Anda di halaman 1dari 62

PROFIL PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

DENGAN DIABETES MELLITUS DIHUBUNGKAN


DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA


TESIS

Oleh
ELY JULI SURYANI NASUTION










PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU
FK. USU / RSUP. H. ADAM MALIK
M E D A N
2007




Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
PROFIL PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
DENGAN DIABETES MELLITUS DIHUBUNGKAN
DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Paru
Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Departemen Ilmu Penyakit Paru FKUSU

Oleh
ELY JULI SURYANI NASUTION










PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU
FK. USU / RSUP. H. ADAM MALIK
M E D A N
2007
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : PROFIL PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DENGAN
DIABETES MELLITUS DIHUBUNGKAN DENGAN
KADAR GULA DARAH PUASA
Nama : ELY JULI SURYANI NASUTION
Program Studi : PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
PARU



Menyetujui
Pembimbing


Dr. Hilaluddin S. DTM&H.SpP
NIP. 130 365 290


Koordinator Penelitian Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Ilmu
Penyakit Paru
Departemen Ilmu Penyakit Paru Departemen Ilmu Penyakit Paru, FK-USU/RSUP. H.
Adam Malik Medan
Ketua, Ketua, Ketua,


Dr. Tamsil Syafiuddin, SpP(K) Dr. Hilaluddin S, DTM&H, SpP Prof. dr. H. Luhur
Soeroso, SpP(K)
NIP. 130 811 246 NIP. 130 365 290 NIP. 130 422 431

Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
ABSTRAK

Objektif :
Untuk mengetahui hubungan KGD puasa pada penderita TB paru dengan DM
dengan luas lesi TB paru secara radiologi dan kepositivan BTA sputum.

Metode :
Rancangan penelitian deskriptik analitik dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan. Sampel 94 penderita yang
memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan BTA
sputum direct smear, Foto toraks, KGD puasa. Analisis data dilakukan uji statistik
dengan Korelasi Spearman.

Hasil :
Dari 94 orang sampel didapati adanya hubungan KGD puasa dengan BTA
sputum (r:0,218). Hubungan radiologi dengan BTA sputum (r:0,642). Tidak ada
hubungan KGD puasa dengan radiologi (r:0,072). Laki-laki lebih banyak dijumpai
dibanding perempuan (63,8% vs 36,2%). Berdasarkan umur penderita didapati
yang terbanyak adalah berumur 51-60 tahun yaitu 35 orang (37,2%).

Kesimpulan :
Dari penelitian ini hasil dijumpai ada hubungan antara KGD puasa dengan BTA
sputum dan ada hubungan antara radiologi dengan BTA sputum.

Kata kunci : TB paru dengan DM, KGD puasa, BTA sputum, Foto toraks.




Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha
Pengasih lagi Penyayang, karena atas berkat karunia dan perkenan Mu-lah
sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan dunia karena
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.

Di
Indonesia, berdasarkan survei pada tahun 1979-1982 didapat prevalensi TB
dengan sputum BTA (+) sebesar 0,29%. Berdasarkan laporan tahunan WHO,
Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India (26%) dan China (19%)
dengan menyumbangkan 8% dari total kasus penyakit TB di dunia. Diperkirakan
95% penderita TB yang berada di negara berkembang, 75% nya adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko yang tidak
berketergantungan untuk berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah.
Salah satu komplikasi DM yang sering terutama menyerang jaringan paru.
Tulisan ini merupakan tugas akhir sebagai syarat dalam penyelesaian
Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Paru di Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
USU/SMF Paru RSUP H. Adam Malik Medan. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam karya tulis ini, namun demikian penulis berharap
semoga tulisan ini bermanfaat.
Selama mengikuti pendidikan di Bagian Ilmu Penyakit Paru, penulis banyak
mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk kesemuanya
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi tingginya kepada:
Yang terhormat Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K) sebagai Ketua
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK USU/SMF Paru RSUP H. Adam Malik,
yang telah banyak menyediakan waktu serta memberikan bimbingan dan
pengarahan yang tak ternilai khususnya dalam menilai foto toraks dan kasus-
kasus yang menarik/sulit dalam setiap melakukan koordinasi pelayanan.
Secara khusus kami mengucapkan rasa hormat dan ucapan terima kasih
kepada Dr. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, SpP sebagai Ketua Program Studi
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK USU/SMF Paru RSUP H. Adam Malik
sekaligus sebagai pembimbing penulis didalam tulisan akhir ini yang dengan
penuh perhatian telah memberi bimbingan dan saran selama penulis mengikuti
pendidikan sampai penyelesaian tulisan akhir ini.
Yang terhormat Dr. Zainuddin Amir, SpP(K), yang juga sebagai Sekretaris
Bagian Ilmu Penyakit Paru FK USU/SMF Paru RSUP H. Adam Malik, yang
telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti
pendidikan dan khususnya sangat membantu dalam hal pelaksanaan penelitian.
Yang terhormat Dr. Pantas Hasibuan, SpP yang juga sebagai Sekretaris
Program Studi Ilmu Penyakit Paru FK USU/SMF Paru RSUP H. Adam Malik,
yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis
mengikuti pendidikan dan khususnya sangat membantu dalam hal pelaksanaan
penelitian.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tamsil
Syafiuddin, SpP(K) yang banyak memberikan bimbingan ilmu selama penulis
menjalankan pendidikan dan bimbingan dalam penulisan ini.
Yang Terhormat Dr. H. Sugito, SpP(K) yang telah banyak memberikan
bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti pendidikan.
Terima Kasih kepada Dr. Sumarli, SpP(K) yang memberikan bimbingan dan
masukkan selama penulis mengikuti pendidikan.
Terima Kasih kepada Dr. RS. Parhusip, SpP(K) dengan penuh kesabaran
memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti pendidikan,
terutama di bidang perawatan intensif penyakit paru.
Yang terhormat Dr. Adlan L Sitompul, SpP, sebagai kepala BP-4 Medan, Dr.
Syahlan SpP, sebagai Kepala UPF Paru RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.
Yang Terhormat seluruh Staf Pengajar di Bagian Ilmu Penyakit paru FK
USU beserta semua senior penulis, Dr. Widirahardjo, SpP, Dr. Fajrinur Syarani,
SpP, Dr. PS Pandia, SpP, Dr. Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira Permatasari
Tarigan ,SpP, Dr. Bintang YM. Sinaga, SpP, yang telah memberi petunjuk dan
dorongan moril selama kami mengikuti pendidikan ini.
Ucapan terimakasih kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes. yang telah
membimbing penulis dalam analisis statistik pada penelitian ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Dekan Fakultas Kedokteran
USU Medan, Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur RSUD Dr. Pirngadi
Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
pendidikan Spesialisasi di Bagian Ilmu Penyakit Paru FK USU, RSUP H. Adam
Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan dan dinas terkait dalam penelitian ini.
Ucapan terima kasih kepada Kakanwil Dep. Kes. RI. Wilayah Sumatera Utara
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan
spesialisasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta
Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Paru FK USU, serta pegawai Tata
Usaha/ Paramedis Poliklinik/ Ruang Bronkoskopi/Ruang Inap Paru RSUP. H
Adam Malik Medan, atas bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis
menjalankan pendidikan.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada papa H. Dawamuddin Nasution dan
almarhumah mama tercinta Hj. Aminah Rangkuti yang telah memberikan kasih
sayang dari semenjak kecil hingga saat ini serta dorongan dan motivasi dalam
menjalani pendidikan. Berkat doa dan restu beliau maka ananda dapat
menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini. Kepada kedua mertua H. Mustafa
Majnu dan Hj. Nurlela Sitepu atas doa restu dan memberikan dorongan dan
semangat kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada suami tercinta Dr.
Jenda Maulana serta anak anak tersayang, Aisyah Amira Ginting, Amalia Asfa
Ginting, Alya Afifa Ginting dan Arina Azzahra Ginting atas segala pengertian,
kesabaran, perhatian dan pengorbanan yang telah diberikan selama penulis
mengikuti pendidikan.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Terima kasih yang tak terhingga kepada kakanda Ely Damayanti Nst, Ely
Adriati Nst dan abangda Husni sulaiman Nst, serta ipar-ipar atas dukungan moril
dan materi yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari tidak terlepas dari tutur kata dan
tingkah laku yang kurang berkenan di hati selama menjalankan pendidikan, pada
kesempatan ini penulis mohon maaf yang sedalam- dalamnya.

