggi juga memiliki
hubungan dengan kolateral yang kurang berkembang (van der Hoeven, 2013).
Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan bermakna antara jumlah
leukosit dengan keadaan KAK pada kedua kelompok. Perbedaan bermakna
ditunjukkan oleh nilai RNL yang tinggi pada kelompok dengan KAK yang kurang
baik.
Performa diskriminasi nilai RNL terhadap keadaan KAK dipresentasikan
dengan nilai AUC sebesar 70,2% (IK 95% = 0,619 – 0,785) yang menunjukkan
kualitas diskriminasi sedang. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak
jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya terhadap populasi PJK stabil dengan
multivessel disease dan oklusi total koroner kronis. Penelitian lain mendapatkan
performa diskriminasi dengan kualitas yang hampir sama, yaitu AUC sebesar
73%, 71%, 78,4%, dan 74% (Akin, 2015; Uysal, 2015; Kalkan, 2014; Demir,
2014). Pada penelitian ini didapatkan titik potong RNL untuk memprediksi
keadaan KAK adalah 1,99. Penelitian lain mendapatkan nilai titik potong RNL
sebesar 2,55, 2,75, dan 2,17 (Akin, 2015; Uysal, 2015; Kalkan, 2014). Perbedaan
ini terletak pada nilai dasar leukosit, neutrofil absolut dan limfosit absolut yang
berbeda pada setiap populasi (ras Kaukasia versus ras Asia). Sampel penelitian ini
memiliki nilai leukosit dan neutrofil absolut yang lebih tinggi dan nilai limfosit
absolut yang lebih rendah dibandingkan penelitian lain pada ras Kaukasia. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


49

menyebabkan penelitian ini memiliki nilai titik potong RNL yang lebih rendah
daripada penelitian-penelitian lain.

Universitas Sumatera Utara


50

BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Nilai rasio neutrofil-limfosit yang tinggi mampu memprediksi keadaan
kolateral arteri koroner yang buruk pada penderita penyakit jantung koroner
stabil dengan multivessel disease.
2. Nilai titik potong rasio neutrofil-limfosit yang menandakan kolateral arteri
koroner yang buruk adalah 1,99. Nilai ini memiliki sensitivitas 78,9% dan
spesifisitas 52%.

6.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran


1. Penelitian ini menggunakan jumlah sampel yang sedikit.
2. Pemeriksaan rasio neutrofil-limfosit yang dilakukan sekali tidak dapat
menggambarkan status inflamasi jangka panjang dan tidak mampu
menggambarkan progresi kolateral arteri koroner dalam beberapa tahun.
3. Sampel pada penelitian ini tidak menjalani pemeriksaan IVUS (intravascular
ultrasonography) untuk meniai kolateralisasi koroner. Baku emas pemeriksaan
kolateral adalah menggunakan penilaian hemodinamik intravaskular (indeks
aliran koroner) yang diperoleh dari pemeriksaan IVUS.
4. Penelitian ini tidak melibatkan penanda inflamasi yang lebih spesifik, seperti
serum CRP, fibrinogen dan interleukin.
5. Pemeriksaan rasio neutrofil-limfosit ini bermanfaat untuk memprediksi
keadaan kolateral berdasarkan status inflamasi. Pemeriksaan ini murah dan
mudah didapatkan. Dengan mengetahui status inflamasi, keadaan kolateral
arteri koroner dapat dinilai sehingga dapat dilakukan upaya yang berguna
untuk menurunkan status inflamasi dan memperbaiki keadaan kolateral arteri

Universitas Sumatera Utara


51

koroner. Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian terapi


high-intensity statin dan peresepan olahraga yang sesuai untuk pasien.

Universitas Sumatera Utara


52

DAFTAR PUSTAKA

Adams, J., Treasure, T., 1985. Variable anatomy of the right coronary artery
supply to the left ventricle. Thorax, 40(8):618–620.

Akin, F., Ayça, B., Çelik, Ö., Şahin, C., 2015. Predictors of poor coronary
collateral development in patients with stable coronary artery disease:
Neutrophil-to-lymphocyte ratio and platelets. Anatol J Cardiol, 15:218–
223.

Amaro, A., Gude, F., González-Juanatey, J.R., et al. 1995. Activity of leucocyte
elastase in women with coronary artery disease documented using
angiography. J Cardiovasc Risk, 2(2):149-53.

