Anda di halaman 1dari 37

LITERATURE REVIEW:

PERAN CT SCAN DAN MRI PADA PENEGAKAN


DIAGNOSA DAN TATALAKSANA TUMOR OTAK
Oleh:

Abdullah Zuhair, S.Ked 2030912310121


Meilina Nur Hafizah, S.Ked 2030912320049
Reny Riyanti, S.Ked 2030912320007

Pembimbing:
dr. H. Among Wibowo, M.Kes, Sp.S

DEPARTEMEN / KSM ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM / RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2021
ABSTRAK
LITERATURE REVIEW:

PERAN CT SCAN DAN MRI PADA PENEGAKAN DIAGNOSA

DAN TATALAKSANA TUMOR OTAK

Abdullah Zuhair, Meilina Nur Hafizah, Reny Riyanti

Abstrak: Tumor otak merupakan neoplasma atau pertumbuhan sel kanker yang
tidak terkendali terjadi di otak. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed
Tomography (CT) merupakan modalitas diagnostik yang paling umum untuk
mendeteksi dugaan tumor otak. Tujuan literature review ini untuk mengetahui
peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak,
mengetahui persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan dan
MRI, mengetahui kelebihan dan kekurangan dari CT Scan dan MRI dalam
mendiagnosis tumor otak, dan mengetahui indikasi serta kontraindikasi CT Scan
dan MRI untuk mendiagnosis tumor otak. Penulisan ini dilakukan dengan
menganalisis sumber Pustaka dari beberapa database jurnal kedokteran dari tahun
2011-2021, yaitu PubMed, Cochrane Library, dan Google Scholar. Hasil pencarian
didapatkan 12 jurnal yang dijadikan bahasan topik pada literatur ini. Hasil
penulisan ini adalah apabila MRI dibandingkan dengan CT maka lebih disarankan
untuk menggunakan MRI.
Kata-kata kunci: CT Scan, MRI, imaging, brain tumor, treatment.

ii
Universitaas Lambung Mangkurat
ABSTRACT

LITERATURE REVIEW:

THE ROLE OF CT SCAN AND MRI ON THE DIAGNOSIS AND

MANAGEMENT OF BRAIN TUMOR

Abdullah Zuhair, Meilina Nur Hafizah, Reny Riyanti

Abstract: Brain tumors are neoplasms or uncontrolled growth of cancer cells in


the brain. Magnetic Resonance Imaging (MRI) and Computed Tomography (CT)
are the most common diagnostic modalities for detecting suspected brain tumors.
The purpose of this literature review is to determine the role of CT Scan and MRI
in the diagnosis and treatment of brain tumors, to determine the preparation for
brain tumor diagnosis using CT Scan and MRI, to determine the advantages and
disadvantages of CT Scan and MRI in diagnosing brain tumors, and to determine
the indications and contraindications. CT Scan and MRI to diagnose brain tumors.
This writing was done by analyzing library sources from several medical journal
databases from 2011-2021, such as PubMed, Cochrane Library, and Google
Scholar. The search results found 12 journals that were used as topics in this
literature. The result of this paper is that if MRI is compared to CT, it is more
advisable to use MRI.
Keywords: CT Scan, MRI, imaging, brai tumor treatment

iii
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

ABSTRAK ............................................................................................... ii

ABSTRACT .............................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL .................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 2

C. Tujuan ................................................................................ 2

D. Manfaat ................................................................................ 3

BAB II METODE REVIEW ................................................................ 4

A. Metode ................................................................................ 4

B. Kriteria Pencarian ............................................................... 4

C. Analisis ............................................................................... 4

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 6

BAB IV PENUTUP ................................................................................ 25

A. Kesimpulan ......................................................................... 25

B. Saran .................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 26

LAMPIRAN ............................................................................................. 29

iv
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Literatur Terkait Peran CT Scan dan MRI pada Penegakan Diagnosa

dan Tatalaksana Tumor Otak ........................................................... 6

v
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Diagram Alur Penelusuran Literatur ............................................... 5

vi
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan neoplasma atau pertumbuhan
sel kanker yang tidak terkendali terjadi di otak atau kanalis spinalis sentral
mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningens, vaskular, kelenjar
hipofisis, epifisis, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari
bagian tubuh lainnya. Tumor otak dapat bersifat ganas atau kanker dan tumor jinak.
Tumor yang timbul pada fossa posterior dan mempengaruhi batang otak,
cerebellum dan ventrikel keempat, mayoritas adalah medulloblastoma, astrocytoma
cerebellum, glioma batang otak, atau ependymoma. Jenis tumor lain yang mungkin
timbul tetapi jarang yaitu glioma cerebellum, papilla choroid plexus, germ cell
tumour dan lesi dermoid.1,2
Berdasarkan data statistik dari Central Brain Tumor Registry of United State
pada tahun 2016 di Amerika angka kejadian tumor otak adalah 14,8 per 100.000
populasi per tahun, dimana wanita lebih banyak (15,1) dibandingkan dengan pria
(14,5). Sedangkan di negara-negara lain angka kejadian tumor otak berkisar antara
7-13 per 100.000 populasi per tahun (Jepang 9 per 100.000 populasi per tahun,
Swedia 4 per 100.000 pertahun). Untuk tumor fossa posterior, lebih sering terjadi
pada anak-anak disbanding orang dewasa. Antara 54-70% dari semua tumor otak
masa kanak-kanak berasal dari fossa posterior. Sekitar 15-20% tumor otak pada
orang dewasa terjadi pada fossa posterior. Penyebab tumor otak hingga saat ini
masih belum bisa diketahui secara pasti. Banyak penelitian yang telah dilakukan
dan didapatkan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab tumor otak yaitu
genetik, radiasi, sisa-sisa sel embrional, virus dan substansi-substansi
karsinogenik.3
Tumor otak biasanya didiagnosis setelah beberapa gejala seperti sakit kepala,
mual, perubahan kepribadian, kejang atau gangguan neurologis fokal muncul.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed Tomography (CT) merupakan

1
Universitas Lambung Mangkurat
2

modalitas diagnostik yang paling umum untuk mendeteksi dugaan tumor otak,
dapat melokalisasi tumor otak dan mengevaluasi edema, perdarahan dan
hidrosefalus agar bisa mengetahui bagaimana tatalaksana selanjutnya juga menilai
prognosis pasien. Akan tetapi modalitas tersebut tidak bisa dilakukan keduanya,
hanya salah satu saja karena berbagai faktor.4 Oleh karena itu dirasa perlu untuk
melakukan peninjauan literatur lebih lanjut terkait peran CT Scan dan MRI pada
penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada
literature review ini adalah:
1. Apakah peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan tatalaksana
tumor otak?
2. Bagaimana persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan dan
MRI?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan dari CT Scan dan MRI dalam
mendiagnosis tumor otak?
4. Apakah indikasi serta kontraindikasi CT Scan dan MRI untuk mendiagnosis
tumor otak?

