Pembimbing:
dr. H. Among Wibowo, M.Kes, Sp.S
Abstrak: Tumor otak merupakan neoplasma atau pertumbuhan sel kanker yang
tidak terkendali terjadi di otak. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed
Tomography (CT) merupakan modalitas diagnostik yang paling umum untuk
mendeteksi dugaan tumor otak. Tujuan literature review ini untuk mengetahui
peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak,
mengetahui persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan dan
MRI, mengetahui kelebihan dan kekurangan dari CT Scan dan MRI dalam
mendiagnosis tumor otak, dan mengetahui indikasi serta kontraindikasi CT Scan
dan MRI untuk mendiagnosis tumor otak. Penulisan ini dilakukan dengan
menganalisis sumber Pustaka dari beberapa database jurnal kedokteran dari tahun
2011-2021, yaitu PubMed, Cochrane Library, dan Google Scholar. Hasil pencarian
didapatkan 12 jurnal yang dijadikan bahasan topik pada literatur ini. Hasil
penulisan ini adalah apabila MRI dibandingkan dengan CT maka lebih disarankan
untuk menggunakan MRI.
Kata-kata kunci: CT Scan, MRI, imaging, brain tumor, treatment.
ii
Universitaas Lambung Mangkurat
ABSTRACT
LITERATURE REVIEW:
iii
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................... ii
C. Tujuan ................................................................................ 2
D. Manfaat ................................................................................ 3
A. Metode ................................................................................ 4
C. Analisis ............................................................................... 4
A. Kesimpulan ......................................................................... 25
B. Saran .................................................................................. 25
LAMPIRAN ............................................................................................. 29
iv
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Literatur Terkait Peran CT Scan dan MRI pada Penegakan Diagnosa
v
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vi
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Lambung Mangkurat
2
modalitas diagnostik yang paling umum untuk mendeteksi dugaan tumor otak,
dapat melokalisasi tumor otak dan mengevaluasi edema, perdarahan dan
hidrosefalus agar bisa mengetahui bagaimana tatalaksana selanjutnya juga menilai
prognosis pasien. Akan tetapi modalitas tersebut tidak bisa dilakukan keduanya,
hanya salah satu saja karena berbagai faktor.4 Oleh karena itu dirasa perlu untuk
melakukan peninjauan literatur lebih lanjut terkait peran CT Scan dan MRI pada
penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada
literature review ini adalah:
1. Apakah peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan tatalaksana
tumor otak?
2. Bagaimana persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan dan
MRI?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan dari CT Scan dan MRI dalam
mendiagnosis tumor otak?
4. Apakah indikasi serta kontraindikasi CT Scan dan MRI untuk mendiagnosis
tumor otak?
C. Tujuan
Tujuan umum literature review ini adalah:
1. Mengetahui peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan
tatalaksana tumor otak.
2. Mengetahui persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan
dan MRI.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari CT Scan dan MRI dalam
mendiagnosis tumor otak.
4. Mengetahui indikasi serta kontraindikasi CT Scan dan MRI untuk
mendiagnosis tumor otak.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan data
untuk kepentingan ilmu pengetahuan khususnya mengenai peran CT Scan dan MRI
pada penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak.
2. Manfaat Praktis
Literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai bagaimana peran CT Scan dan MRI pada penegakan
diagnosa dan tatalaksana tumor otak untuk tenaga medis.
METODE REVIEW
A. Metode
Metode yang digunakan adalah metode literature review berupa narrative
review dengan menelusuri literatur relevan terkait dengan peran CT Scan dan MRI
pada penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak.
B. Kriteria Pencarian
Pencarian sumber literatur pada literature review ini didapatkan melalui
database Cochrane Library, PubMed-MEDLINE, dan Google Scholar. Artikel
yang digunakan adalah artikel berbahasa Inggris. Kriteria artikel yang digunakan
adalah artikel dengan abstrak, hasil dan kesimpulan yang sesuai dengan topik
literature review ini. Kata kunci yang digunakan untuk memperoleh literatur yang
sesuai diantaranya adalah “CT Scan, MRI, imaging, brain tumor, treatment”.
Strategi pencarian akan disertakan dalam Lampiran 1.
C. Analisis
Penulis mengambil semua jenis desain penelitian yang digunakan dalam
mengidentifikasi peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan tatalaksana
tumor otak. Artikel yang digunakan merupakan artikel yang terbit dari tahun 2010
hingga 2021. Informasi yang akan diambil adalah judul penelitian, penulis dan
tahun terbit, dan konklusi. Alur penelusuran artikel pada penulisan literature review
ini ditunjukkan pada gambar 2.1.
4
Universitas Lambung Mangkurat
5
A. Hasil
Tabel 3.1 Literatur Terkait Peran CT Scan dan MRI pada Penegakan Diagnosa dan
Tatalaksana Tumor Otak.
No. Penulis Judul Penelitian Konklusi
pertama
(tahun)
6
Universitaas Lambung Mangkurat
7
B. Pembahasan
Tumor otak merupakan neoplasma atau pertumbuhan sel kanker yang tidak
mendeteksi dugaan tumor otak. MRI merupakan suatu teknik gambaran penampang
tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen. MRI adalah suatu
medan magnet dan resonansi getaran terhadap inti atom. CT scan adalah pencitraan
radiologis sinar-X dimana serangkaian sinar diputar di bagian tubuh tertentu dan
prosedur yang lebih murah dibandingkan MRI.5,6 Selain itu, over diagnosis juga
jarang terjadi pada CT scan yang ditunjukkan oleh penelitian Choi et al yang
menunjukkan tidak adanya over diagnosis dari 41 kasus keganasan yang didapatkan
melalui CT scan dan CT scan lebih akurat dalam mendiagnosis adanya invasi ke
seperti teknologi baris multi-detektor, ketebalan irisan tipis, reformasi tiga dimensi
(3D), dan algoritma tulang resolusi tinggi .7,8 Walaupun demikian, bukan berarti
membedakan glioma derajat rendah dan tinggi dan membedakan nekrosis akibat
radiasi dari sisa glioma setelah terapi.5 MRI juga memiliki akurasi lebih dari CT
scan untuk diagnosis tumor otak bila dikorelasikan dengan hasil biopsi berdasarkan
Pada studi Zaher et al, ditemukan 172 kasus dengan diagnosis pasti yang
terdiri atas 13 kasus (7,2%) jinak dan 159 kasus (92,4%) ganas. Pada 189 kasus
spesifisitas 10%, positive predictive value (PPV) 93%, negative predictive value
(NPV) 3% dan akurasi 78 % dibandingkan dengan hasil biopsi. Lima puluh empat
spesifisitasnya adalah 92% dan 25% dibandingkan dengan biopsi. Nilai prediksi
positif (PPV), nilai prediksi negatif (NPV) dan akurasi dibandingkan dengan biopsi
masing-masing adalah 93%, 2% dan 87%. Baik laporan CT scan dan MRI untuk
diagnosis tumor jinak atau ganas dibandingkan dengan temuan patologis dan
scan konvensional tidak mampu memberikan informasi yang lebih detail dibanding
MRI dalam mendiagnosis tumor otak, memiliki resiko under diagnosis yang lebih
besar dibanding MRI, serta tidak dapat menilai tumor otak yang kecil.5,7 MRI juga
memiliki kelebihan dalam mendiagnosis adanya invasi tumor otak pada durameter
dan parenkim otak. MRI juga memiliki keunggulan pada kemampuan multiplanar
dan kontras jaringan lunak yang lebih baik dibanding CT scan konvensional. Oleh
karena itu MRI secara umum diterima sebagai modalitas pencitraan pilihan utama
diatas, wajar apabila dokter lebih memilih MRI dibanding CT scan dalam
Harga yang relatif murah dan operasional yang relaitif mudah dibanding MRI
serta tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik bila dibandingkan dengan
hasil biopsi sebagai baku emas menjadikan CT sebagai modalitas yang baik
digunakan untuk skrining populasi yang memiliki gejala gejala tumor otak sehingga
dapat menjadi salah satu langkah awal selain anamnesis dan pemeriksaan fisik
dalam mendiagnosis tumor otak dan melakukan intervensi dini.10,11 Hal ini
ditunjukkan pada penelitian Mortensen SJ et al. pada 135 subjek dengan gejala
mampu mendeteksi 133 dari 135 kasus tumor otak dengan tingkat sensitivitas
98.5% dan mampu mengeksklusi 671 pasien non tumor dari 681 subjek dengan
potensi CT scan akan mampu meningkat tajam dan berpotensi mengalahkan MRI
pada keadaan khusus seperti dalam mendiagnosis rekurensi glioma 98.4%. Hal ini
kontras 18F-FDOPA berbanding MRI dengan nilai sensitifitas 95% dan spesifisitas
23% dalam mendiagnosis rekurensi glioma pada 36 subjek yang memenuhi syarat
seperti riwayat glioma, perawatan glioma dan kecurigaan gejala klinis yang
mengarah pada rekurensi glioma.12 Studi itu juga tidak menemukan laporan
negativf palsu pada 18F-FDOPA PET-CT namun menemukan dua negatif palsu
pada pemeriksaan MRI yang diberikan kontras. Laporan studi itu juga menyebutkan
bahwa hanya satu kasus positif palsu pada 18F-FDOPA PET-CT namun terdapat
bahwa PET-CT memiliki tingkat spesifisitas (96.8%), PPV (97.6%), dan Akurasi
(80.6%) yang lebih baik dibanding MRI yang memiliki spesifisitas yang buruk
(23%) untuk mendeteksi kekambuhan , PPV 70%, dan tingkat akurasi 70%.13
Selain itu, pada penelitian itu juga menemukan hanya ada satu kasus positif palsu
pada penggunaan FDG PET-CT sedangkan terdapat 24 kasus positif palsu pada
MRI. Selain itu, FDG PET-CT memiliki keunggulan lain yakni mampu
membedakan dengan baik antara lesi akibat tumor otak berulang dengan nekrosis
akibat radiasi atau perubahan lain akibat terapi. Walaupun demikian jumlah kasus
negative palsu pada MRI masih lebih sedikit yakni 3 kasus dibanding FDG PET-
CT 18 kasus. PET-CT juga memiliki tingkat sensitivitas yang rendah yakni 69%
dan tingkat NPV yang rendah (62.5%) bila dibanding dengan MRI dengan
sensitivitas 94.9% dan NPV 70%.13 Kedua penelitian tersebut dapat menunjukkan
Bukan hanya CT scan saja yang akan meningkat potensi penggunaanya bila
digunakan bersamaan dengan PET, MRI juga bisa. Penggunaan PET MRI memiliki
potensi yang lebih besar dibanding penggunaan PET CT. Berdasarkan penelitian
Mayerhoefer et al, PET MRI memiliki akurasi yang lebih tinggi dibanding PET CT
dalam mendiagnosis kanker secara umum yakni 97.3% berbanding 83.9%. Selain
itu, penggunaan PET MRI juga memiliki implikasi khusus pada manajemen tumor
otak dimana penggunaan PET MRI mampu mendiagnosis adanya tumor otak
sekunder dari NSCLC dan melanoma malingna secara dini dimana PET CT gagal
dalam hal ini. pada 9/10 pasien NSCLC pada studi ini (semua stadium III atau IV),
pada komponen MRI. Selain itu, pada 5 pasien melanoma (semua stadium III atau
IV), juga mengalami perubahan perawatan karena temuan metastasis otak pada 3/5
pasien dan metastasis hati pada 2/5 pasien dengan PET-MRI. Ini tentunya
memberikan peluang besar untuk melakukan intervensi dini pada penyakit kanker
Walaupun demikian, biaya PET MRI hamper 50% lebih mahal dari PET CT
penelitian ini, total biaya kepemilikan selama 10 tahun dihitung 11,94 juta EUR
untuk PET/MRI dan 13,19 juta EUR untuk PET/CT dengan 20.000 pemeriksaan
angka ini, biaya per pemeriksaan dihitung sebagai 596,97 EUR untuk PET/MRI
dan 405,95 EUR untuk PET/CT pada 270/330 pemeriksaan (81,8%) sehingga bisa
disimpulkan bahwa biaya per pemeriksaan PT/CT lebih murah dibanding biaya
PET/MRI.
Penggunaan PET MRI yang tidak bijak setidaknya dapat berdampak pada
penggunaan PET MRI yang bijak sebaliknya dapat membantu dalam intervensi dini
pada metastasis otak terutama pada kasus NSCLC dan melanoma maligna sehingga
otak
CT scan dan MRI mampu mengukur tumor otak dan nekrosis sel, selain itu
dengan penggunaan kontras, CT scan dan MRI juga mampu membantu klinis dalam
memahami status fungsional dan struktural yang berkaitan dengan gejala klinis
diagnosis dan menyusun rencana terapi. MRI dan CT scan mampu mengukur
diameter tumor otak, volume tumor dan bahkan morfologi tumor terutama pada
MRI.5 CT scan dan MRI apabila dikombinasikan juga dapat meningkatkan potensi
mereka dalam mendiagnosis tumor otak terutama ekstensi tumor dari kepala dan
leher ke otak dan daerah cranial baik itu dari segi sensitivitas, spesifisitas, akurasi,
mampu memberikan informasi yang baik mengenai adanya perluasan tumor ke/di
Manfaat CT scan dan MRI akan sangat terasa pada kondisi dimana biopsi
tidak dapat dilakukan. Biopsi lesi otak adalah baku emas dalam diagnosis tumor
otak. Namun terdapat beberapa kondisi dimana biopsi sulit diandalkan seperti
spesimen biopsi sedikit atau sulit membedakan antara astrositoma derajat rendah
dari gliosis, dan antrian pemeriksaan biopsi yang panjang. Hal hal tersebut
membuat MRI dan CT scan dapat sangat membantu klinisi untuk mendiagnosis
lebih awal dan memungkinkan intervensi dini pada pasien.9 Hal ini juga didukung
sensitivitas yang cukup tinggi dalam mendiagnosis tumor otak seperti astrositoma
dengan nilai sensitivitas sebesar 79% bila dibandingkan dengan diagnosis biopsi.
Pada penelitian tersebut ditemukan 100 kasus glioma otak yang didiagnosis CT
scan (64 pasien) (63,4%), dan setelah konfirmasi hasil biopsi jumlah pasien
baik dalam mendiagnosis adenoma hipofisi hal ini karena CT scan tidak mampu
pada MRI mengalami luaran gambaran yang buruk karena adanya gray matter dan
white matter yang mengganggu kualitas gambar MRI. Selain itu, morfologi,
volume, diameter tumor yang dideteksi pada CT scan dan MRI juga tidak
berkorelasi baik dengan yang ditemukan pada reseksi melalui pembedahan. 5 MRI
juga memiliki resiko misdiagnosis antara invasi tumor otak dengan edem
peritumoral, reaksi inflamasi dan artefak pergeseran kimia. Disamping itu erosi
tulang yang halus juga sering tidak didiagnosis pada MRI, terutama ketika dinding
tulang menipis.7 Kekurangan keduanya juga dipaparkan pada studi Zahir et al,
dimana CT scan dan MRI memiliki tingkat spesifisitas yang rendah sehingga
konfirmasi dari biopsi tetap diperlukan bila memungkinkan.9 Hal ini juga didukung
departemen memiliki tumor otak. Ada 237 dari 300 kasus yang terkonfirmasi
dengan biopsi. Dari jumlah tersebut 14 (5,9%) jinak dan sisanya 223 (94,1%)
ganas.16
Ada 258 kasus (86%) yang dikonfirmasi dengan CT scan. Ada 196 kasus
yang dipastikan ganas baik dengan CT scan maupun biopsi. Ada 7 kasus yang
dipastikan jinak baik dengan CT scan maupun biopsi. Sensitivitas CT scan pada
penelitian ini adalah 82,7% dan spesifisitas 33,3%. Nilai prediksi positif adalah
94% dan nilai prediksi negatif adalah 14%. Pada penerapan uji fischer, tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil biopsi dan CT scan. MRI dilakukan
pada total 75 kasus. Ada 64 kasus yang dipastikan ganas baik dengan MRI maupun
biopsi. Hanya ada 2 kasus yang dikonfirmasi jinak oleh MRI dan biopsi.
Sensitivitas MRI adalah 92% dan spesifisitas adalah 33%. Nilai prediksi positif
adalah 94% dan nilai prediksi negatif adalah 28%. Pada penerapan uji fischer, tidak
CT scan digunakan untuk berbagai indikasi klinis tergantung pada organ yang
skrining kanker, staging dan tindak lanjut terapi. MRI sangat berguna untuk
pencitraan jaringan lunak. Oleh karena itu, MRI memungkinkan pencitraan otak
berkualitas tinggi dengan detail anatomi yang baik dan lebih banyak sensitivitas
dan spesifitas daripada modalitas pencitraan yang lain untuk berbagai kondisi
vaskular, pendarahan, infeksi, massa dan tumor, trauma dan cedera aksonal difus,
Paparan berulang juga dapat meningkatkan risiko kanker pada pasien. Untuk
memberikan reaksi dari ringan hingga berat. Pada pemberian kontras disarankan
untuk ibu menyusui harus menunggu 24 jam setelah pemberian kontras untuk
melanjutkan menyusui.17
Terdapat berbagai kontraindikasi pada MRI, karena medan magnet pada MRI
yang kuat, logam atau perangkat elektronik tidak boleh dibawa ke ruang
artefak pada gambar. Selain itu juga terdapat risiko menyebabkan gerakan atau
perangkat dan item dapat menjadi proyektil atau tersangkut di mesin. Benda –
benda yang dikontraindikasikan pada MRI seperti katup jantung mekanis, implan
bedah, pelat, sekrup, staples dan klip, alat pacu jantung, implan koklea, port infus
obat, pompa insulin, deep-brain stimulator dan perangkat listrik lainnya serta
pernapasan parah atau kifosis atau kifoskoliosis yang jelas, dapat membuat pasien
tidak cocok untuk MRI. Ketidakmampuan untuk muat di atas meja atau di dalam
mesin (misalnya, pasien obesitas) juga menghalangi MRI. Pasien yang tidak dapat
berbaring diam, seperti pada anak, pasien dengan gangguan gerakan, atau pasien
dengan nyeri hebat, juga tidak cocok untuk MRI dan dapat memerlukan sedasi atau
anestesi umum. Demikian pula pada mereka yang mengalami kecemasan berat atau
klaustrofobia memerlukan sedasi ringan atau ansiolitik. Pada situasi darurat MRI
juga tidak cocok karena durasi pemindaiannya yang lebih lama, kecuali jika
yang MRI minimal masih dianjurkan. Agen kontras berbasis gadolinium dapat
melewati plasenta dan tidak boleh diberikan, terutama selama trimester pertama. 19
Pasien dengan insufisiensi ginjal lanjut yang diberikan agen kontras berbasis
atau Nephrogenic Fibrosing Dermatopathy (NFD). Oleh karena itu, pasien dengan
Acute Kidney Injury (AKI) atau penyakit ginjal kronis stadium 4 atau lebih tinggi
(dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus <30 mL/menit/1,73 m²) tidak boleh
menerima agen kontras. Oleh karena itu, modalitas pencitraan selain MRI mungkin
diperlukan.20
Persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan dan MRI dapat
dibagi menurut persiapan teknisi serta persiapan pada pasien. Pada persiapan
CT scan otak, ketebalan irisian tidak boleh melebihi 5mm. Hal tersebut dikarenakan
pada CT scan otak irisan aksial cenderung berdekatan atau tumpang tindih, oleh
karena itu ketebalan irisan tidak boleh melebihi dari 5 mm. Ketebalan irisan sendiri
merupakan parameter yang penting, nilainya dapat dipilih antara 1mm – 10 mm.
Ketebalan irisan yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang
rendah, sedangkan ketebalan irisan yang tipis akan menghasilkan gambar dengan
a. Waktu pemindaian (scan times): Tidak lebih dari 2 detik per irisan atau
gambar.
e. Table pitch: Tidak melebihi 2:1 untuk sebagian besar pemindai CT, pitch
untuk mengurangi risiko reaksi tersebut. Pasien diminta untuk tidak makan atau
minum selama beberapa jam sebelum prosedur, terutama jika media kontras akan
diberikan. Setiap benda logam yang dikenakan atau dibawa oleh pasien harus
Selain itu, sebelum prosedur dimulai, pasien wajib diberikan edukasi serta
dan jenis informasi apa yang diharapkan dari prosedur tersebut. Jika kontras
Pasien perlu diberikan edukasi seperti penting untuk menjaga kepala tetap
diam selama pemeriksaan untuk menghindari artefak gerakan apa pun. Biasanya
kepala dapat dibungkus dengan pita velcron ke sandaran kepala agar stabil. Perlu
diberitahukan juga kepada pasien bahwa pasien biasanya dipantau secara langsung
oleh teknolog CT dan selama prosedur berlangsung, teknolog CT dan pasien dapat
0,3T, Mild-field Tesla 0,3T – 1,0T, High-field Tesla 1,0T – 3,0T, Very high field
Tesla 3,0T – 7,0T dan Ultra high field Tesla diatas 7,0T. Sebaiknya suatu rumah
sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat tersebut dapat digunakan
untuk teknik Fast Scan yaitu suatu teknik yang memungkinkan 1 gambar irisan
penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga kita dapat membuat banyak
irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang sangat singkat. Dengan
banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi menjadi lebih spesifik.24
Pada MRI, perlu ditanyakan juga mengenai riwayat penyakit pasien. Apabila
pasien memiliki riwayat penyakit ginjal dan akan diberikan kontras, maka agen
kontras harus diberikan secara hati – hati dengan menghindari dosis yang tinggi,
selain itu juga perlu meminimalkan banyaknya pemberian dari kontras, dan
memberikan waktu yang signifikan antar pemindaian. Agen lainnya yang lebih
gadopentetate. Sementara itu untuk tes laboratorium sebelum MRI biasanya tidak
diperlukan, penilaian fungsi ginjal dan tes kehamilan mungkin diindikasikan jika
Pasien harus diberitahu bahwa MRI akan membantu evaluasi kondisi medis.
Pasien juga harus diberitahukan mengenai efek biologis tertentu yang mungkin
akan dialami sementara pada medan magnet yang lebih tinggi dari 3 tesla, seperti :.
Jika kontras akan diberikan dan jalur intravena dipasang, saline diberikan sampai
bahan kontras disuntikkan. Setiap anestesi yang diperlukan juga akan diberikan
pada saat ini, setelah persetujuan diperoleh. Sedasi ringan dicapai dengan
kecemasan. Sedasi yang lebih kuat mungkin diperlukan tergantung pada keadaan
pasien.19
Pada saat prosedur dilakukan, pasien perlu diberitahukan beberapa hal seperti
pasien akan diminta untuk menahan napas untuk waktu yang singkat, Selain itu,
memakan waktu hingga satu jam. Helm head coil ditempatkan di sekitar kepala
klaustrofobia.19
multipel dan irisan tunggal. CT scan irisan multipel memiliki ketebalan gambar
yang lebih tipis dibanding dengan irisan tunggal. CT scan irisan multipel terbagi
multipel terbagi atas 64 irisan, 16 irisan, dan 4 irisan. Semakin banyak irisannya
jenis CT scan dari segi irisannya baik itu irisan tunggal atau multiple dan
gambar yang lebih baik dibanding CT scan dengan irisan tunggal. Kelebihan
kualitas gambar dari CT scan irisan multipel ini mencakup pengurangan artefak
baik pada daerah supratentorial dan fossa posterior, detail cerebellum, pons,
medulla oblongata dan lobus temporal yang lebih jelas. Walaupun demikian, tidak
ditemukan perbedaan kualitas gambar pada midbrain antara CT scan irisan multipel
dan tunggal.24 Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa CT scan irisan
multipel dengan ketebalan yang semakin tipis mampu memberikan gambaran yang
lebih detail.
penelitian tersebut dilengkapi oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Caivano R
et al, yang meniliti tentang pengaruh ketebalan irisan terhadap volume tumor otak
tersebut, ketebalan irisan dapat dibagi menjadi 1 mm, 2 mm, 4 mm, dan 6 mm Hasil
dari pebelitian tersebut menemukan bahwa irisan yang tipis akan mampu
mendeteksi volume tumor otak yang lebih baik dibanding irisan yang tebal. Hal ini
menjadikan irisan yang tipis sangat baik digunakan untuk terapi tumor otak
terutama tumor otak yang berukuran kecil yang pada irisan tebal bisa tidak
terdeteksi ukurannya secara akurat dimana pengukuran tumor otak penting dalam
penentuan terapi.25 Dari kedua penelitian tersebut bisa disimpulkan bahwa semakin
tipis dan banyak irisan maka gambar yang dihasilkan akan semakin detail dimana
hal ini dapat mempengaruhi dalam terapi karena pada terapi diperlukan untuk
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tumor otak merupakan neoplasma atau pertumbuhan sel kanker yang tidak
terkendali terjadi di otak. Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum bisa
diketahui secara pasti. Banyak penelitian yang telah dilakukan dan didapatkan
beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab tumor otak yaitu genetik, radiasi,
biasanya didiagnosis setelah beberapa gejala seperti sakit kepala, mual, perubahan
yang paling umum untuk mendiagnosis lebih awal dan memungkinkan intervensi
dini pada pasien dengan tumor otak. Apabila MRI dibandingkan dengan CT maka
B. Saran
scan dan MRI agar setiap klinisi dapat mempertimbangkan dengan baik untuk
25
Universitaas Lambung Mangkurat
DAFTAR PUSTAKA
7. Choi HY, Yoon DY, Kim ES, Baek S, Lim KJ, Seo YL, et al. Diagnostic
performance of CT, MRI, and their combined use for the assessment of the
direct cranial or intracranial extension of malignant head and neck tumors.
Acta radiol. 2019;60(3):301–7.
8. Mohammed FM, Essa MM, Maseer AW. Comparison between MRI And
CT-Scan In Diagnosis The Brain Tumor Images. Int J Med Sci. 2019;6(5):1–
4.
10. Suman S, Singh GN. Study on CT and MRI Correlation of Pediatric Brain
Tumors : In A Tertiary Care Hospital. 2017;4(2):415–7.
11. Mortensen SJ, Bjerrum SN, Hedegaard SF, Tietze A, Gottrup H, von
Oettingen G. The role of computed tomography in the screening of patients
presenting with symptoms of an intracranial tumour. Acta Neurochir (Wien).
26
Universitaas Lambung Mangkurat
27
2018;160(4):667–72.
13. Santra A, Kumar R, Sharma P, Bal C, Kumar A, Julka PK, et al. F-18 FDG
PET-CT in patients with recurrent glioma: Comparison with contrast
enhanced MRI. Eur J Radiol [Internet]. 2012;81(3):508–13. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejrad.2011.01.080
15. Elrahim EA, Elzaki A, Hassan A, Abd Elgyoum AM, Osman H. The
Sensitivity of Computerized Tomography in Diagnosis of Brain
Astrocytomas. Open J Radiol. 2014;04(04):309–13.
17. Malatt C, Zawaideh M, Chao C, Hesselink JR, Lee RR, Chen JY. Head
computed tomography in the emergency department: A collection of easily
missed findings that are life-threatening or life-changing. J Emerg Med
[Internet]. 2014;47(6):646–59. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jemermed.2014.06.042
21. The American College of Radiology. Acr – Asnr – Spr Practice Parameter
for the Performance of Computed Tomography ( Ct ) Perfusion in
Neuroradiologic Imaging. 2014;1076(Revised 2008):1–14.
22. Lai W-A, Liu P-H, Tsai M-J, Huang YC. Frequency, Recognition, and
Potential Risk Factors of Incidental Findings on Trauma Computed
Tomography Scans: A Cross-Sectional Study at an Urban Level One Trauma
Center. J acute Med. 2020;10(3):106–14.
23. Özan E, Ataç GK. Computed tomography use in minor head injury: attitudes
and practices of emergency physicians, neurosurgeons, and radiologists in
Turkey. Ulus Travma ve Acil Cerrahi Derg. 2018;24(2):121–8.
24. Ladd ME, Bachert P, Meyerspeer M, Moser E, Nagel AM, Norris DG, et al.
Pros and cons of ultra-high-field MRI/MRS for human application. Prog
Nucl Magn Reson Spectrosc [Internet]. 2018;109:1–50. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.pnmrs.2018.06.001
29
Universitaas Lambung Mangkurat
30