Ambrose, J.A., Tannenbaum, M.A., Alexopoulos, D., et al. 1988. Angiographic


progression of coronary artery disease and the development of
myocardial infarction. J Am Coll Cardiol, 12:56-62.

Angelini, P., 1989. Normal and anomalous coronary arteries: Definitions and
classification. Am Heart J, 117(2):418–434.

Arbel, Y., Finkelstein, A., Halkin, A., et al. 2012. Neutrophil/lymphocyte ratio
is related to the severity of coronary artery disease and clinical outcome
in patients undergoing angiography. Atherosclerosis, 225: 456-60.

Arras, M., Ito, W.D., Scholz, D., Winkler, B., Schaper, J., Schaper, W., 1998.
Monocyte activation in angiogenesis and collateral growth in the Rabbit
Hindlimb. J Clin Invest, 101(1): 40-50.

Ateş, A.H., Canpolat, U., Yorgun, H., et al. 2011. Total white blood cell count
is associated with the presence, severity and extent of coronary
atherosclerosis detected by dual source multislice computed
tomographic coronary angiography. Cardiol J ,18:371–377.

Bell, D.S., O’Keefe, J.H., 2007. White cell count, mortality, and metabolic
syndrome in the Baltimore longitudinal study of aging. J Am Coll
Cardiol, 50:1810-1811.

Berliner, J.A., Subbanagounder, G., Leitinger, N., Watson, A.D., Vora, D.,
2001. Evidence for a role of phospholipid oxidation products in
atherogenesis. Trends Cardiovasc Med, 11:142–147.

Universitas Sumatera Utara


53

Berry, C., Balachandran, K.P., L’Allier, P.L., Lesperance, J., Bonan, R.,
Oldroyd, K.G., 2007. Importance of collateral circulation in coronary
heart disease. Eur Heart J, 28:278-291.

Bhat, T., Teli, S., Rijal, J., Bhat, H., Raza, M., Khoueiry, G., et al. 2013.
Neutrophil to lymphocyte ratio and cardiovascular diseases: a review.
Expert Rev Cardiovasc Ther, 11:55-9.

Blum, A., Sclarovsky, S., Rehavia, E., Shohat, B., 1994. Levels of T-
lymphocyte subpopulations, interleukin-1 beta, and soluble interleukin-
2 receptor in acute myocardial infarction. Am. Heart. J, 127:1226-1230.

Bogdanov, V.Y., Balasubramanian, V., Hathcock, J., Vele, O., Lieb, M.,
Nemerson, Y., 2003. Alternatively spliced human tissue factor: a
circulating, soluble, thrombogenic protein. Nat Med, 9:458–462.

Borissoff, J.I., Joosen, I.A., Versteylen, M.O., et al. 2013. Elevated levels of
circulating DNA and chromatin are independently associated with
severe coronary atherosclerosis and a prothrombotic state. Arterioscler
Thromb Vasc Biol, 33(8):2032–2040.

Campeau, L., 2002. The Canadian Cardiovascular Society grading of angina


pectoris revisited 30 years later. Can J Cardiol, 18:371–379.

Cassar, A., Holmes Jr, D.R., Rihal, C.S., Gersh, B.J., 2009. Chronic coronary
artery disease: Diagnosis and management. Mayo Clin Proc, 84(12):
1130-1146.

Chia, S., Nagurney, J.T., Brown, D.F., et al. 2009. Association of leukocyte and
neutrophil counts with infarct size, left ventricular function and
outcomes after percutaneous coronary intervention for ST-elevation
myocardial infarction. Am J Cardiol, 103: 333-7.

Cioca, D.P., Watanabe, N., Isobe, M., 2000. Apoptosis of peripheral blood
lymphocytes is induced by catecholamines. Jpn. Heart J, 41:385-98.

Claessen, B.E., Maehara, A., Fahy, M., et al. 2012. Plaque composition by
intravascular ultrasound and distal embolization after percutaneous
coronary intervention. JACC Cardiovasc Imaging, 5:111-118.

Cohen, M., Rentrop, K.P., 1989. Limitation of myocardial ischemia by


collateral circulation during sudden controlled coronary artery occlusion
in human subjects: a prospective study. Circulation, 74:469-476.