C. Tujuan
Tujuan umum literature review ini adalah:
1. Mengetahui peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan
tatalaksana tumor otak.
2. Mengetahui persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan
dan MRI.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari CT Scan dan MRI dalam
mendiagnosis tumor otak.
4. Mengetahui indikasi serta kontraindikasi CT Scan dan MRI untuk
mendiagnosis tumor otak.

Universitas Lambung Mangkurat


3

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan data
untuk kepentingan ilmu pengetahuan khususnya mengenai peran CT Scan dan MRI
pada penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak.
2. Manfaat Praktis
Literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai bagaimana peran CT Scan dan MRI pada penegakan
diagnosa dan tatalaksana tumor otak untuk tenaga medis.

Universitas Lambung Mangkurat


BAB II

METODE REVIEW

A. Metode
Metode yang digunakan adalah metode literature review berupa narrative
review dengan menelusuri literatur relevan terkait dengan peran CT Scan dan MRI
pada penegakan diagnosa dan tatalaksana tumor otak.

B. Kriteria Pencarian
Pencarian sumber literatur pada literature review ini didapatkan melalui
database Cochrane Library, PubMed-MEDLINE, dan Google Scholar. Artikel
yang digunakan adalah artikel berbahasa Inggris. Kriteria artikel yang digunakan
adalah artikel dengan abstrak, hasil dan kesimpulan yang sesuai dengan topik
literature review ini. Kata kunci yang digunakan untuk memperoleh literatur yang
sesuai diantaranya adalah “CT Scan, MRI, imaging, brain tumor, treatment”.
Strategi pencarian akan disertakan dalam Lampiran 1.

C. Analisis
Penulis mengambil semua jenis desain penelitian yang digunakan dalam
mengidentifikasi peran CT Scan dan MRI pada penegakan diagnosa dan tatalaksana
tumor otak. Artikel yang digunakan merupakan artikel yang terbit dari tahun 2010
hingga 2021. Informasi yang akan diambil adalah judul penelitian, penulis dan
tahun terbit, dan konklusi. Alur penelusuran artikel pada penulisan literature review
ini ditunjukkan pada gambar 2.1.

4
Universitas Lambung Mangkurat
5

Artikel yang diperoleh dari


hasil penelusuran Artikel yang diperoleh Artikel yang diperoleh dari
PubMed-MEDLINE, dari hasil penelusuran hasil penelusuran Google
n=2.803 Cochrane, n=59 Scholar, n=20.100

Artikel yang dilakukan pengecekan


judul dan abstrak (n=40)
Artikel yang dieksklusi
karena tidak relevan
dengan topik (n=29)
Artikel yang diperoleh setelah
membaca judul dan abstrak (n=11)

Artikel yang digunakan dalam


literature review (n=11)

Gambar 2.1. Diagram Alur Penelusuran Literatur

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 3.1 Literatur Terkait Peran CT Scan dan MRI pada Penegakan Diagnosa dan
Tatalaksana Tumor Otak.
No. Penulis Judul Penelitian Konklusi
pertama
(tahun)

1 Luo, et al Comparisons of the Membandingkan berbagai modalitas


(2018)5 accuracy of radiation pencitraan termasuk CT dan MRI,
diagnostic modalities in menemukan bahwa CT dan MRI
brain tumor: A memiliki keunggulannya masing
nonrandomized, masing baik itu dari segi biaya,
nonexperimental, cross- operasional dan akurasi.
sectional trial.

2 Helal, et al Socioeconomic restraints Biaya perawatan kesehatan sangat


(2018)6 and brain tumor surgery berdampak pada praktik bedah saraf
in low-income countries di negara berkembang. Biaya
pengeluaran untuk MRI lebih besar
dibanding CT. Beberapa
pengeluaran biaya perawatan ada
yang mempengaruhi luaran
perawatan ada yang tidak. Oleh
karena itu, praktik kraniotomi untuk
reseksi tumor di negara-negara
berpenghasilan rendah, meskipun
tidak praktis, masih dimungkinkan
dengan alasan tingkat keberhasilan
dan beberapa keterbatasan.

3 Choi, et al Diagnostic performance CT dan MRI mempunyai


(2019)7 of CT, MRI, and their keunggulannya dan kekuragan
combined use for the masing masing dalam mendeteksi
assessment of the direct perluasan tumor ke otak dan cranium
cranial or intracranial dari otak atau organ sekitar kepala
extension of malignant dan leher. CT dan MRI tidak baik
head and neck tumors dalam mendeteksi adenoma
hiposfisis. Apabila CT dan MRI
dikombinasikan penggunaannya,
maka potensi mereka meningkat.

6
Universitaas Lambung Mangkurat
7

4 Fareed, et al Comparison between MRI Dokter lebih senang menggunakan


(2011)8 And CT-Scan In MRI untuk mendiagnosis tumor
Diagnosis The Brain intracranial dibanding CT karena
Tumor Images infromasi yang didaptkan melalui
MRI lebih detail. Walaupun
demikian CT merupakan modalitas
pencitraan yang paling akurat dalam
mengevaluasi keterlibatan tulang
kortikal dengan memanfaatkan
berbagai teknik yang sesuai.

5 Zahir, et al Evaluation of Diagnostic CT scan dan MRI adalah pencitraan


(2011)9 Value of CT Scan and sensitif pada tumor intra kranial
MRI in Brain Tumors and tetapi tidak spesifik. Nilai prediksi
Comparison with Biopsy positifnya yang tinggi dan nilai
prediksi negatifnya yang rendah juga
menjadikannya prosedur diagnostik
yang andal ketika sulit untuk
mengakses massa secara langsung.
MRI memiliki akurasi lebih dari CT
scan untuk diagnosis tumor otak dan
korelasi biopsi.

6 Suman, et al Study on CT and MRI Baik CT scan dan MRI memainkan


(2017)10 Correlation of Pediatric peran penting dan saling melengkapi
Brain Tumors : In A dalam diagnosis tumor otak anak.
Tertiary Care Hospital MRI dapat menjadi modalitas
pencitraan utama dibanding CT
karena sensitivitasnya yang baik dan
kemampuannya memberikan
informasi yang lebih detail jika biaya
dan ketersediaannya memadai
sehingga diagnosis akurat dini dan
intervensi dini serta rehabilitasi
dapat dilakukan untuk
menyembuhkan pasien.

7 Mortensen, et The role of computed Studi ini menunjukkan bahwa CT


al (2018)11 tomography in the scan sangat sensitif dan
screening of patients spesifik dan dapat digunakan dengan
presenting with symptoms aman sebagai alat skrining utama
of an intracranial tumour untuk pasien yang diduga menderita
tumor otak. Menggunakan CT
memiliki signifikansi ekonomi dan
dapat mengurangi tekanan
psikologis bagi pasien dan keluarga
mereka dengan mengurangi
kemungkinan waktu tunggu. Namun,
MRI tambahan adalah dibenarkan
jika hasil CT kurang jelas, jika masih

Universitas Lambung Mangkurat


8

ada kecurigaan klinis yang kuat


meskipun CT-C negatif, dan jika
ruang lesi yang menempati telah
ditunjukkan dan harus dijelaskan
secara lebih rinci.

8 Karunanithi, Comparative diagnostic Tingkat sensitivitas 100% dan


et al (2013)12 accuracy of contrast- spesifisitas 88.89% pada PET-CT
enhanced MRI and 18F- dengan menggunakan kontras 18F-
FDOPA PET-CT in FDOPA berbanding MRI dengan
recurrent glioma nilai sensitivitas 95% dan spesifisitas
23% dalam mendiagnosis rekurensi
glioma pada 36 subjek yang
memenuhi syarat. FDOPA PET-CT
menunjukkan tingkat akurasi
diagnostik yan tinggi yang
sebanding dengan Ce-MRI untuk
mendeteksi kekambuhan glioma
dengan tingkat spesifisitas yang
lebih baik dibanding Ce-MRI

9 Santra, et al F-18 FDG PET-CT in PET-CT memiliki tingkat


(2012)13 patients with recurrent spesifisitas (96.8%), PPV (97.6%),
glioma: Comparison with dan Akurasi (80.6%) yang lebih baik
contrast enhanced MRI dibanding MRI memiliki spesifisitas
yang buruk (23%) untuk mendeteksi
kekambuhan , PPV 70% dan tingkat
akurasi 70%.13 Ditemukan hanya ada
satu kasus positif palsu pada
penggunaan FDG PET-CT
sedangkan terdapat 24 kasus positif
palsu pada MRI. Selain itu, FDG
PET-CT memiliki keunggulan lain
yakni mampu membedakan dengan
baik antara lesi akibat tumor otak
berulang dengan nekrosis akibat
radiasi atau perubahan lain akibat
terapi.

10 Mayerhoefer, PET/MRI versus PET/CT PET MRI memiliki akurasi yang


et al (2020)14 in oncology: a prospective lebih tinggi dibanding PET CT
single-center study of 330 dalam mendiagnosis kanker secara
examinations focusing on umum yakni 97.3% berbanding
implications for patient 83.9%. Selain itu, penggunaan PET
management and cost MRI juga memiliki implikasi khusus
considerations pada manajemen tumor otak dimana
penggunaan PET MRI mampu
mendiagnosis adanya tumor otak
sekunder dari NSCLC dan
melanoma malingna secara dini

Universitas Lambung Mangkurat


9

dimana PET CT gagal dalam hal ini.


pada 9/10 pasien NSCLC pada studi
ini (semua stadium III atau IV),
mengalami perubahan dalam
perawatan disebabkan oleh deteksi
metastasis otak pada komponen
MRI. Selain itu, pada 5 pasien
melanoma (semua stadium III atau
IV), juga mengalami perubahan
perawatan karena temuan metastasis
otak pada 3/5 pasien dan metastasis
hati pada 2/5 pasien dengan PET-
MRI.

11 Elrahim, et al The Sensitivity of CT memiliki tingkat sensitivitas


(2014)15 Computerized yang cukup tinggi dalam
Tomography in Diagnosis mendiagnosis tumor otak seperti
of Brain Astrocytomas astrositoma dengan nilai sensitivitas
sebesar 79% bila dibandingkan
dengan diagnosis biopsi. Pada
penelitian tersebut ditemukan 100
kasus glioma otak yang didiagnosis
CT scan (64 pasien) (63,4%), dan
setelah konfirmasi hasil biopsi
jumlah pasien menurun menjadi (39
pasien) (38,6%). Penelitian
menunjukkan bahwa sensitivitas CT
dalam diagnosis astrositoma adalah
79%.

12 Shekhar, et al Assessment of Diagnostic Ada 258 kasus (86%) yang


(2018)16 Efficacy of CT Scan and dikonfirmasi dengan CT scan dan
MRI in Detecting Brain ada 237 dari 300 kasus yang
Tumors terkonfirmasi dengan biopsi.
Sensitivitas CT scan pada penelitian
ini adalah 82,7% dan spesifisitas
33,3%. Pada penerapan uji fischer,
tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada hasil biopsi dan CT
scan. MRI dilakukan pada total 75
kasus. Ada 64 kasus yang dipastikan
ganas baik dengan MRI maupun
biopsi. Hanya ada 2 kasus yang
dikonfirmasi jinak oleh MRI dan
biopsi. Sensitivitas MRI adalah 92%
dan spesifisitas adalah 33%. Pada
penerapan uji fischer, tidak ada

Universitas Lambung Mangkurat


10

perbedaan yang signifikan antara


hasil MRI dan biopsi.

B. Pembahasan

1. Peran CT Scan dan MRI pada Tumor Otak

Tumor otak merupakan neoplasma atau pertumbuhan sel kanker yang tidak

terkendali terjadi di otak. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed

Tomography (CT) merupakan modalitas diagnostik yang paling umum untuk

mendeteksi dugaan tumor otak. MRI merupakan suatu teknik gambaran penampang

tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen. MRI adalah suatu

alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan

rekaman gambar potongan penampang tubuh atau organ manusia menggunakan

medan magnet dan resonansi getaran terhadap inti atom. CT scan adalah pencitraan

radiologis sinar-X dimana serangkaian sinar diputar di bagian tubuh tertentu dan

menghasilkan gambaran penampang tubuh.1,4 Penelitian Luo et al yang

membandingkan berbagai modalitas pencitraan termasuk CT dan MRI menyatakan

bahwa CT mempunyai beberapa keunggulan yakni mudah digunakan dan biaya

prosedur yang lebih murah dibandingkan MRI.5,6 Selain itu, over diagnosis juga

jarang terjadi pada CT scan yang ditunjukkan oleh penelitian Choi et al yang

menunjukkan tidak adanya over diagnosis dari 41 kasus keganasan yang didapatkan

melalui CT scan dan CT scan lebih akurat dalam mendiagnosis adanya invasi ke

tulang tengkorak dibanding MRI.7 Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa CT

merupakan modalitas pencitraan yang paling akurat dalam mengevaluasi

keterlibatan tulang kortikal dengan memanfaatkan berbagai teknik yang sesuai

Universitas Lambung Mangkurat


11

seperti teknologi baris multi-detektor, ketebalan irisan tipis, reformasi tiga dimensi

(3D), dan algoritma tulang resolusi tinggi .7,8 Walaupun demikian, bukan berarti

MRI tidak memiliki keunggulan diatas CT scan konvensional. MRI mampu

membedakan glioma derajat rendah dan tinggi dan membedakan nekrosis akibat

radiasi dari sisa glioma setelah terapi.5 MRI juga memiliki akurasi lebih dari CT

scan untuk diagnosis tumor otak bila dikorelasikan dengan hasil biopsi berdasarkan

studi dari Zahir et al dan Suman et al. 9,10

Pada studi Zaher et al, ditemukan 172 kasus dengan diagnosis pasti yang

terdiri atas 13 kasus (7,2%) jinak dan 159 kasus (92,4%) ganas. Pada 189 kasus

(86,6%) diagnosis tumor otak dengan CT scan, sensitivitas CT scan 83%,

spesifisitas 10%, positive predictive value (PPV) 93%, negative predictive value

(NPV) 3% dan akurasi 78 % dibandingkan dengan hasil biopsi. Lima puluh empat

pasien memiliki laporan pemeriksaan dengan MRI, yang sensitivitas dan

spesifisitasnya adalah 92% dan 25% dibandingkan dengan biopsi. Nilai prediksi

positif (PPV), nilai prediksi negatif (NPV) dan akurasi dibandingkan dengan biopsi

masing-masing adalah 93%, 2% dan 87%. Baik laporan CT scan dan MRI untuk

diagnosis tumor jinak atau ganas dibandingkan dengan temuan patologis dan

keduanya tidak signifikan.9

Adapun kekurangan CT scan konvensional dibandingkan MRI adalah CT

scan konvensional tidak mampu memberikan informasi yang lebih detail dibanding

MRI dalam mendiagnosis tumor otak, memiliki resiko under diagnosis yang lebih

besar dibanding MRI, serta tidak dapat menilai tumor otak yang kecil.5,7 MRI juga

memiliki kelebihan dalam mendiagnosis adanya invasi tumor otak pada durameter

Universitas Lambung Mangkurat


12

dan parenkim otak. MRI juga memiliki keunggulan pada kemampuan multiplanar

dan kontras jaringan lunak yang lebih baik dibanding CT scan konvensional. Oleh

karena itu MRI secara umum diterima sebagai modalitas pencitraan pilihan utama

dalam mendeteksi perluasan tumor ke kranial atau intrakranial.7 Dari paparan

diatas, wajar apabila dokter lebih memilih MRI dibanding CT scan dalam

mendiagnosis tumor otak bila memungkinkan.8

Harga yang relatif murah dan operasional yang relaitif mudah dibanding MRI

serta tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik bila dibandingkan dengan

hasil biopsi sebagai baku emas menjadikan CT sebagai modalitas yang baik

digunakan untuk skrining populasi yang memiliki gejala gejala tumor otak sehingga

dapat menjadi salah satu langkah awal selain anamnesis dan pemeriksaan fisik

dalam mendiagnosis tumor otak dan melakukan intervensi dini.10,11 Hal ini

ditunjukkan pada penelitian Mortensen SJ et al. pada 135 subjek dengan gejala

klinis tumor intracranial yang menghasilkan luaran penelitian yakni CT scan

mampu mendeteksi 133 dari 135 kasus tumor otak dengan tingkat sensitivitas

98.5% dan mampu mengeksklusi 671 pasien non tumor dari 681 subjek dengan

gejala tumor intracranial sehingga menghasilkan tingkat spesifisitas.11

Apabila CT scan dikombinasikan dengan PET menjadi PET-CT, maka

potensi CT scan akan mampu meningkat tajam dan berpotensi mengalahkan MRI

pada keadaan khusus seperti dalam mendiagnosis rekurensi glioma 98.4%. Hal ini

ditunjukkan melalui penelitian Karunanithi et al yang menunjukkan tingkat

sensitivitas 100% dan spesifisitas 88.89% pada PET-CT dengan menggunakan

kontras 18F-FDOPA berbanding MRI dengan nilai sensitifitas 95% dan spesifisitas

Universitas Lambung Mangkurat


13

23% dalam mendiagnosis rekurensi glioma pada 36 subjek yang memenuhi syarat

seperti riwayat glioma, perawatan glioma dan kecurigaan gejala klinis yang

mengarah pada rekurensi glioma.12 Studi itu juga tidak menemukan laporan

negativf palsu pada 18F-FDOPA PET-CT namun menemukan dua negatif palsu

pada pemeriksaan MRI yang diberikan kontras. Laporan studi itu juga menyebutkan

bahwa hanya satu kasus positif palsu pada 18F-FDOPA PET-CT namun terdapat

lima kasus positif palsu pada Ce-MRI.12

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Santra et al juga menunjukkan

bahwa PET-CT memiliki tingkat spesifisitas (96.8%), PPV (97.6%), dan Akurasi

(80.6%) yang lebih baik dibanding MRI yang memiliki spesifisitas yang buruk

(23%) untuk mendeteksi kekambuhan , PPV 70%, dan tingkat akurasi 70%.13

Selain itu, pada penelitian itu juga menemukan hanya ada satu kasus positif palsu

pada penggunaan FDG PET-CT sedangkan terdapat 24 kasus positif palsu pada

MRI. Selain itu, FDG PET-CT memiliki keunggulan lain yakni mampu

membedakan dengan baik antara lesi akibat tumor otak berulang dengan nekrosis

akibat radiasi atau perubahan lain akibat terapi. Walaupun demikian jumlah kasus

negative palsu pada MRI masih lebih sedikit yakni 3 kasus dibanding FDG PET-

CT 18 kasus. PET-CT juga memiliki tingkat sensitivitas yang rendah yakni 69%

dan tingkat NPV yang rendah (62.5%) bila dibanding dengan MRI dengan

sensitivitas 94.9% dan NPV 70%.13 Kedua penelitian tersebut dapat menunjukkan

bahwa CT scan mampu ditingkatakan potensinya dengan kombinasi PET dan

kontras terutama dalam mendiagnosis kasus rekurensi glioma.

Universitas Lambung Mangkurat


14

Bukan hanya CT scan saja yang akan meningkat potensi penggunaanya bila

digunakan bersamaan dengan PET, MRI juga bisa. Penggunaan PET MRI memiliki

potensi yang lebih besar dibanding penggunaan PET CT. Berdasarkan penelitian

Mayerhoefer et al, PET MRI memiliki akurasi yang lebih tinggi dibanding PET CT

dalam mendiagnosis kanker secara umum yakni 97.3% berbanding 83.9%. Selain

itu, penggunaan PET MRI juga memiliki implikasi khusus pada manajemen tumor

otak dimana penggunaan PET MRI mampu mendiagnosis adanya tumor otak

sekunder dari NSCLC dan melanoma malingna secara dini dimana PET CT gagal

dalam hal ini. pada 9/10 pasien NSCLC pada studi ini (semua stadium III atau IV),

mengalamami perubahan dalam perawatan disebabkan oleh deteksi metastasis otak

pada komponen MRI. Selain itu, pada 5 pasien melanoma (semua stadium III atau

IV), juga mengalami perubahan perawatan karena temuan metastasis otak pada 3/5

pasien dan metastasis hati pada 2/5 pasien dengan PET-MRI. Ini tentunya

memberikan peluang besar untuk melakukan intervensi dini pada penyakit kanker

yang bermetastasis ke otak sehingga bermanfaat pada manajemen pasien.

Walaupun demikian, biaya PET MRI hamper 50% lebih mahal dari PET CT

sehingga penggunaan PET MRI harus mempertimbangkan efektivitas biaya. Pada

penelitian ini, total biaya kepemilikan selama 10 tahun dihitung 11,94 juta EUR

untuk PET/MRI dan 13,19 juta EUR untuk PET/CT dengan 20.000 pemeriksaan

PET/MRI (10 × 250 hari kerja/tahun × 8 pemeriksaan/hari) dan 32.500 pemeriksaan

PET/CT (10 × 250 hari kerja/tahun × 13 pemeriksaan/hari). Berdasarkan angka-

angka ini, biaya per pemeriksaan dihitung sebagai 596,97 EUR untuk PET/MRI

dan 405,95 EUR untuk PET/CT pada 270/330 pemeriksaan (81,8%) sehingga bisa

Universitas Lambung Mangkurat


15

disimpulkan bahwa biaya per pemeriksaan PT/CT lebih murah dibanding biaya

PET/MRI.

Penggunaan PET MRI yang tidak bijak setidaknya dapat berdampak pada

tertundanya perawatan dan meningkatnya ongkos dari perawatan, namun

penggunaan PET MRI yang bijak sebaliknya dapat membantu dalam intervensi dini

pada metastasis otak terutama pada kasus NSCLC dan melanoma maligna sehingga

memperbaiki prognosis pasien dan mengurangi ongkos perawatan.14

2. Kekurangan dan Kelebihan MRI dan CT scan dalam diagnosis tumor

otak

CT scan dan MRI mampu mengukur tumor otak dan nekrosis sel, selain itu

dengan penggunaan kontras, CT scan dan MRI juga mampu membantu klinis dalam

memahami status fungsional dan struktural yang berkaitan dengan gejala klinis

pasien sehingga mempermudah pengambilan keputusan dalam melakukan

diagnosis dan menyusun rencana terapi. MRI dan CT scan mampu mengukur

diameter tumor otak, volume tumor dan bahkan morfologi tumor terutama pada

MRI.5 CT scan dan MRI apabila dikombinasikan juga dapat meningkatkan potensi

mereka dalam mendiagnosis tumor otak terutama ekstensi tumor dari kepala dan

leher ke otak dan daerah cranial baik itu dari segi sensitivitas, spesifisitas, akurasi,

dan tingkat under-diagnosis.7 Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi keduanya

mampu memberikan informasi yang baik mengenai adanya perluasan tumor ke/di

otak dari organ sekitarnya.

Universitas Lambung Mangkurat


16

Manfaat CT scan dan MRI akan sangat terasa pada kondisi dimana biopsi

tidak dapat dilakukan. Biopsi lesi otak adalah baku emas dalam diagnosis tumor

otak. Namun terdapat beberapa kondisi dimana biopsi sulit diandalkan seperti

spesimen biopsi sedikit atau sulit membedakan antara astrositoma derajat rendah

dari gliosis, dan antrian pemeriksaan biopsi yang panjang. Hal hal tersebut

membuat MRI dan CT scan dapat sangat membantu klinisi untuk mendiagnosis

lebih awal dan memungkinkan intervensi dini pada pasien.9 Hal ini juga didukung

oleh penelitian Elrahim et al, dimana CT khususnya juga memiliki tingkat

sensitivitas yang cukup tinggi dalam mendiagnosis tumor otak seperti astrositoma

dengan nilai sensitivitas sebesar 79% bila dibandingkan dengan diagnosis biopsi.

Pada penelitian tersebut ditemukan 100 kasus glioma otak yang didiagnosis CT

scan (64 pasien) (63,4%), dan setelah konfirmasi hasil biopsi jumlah pasien

menurun menjadi (39 pasien) (38,6%). penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas

CT dalam diagnosis astrositoma adalah 79%.15

Adapun kekurangan keduanya adalah CT scan dan MRI konvensional kurang

baik dalam mendiagnosis adenoma hipofisi hal ini karena CT scan tidak mampu

memberikan informasi yang adekuat untuk mendiagnosis tumor tersebut yang

letaknya dalam sedangkan CT scan hanya memberikan gambaran permukaan dan

pada MRI mengalami luaran gambaran yang buruk karena adanya gray matter dan

white matter yang mengganggu kualitas gambar MRI. Selain itu, morfologi,

volume, diameter tumor yang dideteksi pada CT scan dan MRI juga tidak

berkorelasi baik dengan yang ditemukan pada reseksi melalui pembedahan. 5 MRI

juga memiliki resiko misdiagnosis antara invasi tumor otak dengan edem

Universitas Lambung Mangkurat


17

peritumoral, reaksi inflamasi dan artefak pergeseran kimia. Disamping itu erosi

tulang yang halus juga sering tidak didiagnosis pada MRI, terutama ketika dinding

tulang menipis.7 Kekurangan keduanya juga dipaparkan pada studi Zahir et al,

dimana CT scan dan MRI memiliki tingkat spesifisitas yang rendah sehingga

konfirmasi dari biopsi tetap diperlukan bila memungkinkan.9 Hal ini juga didukung

oleh penelitian Shekhar et al yang melibatkan 300 subjek yang dilaporkan ke

departemen memiliki tumor otak. Ada 237 dari 300 kasus yang terkonfirmasi

dengan biopsi. Dari jumlah tersebut 14 (5,9%) jinak dan sisanya 223 (94,1%)

ganas.16

Ada 258 kasus (86%) yang dikonfirmasi dengan CT scan. Ada 196 kasus

yang dipastikan ganas baik dengan CT scan maupun biopsi. Ada 7 kasus yang

dipastikan jinak baik dengan CT scan maupun biopsi. Sensitivitas CT scan pada

penelitian ini adalah 82,7% dan spesifisitas 33,3%. Nilai prediksi positif adalah

94% dan nilai prediksi negatif adalah 14%. Pada penerapan uji fischer, tidak

terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil biopsi dan CT scan. MRI dilakukan

pada total 75 kasus. Ada 64 kasus yang dipastikan ganas baik dengan MRI maupun

biopsi. Hanya ada 2 kasus yang dikonfirmasi jinak oleh MRI dan biopsi.

Sensitivitas MRI adalah 92% dan spesifisitas adalah 33%. Nilai prediksi positif

adalah 94% dan nilai prediksi negatif adalah 28%. Pada penerapan uji fischer, tidak

ada perbedaan yang signifikan antara hasil MRI dan biopsi.16

3. Indikasi dan Kontraindikasi pada CT Scan dan MRI

CT scan digunakan untuk berbagai indikasi klinis tergantung pada organ yang

akan dievaluasi. Indikasi penggunaan CT scan adalah untuk membantu penegakan

Universitas Lambung Mangkurat


18

diagnosis, mempersempit diagnosis banding dan mengkonfirmasi kecurigaan

terhadap suatu penyakit yang memerlukan CT scan. CT scan digunakan untuk

skrining kanker, staging dan tindak lanjut terapi. MRI sangat berguna untuk

pencitraan jaringan lunak. Oleh karena itu, MRI memungkinkan pencitraan otak

berkualitas tinggi dengan detail anatomi yang baik dan lebih banyak sensitivitas

dan spesifitas daripada modalitas pencitraan yang lain untuk berbagai kondisi

neurologis. MRI digunakan untuk mengevaluasi iskemia atau infark, anomaly

vaskular, pendarahan, infeksi, massa dan tumor, trauma dan cedera aksonal difus,

gangguan neurodegeneratif dan demensia, kondisi inflamasi, kelainan kongenital,

kejang, sakit kepala dan neuropati kranial.17,18

Untuk kontraindikasi, pada CT scan pada dasarnya tidak memiliki

kontraindikasi yang absolut, tetapi dikontraindikasikan pada wanita hamil terutama

selama trimester pertama untuk menghindari terjadinya abnormalitas pada janin.

Paparan berulang juga dapat meningkatkan risiko kanker pada pasien. Untuk

penggunaan media kontras aman pada kebanyakan pasien, namun dapat

memberikan reaksi dari ringan hingga berat. Pada pemberian kontras disarankan

untuk ibu menyusui harus menunggu 24 jam setelah pemberian kontras untuk

melanjutkan menyusui.17

Terdapat berbagai kontraindikasi pada MRI, karena medan magnet pada MRI

yang kuat, logam atau perangkat elektronik tidak boleh dibawa ke ruang

pemindaian, karena dapat menimbulkan bahaya keamanan dan menyebabkan

artefak pada gambar. Selain itu juga terdapat risiko menyebabkan gerakan atau

putaran, menghasilkan panas atau arus, atau menyebabkan kegagalan fungsi

Universitas Lambung Mangkurat


19

perangkat dan item dapat menjadi proyektil atau tersangkut di mesin. Benda –

benda yang dikontraindikasikan pada MRI seperti katup jantung mekanis, implan

bedah, pelat, sekrup, staples dan klip, alat pacu jantung, implan koklea, port infus

obat, pompa insulin, deep-brain stimulator dan perangkat listrik lainnya serta

implan dan tambalan gigi logam.18

Keterbatasan fisik yang mencegah posisi terlentang, seperti gangguan

pernapasan parah atau kifosis atau kifoskoliosis yang jelas, dapat membuat pasien

tidak cocok untuk MRI. Ketidakmampuan untuk muat di atas meja atau di dalam

mesin (misalnya, pasien obesitas) juga menghalangi MRI. Pasien yang tidak dapat

berbaring diam, seperti pada anak, pasien dengan gangguan gerakan, atau pasien

dengan nyeri hebat, juga tidak cocok untuk MRI dan dapat memerlukan sedasi atau

anestesi umum. Demikian pula pada mereka yang mengalami kecemasan berat atau

klaustrofobia memerlukan sedasi ringan atau ansiolitik. Pada situasi darurat MRI

juga tidak cocok karena durasi pemindaiannya yang lebih lama, kecuali jika

diperlukan. Walaupun kehamilan bukan merupakan kontraindikasi, penggunaan

yang MRI minimal masih dianjurkan. Agen kontras berbasis gadolinium dapat

melewati plasenta dan tidak boleh diberikan, terutama selama trimester pertama. 19

Pasien dengan insufisiensi ginjal lanjut yang diberikan agen kontras berbasis

gadolinium berisiko untuk mengembangkan Nephrogenic Systemic Fibrosis (NSF)

atau Nephrogenic Fibrosing Dermatopathy (NFD). Oleh karena itu, pasien dengan

Acute Kidney Injury (AKI) atau penyakit ginjal kronis stadium 4 atau lebih tinggi

(dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus <30 mL/menit/1,73 m²) tidak boleh

Universitas Lambung Mangkurat


20

menerima agen kontras. Oleh karena itu, modalitas pencitraan selain MRI mungkin

diperlukan.20

4. Persiapan Diagnosis Tumor Otak Menggunakan CT Scan dan MRI

Persiapan untuk diagnosis tumor otak menggunakan CT Scan dan MRI dapat

dibagi menurut persiapan teknisi serta persiapan pada pasien. Pada persiapan

teknisi, CT scan kepala dapat dilakukan dengan teknik sequential single-slice,

multiscale helical (spiral) protocol, atau multidetector multisicle algorithm. Pada

CT scan otak, ketebalan irisian tidak boleh melebihi 5mm. Hal tersebut dikarenakan

pada CT scan otak irisan aksial cenderung berdekatan atau tumpang tindih, oleh

karena itu ketebalan irisan tidak boleh melebihi dari 5 mm. Ketebalan irisan sendiri

merupakan parameter yang penting, nilainya dapat dipilih antara 1mm – 10 mm.

Ketebalan irisan yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang

rendah, sedangkan ketebalan irisan yang tipis akan menghasilkan gambar dengan

detail yang tinggi.21

Menurut rekomendasi dari American College of Radiology (ACR), CT

scanner harus memenuhi atau melampaui spesifikasi berikut untuk mencapai CT

scan otak klinis yang dapat diterima:21

a. Waktu pemindaian (scan times): Tidak lebih dari 2 detik per irisan atau

gambar.

b. Ketebalan irisan (slice thickness): Ketebalan irisan minimum 2 mm atau

kurang, ketebalan irisan yang direkonstruksi harus 5 mm atau kurang.

c. Penundaan interscan (interscan delay): Tidak melebihi 4 detik (walaupun

mungkin lebih lama jika media kontras intravaskular tidak digunakan).

Universitas Lambung Mangkurat


21

d. Membatasi resolusi spasial (limiting spatial resolution): Harus diukur untuk

memastikan bahwa resolusi tersebut memenuhi spesifikasi pabrikan unit;

membatasi resolusi spasial harus melebihi 10 lp/cm untuk bidang tampilan

(DFOV) kurang dari 24 cm

e. Table pitch: Tidak melebihi 2:1 untuk sebagian besar pemindai CT, pitch

dapat ditingkatkan untuk evaluasi anatomi tulang (kraniofasial).

Untuk persiapan pasien, perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit pasien,

jika pasien pernah mengalami reaksi kontras sebelumnya atau memiliki

kecenderungan alergi atau asma, dapat dipertimbangkan untuk meresepkan obat

untuk mengurangi risiko reaksi tersebut. Pasien diminta untuk tidak makan atau

minum selama beberapa jam sebelum prosedur, terutama jika media kontras akan

diberikan. Setiap benda logam yang dikenakan atau dibawa oleh pasien harus

disimpan jauh, karena dapat mengakibatkan penambahan artefak pada gambar.

Selain itu, sebelum prosedur dimulai, pasien wajib diberikan edukasi serta

ditanyakan persetujuannnya. Pasien wajib memahami alasan dilakukan prosedur

dan jenis informasi apa yang diharapkan dari prosedur tersebut. Jika kontras

intravena diperlukan, persetujuan harus diperoleh, termasuk penjelasan tentang

risiko reaksi dan manfaatnya.22

Pasien perlu diberikan edukasi seperti penting untuk menjaga kepala tetap

diam selama pemeriksaan untuk menghindari artefak gerakan apa pun. Biasanya

kepala dapat dibungkus dengan pita velcron ke sandaran kepala agar stabil. Perlu

diberitahukan juga kepada pasien bahwa pasien biasanya dipantau secara langsung

Universitas Lambung Mangkurat


22

oleh teknolog CT dan selama prosedur berlangsung, teknolog CT dan pasien dapat

berkomunikasi kapan saja menggunakan interkom.23

MRI berdasarkan kekuatan magnetnya terdiri dari Low-field Tesla dibawah

0,3T, Mild-field Tesla 0,3T – 1,0T, High-field Tesla 1,0T – 3,0T, Very high field

Tesla 3,0T – 7,0T dan Ultra high field Tesla diatas 7,0T. Sebaiknya suatu rumah

sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat tersebut dapat digunakan

untuk teknik Fast Scan yaitu suatu teknik yang memungkinkan 1 gambar irisan

penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga kita dapat membuat banyak

irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang sangat singkat. Dengan

banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi menjadi lebih spesifik.24

Pada MRI, perlu ditanyakan juga mengenai riwayat penyakit pasien. Apabila

pasien memiliki riwayat penyakit ginjal dan akan diberikan kontras, maka agen

kontras harus diberikan secara hati – hati dengan menghindari dosis yang tinggi,

selain itu juga perlu meminimalkan banyaknya pemberian dari kontras, dan

memberikan waktu yang signifikan antar pemindaian. Agen lainnya yang lebih

aman juga dapat diberikan, seperti gadodiamide, gadoversetamide, dan

gadopentetate. Sementara itu untuk tes laboratorium sebelum MRI biasanya tidak

diperlukan, penilaian fungsi ginjal dan tes kehamilan mungkin diindikasikan jika

kontras akan diberikan.18

Pasien harus diberitahu bahwa MRI akan membantu evaluasi kondisi medis.

Pasien juga harus diberitahukan mengenai efek biologis tertentu yang mungkin

akan dialami sementara pada medan magnet yang lebih tinggi dari 3 tesla, seperti :.

Jika kontras akan diberikan dan jalur intravena dipasang, saline diberikan sampai

Universitas Lambung Mangkurat


23

bahan kontras disuntikkan. Setiap anestesi yang diperlukan juga akan diberikan

pada saat ini, setelah persetujuan diperoleh. Sedasi ringan dicapai dengan

pemberian 1-2 mg lorazepam secara oral untuk mengobati klaustrofobia atau

kecemasan. Sedasi yang lebih kuat mungkin diperlukan tergantung pada keadaan

pasien.19

Pada saat prosedur dilakukan, pasien perlu diberitahukan beberapa hal seperti

pasien akan diminta untuk menahan napas untuk waktu yang singkat, Selain itu,

pasien mungkin juga menerima istirahat singkat di antara pemindaian. Setiap

pemindaian membutuhkan waktu 30 detik hingga 3 menit, dan prosedurnya dapat

memakan waktu hingga satu jam. Helm head coil ditempatkan di sekitar kepala

pasien. Helm memungkinkan pasien untuk melihat ke luar, sehingga meminimalkan

klaustrofobia.19

CT scan berdasarkan jumlah irisannya terbagi menjadi CT scan irisan

multipel dan irisan tunggal. CT scan irisan multipel memiliki ketebalan gambar

yang lebih tipis dibanding dengan irisan tunggal. CT scan irisan multipel terbagi

menjadi beberapa irisan. Pada penelitian Ertl-Wagner B et al, CT scan irisan

multipel terbagi atas 64 irisan, 16 irisan, dan 4 irisan. Semakin banyak irisannya

maka akan semakin tipis gambarnya. Penelitian tersebut membandingkan antara

jenis CT scan dari segi irisannya baik itu irisan tunggal atau multiple dan

menemukan bahwa CT scan dengan irisan multiple mampu menyediakan kualitas

gambar yang lebih baik dibanding CT scan dengan irisan tunggal. Kelebihan

kualitas gambar dari CT scan irisan multipel ini mencakup pengurangan artefak

baik pada daerah supratentorial dan fossa posterior, detail cerebellum, pons,

Universitas Lambung Mangkurat


24

medulla oblongata dan lobus temporal yang lebih jelas. Walaupun demikian, tidak

ditemukan perbedaan kualitas gambar pada midbrain antara CT scan irisan multipel

dan tunggal.24 Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa CT scan irisan

multipel dengan ketebalan yang semakin tipis mampu memberikan gambaran yang

lebih detail.

Walaupun demikian, penelitian tersebut tidak mencari tahu signifikansi

ketebalan irisan terhadap manfaatnya dalam manajemen tumor otak. Kekurangan

penelitian tersebut dilengkapi oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Caivano R

et al, yang meniliti tentang pengaruh ketebalan irisan terhadap volume tumor otak

pada gambaran CT scan setelah diterapi. Setidaknya, berdasarkan penelitian

tersebut, ketebalan irisan dapat dibagi menjadi 1 mm, 2 mm, 4 mm, dan 6 mm Hasil

dari pebelitian tersebut menemukan bahwa irisan yang tipis akan mampu

mendeteksi volume tumor otak yang lebih baik dibanding irisan yang tebal. Hal ini

menjadikan irisan yang tipis sangat baik digunakan untuk terapi tumor otak

terutama tumor otak yang berukuran kecil yang pada irisan tebal bisa tidak

terdeteksi ukurannya secara akurat dimana pengukuran tumor otak penting dalam

penentuan terapi.25 Dari kedua penelitian tersebut bisa disimpulkan bahwa semakin

tipis dan banyak irisan maka gambar yang dihasilkan akan semakin detail dimana

hal ini dapat mempengaruhi dalam terapi karena pada terapi diperlukan untuk

mengetahui ukuran tumor.

Universitas Lambung Mangkurat


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tumor otak merupakan neoplasma atau pertumbuhan sel kanker yang tidak

terkendali terjadi di otak. Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum bisa

diketahui secara pasti. Banyak penelitian yang telah dilakukan dan didapatkan

beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab tumor otak yaitu genetik, radiasi,

sisa-sisa sel embrional, virus dan substansi-substansi karsinogenik. Tumor otak

biasanya didiagnosis setelah beberapa gejala seperti sakit kepala, mual, perubahan

kepribadian, kejang atau gangguan neurologis fokal muncul. Magnetic Resonance

Imaging (MRI) dan Computed Tomography (CT) merupakan modalitas diagnostik

yang paling umum untuk mendiagnosis lebih awal dan memungkinkan intervensi

dini pada pasien dengan tumor otak. Apabila MRI dibandingkan dengan CT maka

lebih disarankan untuk menggunakan MRI.

B. Saran

Perlu dilakukan studi lebih banyak yang membahas tentang perbandingan CT

scan dan MRI agar setiap klinisi dapat mempertimbangkan dengan baik untuk

pemilihan modalitas pencitraan terkait tumor otak.

25
Universitaas Lambung Mangkurat
DAFTAR PUSTAKA

1. Kheirollahi M, Dashti S, Khalaj Z, Nazemroaia F, Mahzouni P. Brain


tumors: Special characters for research and banking. Adv Biomed Res.
2015;4(1):4.

2. Cancer Council A. Understanding Brain Tumours : A Guide for People with


brain or spinal cord tumours, their families and friends. Australia. 2020;1–
68.

3. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, von Deimling A, Figarella-Branger D,


Cavenee WK, et al. The 2016 World Health Organization Classification of
Tumors of the Central Nervous System: a summary. Acta Neuropathol.
2016;131(6):803–20.

4. Gao H, Jiang X. Progress on the diagnosis and evaluation of brain tumors.


Cancer Imaging. 2013;13(4):466–81.

5. Luo Q, Li Y, Luo L, Diao W. Comparisons of the accuracy of radiation


diagnostic modalities in brain tumor: A nonrandomized, nonexperimental,
cross-sectional trial. Med (United States). 2018;97(31).

6. Helal AE, Abouzahra H, Fayed AA, Rayan T, Abbassy M. Socioeconomic


restraints and brain tumor surgery in low-income countries. Neurosurg
Focus. 2018;45(4):1–5.

7. Choi HY, Yoon DY, Kim ES, Baek S, Lim KJ, Seo YL, et al. Diagnostic
performance of CT, MRI, and their combined use for the assessment of the
direct cranial or intracranial extension of malignant head and neck tumors.
Acta radiol. 2019;60(3):301–7.

8. Mohammed FM, Essa MM, Maseer AW. Comparison between MRI And
CT-Scan In Diagnosis The Brain Tumor Images. Int J Med Sci. 2019;6(5):1–
4.

9. Zahir T, Md SH, Sadrabadi M Md R, Md DF. Evaluation of Diagnostic Value


of CT Scan and MRI in Brain Tumors and Comparison with Biopsy. Iran J
Pediatr Hematol Oncol. 2011;1(4):121–5.

10. Suman S, Singh GN. Study on CT and MRI Correlation of Pediatric Brain
Tumors : In A Tertiary Care Hospital. 2017;4(2):415–7.

11. Mortensen SJ, Bjerrum SN, Hedegaard SF, Tietze A, Gottrup H, von
Oettingen G. The role of computed tomography in the screening of patients
presenting with symptoms of an intracranial tumour. Acta Neurochir (Wien).

26
Universitaas Lambung Mangkurat
27

2018;160(4):667–72.

12. Karunanithi S, Sharma P, Kumar A, Khangembam BC, Bandopadhyaya GP,


Kumar R, et al. Comparative diagnostic accuracy of contrast-enhanced MRI
and 18F-FDOPA PET-CT in recurrent glioma. Eur Radiol.
2013;23(9):2628–35.

13. Santra A, Kumar R, Sharma P, Bal C, Kumar A, Julka PK, et al. F-18 FDG
PET-CT in patients with recurrent glioma: Comparison with contrast
enhanced MRI. Eur J Radiol [Internet]. 2012;81(3):508–13. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejrad.2011.01.080

14. Mayerhoefer ME, Prosch H, Beer L, Tamandl D, Beyer T, Hoeller C, et al.


PET/MRI versus PET/CT in oncology: a prospective single-center study of
330 examinations focusing on implications for patient management and cost
considerations. Eur J Nucl Med Mol Imaging. 2020;47(1):51–60.

15. Elrahim EA, Elzaki A, Hassan A, Abd Elgyoum AM, Osman H. The
Sensitivity of Computerized Tomography in Diagnosis of Brain
Astrocytomas. Open J Radiol. 2014;04(04):309–13.

16. Shekhar K, V VC. Assessment of Diagnostic Efficacy of CT Scan and MRI


in Detecting Brain Tumors. 2018;4(1):4–7.

17. Malatt C, Zawaideh M, Chao C, Hesselink JR, Lee RR, Chen JY. Head
computed tomography in the emergency department: A collection of easily
missed findings that are life-threatening or life-changing. J Emerg Med
[Internet]. 2014;47(6):646–59. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jemermed.2014.06.042

18. Kitajima K, Maeda T, Watanabe S, Ueno Y, Sugimura K. Recent topics


related to nephrogenic systemic fibrosis associated with gadolinium-based
contrast agents. Int J Urol. 2012;19(9):806–11.

19. Woodfield J, Kealey S. Magnetic resonance imaging acquisition techniques


intended to decrease movement artefact in paediatric brain imaging: a
systematic review. Pediatr Radiol. 2015;45(9):1271–81.

20. Biebl A, Frechinger B, Fellner CM, Ehrenmüller M, Povysil B, Fellner F, et


al. Prospective analysis on brain magnetic resonance imaging in children.
Eur J Paediatr Neurol. 2015;19(3):349–53.

21. The American College of Radiology. Acr – Asnr – Spr Practice Parameter
for the Performance of Computed Tomography ( Ct ) Perfusion in
Neuroradiologic Imaging. 2014;1076(Revised 2008):1–14.

Universitas Lambung Mangkurat


28

22. Lai W-A, Liu P-H, Tsai M-J, Huang YC. Frequency, Recognition, and
Potential Risk Factors of Incidental Findings on Trauma Computed
Tomography Scans: A Cross-Sectional Study at an Urban Level One Trauma
Center. J acute Med. 2020;10(3):106–14.

23. Özan E, Ataç GK. Computed tomography use in minor head injury: attitudes
and practices of emergency physicians, neurosurgeons, and radiologists in
Turkey. Ulus Travma ve Acil Cerrahi Derg. 2018;24(2):121–8.

24. Ladd ME, Bachert P, Meyerspeer M, Moser E, Nagel AM, Norris DG, et al.
Pros and cons of ultra-high-field MRI/MRS for human application. Prog
Nucl Magn Reson Spectrosc [Internet]. 2018;109:1–50. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.pnmrs.2018.06.001

Universitas Lambung Mangkurat


LAMPIRAN

Lampiran 1. Pencarian pada database PubMed-MEDLINE

Lampiran 2. Pencarian pada database Cochrane

29
Universitaas Lambung Mangkurat
30

Lampiran 3. Pencarian pada database Google Scholar

Universitas Lambung Mangkurat


34

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai