Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

SPONDILITIS TB

Oleh:

Zenia Maulivia Fadila

H1A015070

Pembimbing:

dr. Dewi Anjarwati, M.Kes. Sp. Rad.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN RADIOLOGI RSUD PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2020

0
BAB I

PENDAHULUAN

Spondilitis tuberculosis atau sering disebut juga dengan Pott disease, adalah
salah satu dari tuberculosis ekstrapulmoner. Hal tersebut dikaitkan dengan morbidiitas
yang signifikan dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang parah1. Spondilitis
tuberculosis terjadi pada 2% pasien TB dan 50% TB menyerang tulang. Sekitar 90%
pasien menyerang vertebra thoraks bawah dan lumbal atas2. Spondilitis TB masih
umum di Negara-negara berkembang3. Spondilitis TB dapat menyebabkan
penghancuran corpus vertebra, bagian posterior dan pars interarticularis sehingga
dapat menyebabkan deformitas, spondylolisthesis, dan bahkan dapat terjadi
paraplegia2. Kejadian komplikasi neurologis pada spondilitis TB bervariasi dari 10%
hingga 43%3.

Penegakan diagnosis cenderung terlambat dikarenakan gejala awal dari


penyakit ini tidak spesifik dan/atau kecurigaan yang rendah1. Manifestasi klinis
pasien, riwayat pasien dan gambaran radiologi biasanya cukup untuk menegakkan
diagnosis, namun tomografi computer awal dan MRI juga diperlukan dan juga
prosedur yang memadai untuk mendapatkan sampel untuk mengkonfirmasi
bakteriologis, patologis, atau molecular dari penyakit ini1,2.

Oleh karena itu, referat ini dapat digunakan untuk para medis memahami
mengenai penyakit spondilitis TB, dari epidemiologi, penyebabnya, gejalanya, dan
juga tatalaksana dari penyakit spondilitis TB.

1
BAB II

ISI

A. Definisi
Spondilitis tuberculosis atau dengan nama lain Pott disease adalah infeksi
tuberculosis ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih tulang belakang
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dimana lokasi yang
paling sering terkena adalah tulang belakang thorakal dan lumbal5,6.
B. Epidemiologi
Spondilitis tuberculosis terjadi pada 2% pasien TB dan 50% TB menyerang
tulang. Sekitar 90% pasien menyerang vertebra thoraks bawah dan lumbal
atas2. Pada tahun 2013, spondilitis TB ditemukan 2,3% dari seluruh kasus
tuberculosis di Amerika Serikat5. Spondilitis TB masih umum di Negara-
negara berkembang3. Spondilitis TB dapat menyebabkan penghancuran corpus
vertebra, bagian posterior dan pars interarticularis sehingga dapat
menyebabkan deformitas, spondylolisthesis, dan bahkan dapat terjadi
paraplegia2. Kejadian komplikasi neurologis pada spondilitis TB bervariasi
dari 10% hingga 43%3. Penyakit spondilitis TB lebih sering menyerang pria
dengan rasio pria:wanita, yaitu 1,5-2:1 Penyakit ini terutama terjadi pada
orang dewasa. Di Negara-negara dengan tingkat Pott yang lebih tinggi, labih
sering terjadi pada dewasa muda dan remaja1.
Data yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2015 didapatkan
penderita tuberkulosis berjumlah 1047 dengan kasus spondilitis tuberkulosis
tercatat 74 kasus dengan 39 penderita laki-laki dan 35 orang wanita. Pada
spondilitis tuberkulosis umumnya melibatkan vertebra torakal dan
lumbosakral. Vertebra torakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat
(40–50%), vertebra lumbal merupakan tempat kedua terbanyak (35–45%), dan
sekitar 10% kasus melibatkan vertebra servikal4.
C. Etiologi
Penyebab spondilitis tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Basil TB mampu tetap aktif dalam waktu yang lama, ketika keadaan paru
cocok untuk bakteri, maka bakteri cenderung berkembang biak setiap 15-20
jam sekali. Indeksi ini menghasilkan reaksi inflamasi granulomatosa yang
biasanya ditandai dengan nekrosis, limfosit, sel epiteloid, dan sel Langhans

2
tipe giant. Beberapa factor risiko yang diketahui untuk TB termasuk pajanan
lama pada pasien yang terinfeksi, imunodefisiensi (HIV, alcohol,
penyalahgunaan narkoba), kepadatan penduduk, kekurangan gizi, kemiskinan,
dan situasi sosial ekonomi yang lebih rendah7.
D. Patofisiologi
Spondilitis TB biasanya disebabkan dari infeksi ekstraspinal dan penyebaran
hematogen. Penyakit ini bermanifestasi seperti gabungan antara osteomielitis
dan radang sendi dimana melibatkan lebih dari satu vertebra. Vertebral bagian
anterior yang berdekatan dengan lempeng subchondral biasanya terkena.
Tuberkulosis dapat menyebar dari area tersebut ke disk intervertebralis yang
berdekatan. Pada orang dewasa, disk vertebra adalah efek sekunder dari
penyebaran infeksi dari corpus vertebra.
Kerusakan tulang yang progresif menyebabkan tulang belakang kolaps dan
terjadi kifosis. Kanalis tulang belakang dapat dipersempit oleh abses, jaringan
granulasi, atau invasi dural langsung sehingga menyebabkan kompresi
medulla spinalis dan defisit neurologis. Deformitas kifosis disebabkan karena
kolapsnya tulang belakang bagian anterior. Lesi pada tulang belakang thoraks
lebih memungkinkan terjadinya kofosis daripada bagian lumbal. Abses dapat
terjadi jika infeksi meluas ke ligament dan jaringan lunak yang berdekatan.
Abses di daerah lumbal dapat turun ke bawah psoas ke daerah trigonum
femoralis dan akhirnya ke dalam kulit1.
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan penyakit ini mungkin memiliki riwayat tuberculosis paru atau
penyakit yang menyertai. Pada tahun 2019 dilaporkan bahwa 26,6% pasien
memiliki TB Paru paru secara bersamaan. Gejala yang khas yaitu terjadi
demam dan penurunan berat badan. Durasi rata-rata gejala saat diagnosis
adalag 4 bulan tetapi dapat terjadi jauh lebih lama. Hal ini disebabkan oleh
keluhan nyeri punggung kronis yang tidak spesifik. Nyeri punggung adalah
gejala paling awal dan paling umum dari penyakit spondilitis Tb ini yang
dirasakan berminggu-minggu sebelum mencarai pengobatan. Kelainan
neurologis terjadi pada 50% kasus dan dapat meliputi kompresi medulla
spinalis dengan parapegi, paresis, gangguan sensasi, nyeri atau sindrom cauda
equine. TBC cervical jarang terjadi, namun berpotensi lebih serius karena
komplikasi neurologis yang terjadi lebih berbahaya. Kondisi ini ditandai
3
dengan rasa sakit dan kekakuan. Spondilitis TB yang menyerang cervical yang
lebih bawah dapat mengalami disfagia atau stridor. Gejala yang lain dapat
terjadi tortikolis, suara serak, dan defisit neurologis1. Dapat pula terjadi
praplegi spondilitis TB4.

Pada sebuah penelitian di China menemukan klinis yang sering terjadi pada
pasien spondilitis TB, yaitu paling sering adalah sakit punggung (89,45%),
berkeringat (30,82%), kelemahan motorik (27,64), mati rasa (24,96%),
penurunan berat badan (23,12%) dan demam ringan (22,28%). Sedangkan
pada pemeriksaan fisik ditemukannya nyeri (77,89%), nyeri perkusi (70,35%)
dan kifosis (30,65%)8.
F. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
dengan pemeriksaan penunjang. Dari Anamnesis dapat digali mengenai gejala
yang dirasakan oleh pasien, seperti sakit punggung, mati rasa, kelemahan
motorik, penurunan badan, dan ditemukannya nyeri dan adanya kifosis8. Pada
pemeriksaan fisik, harus dilakukan penilaian yang tepat pada tulang belakang
yang terkena, inspeksi kulit, evaluasi perut untuk mengetahui adanya massa
pada subkutan, dan juga harus melakukan pemeriksaan neurologis dengan
teliti. Jika spondilitis TB mengenai tulang belakang bagian atas dapat terjadi
kelumpuhan saraf tunggal hingga hemiparesis atau quadriplegia1.

4
Gold standar dari penegakan diagnosis adalah kultur bakteri dari jaringan
yang terinfeski untuk mengkonfirmasi TB pada tulang belakang. Namun,
karena sensitivitasnya yang sangat buruk, studi histopatologis menunjukkan
adanya granuloma klasik dan pewarnaan smear untuk mengidentifikasi BTA
yang dianggap sebagai standar referensi untuk semua modalitas diagnostic
lainnya. Tes imunologis juga dapat dilakukan dengan hasil yang bervariasi9.
a. Pencitraan
Foto polos tidak berperan dalam mendiagnosis awal TB tulang belakang.
Penyempitan disc space dan berkurangnya lempeng ujung vertebra dapat
diidentifikasi saat penyakit berkembang dan terjadi kerusakan lebih lanjut
yang mengarah ke kyphosis dan ketidakstabilan spinal hanya terjadi pada
tahap akhir. 60-70% spondilitis TB kemungkinan memiliki lesi paru aktif
sehingga foto polos dada sangat penting untuk dilakukan9.
CT Scan menjukkan kerusakan vertebra lebih baik dibandingkan foto
polos dan sangat penting untuk mengidentifikasi tingkat kerusakan tulang,
keterlibatan colum posterior, patologi fungsional, keterlibatan sendi, dan
stabilitas regional. CT scan juga penting dalam menentukan lokasi biopsy
untuk menegakkan diagnosis9.

5
MRI menjadi modalitas pencitraan pilihan karena mampu mendetesi
perubahan paling awal. MRI dengan Gadolinium lebih lanjut dapat
membantu membedakan penyebabnya entah karena TB atau karena
penyebab yang lain. Tingkat keterlibatan jaringan lunak, penyebaran
abses, dan kompresi saraf paling baik divisualisasikan dengan MRI. MRI
juga berfusngsi untuk menilai respons terhadap pengobatan9. Terdapat
skor yang dapat menentukan penyebab kerusakan pada tulang belakang,
jika skor ≥6 menandakan kerusakan disebabkan oleh TB, sedangkan jika
<6 maka menandakan penyebabnya adalah infeksi piogenik dengan
sensitivitas 94,2% dan spesifisitas 89%10.

6
7
Nuclear imaging dengan pemindaian positron emission tomography (PET)
18F-fluorodeoxyglucose (18F-FDG) membantu dalam penilaian yang
nyata untuk diagnosis penyakit dibandingkan dengan CT dan MRI, karena
18F-FDG diketahui terkumpul dalam sel-sel inflamasi seperti neutrofil dan
makrofag yang muncul di lokasi peradangan. Namun tidak ada pilihan
pencitraan yang dapat diandalkan dalam membedakan infeksi tulang
belakang dan neoplasma, sehingga pemeriksaan histopatologis penting
dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis atau setidaknya menyingkirkan
keganasan/neoplasma9.

8
G. Tatalaksana
TB tulang belakang adalah penyakit medis yang harus diobati dengan terapi
antitubercular (ATT) sampai penyembuhan tercapai. Konsensus untuk definisi
status penyembuhan dalam TB tulang dan sendi, dan lama asupan ATT, tetap
tidak terselesaikan. Anak-anak dengan TB tulang belakang perlu diikuti
sampai maturitas tulang karena deformitas kyphotic dapat meningkat seiring
dengan pertumbuhan11.
1. Antitubercular Treatment (ATT)
Pengobatan antituberkular multidrug (ATT) adalah pengobatan utama
pada TB dengan komplikasi maupun tidak. ATT multidrug sangat penting,
karena berbagai kategori basil ada dalam lesi jaringan. Bakteri dapat
berada di intraseluler, ekstraseluler, bersifat dorman atau cepat
berkembang biak dan masing-masing memiliki pertumbuhan dan sifat
metabolic yang berbeda. Selain itu, ATT mengurangi kejadian resistensi
obat. Durasi penggunaan ini masih diperdebatkan, dan WHO
merekomendasikan 9 bulan pengobatan dimana 4 obat (isoniazid,
eifampisin, pirazinamid, etambutol, atau streptomisin) diberikan dalam
fase “inisiasi” selama 2 bulan, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin
selama 7 bulan pada fase lanjutan. Obat ATT lini kedua (kanamycin,
amikacin, capreomicin, levofloxacin) harus digunakan dengan beberapa
pertimbangan dikarenakan memiliki lebih banyak efek samping dan lebih
mahal dari obat ATT lini pertama9.
2. Obat Resisten TB
TB MDR adalah resisten terhadap INH dan rifampisin. Terutama terjadi
karena perawatan yang tidak tepat dan dapat menular. Terdapat 5 prediktor
untuk penanganan TB-MDR, (1) perbaikan klinis progresif pada 6 bulan
setelah minum obat awal, (2)perbaikan radiografi selama pengobatan, (3)
penyakit dengan sstrain yang resisten kurang dari 3 obat ATT, (4)
penggunaan kurang dari 4 obat lini kedua dalam pengobatan, dan (5) tidak
ada perubahan rejimen selama pengobatan. Saat ini, cara dan obat baru
(misalnya delamanid, bedaquilline, SQ109, dan sutezolid) sedang dalam
uji coba untuk mengatasi strain ini yang telah dilaporkan di India, Iran,
Italia, dan Afrika Selatan9.

9
3. Pembedahan
Kondisi tertentu yang memerlukan manajemen bedah, yaitu kurangnya
respon terhadap pengobatan dan terjadi kekambuhan, kelemahan berat
pada manifestasi klinis, dan keadaan saraf nya menetap atau makin
memburuk bahkan setelah meminum terapi, ketidakstabilan, nyeri yang
dapat menjadi lumpuh, dan adanya kelainan bentuk9.
a. Indikasi Pembedahan
- Defisit neurologis- kerusakan neurologis akut, paraparesis, dan
paraplegia.
- Kelainan bentuk tulang belakang dengan ketidakstabilan atau nyeri.
- Tidak ada respon terhadap terapi medis-kelanjutan dari kifosis atau
ketidakstabilan
- Abses paraspinal yang luas.
- Samel nondiagnostic percutaneus needle biopsy

Pada spondilitis TB yang terjadi pada daerah cervical, factor-faktor


yang menentukan dilakukan intervensi bedah dini, yaitu

- Frekuensi tinggi dan tingkat keparahan defisit neurologis


- Kompresi abses berat yang dapat menyebabkan disfagia atau
asfiksia
- Ketidakstabilan tulang belakang dan leher.
b. Kontraindikasi
Rusaknya/kolapsnya vertebral dengan skala yang lebih kecil tidak
dianggab sebagai indikasi untuk pembedahan karena dengan perawatan
yang tepat dan kepatuhan terapi, kecil kemungkinan untuk berkembang
menjadi kelainan bentuk yang parah.
H. Komplikasi
Abses epidural tuberculosis dapat mengakibatkan kompresi medulla spinalis
dan akar(pangkal) saraf yang menyebabkan defisit yang signifikan. Abses
epidural luas berhubungan dengan prognosis yang buruk dalam hal perbaikan
pada defisit neurologis1. Komplikasi lainnya, yaitu dapat terjadi kegagalan
terapi, abses, neurodefisit, ketidakstabilan tulang belakang, dan terjadi
deformitas tulang belakang (kifosis)6.

10
BAB III

KESIMPULAN

Spondilitis tuberculosis atau dengan nama lain Pott disease adalah infeksi
tuberculosis ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih tulang belakang yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dimana lokasi yang paling
sering terkena adalah tulang belakang thorakal dan lumbal. Vertebra torakal bawah
merupakan daerah paling banyak terlibat (40–50%), vertebra lumbal merupakan
tempat kedua terbanyak (35–45%), dan sekitar 10% kasus melibatkan vertebra
servikalis.

Gejala yang dapat terjadi pada pasien yaitu sakit punggung, mati rasa,
kelemahan motorik, penurunan badan, dan ditemukannya nyeri dan adanya kifosis.
Penegakan diagnosis yang dapat dilakukan yaitu dengan pencitraan, seperti foto
polos, CT-Scan, MRI, dan nuclear imaging. Terapi yang bisa dilakukan yaitu, terapi
antitubercular, obat resisten TB, dan pembedahan.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidalgo.J.A., 2019. Pott Disease (Tuberculous [TB] Spondylitis). Medscape.


Available at: <https://emedicine.medscape.com/article/226141-overview>.
2. Murat.A.O., Yener.C., Isikgoz. M.T., 2020. Current Concepts on Spinal
Tuberculosis. J Turk Spinal Sur 2020;21(1):60-3. DOI:
10.4274/jtss.galenos.2020.31. Available at:
<http://cms.galenos.com.tr/Uploads/Article_35980/jtss-31-60-En.pdf>.
3. Romdhane.A., Karmani.N., Kallel.J., Said.I.B., 2018. AB1047 Cervical Pott’s
Disease: 5 Case Reports and Review of Literature. Neurosurgery, National
Institute of Neurology, Tunis, Tunisia. BMJ Journals. Available at:<
https://ard.bmj.com/content/77/Suppl_2/1638.2>.
4. Kusmiati.T., Narendrani.H.P., 2016. Pott’s Disease. Jurnal Respirasi vol.2
No.3. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. RSUD
Dr.Soetomo. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Available at: <
https://e-journal.unair.ac.id/JR/article/download/12631/7273>.
5. Tom.J., Hines.A., Lazarescu.R., 2018. Pott’s Disease: A Rare but Critical
Diagnosis. Chest Annual Meeting 2018. American Collace of Chest
Physicians. Elsevier:San Antonio. Available at:
<https://doi.org/10.1016/j.chest.2018.08.122>.
6. Evayanti.L.G, et al.,2018. A rare widespread tuberculosis spondylitis extended
from the T5-T10 levels-a case report. IOP Publishing. Available at:
<https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1757-899X/434/1/012323/pdf>.
7. Viswanathan.V.K., Subramanian.S., 2020. Pott Disease (Tuberculosis
Spondylitis). StatPearls.Book NCBI. Available at:<
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538331/#_NBK538331_pubdet_>.
8. Wang.P., et al., 2020. Characteristics and Management of Spinal Tuberculosis
in Tuberculosis Endemic Area of Guizhou Province: A Retrospective Studi of
597 Patients in a Teaching Hospital. Available at:
<http://downloads.hindawi.com/journals/bmri/2020/1468457.pdf>.
9. Rajasekaran.S., Soundararajan.D.C.R., Shetty.A.P., 2018. Spinal
Tuberculosis: Current Concepts. AOSPINE North America. Global Spine
Journal 2018/ Vol 8(45). Available at: <
https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/2192568218769053>.

12
10. Sadineni.R.T., Anupama.N.V., Pushppa.B.T., Mikkineni.K., Kannan.M.,
Rajasekharan.S., 2019. A Novel Magnetic Resonance Imaging Scoring System
in Makin Specific Diagnosis of Tubercular Spondylitis in Advance Infection.
Indian Journal of Musculoskeletal Radiology. Available at: <https://mss-
ijmsr.com/view-
pdf/?article=42d9db17f6e83b6be6759e0839861b4fzaxivA==>.
11. Kumar.A.J., Rajaseekaran.S., Jaggi.K.R., Myneedu.V.P., 2020. Tuberculosis
of the Spine. The Journal of Bone and Joint Surgery. Vol102.Issue 7. P617-
628. Available
at:<https://journals.lww.com/jbjsjournal/subjects/Infection/Abstract/2020/040
10/Tuberculosis_of_the_Spine.10.aspx>.

13

Anda mungkin juga menyukai