Conway, E.M., Collen, D., Carmeliet, P., 2001. Molecular mechanisms of

Universitas Sumatera Utara


54

blood vessel growth. Cardiovasc Res, 49:507–521.

Danesi, R., Del Tacca, M., 2004. Hematologic toxicity of immunosuppressive


treatment. Transplant Proc, 36(3):703-4.

Darmawan. 2016. Peran Rasio Netrofil Limfosit Sebagai Prediktor Major


Adverse Cardiac Events Tujuh Hari dalam Perawatan Pada Pasien
Sindrom Koroner Akut. FK UI. (Available from:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2017-2/20435190-SP-Darmawan.pdf)

Demir, K., Avci, A., Altunkeser, B.B., Yilmaz, A., Keles, F., Ersecgin, A.,
2014. The relation between neutrophil-to lymphocyte ratio and coronary
chronic total occlusions. BMC Cardiovascular Disorders,14:130.

Demer, L.L., 2002. Vascular calcification and osteoporosis: inflammatory


responses to oxidized lipids. Int J Epidemiol 31:737–741.

DeRossi, S.S., Garfunkel, A., Greenberg, M.S., 2003. Hematologic diseases. In


Greemberg MS, Glick M (eds). Burket's oral medicine, diagnosis and
treatment, 10th Ed, New York: BC Decker :429-453.

Dincer, İ., Ongun, A., Turhan, S., Ozdol, C., Ertas, F., Erol, C., 2006. Effect of
statin treatment on coronary collateral development in patients with
diabetes mellitus. Am J Cardiol, 97: 772-4.

Drakopoulou, M., Toutouzas, K., Stefanadi, E., et al. 2009. Association of


inflammatory markers with angiographic severity and extent of
coronary artery disease. Atherosclerosis, 206:335–339.

Ducloux, D., Challier, B., Saas, P., Tiberghien, P., Chalopin, J.M., 2003. CD4
cell lymphopenia and atherosclerosis in renal transplant recipients. J Am
Soc Nephrol,14(3):767-72.

Erwin, J.P., Hardegree, E.L., Dehmer, G.J., 2018. Coronary arterial anatomy:
Normal, variants, and well-described collaterals. Chapter 16. In:
Mukherjee D, Bates ER, Roffi M, Lange RA, Moliterno DJ.
Cardiovascular Catheterization and Intervention: A Textbook of
Coronary, Peripheral, and Structural Heart Disease. 2nd ed. Florida:
Taylor & Francis Group. pp 231-232.

Fichtlscherer, S., Rosenberger, G., Walter, D.H., Breuer, S., Dimmeler, S.,
Zeiher, A.M., 2000. Elevated C-reactive protein levels and impaired
endothelial vasoreactivity in patients with coronary artery disease.
Circulation 102:1000-1006.

Universitas Sumatera Utara


55

Folsom, A.R., Aleksic, N., Catellier, D., Juneja, H.S., Wu, K.K., 2002. C-
reactive protein and incident coronary heart disease in the
Atherosclerosis Risk In Communities (ARIC) study. Am Heart J,
144:233-238.

Folsom, A.R., Rosamond, W.D., Shahar, E., et al. 1999. Prospective study of
markers of hemostatic function with risk of ischemic stroke. The
Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study Investigators.
Circulation, 100:736-742.

Folsom, A.R., Wu, K.K., Rosamond, W.D., Sharrett, A.R., Chambless, L.E.,
1997. Prospective study of hemostatic factors and incidence of coronary
heart disease: the Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study.
Circulation, 96:1102-1108.

Gaul, D.S., Stein, S., Matter, C.M., 2017. Neutrophils in cardiovascular disease.
European Heart Journal, 38(22):1702–1704.

Geng, Y.J., Libby, P., 2002. Progression of atheroma: a struggle between death
and procreation. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 22:1370 –1380.

Glagov, S., Weisenberg, E., Zarins, C., Stankunavicius, R., Kolettis, G.J., 1987.
Compensatory enlargement of human atherosclerotic coronary arteries.
N Engl J Med, 316:1371-1375.

Gloekler, S., Seiler, C., 2007. Natural bypasses can save lives. Circulation
116:340-341.