Medan, Juli 2007
Penulis,

ELY JULI SURYANI NASUTION
























Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008

RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS
Nama : dr. Ely Juli Suryani Nasution
Tempat/Tgl.lahir : Medan, 31 Juli 1968
Agama : Islam
Alamat : Jl. Merpati No. 43
A
Medan

KELUARGA

Suami : dr. Jenda Maulana Ginting
Anak : 1. Aisyah Amira Ginting
2. Amalia Asfa Ginting
3. Alya Afifa Ginting
4. Arina Azzahra Ginting

PENDIDIKAN

1. SD Neg. Sekip Medan : Ijazah 1981
2. SMP Neg.6 Medan : Ijazah 1984
3. SMA Neg. 4 Medan : Ijazah 1987
4. Fakultas Kedokteran UISU : Ijazah 1996

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Puskesma Siulak Gedang Kerinci : 1998 -2001
3. Peserta PPDS Ilmu Peny. Paru FK USU Medan : 2002 - sekarang

PERKUMPULAN PROFESI
1. Anggota IDI
2. Anggota Muda PDPI cabang Sumatera Utara
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008

KARYA ILMIAH
1. Menyajikan poster pada kongres Nasional X PDPI 2005 Solo

2. Menyajikan makalah pada pertemuan Ilmiah Khusus IX PDPI 2006
Batam

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH
1. Panitia KONAS IX PDPI 2002 di Medan
2. Panitia TB Day 2003
3. Peserta KONKER PDPI X 2004 di Padang
4. Peserta KONAS PDPI X 2005 di Solo
6. Peserta PIK PDPI XI 2006 di Batam

TUGAS
Selama mengikuti pendidikan telah membawakan :
1. Jurnal Ilmiah : 12 buah
2. Sari Pustaka Dasar : 1 buah
3. Sari Pustaka : 4 buah
4. Laporan Kasus : 4 buah
5. Karya Ilmiah Tingkat Nasional : 2 buah




Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
RIWAYAT HIDUP... ii
KATA PENGATAR. iv
DAFTAR ISI. ix
DAFTAR GAMBAR. xi
DAFTAR TABEL. xii
DAFTAR LAMPIRAN.. xiii
BAB I PENDAHULUAN..... 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Perumusan masalah.. 4
1.3 Tujuan penelitian 5
1.4 Manfaat penelitian.. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Tuberkulosis Paru. 6
2.2 Diabetes Mellitus....................................... 7
2.2.1. Klasifikasi etiologi DM. 8
2.2.2.Patofisiologi DM. 8
2.3 Diagnosis Tuberkulosis Paru.. 9
2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus 17
2.5 Patogenesis TB Paru pada penderita DM 18
2.6 Gangguan Mekanisme Pertahanan Tubuh TB Paru
Dengan DM .. 19

BAB III BAHAN & METODE PENELITIAN.... 22
3.1 Rancangan Penelitian.. 22
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 22
3.3 Subjek Penelitian 22
3.3.1. Populasi 22
3.3.2. Sampel .................................................................. 22
3.3.3. Jumlah Sampel ..................................................... 23
3.4 Kerangka konsep 24
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
3.5 Definisi operasional 24
3.6 Variabel Penelitian 27
3.6.1. Variabel bebas 27
3.6.2. Variabel terikat 27
3.7 Cara kerja 27
3.8 Pengolahan Data .. 28
3.9 Analisa data 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 30
4.1 Hasil penelitian. 30
4.2 Pembahasan. 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 40
5.1 Kesimpulan................................................................. 40
5.2 Saran.......................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA 42












Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Disfungsi Sel Fagosit................................................. 20
Gambar 2. Grafik Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin 32
Gambar 3. Grafik Karakteristik Berdasarkan Umur... 33
Gambar 4. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan. 34
Gambar 5. Karakteristik BTA sputum.. 35
Gambar 6. Karakteristik KGD puasa... 36
Gambar 7. Karakteristik Luas Lesi.............................................. 37














Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi etiologi DM...................................................... 8
Tabel 2. Hubungan KGD Puasa dengan BTA sputum.................. 30
Tabel 3. Hubungan KGD Puasa dengan Radiologi....................... 31
Tabel 4. Hubungan Radiologi dengan BTA sputum...................... 31
Tabel 5. Karakteristik Jenis Kelamin.. 32
Tabel 6. Karakteristik Berdasarkan Umur. 33
Tabel 7. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan... 33
Tabel 8. Karakteristik BTA sputum. 34
Tabel 9. Karakteristik KGD Puasa. 35
Tabel 10. Karakteristik luas lesi.................................................... 36











Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR LAMPIRAN

1. Persetujuan Komite Etik Tentang Penatalaksanaan Penelitian Bidang
Kesehatan.
2. Lembaran Penjelasan Kepada Subjek ( Pasien )
3. Persetujuan Pasien.
4. Data Penderita TB Paru Dengan DM.
















Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan dunia karena
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Tahun
1993, World Health Organization (WHO) mencanangkan kedaruratan global
penyakit TB, karena sebagian besar negara didunia penyakit TB tidak terkendali
disebabkan banyaknya pasien yang tidak bisa disembuhkan terutama yang
menular dengan basil tahan asam (BTA) positif.
1,2
Di Indonesia, berdasarkan
survei pada tahun 1979 -1982 dijumpai prevalensi TB dengan sputum BTA (+)
sebesar 0,29 %.
3
Berdasarkan laporan tahunan WHO, Indonesia menempati
peringkat ketiga setelah India (26%) dan China (19%) dengan menyumbangkan
8% dari total kasus penyakit TB di dunia. Tercatat 9 juta TB paru kasus baru
ditemukan tahun 2004 dengan proporsi 80% berada di 22 negara berkembang,
yang rata-rata telah merengut nyawa 2 juta orang setiap tahunnya. Diperkirakan
setiap detiknya 1 orang dapat terinfeksi kuman TB, setiap 4 menit terdapat 1
orang meninggal dunia karena TB. Di negara-negara yang sedang berkembang
kematian oleh karena TB merupakan 25% dari seluruh kematian yang
sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB yang berada di
negara berkembang, 75% nya adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
1,2,4

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1980 dan 1986
disebutkan hasil bahwa TB menyebabkan kematian keempat di Indonesia.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Sementara itu SKRT 1992 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab
kematian kedua. Tahun 1995 merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok
usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
2,5

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko yang tidak
berketergantungan untuk berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah.
Salah satu komplikasi yang sering terutama menyerang jaringan paru. Askandar
(1998) mendapatkan 12,8% dari penyakit DM mengalami komplikasi TB paru.
Penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta, dari 126 penderita DM ternyata 9
orang menderita TB paru (7,15%). Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20
kali dibanding non DM. Penelitian TB paru pada DM di Indonesia masih cukup
tinggi yaitu antara 12,8-42%.
6,7
Survei di Philadelphia (1952), dari 3106 penderita DM dijumpai hasil 8,4%
dengan TB paru berdasarkan pemeriksaan radiologis, dibanding dengan 71.767
kontrol non DM ditemukan hanya 4,3%.
6
Penelitian oleh Ezung dkk melaporkan
100 pasien DM yang rawat jalan dan rawat inap di Imphal India, 27% didiagnosis
TB paru secara radiologis dan 6% di diagnosis dengan pemeriksaan sputum.
Dijumpai 11 pasien lesi minimal, 7 pasien lesi moderate, 9 pasien dengan lesi
berat atau far advance.
6,8

Penelitian oleh Root dilaporkan bahwa gambaran pasien TB paru dengan DM
berbeda, yaitu terdapat peningkatan yang bermakna dari kavitas dan sputum
BTA positif.
8
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Bacako F dkk melaporkan bahwa lesi pada bagian bawah paru lebih sering
dijumpai pada penderita TB paru dengan DM dan pada wanita yang berusia > 40
tahun dengan perbandingan (17/81,21.0%) pada penderita DM dibanding
(4/61,6.6%) pada penderita non DM.
9

Kuman TB sangat senang berkembang biak pada tempat yang tekanan
oksigennya tinggi, itu sebabnya gambaran kelainan radiologi pada TB paru lebih
sering dijumpai pada lapangan atas. Pada pasien DM yang berusia lanjut terjadi
perubahan pada lapangan bawah paru karena meningkatnya ventilasi tetapi
perfusi menurun menyebabkan tekanan oksigen menjadi lebih tinggi dilapangan
bawah paru.
10

Meningkatnya frekuensi TB paru pada penderita diabetes akan menyebabkan
angka kematian yang lebih tinggi secara bermakna.
6
Pemeriksaan autopsi
pasien TB paru yang meninggal dunia diperkirakan 38-50% menderita DM.
11

Meningkatnya lesi TB aktif pada penderita DM akan memperburuk keadaan
penderita DM karena dibutuhkan dosis insulin yang lebih tinggi dari
sebelumnya.
6
Root menyatakan bahwa TB paru akan 10 kali lebih sering pada
penderita DM. Penyelidikan yang dilakukan pada hewan dijumpai bahwa jika
pankreasnya diambil maka akan lebih mudah terkena TB paru.
11
Kadar insulin
plasma berfluktuasi antara keadaan makan (tinggi insulin) dan keadaan puasa
(rendah insulin), dibutuhkan sel pancreas yang mampu melepas dan menahan
insulin tergantung pada keadaan nutrisi dan keadaan substrat dalam darah,
terutama glukosa. Produksi insulin yang sedikit berkurang mungkin masih
adekuat untuk mengontrol KGD puasa. Pada kekurangan insulin ringan KGD
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
puasa bisa normal. Bila tingkat defisiensi lebih berat kebutuhan insulin basal
tidak bisa dipenuhi sebagai akibatnya KGD puasa akan meningkat.
12

Telah lama diperkirakan terdapat hubungan tingkat keparahan DM dengan
dijumpainya TB paru aktif.
11
Defisiensi insulin akan mengakibatkan keterbatasan
dari lekosit dan limfosit untuk melawan infeksi. Dengan pengobatan DM yang
baik maka angka kematian TB paru dengan DM akan menurun dari 5,5%
menjadi 3%.
11

1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah :
a. Apakah ada hubungan antara tingginya KGD puasa dengan luasnya lesi
TB paru secara radiologis.
b. Apakah ada hubungan antara tingginya KGD puasa dengan kepositivan
BTA sputum.

1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara KGD puasa pada penderita TB paru
dengan DM dengan luas lesi TB paru secara radiologis dan kepositivan BTA
sputum.



Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan dengan
KGD puasa penderita TB paru dengan DM.

1.4. HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara tingginya KGD puasa pada penderita TB paru
dengan DM dengan luas lesi secara radiologis dan kepositivan BTA sputum.

1.5. MANFAAT PENELITIAN
a. Dari penelitian ini diharapkan kepada penderita untuk mengontrol KGD
supaya komplikasi TB paru dapat dicegah.
b. Dari penelitian ini diharapkan dokter dapat memberikan terapi yang sesuai
pada penderita TB dengan DM.










Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.
12
Organisme ini termasuk ordo
Actinomycetales, familia Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Genus
Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya Mycobacterium
tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis
berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, panjang
1 - 4 , lebar 0,3 - 0,6 . Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time)
kuman membutuhkan waktu 14-20 jam dan pertumbuhan pada media kultur
biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu.
3,15,16

Suhu optimal untuk tumbuh pada 37
o
C dan PH 6,4-7,0. Jika dipanaskan pada
suhu 60
o
C akan matidalam waktu 15-20 menit. Dinding selnya 60% terdiri dari
kompleks lemak seperti mycolic acid yang menyebabkan kuman bersifat tahan
asam, cord factor merupakan mikosida yang berhubungan dengan virulensi.
Kuman yang virulen mempunyai bentuk khas yang disebut serpentine cord, Wax
D yang berperan dalam immunogenitas dan phospatides yang berperan dalam
proses nekrosis kaseosa. Basil tuberkulosis sulit untuk diwarnai tapi sekali
diwarnai ia akan mengikat zat warna dengan kaya yang tidak dapat dilepaskan
dengan larutan asam alkohol seperti: pewarnaan Ziehl Nielsen, sehingga
organisme ini di sebut tahan asam.
3,17,18
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
2.2. DIABETES MELLITUS
Pengetahuan tentang DM berawal sejak sebelum Masehi. Pada Egyptian
Papyrus (1500 SM) digambarkan penyakit DM berkaitan dengan banyaknya
urine keluar. Pada abad ke 3 sampai ke 6 M, sarjana Cina, Jepang dan India
menerangkan mengenai poliuria pada penderita DM dimana urine terasa manis
dan lengket. Walaupun telah diketahui selama berabad-abad bahwa urine
penderita diabetes terasa manis, Thomas Willis (174) menyatakan rasa manis
tersebut akibat madu. Kemudian ditetapkanlah nama diabetes mellitus
(mellitus=madu).
Beberapa abad yang lalu telah diketahui penyakit ini ada hubungannya
dengan gangguan sel beta, dimana kelompok sel membentuk pulau-pulau
jaringan kecil pada pankreas eksokrin. Pulau-pulau ini pertama kali dikenali pada
ikan oleh Brockman, dan diberi nama Langerhans.
12,19

Diabetes Mellitus merupakan sindroma yang ditandai dengan hiperglikemia
kronik dan gangguan karbohidrat, lemak, protein yang disebabkan defisiensi
insulin absolut/relatif .
20

Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Klasifikasi etiologi DM:
21
Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut :
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2
Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes
melitus
gestasional


Tabel 1. Klasifikasi etiologi DM
21

2.2.2. Patofisiologi Diabetes Mellitus.
Mempunyai dua defek fisiologis: sekresi insulin abnormal dan resistensi
terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas mana yang
utama tidak diketahui. Ada tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa
antara lain :
1. Glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi insulin karena
kadar insulin meningkat.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
2. Resistensi insulin cendrung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia
setelah makan.
3. Resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun,
menyebabkan hiperglikemia puasa.
22


2.3. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU
Untuk menegakkan diagnosis TB paru perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan Klinis
TB disebut juga the great immitator oleh karena gejalanya banyak mirip
dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan klinis dibagi atas pemeriksaan gejala
klinis dan pemeriksaan jasmani.
23
1. Gejala klinis. Dibagi menjadi 2 (dua) golongan :
a) Gejala respiratorik :
- Batuk : gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk
yang pertama terjadi karena iritasi bronkus. Batuk-batuk yang
berlangsung 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.
- Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis,
bercak-bercak atau bahkan dalam jumlah banyak.
- Sesak napas: jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat
kerusakan paru yang cukup luas.
- Nyeri dada : apabila parenkim paru subpleura sudah terlibat.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
b) Gejala sistemik:
- Demam
-
Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia berat
badan menurun.
23,24

b. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung pada
luas lesi dan kelainan struktur paru yang terinfeksi. Pada permulaan
perkembangan penyakit umumnya tidak (sulit sekali) menemukan kelainan.
Pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penanarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
18,25

c. Pemeriksaan Radiologis.
Pada pemeriksaan foto toraks memberikan gambaran bermacam-macam
yaitu :
25,26

1. Bayangan lesi dilapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
2. Adanya kavitas tunggal atau ganda.
3. Bayangan berawan atau berbercak.
4. Bayangan bercak milier.
5. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral.
6. Destroyed lobe sampai destroyed lung.
7. Kalsifikasi.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
8. Schwartze.

Menurut American Thoracic Society dan National Tuberculosis Association
luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai
berikut :
21, 25, 27
1. Lesi minimal (minimal lesion)
Bila proses TB paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal
junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau
korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.
2. Lesi sedang (moderately advanced lesion)
Proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan
densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh luas dari satu paru, atau
jumlah dari proses yang paling banyak seluas satu paru atau bila proses tadi
mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh
lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat/ tidak disertai
kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh
lebih dari 4 cm.

3. Lesi luas (far advanced)
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.


Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
d. Pemeriksaan Laboratorium:
1. Pemeriksaan darah rutin
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju
endapan darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositosis juga kurang
spesifik.
27

2. Pemeriksaan bakteriologis.
Untuk pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi dapat diambil spesimen dari sputum, bilasan
lambung, cairan pleura, cucian lambung, jaringan baik kelenjar getah bening
atau jaringan reseksi operasi, cairan serebrospinalis, pus/aspirasi abses,
apusan laring.
14
a) Pemeriksaan mikroskopis biasa
Pemeriksaan mikroskopis ini dapat melihat adanya basil tahan asam,
dimana dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per ml sputum untuk
mendapatkan kepositivan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah
pewarnaan Zielh Nielsen dan pewarnaan Kinyoun Gabbett.
28

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease).
2

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : negatif
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang : ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : +
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : ++
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang : +++
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopis yaitu :
Bila 2x positif mikroskopis (+)
Bila 1x positip, 2x negatif ulang BTA 3x
- Bila 1x positif mikroskopis positif
- Bila 3x negatif mikroskopis negatif
b) Pemeriksaan mikroskopis fluoresens
Dengan mikroskopis ini gambaran basil tahan asam akan terlihat lebih
besar dan lebih jelas karena daya pandang diperluas dan adanya
fluoresens dari zat warna auramin-rhodamin.
14

c) Kultur/biakan kuman
Pemeriksaan kultur dibutuhkan paling sedikit 10 kuman tuberkulosis
yang hidup. Jenis pemeriksaan kultur :

Metode konvensional : Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middle


brook.

Tehnik pemeriksaan dengan metode radiometrik seperti BACTEC.


29


d) Imunologi / Serologi
o Uji Tuberkulin
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Di Indonesia dengan prevalensi TB yang tinggi pemeriksaan ini
kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan bermakna jika
dijumpaikan konversi dari uji yang sebelumnya atau apabila
kepositivan dari uji yang dijumpai besar sekali atau timbul bulla.
3,18

o ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
Merupakan tes serologi yang dapat mendeteksi respon humoral
berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Dengan cara ini dapat
ditentukan kadar antibodi terhadap basil tuberkulosis pada serum
penderita. Dari hasil penelitian dijumpaikan bahwa IgG saja yang
memberikan kenaikan diatas normal secara bermakna. Sayangnya
uji serologis ini hanya memberikan sensitivitas yang sedang saja
(62%) dan spesifisitas 74,3%.
21

o Uji PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Uji serologi imunoperoksida untuk menentukan adanya IgG anti TB.
Uji PAP dikatakan positif jika terdapat 3 atau lebih antigen dalam
lapangan pandang kecil (pembesaran mikroskop 10x10) yang tercat
merah.
Dikatakan :
- Positif lemah (+) : bila antigen tercat merah muda
- Positif sedang (++) : bila antigen tercat merah cerah
- Positif (+++) : bila antigen tercat merah tua
30

o Mycodot
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Tes ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan kedalam serum penderita dan bila di dalam
serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah
yang memadai dan sesuai dengan aktivitas penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada sisir.
25,31
e) RFLP (Restrictive Fragment Length Polymorphism)
Tehnik ini dikenal sebagai teknik finger printing. Pada teknik ini dapat
dideteksi perbedaan antara satu Mycobacterium tuberculosis dengan
mycobacterium lainnya.
31,32
f) PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tehnik ini pada dasarnya mendeteksi DNA yang memang spesifik untuk
tiap mahluk hidup. Pemeriksaan ini sangat baik bahkan dapat
mendeteksi bila terdapat satu kuman saja. Teknik ini spesifik, sensitif
dan cepat. Hasil dijumpai dalam waktu 6 jam dan dapat membedakan
Mycobacterium tuberculosis dengan MOTT (Mycobacterium other than
tuberculosis).
32

Dalam klasifikasi TB paru terdapat beberapa pegangan yang prinsipnya
hampir bersamaan. PDPI membuat klasifikasi berdasarkan gejala klinis,
radiologis dan hasil pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Klasifikasi ini dipakai untuk menetapkan strategi pengobatan dan
penanganan pemberantasan TB , yaitu :
1. TB paru BTA positif adalah :
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Dengan atau tanpa gejala klinis
BTA positif mikroskopis ++
mikroskopis + biakan +
mikroskopis + radiologis +
Gambaran radiologis sesuai dengan TB paru
2. TB paru BTA negatif yaitu:
Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB paru aktif
Bakteriologis (sputum BTA) negatif, jika belum ada hasil tulis belum
diperiksa
Mikroskopis -, biakan, klinis dan radiologis +
Mikroskopis -, biakan, klinis dan radiologis +
3. Bekas TB paru yaitu:
Bakteriologis (mikroskopis dan biakan) negatif
Gejala klinis tidak ada, atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang
ditinggalkan
Radiologis menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih menunjukkan
gambaran serial foto toraks yang sama/tidak berubah
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat, akan lebih mendukung.
29

Pada tahun 1997 WHO membuat klasifikasi menurut regimen pengobatan
yang dibagi atas empat kategori yaitu:
34,35

a. Kategori I adalah kasus dengan dahak yang positif dan penderita dengan
keadaan yang berat seperti meningitis, tuberkulosis milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis masif atau bilateral spondilitis dengan gangguan
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
neurologik, penderita dengan dahak negatif tapi paru luas, tuberkulosis
usus, saluran kemih dan sebagainya.
b. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan dahak yang tetap
positif.
c. Kategori III adalah kasus dengan dahak yang negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas, dan kasus tuberkulosis ekstrapulmoner selain dari
yang disebut dalam kategori I.
d. Kategori IV adalah kasus tuberkulosis kronik.

2.4. DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS
Berbagai keluhan dapat diketemukan pada diabetisi. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut :
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
21

Kriteria diagnosis DM :

a. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dL .
Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
b. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
c. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dL
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
TTGO dilakukan dengan standar WHO dengan menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam
air.
21,35,36


2.5. PATOGENESIS TB PARU PADA PENDERITA DM
Patogenesis DM sampai saat ini belum diketahui dengan pasti namun faktor
genetik dan lingkungan memegang peranan dalam proses terjadinya DM.
Disamping itu defisiensi sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan resistensi
insulin di perifer merupakan dua keadaan yang ditemukan bersamaan pada DM.
Proses mana yang terjadi terlebih dulu belum diketahui dengan pasti.
Meningkatnya kepekaan primer DM terhadap infeksi TB paru disebabkan oleh
berbagai faktor, pada umumnya efek hiperglikemi sangat berperan dalam hal
mudahnya pasien DM terkena TB paru. Hal ini disebabkan karena hiperglikemi
mengganggu fungsi netrofil, monosit, makrofag dan fagositosis.
37
Infeksi adalah penyebab utama klinis hiperglikemi pada DM. Tercatat 30%
kasus ketoasidosis diabetik dicetuskan oleh infeksi. Efek metabolik infeksi pada
DM diawali oleh kenaikan kadar glukosa darah karena glukoneogenesis yang
distimulasi oleh meningkatnya sekresi counter regulatory hormones (glukagon,
kortisol, growth hormon, katekolamin) maupun penekanan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Katekolamin diproduksi oleh saraf simpatis sedangkan
adrenalin dihasilkan oleh medulla adrenal, keduanya menyebabkan
meningkatnya glukoneogenesis dan penekanan terhadap sekresi insulin.
13,37

Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
2.6. GANGGUAN MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TB PARU
DENGAN DM
Pada penelitian yang dilakukan penderita TB paru jumlah CD4 nya akan
menurun sedangkan pada penderita DM gangguan fungsi polimorpho nuklear
leukosit (PMNL) lebih menonjol terutama pada DM yang tidak terkontrol.
13

Ada tiga aspek fungsi PMNL yang terganggu :
a. Kemotaksis
Penelitian oleh Mowatt dan Baumm mendapatkan penurunan daya
kemotaksis lekosit pada penderita DM dibandingkan dengan kontrol dan akan
semakin memburuk bila pasien jatuh dalam koma ketoasidosis. Keadaan ini
dapat diperbaiki dengan menambah insulin kedalam larutan penguji. Penyebab
dan gejala klinis gangguan kemotaksis pada DM belum diketahui dengan pasti.
Basement Membran yang menebal dan berkombinasi dengan gangguan
kemotaksis akan menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan tubuh.
b. Fagositosis
Mekanisme pertahanan ini meliputi masuknya dan dihancurkannya bakteri
oleh lekosit. Balch dan Watters melaporkan adanya gangguan fagositosis pada
penderita DM terhadap bakteri tetapi tidak pada semua bakteri yang dipakai
pada pemeriksaan. Bybee, Rogers, Crosby dan Allison mendapat perbedaan
efisiensi fagositosis apabila penderita DM jatuh kedalam keadaan asidosis.
Penelitian lain juga mendapati adanya penurunan fagositosis meskipun pasien
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
belum jatuh kedalam keadaan asidosis, ini terutama terjadi pada penderita DM
dengan kontrol yang jelek.




Kemotaksis
Fagositosis








Gambar 1. Disfungsi Sel Fagosit
7

Fagositosis terganggu pada DM akibat defek intrinstik dari pada PMN Aktifitas
membunuh enzim lisosom juga menurun. Pada keadaan hiperglikemi cenderung
terbentuk sorbitol oleh enzim aldose reduktase dengan bantuan Nicotinamide
Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH) menjadi NADP. Karena NADPH
banyak digunakan untuk membentuk sorbitol maka aktifitas membunuh
mikroorganisme intraselular yang memerlukan NADPH menjadi menurun
(respiratory burst). Normalisasi KGD akan meningkatkan aktivasi membunuh
dalam 48 jam.
7

Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
c. Aktifitas Bakterisidal
Gallacer dkk mendapati hubungan negatif yang signifikan antara keadaan
HbA1c dengan aktifitas bakterisidal netrofil. Patogenesis kelainan ini belum jelas
tetapi terlihat adanya hubungan antara derajat dan lamanya hiperglikemi.



















Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode dekskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada penderita TB paru disertai DM yang berobat
jalan dan rawat inap di bagian paru RSUP H. Adam Malik Medan selama kurun
waktu 6 bulan.

3.3. SUBJEK PENELITIAN
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien penderita DM dengan TB paru yang
berobat jalan dan rawat inap di bagian paru RSUP H. Adam Malik Medan.
3.3.2.Sampel
Sampel adalah semua pasien penderita DM dengan TB paru yang berobat
jalan dan rawat inap di bagian paru RSUP H. Adam Malik Medan.
a. Kriteria Inklusi.
1) Penderita TB paru dengan DM pada semua kategori
2) Umur 30 tahun
3) Bersedia ikut penelitian
4) Tidak disertai penyakit paru yang lain
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
5) DM tipe 2
b. Kriteria Eksklusi
1) Penderita dengan menggunakan obat immunosupresi.
2) TB ekstraparu.
3) Menderita penyakit kronis lain dan penyakit penyakit kronik
3.3.3. Jumlah sampel
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus :
n = Z
2
. p ( 1-p )
d
2

dimana :
n = besar sampel
Z
2
. = batas kepercayaan 95% = 1,96
P = proporsi DM dengan TB paru 42 %
d = ketepatan penelitian = 0,1
sehingga : n = 1,96
2
. 0,42 (1-0,42 )
0,1
2

n = 3,8416 . 0,42 . 0,58
0.01
n = 93,58 digenapkan menjadi 94 sampel.










Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
3.4. KERANGKA KONSEP





Radiologi
KGD
puasa
Penderita TB paru dengan DM
BTA DS 3x
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan


3.5. DEFINISI OPERASIONAL
a. Pasien yang dinyatakan penderita DM dengan kriteria diagnosis DM.
Gejala klasik DM ditambah dengan: salah satu dari glukosa darah
sewaktu 200 mg/dL, glukosa darah puasa 126 mg/dL, 2j PP > 200
mg/dL.
Tidak terdapat gejala klasik DM, tetapi : terdapat 2 dari hasil glukosa
darah sewaktu 200 mg/dL, glukosa darah puasa 126 mg/dL, 2j PP >
200 mg/dL.
b. Penderita TB paru adalah penderita dengan batuk berdahak lebih dari 3
minggu dengan atau tanpa batuk darah disertai dengan pemeriksaan
radiologi yang positif yang ditandai dengan bayangan infiltrat dengan atau
tanpa kavitas.
c. Pemeriksaan jasmani bisa dijumpai suara atau bising napas abnormal berupa
suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
d. Pemeriksaan radiologis adalah yang dibuat pada penderita TB paru dengan
posisi PA.
Cara penilaian ;
a) Lesi minimal (minimal lesion)
Bila proses TB paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas
chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai
kavitas.
b) Lesi sedang (moderately advanced lesion)
Proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan
densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh luas dari satu paru, atau
jumlah dari proses yang paling banyak seluas satu paru atau bila proses
tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut
tidak boleh lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat/ tidak
disertai kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas
tidak boleh lebih dari 4 cm.
c) Lesi luas (far advanced)
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.
e. Pemeriksaan BTA adalah pemeriksaan terhadap sputum pada penderita TB
paru dengan menggunakan tehnik Ziehl Neelsen dengan kategori :
1). BTA sputum SPS (sewaktu, Pagi, Sewaktu) :
- Bila 2x positip mikroskopis (+)
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
- Bila 1x positip, 2x negative ulang BTA 3x
Bila 1x positif mikroskopis positif
Bila 3x negatif mikroskopis negatif
2) Penilaian apusan BTA
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : (-)
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang : ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : ( +)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang ( ++)
o Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang : (+++)
f. Umur penderita adalah lamanya hidup penderita sampai dengan datang ke
bagian paru RS.H.Adam Malik.
Kategorinya :
a. 30-40 tahun
b. 41-50 tahun
c. 51-60 tahun
d. 61-70 tahun
e. >71 tahun
g. Jenis kelamin adalah jenis yang membedakan penderita atas laki-laki dan
perempuan.
h. Pendidikan adalah pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penderita
berdasarkan jenis pendidikan formal terakhir yang dijalani penderita.
Kategorinya adalah :
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
a. Rendah jika pendidikan tidak sekolah sampai dengan SD
b. Sedang jika pendidikan SMP-SMA
c. Tinggi jika pendidikan > perguruan tinggi

3.6. VARIABEL PENELITIAN
3.6.1. Variabel bebas
a. Radiologi
b. BTA
c. Umur
d. Jenis kelamin
e. Pendidikan
3.6.2. Variabel terikat
KGD puasa

3.7. CARA KERJA
a. Sebelum penelitian dimulai, diminta persetujuan dan kesediaan penderita
untuk mengikuti penelitian.
b. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dicatat nama, umur, alamat,
lama keluhan, riwayat pengobatan dan dilakukan pemeriksaan fisik.
c. Dilakukan pemeriksaan radiologi toraks dan dikelompokkan atas lesi
minimal, moderate dan far advance.
d. Kepada pasien dijelaskan tentang tujuan pemeriksaan sputum dan cara
mengeluarkan sputum yang benar, kemudian kepada pasien diberikan pot
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
dan diminta untuk mengeluarkan sputum. Pada pasien diberikan pot lagi
dan disuruh untuk mengeluarkan sputum pagi keesokan harinya dan
ketika mengantar sputum pagi ke -2 diberi pot untuk diisi sputum pagi ke-
3.
e. Pemeriksaan BTA sputum dilakukan secara mikroskopik langsung dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen.
f. Kepada pasien yang mempunyai gejala DM, diperiksakan KGD puasa
dan 2 jam PP.

3.8. PENGOLAHAN DATA
Data dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing : Untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian
antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
b. Coding : Untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka
karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka
pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan
komputer.
c. Entry : Data yang telah terkumpul dan tersusun secara tepat sesuai
dengan variabel penelitian kemudian dimasukkan kedalam program
komputer untuk diolah.
d. Cleaning: Pemeriksaan data yang telah di masukkan ke dalam program
komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukkan data.

Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
3.9 . ANALISIS DATA
Data yang berhasil dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan menggunakan
program komputer menggunakan perangkat lunak SPSS, selanjutnya di lakukan
analisa dasar melalui analisis univariat dan bivariat untuk mengetahui hubungan
KGD dengan radiologi dan BTA. Uji statistik dengan korelasi Spearman dengan
rumus :
38
r
S

( ) 1
6
1
2
2

=

n n
d
i

r
S
: koefisien korelasi
d
i
: selisih rangking tiap pengamatan
n : banyaknya pengamatan















Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan terhadap 94 orang penderita TB dengan DM
yang memenuhi kriteria penelitian di rumah sakit H. Adam Malik Medan. Pada
penelitian ini jumlah penderita TB dengan DM yang mengikuti penelitian
sebanyak 94 orang. Dimana ke 94 penderita diperiksa foto toraks PA, BTA
sputumnya dengan pewarnaan Ziehl Neelsen dan KGD puasa. Hasil penelitian
kemudian dianalisis secara statistik.
4.1.1.Hubungan KGD Puasa dengan BTA sputum
Hubungan KGD puasa dengan BTA, koefisien korelasi adalah sebesar 0,218
yang berarti terdapat korelasi namun nilai korelasinya lemah.
(Tabel 2).
Tabel 2. Korelasi KGD Puasa dengan BTA sputum

Pemeriksaan r p
KGD puasa
BTA sputum
0,218 0,035



4.1.2 Hubungan KGD Puasa dengan Radiologi
Nilai korelasi KGD puasa dengan radiologi dihitung dengan menggunakan
korelasi spearman. Koefisien korelasi adalah sebesar 0,072 menunjukkan tidak
adanya hubungan antara KGD puasa dengan gambaran radiologis. (Tabel 3).

Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Tabel 3. Hubungan KGD Puasa dengan Radiologi

Pemeriksaan r p
KGD puasa
Radiologi
0,072 0,492

4.1.3 Hubungan Radiologi dengan BTA sputum
Nilai korelasi radiologi dengan kepositivan BTA sebesar 0,642. Berarti ada
korelasi yang kuat dan searah yaitu semakin luas lesi pada gambaran radiologis
maka semakin tinggi nilai kepositivan BTA (Tabel 4).
Tabel 4. Hubungan Radiologi dengan BTA.
Pemeriksaan r p
Radiologi
BTA sputum
0,642 0,001

4.1.4. Karakteristik Demografi
Pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak penderita
laki-laki 60 orang (63,8%), perempuan 34 orang (36,2%) (tabel 5 dan gambar 2).







Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Tabel 5. Karakteristik Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 60 63.8
Perempuan 34 36.2
Jumlah 94 100


63.8
36.2
0
10
20
30
40
50
60
70
Laki-laki Perempuan








Gambar 2. Grafik Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan umur penderita dijumpai umur 51-60 tahun yaitu 35 orang
(37,2%), umur 41-50 tahun 28 orang (29,8%), < 40 tahun 16 orang (17,2%), 61-
70 tahun 12 orang (12,8%), dan umur >71 tahun 3 orang (3,2%). (Tabel 6 dan
gambar 3).



Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Tabel 6. Karakteristik Berdasarkan Umur
Kelompok Umur Jumlah Persentase
< 40 16 17.2
41-50 28 29.8
51-60 35 37.2
61-70 12 12.8
> 71 3 3.2
Jumlah 94 100



17.2
29.8
37.2
12.8
3.2
0
5
10
15
20
25
30
35
40
< 40 41-50 51-60 61-70 > 71






Gambar 3. Grafik Karakteristik Berdasarkan Umur
Status pendidikan adalah SMA 51 orang (54,3%), SMP 34 orang (36,2%) dan
SD 8 orang (8,5%). (Tabel 7 dan gambar 4).

Tabel 7. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Jumlah Persentase
SD 8 8.5
SMP 34 36.2
SMA 51 54.3
Jumlah 94 100
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008

8.5
36.2
54.3
0
10
20
30
40
50
60
SD SMP SMA






Gambar 4. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan

4.1.5. Karakteristik BTA sputum
Pada pemeriksaan bakteriologi BTA sputum dijumpaikan hasil positif sebesar
62 orang (65,9%) dimana positif 3 yaitu 38 orang (40,4%), positif 1 yaitu 19
orang (20,2%), positif 2 yaitu 5 orang (5,3%), dan negatif 32 orang (34,1%).
(Tabel 8 dan gambar 5).
Tabel 8. Karakteristik BTA sputum
BTA sputum n Persen (%)
Positif +
Positif ++
Positif +++
Negatif
19
5
38
32
20.2
5.3
40.4
34.1
Jumlah 94 100




Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008









20.2
5.3
40.4
34.1
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
P
o
s
i
t
i
f

+
P
o
s
i
t
i
f

+
+
P
o
s
i
t
i
f

+
+
+
N
e
g
a
t
i
f
Gambar 5. Karakteristik BTA sputum

4.1.6. Karakteristik KGD Puasa
Hasil KGD puasa dijumpai 126-225 mg/dl yaitu 51 orang (54,2%), 226-325
mg/dl 36 orang (38,3%), 326-425 mg/dl 4 orang (4,35) , dan >425 mg/dl 3 orang
(3,2%). (Tabel 9 dan gambar 6).
Tabel 9. Karakteristik KGD Puasa
KGD Puasa n Persen (%)
126 225 51 54.2
226 325 36 38.3
326 425 4 4.3
>425 3 3.2
Jumlah 94 100


Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008







54.2
38.3
4.3
3.2
0
10
20
30
40
50
60
126 225 226 325 326 425 >425
Gambar 6. Karakteristik KGD puasa

4.1.7.Karakteristik radiologi berdasarkan luas lesi
Karakteristik gambaran luas lesi pada penderita adalah lesi sedang 60 orang
(63,9%), lesi minimal 18 orang (19,1%), dan adalah lesi luas 15 orang (17,0%).
(Tabel 10 dan gambar 7).
Tabel 10. Karakteristik luas lesi
Luas lesi n Persen (%)
Lesi minimal
Lesi sedang
Lesi luas
18
60
15
19.1
63.9
17.0
Jumlah 94 100






Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008

19.1
63.9
17
0
10
20
30
40
50
60
70
Lesi minimal Lesi sedang Lesi luas






Gambar 7. Karakteristik Luas Lesi

4.2. Pembahasan
Perbandingan laki-laki dan perempuan dari 94 pasien yang diteliti yaitu 60
orang (63,8%) laki-laki dan 34 orang (36,2%) perempuan. Hal ini sesuai dengan
studi Gulfem Y dkk, dimana dijumpai prevalensi TB paru disertai DM lebih
banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan 45/40 (52,9%:47,1%).
37
C. Perez dkk, mendapatkan perbandingan pada laki-laki yang hampir mencapai
dua kali proporsi yang dijumpaikan pada wanita (1,9:1).
38

Umur yang terbanyak menderita TB paru disertai DM pada usia 51-60 tahun
dengan usia rata-rata 51 tahun. Hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh C.
Perez dkk.
39
Pada hasil penelitian yang dilaporkan oleh Jabar. A. dkk, yang
dilakukan di RS. Univ. Aga Khan, Karachi, Pakistan pada 173 pasien
dijumpaikan bahwa penderita TB paru dengan DM yang berumur < 40 tahun
hanya sebesar 6% dan >70 tahun sebesar 12%.
40
Hal ini sangat berbeda
dengan yang dijumpai dari penelitian ini dimana penderita TB paru dengan DM
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
yang berusia < 40 tahun sebesar 17% dan >70 tahun hanya sebesar 3,2%,
namun tidak dijumpai perbedaan bermakna pada usia 40 70 tahun (80% :
82%).
Pemeriksaan bakteriologi BTA sputum hapusan langsung yang bernilai positif
adalah sebesar 65,9%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh
Feza Bacako dkk dimana dijumpai pemeriksaan BTA sputum yang positif pada
67 kasus (72,8 %).
41
K.R.L. Kirani melaporkan hasil yang jauh lebih rendah
dimana pemeriksaan BTA sputum yang positif dijumpai hanya 30 orang dari 100
kasus (30%).
42

L.Soeroso telah melaporkan pada 100 pasien TB paru dengan DM dijumpai
lesi minimal sebesar 16 orang(16,0%), lesi sedang 48 orang (48,0%) dan lesi
luas 36 orang (36%).
Pada studi ini dijumpai luas lesi sedang (63,3%), lesi minimal (19,1%) dan lesi
luas (17%).
Pada penelitian ini dijumpai hubungan antara peningkatan KGD puasa
dengan kepositivan pemeriksaan BTA Sputum walaupun hubungan tersebut
lemah. Pada umumnya efek hiperglikemia sangat berperan untuk memudahkan
pasien-pasien DM mengalami infeksi. Hal ini disebabkan karena hiperglikemi
akan mengganggu fungsi neutrofil dan monosit (makrofag) baik dalam hal
kemotaksis, perlekatan dan fagositosis dari sel tersebut.
Penelitian ini tidak mendapatkan adanya hubungan antara tingginya KGD puasa
dengan luasnya gambaran radiologis.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Belum ada penelitian sebelumnya mengenai hubungan KGD puasa dengan
pemeriksaan BTA sputum. L. Soeroso telah melaporkan hubungan KGD sewaktu
dengan gambaran radiologis, pada penderita TB paru disertai DM dan dijumpai
hubungan antara KGD sewaktu dengan gambaran radiologi tersebut.
43

Pada penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara gambaran
radiologis dengan kepositivan BTA dimana bila lesi sedikit maka hasil
pemeriksaan sputum BTA umumnya negatif. Hal ini sesuai dengan laporan yang
dilakukan sebelumnya oleh L. Soeroso.















Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian diatas maka disimpulkan :
a) Dijumpai hubungan antara KGD puasa dengan kepositivan BTA sputum
yang berarti semakin tinggi KGD puasa, semakin tidak mampu pankreas
mengekskresi insulin maka semakin positif BTA sputum.
b) Dijumpai hubungan antara pemeriksaan BTA sputum dengan radiologi
yang berarti semakin luas lesi pada gambaran radiologi maka semakin
tinggi kepositivan BTA.
c) Tidak dijumpai hubungan antara KGD puasa dengan gambaran radiologi
penderita TB paru disertai DM
d) Penderita TB paru disertai DM dijumpai lebih banyak pada laki-laki
(63.8%), dan pada usia 40 tahun 60 tahun (37.2%).

5.2. SARAN
Karena kurangnya penelitian TB paru dengan DM yang menghubungkan
KGD puasa dengan gambaran radiologi dan kepositivan BTA, maka perlu
dilakukan penelitian yang lebih banyak lagi.
KGD dapat berfluktuasi dengan cepat sehingga tidak menggambarkan penderita
DM terkontrol atau tidak, sedangkan proses perkembangbiakan kuman TB dan
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
efeknya pada paru yang dapat terlihat secara radiologi memerlukan waktu yang
lebih lama.
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
DAFTAR PUSTAKA


1 Epidemiology of Tuberculosis Control. Available at
http://www.Searowho.int/en/section10/section2097/ection2102/sect
ion2120.htm


2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.Depkes RI ; 2000.


3 Aditama TY. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya. Edisi V.
Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, 2005.


4 Global Tuberculosis control-surveillance, planning, financing. Geneva,
Switzerland : World Health Organization. 2006 ; report
no.WHO/HTM/TB/2006.362


5 Syarani F, Soeroso L. Sindroma obstruksi paska tuberkulosis. Buku
makalah seminar TB 2004. Medan : Percetakan FK-USU. 2004 ; 93 7.


6 Guptan A, Shah A. Tuberculosis and Diabetes: An Appraisal. Ind J Tub
2004;3:1-8.


7 Sanusi S. Diabetes Mellitus dan Tuberkulosis Paru.J Med Nus. 2004;25:1
5.


8 Ezung T, Taruni DNG, Singh NT, Singh THB. Pulmonary tuberculosis
and Diabetes Mellitus. A study JIMA 2002 ;100:1-2.


9 Bacako F, Kacmaz O, Cok G, Sayner A,Ate M. Pulmonary Tuberculosis in
Patients with Diabetes mellitus. Respiration.2001:68:595-600.


10 Soeroso L. Variasi Pemeriksaan Radiologi pada Pasien Tuberkulosis
dengan Diabetes . Buku makalah seminar TB 2004. Medan : Percetakan
FK-USU. 2004 ; 69-74.

Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008

11 Lowy J. Endocrine and Metabolic Manifestation of Tuberculosis. In : Rom
WN, Garay SM, eds. Tuberculosis, Philadelphia : Lippincort Williams
Wilkins, 2004(2):587 - 59.


12 Piliang S. Sejarah Diabetes Mellitus. In : Piliang S, Syukran OA, Bahri C,
Lidarto D, Mardianto eds. The 1
st
Workshop on Insulin and type 2
Diabetes. Medan. 2003 ; 1 12.


13 Bahar C, Piliang S. Penatalaksanaan Tuberkulosis paru dengan
diabetes mellitus. Temu Ilmiah 2003 Dalam Rangka World TB day 2003.
Medan , 2003 ; 32 38.


14 Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
PDPI. Jakarta. 2006


15 Levinson W, Jawetz E. Medical Microbiology and Immunology. New
Jersey : McGraw-Hill. 1998(6):134 40.


16 Budiarti LY. Mikrobiologi tuberculosis. In : Isa M, Soefyani A, Juwono O,
Budiarti LY eds. Tuberkulosis Tinjauan Multidisipliner. Pusat Studi
Tuberkulosis Universitas Lampung Mangkurat/RSUD Ulin Banjarmasin.
2001:40 52.


17 Gery SM. Pulmonary tuberculosis. In : Rom WN, Garay SM, eds.
Tuberculosis, Philadelphia : Lippincort Williams Wilkins, 2004(2): 345 - 50.


18 Jagirdar J, Zagzag D. Pathology and insight into pathogenesis of
tuberculosis. In : Rom WN, Garay SM, eds. Tuberculosis. Philadelphia :
Lippincort William Wilkins, 2004(2):323 41.


19 Hazlett BE. Historical Perspective: The Discovery of Insulin. In : Davidson
JK, ed. Clinical Diabetes Mellitus. New York : Thieme Inc, 1986;2 10.


20 Bennet PH. Defenition, Diagnosis, and Classification of Diabetes Mellitus
and Impaired Glucose Tolerance. In : Kahn CR, Weir GC, eds. In Joslins
Diabetes Mellitus. Philadelphia. 1994(3):193 200
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008


21 Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia 2006. Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. FK-UI/RSU Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
2006.


22 Powers AC. Diabetes mellitus. In : Braunwald E, Faucl AS, Kasper DL,
Hanser SL, Long DL, Jameson JL, eds. Harrisons Principles of Internal
Medicine, NewYork : McGraw-Hill, 2001(15):2109-37.


23 Leitch AG. Pulmonary tuberculosis clinical features. In : Seaton A, Seaton
D, Leitch G, eds. Crofton and Doughlass Respiratory Diseases I. London :
Blackwell Science Ltd, 2000(5):507 27.


24 Ulrichs T, Kauf M. Cell mediated immune respone. In : Rom WN,
Garay SM, eds. Tuberculosis, Philadelphia : Lippincort Williams
Wilkins, 2004(2):251 60.


25 Alsagaff H, Mukti A. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga
University Press, 2002 : 85 90.


26 Zubaidah T, Aditama TY, Priyanti ZS, Bernida I. Diagnosis tuberkulosis. In
: Abdullah A, Patau MJ, Susilo HT, editor. Naskah lengkap pertemuan
ilmiah khusus (PIK) X. FK Universitas Hasanuddin/Perjan RS Dr Wahidin
Sudirohusodo Makassar, 2003 : 139 -44.


27 Rasad S. Tuberkulosis Paru. In : Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I,
eds. Radiologi Diagnostik. FK-UI. Jakarta. 2000:126 39.

28 Martin G, Lazarus A. Epidemiology and Diagnosis of Tuberculosis.
Postgraduate Medicine.2000:108:2


29 Yew WW, Leung CC. Update in Tuberculosis 2005. Am J Respir Crit Care
Med. 2006;173:491-8


Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
30 Leitch AG. Management of tuberculosis. In : Seaton A, Seaton D, Leitch
G, eds. Crofton and Doughlass Respiratory Diseases I. London :
Blackwell Science Ltd, 2000(5):544 64.


31 Sembiring H. Pemeriksaan PAP-TB pada penderita TB paru tersangka
dewasa di poliklinik ilmu penyakit paru FK USU/BP4 Medan. Tesis. Medan
: Bagian Ilmu Penyakit Paru FK-USU, 1993.


32 Leitch AG. Tuberculosis: Pathogenesis, Epidemiology and Prevention. In :
Seaton A, Seaton D, Leitch G, eds. Crofton and Doughlass Respiratory
Diseases I. London : Blackwell Science Ltd, 2000(5):476 9.


33 Aditama YT. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya, Edisi IV
Jakarta : Lab Mikrobiologi RS Persahabatan/WHO Collaborating Center
for Tuberculosis, 2002 : 1 140.


34 Harnies A, Maher D, Uplekar M. TB a clinical manual for South East Asia.
WHO, 1997 : 20.


35 Jkokroprawiro A. Diabetes Mellitus Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-dasar
Terapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.2001.


36 Masharani U, Karam JH, German MS. Pancreatic Hormones & Diabetes
Mellitus. In : Greenspan FS, Gardner DG, eds. Basic & Clinical
Endocrinology. New York : McGraw-Hill. 2004(7):658 46.


37 Sanusi H. Diabetes mellitus tipe 2 pada TB paru. Abdullah HA, Patau MJ,
Susilo HT, Saleh K, Tabrani NA, Mappangara I, dkk. Naskah lengkap PIK
X Makassar 2003 ; 81 6.

38 Sulaiman W. Statistik Non-Parametrik. Andi . Yogyakarta. 2003


39 Gulfem Y, Sema S, Orhan D, Hacer O, Ferit D. Features of Pulmonary
Tuberculosis in Patients with Diabetes Mellitas:A Comparative
Study.2004:5.5-8.


Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
Ely Juli Suryani Nasution : Profil Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Diabetes Mellitus Dihubungkan Dengan, 2007
USU e-Repository 2008
40 Guzman CP, Cruc AT, Velarde HV, Vargas M. Progressive Age-related
Changes in Pulmonary Tuberculosis Images and the Effect of Diabetes.
Am J Resp and Crit Care Med.2000:162;1738-40.


41 Guzman CP, Cruc AT, Velarde HV, Vargas M. Atypical radiological
images of pulmonary tuberculosis in 192 diabetic patients:a comparative
study. Int J Tuberc Lung Dis.2001:5;455-61.


42 Jabbar A, Hussain SF, Khan AA. Clinical characteristic of pulmonary
tuberculosis in adult Pakistani patients with co-existing diabetes mellitus.
Eastern Mediterannean Health Journal.2006:12(5).522-27.


43 Kirani KRL, Kumari VS, Kumari RL. Co-existence of Pulmonary
Tuberculosis and Diabetes Mellitus:Some Observations. Ind J
Tub.1998:45-7.

Anda mungkin juga menyukai