Anda di halaman 1dari 10

Hendra Saputra

2150302204

SARKOPENIA
1. Definisi
Sarkopenia secara klasik didefiniskan sebagai penurunan massa otot tubuh beserta
fungsinya yang berhubungan dengan usia. Sarcopenia merupakan hal intrinsik terhadap
proses penuaan namun dapat dipercepat oleh beberapa factor termasuk inflamasi yang
berhubungan dengan usia (inflammaging, inaktivitas, nutrisi yang buruk, dan penyakit
kronik.

2. Epidemiologi
Sarkopenia secara relatif merupakan kondisi yang umum pada usia tua dengan
beberapa efek buruk dan juga mempengaruhi kesehatan masa depan. Prevalensi sarkopenia
jika menggunakan definisi yang hanya berdasarkan massa otot yang menurun hingga
mencapai 40% pada komunitas usia lanjut. Akan tetapi, jika fungsi otot juga dilibatkan maka
prevalensi berkisar 10 hingga 15%. Insiden kasus baru sarkopenia pada usia lanjut dapat
mencapai 3% setiap tahunnya dan belum terdapat perbedaan pada pria maupun Wanita.
Prevalensi akan lebih meningkat pada pasien-pasien rawatan kritikal di rumah sakit sekitar
20%.

3. Etiologi
Beberapa faktor penyebab yang dapat menyebabkan jatuh pada kodisi sarkopenia ada
beberapa hal yaitu diantaranya :

 Factor genetik
 Resistensi insulin
 Inflamasi dan penyakit kronik
 Resistensi anabolik
 Malnutrisi
 Penurunan berat badan yang tidak disengaja
 Perilaku sedentari
 Kejadian yang tidak terduga (Disuse event)

4. Patofisiologi
Proses terjadinya sarkopenia merupakan hal yang kompleks dan faktor-faktor yang
saling berhubungan satu sama lain. Perubahan fungsional dan anatomi dapat menyebabkan
penuaan otot skeletal dan system saraf, dan juga perubahan pada mekanisme regulasi
hormonal. Penelitian masih banyak dilakukan, namun fenotipe sarkopenia terjadi melalui
beberapa mekanisme yang berbada pada setiap individu.
Penuaan mengganggu homeostasis otot skeletal, yang membutuhkan keseimbangan
antara hipertrofi dan regenarasi melalui kompleks yang jalur dan mekanisme nya masih
belum sempurna dimengerti. Penuaan merubah keseimbangan antara jalur anabolik dan
katabolik protein otot, dengan penurunan penggunaan protein dan bisa jadi peningkatan
katabolisme, sehingga menyebabkan massa otot skeletal. Seperti yang dijelaskan di atas,
perubahan selular termasuk penurunan pada ukuran dan jumlah miofibrin, khususnya
mempengaruhi fiber tipe II, dengan transisi parsial dari fiber otot tipe II ke tipe I.
Lemak ekstraseluler meningkat dengan usia. Interrelasi hormonal dan metabolic
antara adiposa dan jaringan otot tampak penting dalam pathogenesis sarkopenia. Perubahan
pensinyalan neurologis dan mekanisme control sisten saraf yang berhubungan dengan usia
juga mempunya peran dalam pathogenesis sarkopenia. Hubungan antara otot dan tulang juga
telah dijelaskan dalam pathogenesis sarkopenia yaitu berhubungan dengan mobilitas dan
aktivitas fisik yang mempengaruhi massa otot.

5. Diagnosis
Diagnosis sarkopenia menggunakan definisi saat ini secara relatif mudah dan
membutuhkan pengukuran dari kombinasi masa otot, kekuatan otot, dan penampilan fisik.
Semua definisi menggunakan paling sedikit 2 dari 3, berdasarkan cutoff points berdasarkan
ukuran yang digunakan dan populasi. Skirining yang digunakan yaitu SARC-F Screening
Test.
6. Tatalaksana
Sarkopenia merupakan kondisi yang kompleks sehingga untuk tatalaksana nya pun yang
sesuai konsensus juga masih terbatas. Pemahaman terhadap patofisiolofi sarkopenia
merupaka kunci dalam intervensi sarkopenia.

 Aktivitas fisik, bisa berupa Latihan resistensi menggunakan beban atau elastic bands
dengan Gerakan berulang untuk meningkatkan kekuatan dari otot. Latihan dilakukan
paling tidak 2 kali seminggu.
 Nutrisi, kebutuhan protein 1-1,2 gram/kg/hari untuk meningkatkan massa otot.
 Farmakologi, untuk saat ini belum ada obat-obatan yang disetujui untuk tatalaksana
sarkopenia. Beberapa penelitian masih dilakukan terhadap penggunana terapi
hormonal untuk sarkopenia.
FRAILTY

1. Definisi
Frailty adalah suatu sindroma pada geriatri dengan karakteristik berkurangnya
kemampuan fungsional dan fungsi adaptasi yang diakibatkan oleh degradasi fungsi berbagai
sistem dalam tubuh, serta meningkatnya kerentanan terhadap berbagai macam tekanan
(stressor) dan akhirnya menurunkan performa fungsional seseorang.
Frailty juga biasanya digambarkan sebagai kondisi proinflamasi kompleks yang
terjadi selama proses penuaan dan akibat dari ketidakseimbangan interelasi sistem seperti:
sistem imun, sistem neuroendokrin, perubahan komposisi tubuh (hilangnya massa otot dan
kekuatan otot atau sarkopenia). Namun hingga saat ini belum ada konsensus yang dibuat
dalam memberikan definisi dari frailty.

2. Epidemiologi
Prevalensi frailty sangat bervariasi dari beberapa studi berdasarkan perbedaan
defenisi, negara, dan situasi. Prevalensi pada usian lanjut di atas 65 tahun, rata-rata sekitar
11%. Selain itu, prevalensi frailty meningkat sesuai usia, mencapai 16% pada usia 80 – 84
tahun dan 26% pasien usia lebih dari 85 tahun. Prevalensi nya lebih tinggi pada wanita
daripada pria. Prevalensi frailty juga lebih tinggi pada lansia yang dalam rawatan rumah sakit
yaitu sekitar 27% hingga 80%.

3. Etiologi
Terdapat beberapa penyakit dan masalah medis yang memegang peranan penting
dalam terjadinya frailty, serta berbagai prediktor yang juga turut dianggap berperan.

 Sarkopenia
 Imobilisasi
 Aterosklerosis
 Gangguan Keseimbangan
 Depresi
 Gangguan Kognitif
4. Patofisiologi
Beberapa proses patofisiologi telah diajukan yang berhubungan dengan
perkembangan frailty. Peran predominan dikaitkan dengan mekanisme inflamasi,
peningkatan kadar CRP dan citokenesis proinflamasi. Peningkatan kadar IL-6 yang telah
berulang diobservasi yang berhubungan dengan meningkatnya resiko Frailty. Saat ini
berbagai penelitian telah dilakukan yang berfoskus pada hubungan frailty dengan nutrisi.
Penelitian tersebut mengungkap adanya hubungan dengan rendahnya asupan energy dibawah
21 Kcal/Kg Berat badan yang juga setara dengan rendahnya asupan protein. Data dari
penelitian InCHIANTI menunjukkan secara statistik signifikan adanya hubungan frailty
dengan rendahnya kadar vitamin E. Dari penelitian Women’s Health and Aging Studies
menyatakan bahwa individu pre-frailty dan frailty memiliki prevalensi yang lebih tinggi
dalam kekurangan vitamin B12, vitamin D, dan Alfa-tocopherolthan dibanding individu non-
frailty.
Bukti yang berkembang menunjukkan bahwa FS adalah sindroma biologi yang
mengakibatkan penurunan kemampuan multi sistem sebagai akibat dari disregulasi akibat
penuaan dan dimulai dengan perubahan fisiologi karena umur, penyakit dan atau kurangnya
aktivitas atau buruknya asupan nutrisi. Perubahan tersebut bermanifestasi pada hilangnya
massa otot tubuh, tulang dan fungsi abnormal dari sistem imun, respons terhadap inflamasi
dan sistem neuroendokrin juga respons tubuh dalam menjaga homeostasis.
Satu hipotesis mengatakan disregulasi sistem tersebut tersembunyi dalam keadaan
tanpa stres dan menjadi nyata dalam keadaan stres seperti temperatur tinggi, infeksi atau
kecelakaan. Hipotesis tersebut menjelaskan gambaran klinis pasien usia lanjut yang rapuh
dan rentan terhadap stressor baik endogen maupun eksogen dan melalui kerentanan ini
sampai timbulnya masalah kesehatan memberikan gambaran klinis yang berhubungan dengan
FS. Tingginya frailty pada perempuan dikarenakan perempuan memiliki massa tubuh yang
lebih kecil sehingga kehilangan massa otot dengan bertambahnya usia akan mengarahkan
mereka pada peningkatan frailty yang lebih cepat daripada laki-laki.

5. Klasifikasi
Terdapat beberapa fase dari frailty menurut Fried, yang pada tahap awal disebut juga
sebagai pre-frailty, dimana terdapat kurang dari 3 tanda karakteristik frailty. Seseorang
dengan pre-frailty lebih mungkin untuk berkembang menjadi frailty; mereka lebih mungkin
untuk mengalami terjatuh, masuk rumah sakit atau meninggal, tetapi resikonya masih lebih
kecil daripada lansia dengan FS. Pada tahap akhir dari frailty, sebuah endstage dari frailty
dikenal dengan istilah "failure to thrive".4,17 Tahapan ini telah digambarkan sebagai hilangnya
berat badan, wasting, dependensi dan mungkin termasuk gangguan kognitif yang tak dapat
diterangkan.
Klasifikasi frailty secara klinis dapat menggunakan Clinical Frailty Scale dari
Canadian Study of Health and Aging (CSHA). Skala ini telah diteliti selama 5 tahun dan
telah teruji kemampuan dari skala ini dalam mendiagnosis sekaligus memberi klasifikasi
frailty. CSHA Clinical Frailty Scale sangatlah berkorelasi dengan Frailty Index.

6. Tatalaksana
Menentukan intervensi yang tepat merupakan langkah kritis selanjutnya dalam
menurunkan efek frailty pada lansia. Gambar 3 menunjukkan kemungkinan intervensi yang
dapat diberikan kepada pasien sesuai dengan keadaannya. Penanganan terbaik terhadap
frailty sangatlah bervariasi karena penyebabnya yang berbeda pada masing-masing orang.
Yang jelas, langkah pertama adalah untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap
penyakit atau masalah medis yang mendasarinya.
Intervensi yang dapat diberikan yaitu obat-obatan, nutrisi, hormonal dan rehabilitasi
berupa latihan fisik. Dimana latihan fisik banyak memberi keuntungan, diantaranya
meningkatkan mobilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), perbaikan pola
berjalan, berkurangnya resiko cedera dan jatuh. Semua langkah pengobatan dan pencegahan
tersebut merupakan usaha mengoptimalkan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup bagi
kaum lansia terutama dengan frailty. Latihan fisik pada frailty ada 4 yaitu latihan ketahanan,
latihan penguatan, latihan peregangan, dan latihan keseimbangan.

Anda mungkin juga menyukai