Go, A.S., Mozaffarian, D., Roger, V.L., et al. 2014. Heart disease and stroke
statistics—2014 update: A report from the American Heart Association.
Circulation 129:28.

Green, G.E., Bernstein, S., Reppert, E.H., 1967. The length of the left main
coronary artery. Surgery, 62(6):1021–1024.

Gregg, D.E., Patterson, R.E., 1980. Functional importance of the coronary


collaterals. N Engl J Med 303(24):1404–1406.

Gulec, S., Ozdemir, A.O., Maradit-Kremers, H., et al. 2006. Elevated levels of
C-reactive protein are associated with impaired coronary collateral
development. Eur J Clin Invest 36:369 –375.

Gupta, S., Agrawal, A., Agrawal, S., Su, H., Gollapudi, S., 2006. A paradox of
immunodeficiency and inflammation in human aging: lessons learned
from apoptosis. Immun. Ageing, 3:5.

Universitas Sumatera Utara


56

Guray, U., Erbay, A.R., Guray, Y., et al. 2004. Poor coronary collateral
circulation is associated with higher concentrations of soluble adhesion
molecules in patients with single-vessel disease. CoronArtery Dis
15:413–417.

Guzman, R.J., Abe, K., Zarins, C.K., 1997. Flow-induced arterial enlargement
is inhibited by suppression of nitric oxide synthase activity in vivo.
Surgery, 122:273-279.

Habib, G.B., Heibig, J., Forman, S.A., et al. 1991. Influence of coronary
collateral vessels on myocardial infarct size in humans: Results of phase
I Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI) Trial. Circulation
83:739-746.

Hasan, H., dan Diatami, E. 2106. Angina pectoris stabil Bab 3. Dalam:
Kasiman S. Nyeri dada dari A sampai Z. Medan: Pustaka Bangsa. pp
10-40.

Heil, M., Ziegelhoeffer, T., Wagner, S., et al. 2004. Collateral artery growth
(arteriogenesis) after experimental arterial occlusion is impaired in mice
lacking CC-chemokine receptor-2. Circ Res, 94:671–677.

Herlitz, J., Karlson, B.W., Richter, A., et al. 1993. Occurrence of angina
pectoris prior to acute myocardial infarction and its relation to
prognosis. Eur Heart J, 14:484–491.

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., 1984. Hematologi (Essential Haematology). Edisi


Ke-2. Kapita Selecta pp 102-105

Horne, B.D., Anderson, J.L., John, J.M., et al. 2005. Which white blood cell
subtypes predict increased cardiovascular risk? J Am Coll Cardiol, 45:
1638–1643.

Hotchkiss, R.S., Karl, I.E., 2003. The pathophysiology and treatment of sepsis.
N Engl J Med, 348: 138–150.

Huang, G., Zhong, X.N., Zhong, B., et al. 2009. Significance of white blood
cell count and its subtypes in patients with acute coronary syndrome.
Eur J Clin Invest 39:348-58.

Ilia, R., Goldfarb, B., Amos, K., Margulis, G., Gussarsky, Y., Gueron, M.,
1991. Variations in blood supply to the anterior interventricular septum:
Incidence and possible clinical importance. Cathet Cardiovasc Diagn
24(4):277–282.

Universitas Sumatera Utara


57

Kadi, H., Ozyurt, H., Koksal, C., Koc, F., Celik, A., Burucu, T., 2012. The
Relationship Between High-Density Lipoprotein Cholesterol and
Coronary Collateral Circulation in Patients With Coronary Artery
Disease. J Investig Med 60: 808-812

Kalkan, M.E., Sahin, M., Kalkan, A.K., et al. 2014. The relationship between
the neutrophil−lymphocyte ratio and the coronary collateral circulation
in patients with chronic total occlusion. Perfusion, 29(4):360– 366.

Kementrian Kesehatan RI (Kemenkes RI). 2013. Riset Kesehatan Dasara


(Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan RI.

Kern, M.J., King III, S.B., 2011. Cardiac Catheterization, Cardiac


Angiography, and Coronary Blood Flow and Pressure Measurements.
Chapter 19. In: Fuster V, Walsh RA, Harrington RA. Hurst’s The
Heart. 13th Ed. The McGraw-Hill. pp 505.

Kirtane, A.J., Bui, A., Murphy SA, et al. 2004. Association of peripheral
neutrophilia with adverse angiographic outcomes in ST-elevation
myocardial infarction. Am J Cardiol 93:532–536.

Kocaman, S.A., Yalcin, M.R., Yagci, M., et al. 2011. Endothelial progenitor
cells (CD34+KDR+) and monocytes may provide the development of
good coronary collaterals despite the vascular risk factors and extensive
atherosclerosis. Anadolu Kardiyol Derg 11:290–299.

Koerselman, J., de Jaegere, P.P., Verhaar, M.C., Grobbee, D.E., van der Graaf,
Y.; SMART Study Group. 2007. Coronary collateral circulation: the
effects of smoking and alcohol. Atherosclerosis, Mar;191(1):191-8.

Koşar, F., Varol, E., Ayaz, S., Kütük, E., Oğuzhan, A., Diker, E., 1998. Plasma
leukocyte elastase concentration and coronary artery disease. Angiology,
49(3):193-201.

Kugel M. 1927. Anatomical studies on the coronary arteries and their branches.
I. Arteria anastomotica auricularis magna. Am Heart J, 3(3):260–270.

Kyriakidis, M.K., Kourouklis, C.B., Papaioannou, J.T., Christakos, S.G.,


Spanos, G.P., Avgoustakis, D.G., 1983. Sinus node coronary arteries
studied with angiography. Am J Cardiol, 51(5):749–750.

Le Tulzo, Y., Pangault, C., Gacouin, A., et al. 2002. Early circulating
lymphocyte apoptosis in human septic shock is associated with poor
outcome. Shock, 18:487–494.

Universitas Sumatera Utara


58

Lee, S., Choe, J.W., Kim, H.K., Sung, J., 2011. High-Sensitivity C-Reactive
Protein and Cancer. J Epidemiol 21(3):161-8.

Levin, D.C., 1974. Pathways and functional significance of the coronary


collateral circulation. Circulation, 50(4):831–837.

Levy, W.C., Mozaffarian, D., Linker, D.T., et al. 2006. The Seattle Heart
Failure Model: prediction of survival in heart failure. Circulation,
113:1424–1433.

Libby, P., Lee, R.T., 2000. Matrix matters. Circulation, 102:1874 –1876.

Libby, P., Theroux, P., 2005. Pathophysiology of Coronary Artery Disease.


Circulation, 111:3481-3488.

Major, A.S., Fazio, S., Linton, M.F., 2002. B-lymphocyte deficiency increases
atherosclerosis in LDL receptor-null mice. Arterioscler. Thromb. Vasc.
Biol, 22:1892–1898.

Malik, U. 2016. Hubungan Antara Rasio Neutrofil/Limfosit (NLR) dengan


Sirkulasi Kollateral Koroner Pada Pasien Dengan Total Oklusi Kronik
Arteri Koroner. FK UNHAS. (Available from:
http://repository.unhas.ac.id:4002/digilib/gdl.php?mod=browse&op=rea
d&id=--uswamalik-24076&PHPSESSID=f528421bf0dc3de9d7c91897
eaa649fc)

Marsland, A.L., McCaffery, J.M., Muldoon, M.F., Manuck, S.B., 2010.


Systemic inflammation and the metabolic syndrome among middle-aged
community volunteers. Metabolism 59:1801-1808

Marzilli, M., Merz, C.N., Boden, W.E., et al. 2012. Obstructive coronary
atherosclerosis and ischemic heart disease: An elusive link! J Am Coll
Cardiol, 60:951.

Meier, P., Gloekler, S., de Marchi, S.F., et al. 2009. Myocardial salvage
through coronary collateral growth by granulocyte colony-stimulating
factor in chronic coronary artery disease: A controlled randomized trial.
Circulation, 120:1355-1363.

Meier, P., Gloekler, S., Zbinden, R., et al. 2007. Beneficial effect of recruitable
collaterals: a 10-year follow-up study in patients with stable coronary
artery disease undergoing quantitative collateral measurements.
Circulation, 116:975-983.

Meier, P., Schirmer, S.H., Lansky, A.J., Timmis, A., Pitt, A., Seiler, C., 2013.

Universitas Sumatera Utara


59

The collateral circulation of the heart. BMC Medicine, 11:143.

Mobius-Winkler, S., Uhlemann, M., Adams, V., et al. 2016. Coronary collateral
growth induced by physical exercise: Results of the impact of Intensive
Exercise Training on Coronary Collateral Circulation in Patients with
Stable Coronary Artery Disease (EXCITE) Trial. Circulation,
133:1438-1448.

Montalescot, G., Sechtem, U., Achenbach, A., et al. 2013 ESC Guidelines on
the management of stable coronary artery disease. Eur Heart J, 1-62.

Mor, A., Luboshits, G., Planer, D., Keren, G., George, J., 2006. Altered status
of CD4(+) CD25(+) regulatory T cells in patients with acute coronary
syndromes. Eur Heart J, 27:2530-7.

Morrow, D.A., Boden, W.E., 2015. Stable ischemic heart disease. Chapter 54.
In: Mann DL, Zipes DP, Libby P, Bonow RO, and Braunwald E.
Braunwald’s heart disease: a text book of cardiovascular medicine.
10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. pp 1182-1244.

Mozaffarian, D., Benjamin, E.J., Go, A.S., et al. 2015. Heart disease and stroke
statistics – 2016 Update. A report from the American Heart Association.
Circulation, 132:1-323.

Musselman, D.R., Tate, D.A., 1992. Left coronary dominance due to direct
continuation of the left anterior descending to form the posterior
descending coronary artery. Chest, 102(1):319–320.

Nacar, A.B., Erayman, A., Kurt, M., et al. 2015. The Relationship between
Coronary Collateral Circulation and Neutrophil/Lymphocyte Ratio in
Patients with Coronary Chronic Total Occlusion. Med Princ Pract
24:65–69.

Nakanishi, N., Sato, M., Shirai, K., Suzuki, K., Tatara, K., 2002. White blood
cell count as a risk factor for hypertension; a study of Japanese male
office workers. J Hypertens, 20:851-857.

Nerantzis, C., Avgoustakis, D., 1980. An S-shaped atrial artery supplying the
sinus node area. An anatomical study. Chest, 78(2):274–278.

Núñez, J., Miñana, G., Bodí, V., et al. 2011. Low lymphocyte count and
cardiovascular diseases. Curr Med Chem, 18(21):3226-3233.

Núñez, J., Núñez, E., Bodí, V., et al. 2010. A: Low lymphocyte count in acute
phase of ST-segment elevation myocardial infarction predicts long-term

Universitas Sumatera Utara


60

recurrent myocardial infarction. Coronary Artery Disease, 21:1-7.

Núñez, J., Núñez, E., Bodí, V., et al. 2008. A: Usefulness of the neutrophil to
lymphocyte ratio in predicting long-term mortality in ST segment
elevation myocardial infarction. Am. J. Cardiol, 101:747-752.

Ommen, S.R., Gibbons., R.J., Hodge, D.O., Thomson, S.P., 1997. Usefulness
of the lymphocyte concentration as a prognostic marker in coronary
artery disease. Am. J. Cardiol. 79:812-814.

Oncel, R.C., Ucar, M., Karakas, M.S., et al. 2015. Relation of Neutrophil-to-
Lymphocyte Ratio With GRACE Risk Score to In-Hospital Cardiac
Events in Patients With ST-Segment Elevated Myocardial Infarction.
Clin Appl Thromb Hemost, May; 21(4):383-8.

Pepine, C.J., Douglas, P.S., 2012. Rethinking stable ischemic heart disease: Is
this the beginning of a new era? J Am Coll Cardiol, 60:957.

Piek, J.J., van Liebergen, R.A., Koch, K.T., et al. 1997. Clinical, angiographic
and hemodynamic predictors of recruitable collateral flow assessed
during balloon angioplasty coronary occlusion. J Am Coll Cardiol
29:275–282.

Pitsavos, C., Tampourlou, M., Panagiotakos, D.B., et al. 2007. Association


Between Low-Grade Systemic Inflammation and Type 2 Diabetes
Mellitus Among Men and Women from the ATTICA Study. Rev Diabet
Stud 4:98-104.

Pohl, T., Seiler, C., Billinger, M., et al. 2001. Frequency distribution of
collateral flow and factors influencing collateral channel development.
Functional collateral channel measurement in 450 patients with
coronary artery disease. J Am Coll Cardiol 38:1872–1878.

Popma, J.J., Kinlay, S., Bhatt, D.L., 2015. Coronary arteriography and
intracoronary imaging. Chapter 20. In: Mann DL, Zipes DP, Libby P,
Bonow RO, and Braunwald E. Braunwald’s heart disease: a text book
of cardiovascular medicine. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
pp 392-424.

Rakhit, R.D., Seiler, C., Wustmann, K., et al. 2005. Tumour necrosis factor-
alpha and interleukin-6 release during primary percutaneous coronary
intervention for acute myocardial infarction is related to coronary
collateral flow. CoronArtery Dis, 16:147–152.

Rath, S., Har-Zahav, Y., Battler, A., et al. 1986. Frequency and clinical

Universitas Sumatera Utara


61

significance of anomalous origin of septal perforator coronary artery.


Am J Cardiol 58(7):657–658.

Rentrop, K.P., Cohen, M., Blanke, H., Phillips, R.A., 1985. Changes in
collateral channel filling immediately after coronary artery occlusion by
an angioplasty balloon in human subjects. J Am Coll Cardiol, 5:587-
592.

Ridker, P.M., 2011. High-sensitivity C-reactive protein, vascular imaging, and


vulnerable plaque: More evidence to support trials of antiinflammatory
therapy for cardiovascular risk reduction. Circ Cardiovasc Imaging,
4:195.

Rossi, F., Bertone, C., Montanile, F., et al. 2010. HDL cholesterol is a strong
determinant of endothelial progenitor cells in hypercholesterolemic
subjects. Microvasc Res 80:274-279.

Sabatine, M.S., Morrow, D.A., Cannon, C.P., et al. 2002. Relationship between
baseline white blood cell count and degree of coronary artery disease
and mortality in patients with acute coronary syndromes: a TACTICS-
TIMI 18 (Treat Angina with Aggrastat and determine Cost of Therapy
with an Invasive or Conservative Strategy thrombolysis in myocardial
infarction 18 trial) substudy. J Am Coll Cardiol 40:1761–1768.

Saito, K., Kihara, K., 2010. Role of C-reactive protein as a biomarker for renal
cell carcinoma. Expert Rev Anticancer Ther 10:1979-1989.

Sasayama, S., Fujita, M., 1992. Recent insights into coronary collateral
circulation. Circulation 85:1197–1204

Sawant, A.C., Adhikari, P., Narra, S.R., Srivatsa, S.S., Mills, P.K., Srivatsa,
S.S., 2014. Neutrophil to lymphocyte ratio predicts short and long term
mortality following revascularization therapy for ST elevation
myocardial infarction. Cardiol J, 2014;21(5):500-8.

Schneeweis, C., Gräfe, M., Bungenstock, A., et al. 2010. Chronic CRP-
exposure inhibits VEGF-induced endothelial cell migration. J
Atheroscler Thromb, 17:203-212.

Seiler, C., Pohl, T., Billinger, M., Meier, B., 2003. Tumour necrosis factor
alpha concentration and collateral flow in patients with coronary artery
disease and normal systolic left ventricular function. Heart 89:96–97.

Seiler, C., Stoller, M., Pitt, B., Meier, P., 2013. The human coronary collateral

Universitas Sumatera Utara


62

circulation: development and clinical importance. Eur Heart J, 34:2674-


2682.

Seiler, C., 2010. The human coronary collateral circulation. Eur J Clin Invest,
40:465–476.

Smith, F.B., Fowkes, F.G., Rumley, A., Lee, A.J., Lowe, G.D., Hau, C.M.,
2000. Tissue plasminogen activator and leucocyte elastase as predictors
of cardiovascular events in subjects with angina pectoris: Edinburgh
Artery Study. Eur Heart J, 21(19):1607-1613.

Stakos, D.A., Kambas, K., Konstantinidis, T., et al. 2015. Expression of


functional tissue factor by neutrophil extracellular traps in culprit artery
of acute myocardial infarction. Eur Heart J, 36(22):1405-1414.

Sue, I., Escargueil-Blane, I., Troly, M., et al. 1997. HDL and ApoA prevent cell
death of endothelial cells induced by oxidized LDL. Arterioscler
Thromb Vasc Biol, 17:2158-2166

Tabas, I., 1999. Nonoxidative modifications of lipoproteins in atherogenesis.


Ann Rev Nutr, 19:123–139.

Tabibiazar, R., Rockson, S.G., 2001. Angiogenesis and the ischemic heart. Eur
Heart J, 22:903-918.

Takeshita, A., Koiwaya, Y., Nakamura, M., et al. 1982. Immediate appearance
of coronary collaterals during ergonovine-induced arterial spasm. Chest,
82:319–322.

Thomson, S.P., McMahon, L.J., Nugent, C.A., 1980. Endogenous cortisol: a


regulator of the number of lymphocytes in peripheral blood. Clin.
Immunol. 17:506–514.

Thygesen, K., Alpert, J.S., Jaffe, A.S., et al. 2012. Third universal definition
ofmyocardial infarction. Circulation, pp 2020-2035.

Traupe, T., Gloekler, S., de Marchi, S.F., Werner, G.S., Seiler. C., 2010.
Assessment of the human coronary collateral circulation. Circulation,
122:1210-1220.

Uysal, O.K., Turkoglu, C., Sahin, D.Y., 2015. The Relationship Between
Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio and Coronary Collateral Circulation.
Clinical and Applied Thrombosis/Hemostasis, 21(4):329-333.

van der Hoeven, N.W., Teunissen, P.F., Werner, G.S., et al, 2013. Clinical

Universitas Sumatera Utara


63

parameters associated with collateral development in patients with


chronic total coronary occlusion. Heart, 99:1100–1105.

van Royen, N., Piek, J.J., Buschmann, I., et al. 2001. Stimulation of
arteriogenesis: a new concept for the treatment of arterial occlusive
disease. Cardiovasc Res 49:543–553.

Verma, S., Wang, C.H., Li, S.H., et al. 2002. A self-fulfilling prophecy: C-
reactive protein attenuates nitric oxide production and inhibits
angiogenesis. Circulation, 106:913-919.

Virmani, R., Chun, P.K., Robinowitz, M., Goldstein, R.E., McAllister Jr., H.A.,
1984. Length of left main coronary artery. Lack of correlation to
coronary artery dominance and bicuspid aortic valve: An autopsy study
of 54 cases. Arch Pathol Lab Med, 108(8):638–641

Vo, M.N., Brilakis, E.S., Kass, M., Ravandi, A., 2015. Physiologic significance
of coronary collaterals in chronic total occlusions. Can. J. Physiol.
Pharmacol 93:867–871.

Voci, P., Bilotta, F., Caretta, Q., Mercanti, C., Marino, B., 1995. Papillary
muscle perfusion pattern. A hypothesis for ischemic papillary muscle
dysfunction. Circulation 91(6):1714–1718.

Waltenberger, J., 2001. Impaired collateral vessel development in diabetes:


potential cellular mechanisms and therapeutic implications. Cardiovasc
Res 49:554–560.
Werner, G.S., Ferrari, M., Betge, S., et al. 2001. Collateral function in chronic
total coronary occlusions is related to regional myocardial function and
duration of occlusion. Circulation 104:2784–2790.

Wilder, J., Sabatine, M.S., Lilly, L.S., 2016. Ischemic Heart Disease. Chapter 7.
In: Lilly LS. Pathophysiology of heart disease: a collaborative project
of medical students and faculty. 6th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins 134-161.

Williams, D.O., Amsterdam, E.A., Miller, R.R., Mason, D.T., 1976. Functional
significance of coronary collateral vessels in patients with acute
myocardial infarction: relation to pump performance, cardiogenic shock
and survival. Am J Cardiol, 37:345-51.

Williams, K.J., Tabas, I., 1998. The response-to-retention hypothesis of


atherogenesis reinforced. Curr Opin Lipidol, 9:471– 474.

Universitas Sumatera Utara


64

Zernecke, A., Bot, I., Djalali-Talab, Y., et al. 2008. Protective role of CXC
receptor 4/CXC ligand 12 unveils the importance of neutrophils in
atherosclerosis. Circ Res, 102(2):209-217.

Zorkun, C., Akkaya, E., Zorlu, A., Tandoğan, İ., 2013. Determinants of
coronary collateral circulation in patients with coronary artery disease.
Anatol J Cardiol 13: 146-51.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai