Anda di halaman 1dari 25

Referat

Supraventrikular Takikardi (SVT)


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun oleh:
Maziyyatul Faiqoh, S.Ked
21904101060

Dosen Pembimbing:
dr.Rina Yuda Novira, Sp.JP

KSM ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD MARDI WALUYOBLITAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020

BAB I
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung dalam keadaan normal berdenyut dengan irama yang teratur, yaitu
60- 100x/menit. Aritmia merupakan variasi- variasi di luar irama normal jantung
berupa kelainan pada kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls atau urutan
aktivasi,1 dengan atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang
mendasari.1Kelainan irama jantung ini dapat terjadi pada pasien usia muda
ataupun usia lanjut.2 Aritmia dapat menjadi pemicu kematian mendadak,
mengakibatkan pasien pingsan (sinkop), gagal jantung, pusing dan berdebar-debar
(palpitasi).2
Takiaritmia secara luas dikarakteristikkan dengan supraventricular
tachycardia (SVT), yang didefinisikan sebagai takikardia yang pemacunya berasal
dari jaringan di atas level ventrikel (misalnya : sinus node AV node, atau bundle
His), dan ventricular tachycardia (VT), yang didefinisikan sebagai takikardia
yang pemacunya berasal dari jaringan ventrikel atau serabut purkinje.1
SVT (tidak termasuk atrial fibrilasi dan atrial flutter) memiliki insidensi
sebanyak 35/100.000 orang dalam 1 tahun, dengan prevalensi sekitar 2,29/1000
orang. Wanita memiliki resiko 2x lebih tinggi dibanding pria, selain itu usia ≥65
tahun juga memiliki resiko SVT 5x lebih tinggi dibanding usia muda. 3 Namun,
saat ini telah banyak dilaporkan kasus SVT pada usia muda. Sebuah penelitian
Kohort terhadap 1.967.911 orang yang lahir antara tahun 2000-2008 didapatkan
sebanyak 2021 pasien SVT, setelah mencapai usia 15 tahun resiko sudden death –
nya mencapai 0.01% dan terus bertambah per-tahunnya.2
SVT merupakan semua sumber pacemaker yang berasal dari atas ventrikel
dengan frekuensi jantung lebih dari 100x/menit. SVT terbagi menjadi dua
mekanisme; atrioventricular node re-entry tachycardia (AVNRT) adalah
takikardi dengan QRS sempit, sangat regular, dengan laju jantung berkisar antara
150 – 240 x/menit. Sebagian besar gelombang P ada di dalam komplek QRS.
QRS dapat lebar bila dengan aberansi, walaupun sangat jarang, dapat disertai blok
ke ventrikel atau ke atrium dan atrioventricular re-entry tachycardia(AVRT)
2

adalah kelainan yang disebabkan oleh adanya jalur aksesori, ditandai dengan
interval PR yang pendek dan gelombang delta pada pasien asimtomatik.

1.2Tujuan

Referat ini disusun untuk membantu penulis mengatahui dan memahami


tentang:
1. Definisi Supraventrikular Takikardi
2. Etiopatofisiologi Supraventrikular Takikardi
3. Macam – macam Supraventrikular Takikardi
4. Penegakan diagnosaSupraventrikular Takikardi
5. Penatalaksanaan Supraventrikular Takikardi

1.3 Manfaat
Menambah wawasan keilmuan dari ringkasan kasus melalui beberapa tinjauan
pustaka tentang Supraventrikular takikardi (SVT). Diharapkan hal tersebut
dapatmempermudah penulis maupun pembaca dalam memahamiserta mengetahui
perkembangan pasien denganSVT.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Elektrofisiologi Jantung


Didalamototjantung, terdapatjaringankhususyang
menghantarkanaliranlistrik.Jaringan tersebutmempunyaisifat-sifat yangkhusus,yaitu :
a. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
b. Irama: pembentukan impulsyangteratur.
c. Dayakonduksi: kemampuan untuk menyalurkanimpuls.
d. Dayarangsang: kemampuan untuk bereaksiterhadap rangsang.
Berdasarkansifat-sifattersebutdiatas,makasecara spontandan teratur
jantungakanmenghasilkanimpuls-impulsyangdisalurkan melalui sistem hantaruntuk
merangsang otot jantung dan dapat menimbulkan kontraksiotot. Perjalanan
impulsdimulaidarinodus SA, nodus AV, sampai keserabut purkinje.

Gambar1. Anatomi kelistrikan jantung

 SA Node
Disebut pemacualami karenasecarateraturmengeluarkanaliran
listrikimpulsyangkemudianmenggerakkanjantung secaraotomatis.
Padakeadaannormal,impulsyang dikeluarkanfrekuensinya60-100 kali/ menit. Respons
dari impuls SA memberikan dampak pada aktivitas atrium.
SA node dapatmenghasilkanimpulskarenaadanyasel-sel pacemakeryang
mengeluarkanimpulssecaraotomatis.Selini dipengarungi oleh sarafsimpatis dan
parasimpatis.
StimulasiSAyangmenjalar melintasi permukaanatriummenuju nodusAV
memberikan responsterhadap adanyakontraksidaridinding
atriumuntukmelakukankontraksi.BachmanbundlemenghantarkanimpulsdarinodusSAke
atriumkiri.Waktuyangdiperlukanpada penyebaran impuls SA keAV berkisar0,05
atau50 ml/ detik.
4

 TraktusInternodal
BerfungsisebagaipenghantarimpulsdarinodusSAkeNodusAV. Traktus internodal
terdiri dari :
1. AnteriorTract.
2. MiddleTract.
3. PosteriorTract.
 Bachman Bundle
Berfungsiuntuk menghantarkanimpuls darinodus SA keatrium kiri.
 AV Node
AV node terletakdidalamdindingseptum(sekat) atriumsebelah
kanan,tepatdiataskatuptrikuspiddekatmuara sinuskoronarius.AV
nodemempunyadua fungsipenting,yaitu :
1. Impuls jantung ditahan selama 0,1 atau 100 ml/ detik, untuk
memungkinkan pengisisan ventrikel selamaatrium berkontraksi.
2. Mengaturjumlah impuls atriumyangmencapai ventrikel.AV node dapat
menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60 kali/ menit.

(jelaskan tentang slow pathway dan fast pathway av node. Ini merupakan
dasar mekanisme terjadinya svt avnrt)
 BundleHis
BerfungsiuntukmenghantarkanimpulsdarinodusAVkesistembundlebranch.
 BundleBranch
Merupakanlanjutandaribundleofhisyangbercabang menjadi duabagian,yaitu :
1. Righ bundle branch (RBB/ cabang kanan), untuk mengirim impuls keotot
jantungventrikel kanan.
2. Leftbundlebranch(LBB/cabangkiri)yangterbagidua,yaitu deviasi ke
belakang (left posterior vesicle), menghantarkan impuls ke endokardium
ventrikel kiri bagian posterior dan inferior,dandeviasike
depan(leftanteriorvesicle), menghantarkanimpulske
endokardiumventrikelkiribagian anteriordan superior.
 Sistem Purkinye
Merupakanbagianujung daribundlebranch.Berfungsiuntuk
menghantarkan/mengirimkan impulsmenuju lapisan sub-endokard
padakeduaventrikel,sehinggaterjadidepolarisasiyang diikutioleh
kontraksiventrikel. Sel-selpacemaker disubendokard ventrikeldapat menghasilkan
impuls denganfrekuensi20-40 kali/ menit. Pemacu- pemacu cadangan ini
mempunyai fungsi sangatpenting,yaitu untuk mencegahberhentinya
denyutjantung pada waktupemacualami(SA node)tidak berfungsi.
Depolarisasiyang dimulaipadaSAnodedisebarkansecararadial ke
seluruhatrium,kemudiansemuanya bertemudiAV node. Seluruh depolarisasi
atrium berlangsung selama kira-kira 0,1 detik.
OlehkarenahantarandiAVnodelambat,makaterjadiperlambatankira- kira
5

0,1detik(perlambatanAV node) sebelumeksitasimenyebar ke ventrikel.


Pelambatan ini diperpendek oleh perangsangan saraf simpatisyang
menujujantung danakanmemanjang akibat
perangsanganvagus.Daripuncakseptum,gelombang depolarisasi menyebar secara
cepatdidalamseratpenghantarpurkinye ke semua bagian ventrikel dalam waktu
0,08-0,1 detik (Ulfah dan Tulandi, 2001; Muttaqin, 2009).

2.2 Aritmia

Aritmia adalah variasi-variasi di luar irama normal jantung yang kelainannya


mungkin mengenai kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls atau urutan
aktivasi1, dengan atau tanpa adanya penyakit jantung structural yang mendasari2.

2.2.1 Mekanisme Pembentukan Aritmia


Aritmia timbul melalui 3 mekanisme, yaitu : 1) Enhanced Automaticity; 2)
Triger Automaticity; 3) Re-entry Conduction.13,17,18
Bradiaritmia biasanya muncul akibat ganguan pembentukan impuls pada SA
node atau gangguan penyebaran impuls di berbagai tingkat, seperti exit block sinus
node, blok konduksi di AV node dan gangguan konduksi di sistem His-Purkinje.
Sedangkan takiaritmia terjadi karena adanya enhanced automaticity (depolarisasi
spontan pacemaker atrium, junctional, atau ventrikel), reentry (perambatan berputar
dari fron gelombang yang berdepolarisasi), atau triggered arrhythmia (diinisiasi
oleh after depolarization) yang terjadi selama atau segera sesudah fase
repolarisasi.17
a. Enhanced Automaticity
Merupakan karakter dari serabut untuk menginisiasi impuls secara
spontantanpa adanya stimulasi sebelumnya, sehingga tidak terjadi electrical
quiescence. Gangguan ini dikarakteristikkan dengan adanya ketidaksesuaian
kecepatan pelepasan impuls dari pacemaker normal di SA node (misalnya terlalu
cepat atau terlalu lambat untuk memenuhi kebutuhan fisiologi pasien) atau adanya
pelepasan impuls dari pacemaker di tempat ektopik yang biasanya disebut
pacemaker laten/ tambahan. Pacemaker ektopik/ tambahan tersebut dapat berasal
dari serabut yang berada di atrium, sinus coroner dan vena pulmonalis, katup AV,
AV junction, bundle of His, dan serabut Purkinje.
Jika SA node mengalami depresi dan tidak dapat mengeluarkan impuls pada
waktunya, maka fokus yang berada di tempat lain akan mengambil alih
pembentukan impuls, sehingga terjadilah irama jantung yang baru yang dikatakan
sebagai aritmia. Kadang-kadang fokus lainnya secara aktif mengambil alih dominasi
SA node dan menentukan irama jantung tersebut, dengan frekuensi yang lebih
cepat, misalnya pada ventricular atau supraventricular tachycardia.2
b. Triggered Activity
Merupakan inisiasi impuls yang bergantung pada afterdepolarization
(depolarisasi yang diinduksi oleh 1 atau lebih potensial aksi, dapat terjadi sebelum
6

atau sesudah repolarisasi sempurna).17 Dapat disebabkan oleh early


afterdepolarization, yang terjadi pada fase 2 dan fase 3 potensial aksi atau pada
after depolarisasi terlambat (delayed), misalnya pada kondisi long-QT syndrome,
baik kongenital maupun didapat, yang termasuk di antaranya Torsades de Pointes
(TdP), polymorphic ventricular tachycardia (PVT), dan ventricular fibrillation
(VF).19 Selain itu juga dapat disebabkan karena late atau delayed
afterdepolarization (DAD), yaitu depolarisasi yang terjadi setelah fase 4, atau
setelah repolarisasi jaringan di sekitar sudah lengkap. DAD terjadi karena keadaan-
keadaan seperti keracunan digitalis, katekolamin, dan iskemia.
c.Gangguan Konduksi Impuls
Konduksi merupakan aliran impuls yang melalui jantung dan menyebabkan
jantung berdenyut. Gangguan konduksi impuls meliputi blok, baik dengan atau
tanpa reentry. Blok konduksi dari atrium ke ventrikel dapat terjadi karena beberapa
hal, antara lain otonom, metabolic, infeksi, keturunan, neoplasma, penyakit arteri
coroner, dan sebagainya.20 Saat terdapat blok pada salah satu cabang, misalnya pada
bundle branch block, impuls harus berjalan memutar sehingga memperlambat
sampainya impuls ke ventrikel (ini semua dihapus saja karena bukan termasuk
mekanisme aritmia). Poin C jelaskan tentang mekanisme reentry

2.2.2 Klasifikasi Aritmia


Berdasarkan mekanismenya, aritmia dibagi menjadi takiaritmia dan
bradiaritmia.22,23
Takiaritmia adalah bentuk takikardi non sustained (berlangsung <30 detik)
dan sustained (berlangsung >30 detik) yang berasal dari focus miokardium atau
sirkuit reentrant. Definisi standar dari takikardia adalah irama yang menghasilkan
kecepatan denyut jantung >100x/mnt.24
Bradiaritmia adalah seluruh gangguan pada irama jantung yang lambat secara
abnormal.25 Didefinisikan sebagai denyut jantung <60x/mnt, yang disertai dengan
gejala sinkop atau hampir sinkop, gagal jantung kongestif, intoleransi olahraga,
fatigue, atau status mental yang membaik dengan membaiknya bradikardia.27

2.2.3 Faktor Resiko Aritmia


Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung atau
kelainan irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah:
1. Penyakit Arteri Koroner
Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal,
kardiomiopati, dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko untuk hampir
semua jenis aritmia jantung.
2. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit arteri
koroner. Hal ini juga menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku dan
tebal, yang dapat mengubah jalur impuls elektrik di jantung.
7

3. Penyakit Jantung Bawaan


Terlahir dengan kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung.
4. Masalah pada Tiroid
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid
terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi cepat dan
tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial fibrillation).

Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak cukup


melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi (bradycardia).
1. Obat dan Suplemen
Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine dapat
berkontribusi pada terjadinya aritmia.
2. Obesitas
Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner, obesitas dapat
meningkatkan resiko terkena aritmia jantung.
3. Diabetes
Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi akan
meningkat akibat diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah
rendah (hypoglycemia) juga dapat memicu terjadinya aritmia.
4. Obstructive Sleep Apnea
Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat tidur.
Napas yang terganggu, misalnya mengalami henti napas saat tidur dapat
memicu aritmia jantung dan fibrilasi atrium.
5. Ketidakseimbangan Elektrolit
Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut
elektrolit), membantu memicu dan mengatur impuls elektrik pada jantung.
Tingkat elektrolit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
memengaruhi impuls elektrik pada jantung dan memberikan kontribusi
terhadap terjadinya aritmia jantung.
6. Terlalu Banyak Minum Alkohol
Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di
dalam jantung serta dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi
atrium (atrial fibrillation).
Penyalahgunaan alkohol kronis dapat menyebabkan jantung berdetak
kurang efektif dan dapat menyebabkan cardiomyopathy (kematian otot
jantung).
7. Konsumsi Kafein atau Nikotin
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak
lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap resiko aritmia jantung yang
lebih serius.
8

Obat-obatan ilegal, seperti amfetamin dan kokain dapat memengaruhi


jantung dan mengakibatkan beberapa jenis aritmia atau kematian
mendadak akibat fibrilasi ventrikel (ventricular fibrillation).

2.2.4 Penatalaksanaan Medis


Obat-obat antiaritmia dibagi menjadi beberapa golongan yaitu :
a. Kelas I. Berfungsi untuk memblokade kanal Na pada membran sel
sehingga menurunkan kecepatan maksimal depolarisasi (Vmaks) pada
fase 0, sehingga tidak terjadi potensial aksi baru yang berarti mencegah
timbulnya ekstrasistol. Dibagi menjadi :
b. Kelas IA. Kinetik kerjanya intermediate, memperpanjang masa
repolarisasi potensial aksi. Menurunkan Vmaks pada semua heart rate.
Contoh : kuinidin, prokainamid, disopiramid
c. Kelas IB. Kinetik kerjanya cepat dan memperpendek repolarisasi
potensial aksi hanya ringan saja. Mempunyai efek yang ringan terhada
kasus dengan heart beat rendah, tetapi mempunyai efek yang lebih besar
pada kasus dengan heart rate tinggi. Contoh : lidokain, meksiletin,
fenitoin, tokainid
d. Kelas IC. Kinetik kerjanya lambat dan mempunyai efek kecil terhadap
repolarisasi potensial aksi. Contoh : Propafenon, flekainid, lorkainid
e. Kelas II. Obat anti simpatik: menurunkan otomatisasi nodus SA,
memperpanjang refrakter nodus AV, menurunkan kecepatan konduksi
nodus AV. Golongan ini adalah penyekat beta, misalnya propranolol dan
lainnya
f. Kelas III. Memblokade kanal kalium sehingga repolarisasi potensial aksi
diperpanjang dan pada EKG dapat dilihat dengan perpanjangan QT.
Contoh : amiodaron, bretilium, sotalol
g. Kelas IV. Antagonis kalsium. Memperlambat kecepatan konduksi dan
memperpanjang masa refrakter dari jaringan dengan potensial aksi yang
slow respon missal di nodus AV. Contoh : verapamil, diltiazem. Golongan
ini tidak bermanfaat pada ventricular arrhythmia (VA)

Digitalis dan Adenosin tidak termasuk golongan anti aritmia. Efek digitalis
: memperlambat ventricular rate sehingga dapat dipakai pada FA, FIAT dan atrial
takikardia lainnya. Adenosin : menterminasi SVT reentrant yaitu AVNRT dan
bekerja di nodus AV
9

ACE INHIBITOR. Pada pasien dengan gagal jantung kongestif menurut


beberapa penelitian golongan obat ini dapat menurunkan kejadian VA kompleks
termasuk VT, sehingga angka sudden cardiac death juga akan menurun

Terapi mekanis
 Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia
yan memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
 Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat.
 Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien
yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
 Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

TAKIARITMIA
Takiaritmia secara luas dikarakteristikkan dengan supraventricular
tachycardia (SVT), yang didefinisikan sebagai takikardi yang pemacunya berasal
dari jaringan di atas level ventrikel (misalnya SA node, AV node, atau His
bundle), dan ventricular tachycardia (VT), yang didefinisikan sebagai takikardia
yang pemacunya berasal dari jaringan ventrikel atau serabut purkinje.16

2.3 Supraventrikular Takikardi


2.3.1 Definisi
10

Takikardia supraventrikuler (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang


ditandai dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat
dengan frekuensi denyut jantung pasien diatas 100 kali per menit, yang
disebabkan oleh impuls listrik yang berasal di atas ventrikel jantung. Kelainan
pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas
bundel HIS. Berdasarkan hasil Elektrokardiografi SVT mempunyai kompleks
bentuk QRS normal atau supraventrikular namun dapat juga melebar atau
abnormal. 4

2.3.2 Insidensi
SVT dapat terkena pada semua usia baik anak-anak maupun dewasa.
Insiden SVT pada populasi umum masih belum jelas, sebuah pemantauan pada
pasien rawat jangka pendek dari 301 pria dengan usia rata-rata 56 tahun
didapatkan 76 % dengan hasil elektrokardiografi menunjukkan gambaran
SVT.4 Menurut penelitian yang di lakukan Orejarena menyatakan bahwa
pevalensi SVT adalah 0,84% dan mayoritas pasien adalah laki-laki dengan usia
42. SVT (tidak termasuk atrial fibrilasi dan atrial flutter) memiliki insiden 35
dari 100.000 dengan prevalensi 2,29 per 1000 orang.5 AVNRT sering terjadi
pada dewasa (50-60%) sedangkan AVRT paling sering pada anak-anak (30%
dari seluruh SVT). Diperkirakan bahwa 50%-60% kasus SVT hadir dalam
tahun pertama kehidupan.3

2.3.3 Etiologi
SVT dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh denyut
atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk
hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol.
SVT diamati tidak hanya pada orang sehat, melainkan juga terjadi pada
pasien dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit
jantung rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis, dan
keracunan alkohol saat ini. Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan
SVT.2

2.3.4 Mekanisme Terjadinya SVT

Mekanisme tersering yang menyebabkan timbulnya supraventrikular


adalah atrioventricular nodal reentrant tachycardia (AVNRT), atrioventrikular
reciprocating (reentrant) tachycardia (AVRT), dan atrial tachycardia.6
1) Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)

AVNRT timbul karena adanya sebuah lingkaran reentrant yang


menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada pasien dengan
takikardi jenis tersebut, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur
konduksi cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak
sejajar dengan katup trikuspid, memungkinkan sebuah lingkaran reentrant
11

sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut, keluar dari nodus AV
secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara
anterograde (yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke ventrikel) pada waktu yang
bersamaan. Akibat depolarisasi atrium dan ventrikel yang bersamaan,
gelombang P jarang terlihat pada gambaran EKG, meskipun pada depolarisasi
atrium kadang-kadang akan memunculkan gelombang P pada akhir kompleks
6
QRS pada lead V1.

Figure 1 ganti gambarnya yang khusus AVNRT

Gambar 2. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant


tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

2) Atrioventricular Reciprocating (Reentrant) Tachycardia (AVRT)

AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih
jalur konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi
jantung normal. Jalur aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang
mampu menghantarkan impuls listrik antara atrium dan ventrikel pada suatu
titik selain nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk yaitu orthodromik dan
antidromik.7

Pada AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan turun


melewati nodus AV secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan
menggunakan sebuah jalur aksesori secara retrograde untuk masuk kembali
ke atrium. Karakteristik jenis ini adalah adanya gelombang P yang mengikuti
8
setiap kompleks QRS yang sempit karena adanya konduksi retrograde.
Sedangkan impuls listrik pada AVRT antidromik akan dikonduksikan
berjalan turun melalui jalur aksesori dan masuk kembali ke atrium secara
retrograde melalui nodus AV. Karena jalur aksesori tiba di ventrikel di luar
9
bundle His, kompleks QRS akan menjadi lebih lebar dibandingkan biasanya.
12

Gambar 3. Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant)


tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

3) Atrial tachycardia

Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar
diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya
biasanya karena pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat
aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang P
yang agak berbeda dengan gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa
disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi
intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).10

Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah
sirkuit reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan
oleh sebuah ritme reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak
jantung sekitar 300 x/menit dan bersifat regular atau regular-ireguler. Pada
13

gambaran EKG akan tampak gelombang P dengan penampakan “sawtooth”.


Perbandingan antara gelombang P dan QRS yang terbentuk biasanya berkisar
2:1 sampai dengan 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap QRS cenderung
konsisten, atrial flutter biasanya lebih regular bila dibandingkan dengan
atrial fibrillation. Atrial fibrillation dapat menjadi SVT jika respon ventrikel
yang terjadi lebih besar dari 100 kali per menit. Takikardi jenis ini memiliki
karakteristik ritme ireguler-ireguler baik pada depolarisasi atrium maupun
ventrikel.8,9
2.3.5 Gejala Klinis

Karena keparahan gejala tergantung pada adanya penyakit jantung


struktural dan cadangan hemodinamik pasien, individu dengan SVT mungkin
hadir dengan gejala ringan atau keluhan cardiopulmonary yang parah. Gejala
7
yang muncul SVT dan tingkat frekuensi sebagai berikut:
 Palpitasi – lebih dari 96 %
 Dizziness– 75%
 Sesak napas – 47 %
 Sinkop – 20%
 Nyeri dada – 35%
 Kelelahan – 23%
 Diaforesis – 17%
 Mual – 13%

Palpitasi dan dizziness adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh
pasien dengan SVT. Sesak nafas mungkin menjadi sekunder untuk detak
jantung yang cepat, dan sering menghilang dengan penghentian takikardia.
SVT Persistent dapat menyebabkan tachycardia-induced cardiomyopathy.
Pasien yang hemodinamik tidak stabil harus segera disadarkan
dengan kardioversi. Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan sesegera
mungkin. Pasien dengan episode sering SVT cenderung menghindari
kegiatan seperti berolahraga dan mengemudi karena episode masa lalu
sinkop.

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiografi
2. Echocardiografi
3. Sebutkan pemeriksaan lab yang relevan dg svt
4. Cardiac catheterization and coronary angiography
14

Tabel 1

2.3.7 Diagnosis
12
Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:

1. Anamnesis
15

Dalam menganamnesa pasien dengan SVT, klinisi harus mengetahui


durasi dan frekuensi episode SVT, onsetnya, penyakit jantung sebelumnya
dan hal – hal yang dapat memicu terjadinya SVT. Hal – hal yang dapat
memicu SVT adalah alkohol, kafein, pergerakan yang tiba – tiba, stress
emosional, kelelahan dan obat – obatan. Gambaran ini dapat membedakan
supraventrikular takikardi dengan takiaritmia lainnya. Supraventrikular
takikardi memiliki onset dan terminasi palpitasi yang tiba– tiba, sedangkan
sinus takikardi memiliki onset yang mengalami percepatan ataupun
perlambatan secara bertahap.(lihat tabel 1. Table 1 yang mana? Sptnya isi
table 1 tdk relevan dg pernyataan ini). Dengan adanya gejala yang khas
pada anamnesa yaitu onset yang tiba – tiba, cepat, palpitasi yang reguler,
dapat ditegakkan diagnosis supraventrikular takikardi tanpa dibutuhkannya
pemeriksaan EKG berulang. Adapun, pasien yang mengalami onset
supraventrikular takikardi yang tidak tiba – tiba sering kali mengalami
misdiagnosa dengan gangguan panic (dihapus saja). 12,13
Karena keparahan gejala supraventrikular takikardi tergantung pada
adanya gangguan pada struktur jantung atau hemodinamik dari pasien,
pasien dengan paroksismal supraventrikular takikardi dapat memiliki
gejala kardiopulmoner ringan atau berat. Palpitasi dan dizziness
merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien
supraventrikular takikardi. Nyeri dada dapat dijumpai sekunder terhadap
nadi yang cepat dan biasanya berkurang setelah terminasi dari takikardi. 14
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada sistem kardiovaskular dan
respirasi. Pasien sering tampak terganggu dan mungkin takikardi satu
satunya yang dijumpai pada pasien yang sehat dan memiliki hemodinamik
yang baik. Sedangkan pada pasien dengan gangguan hemodinamik dapat
dijumpai takipnu dan hipotensi, crackles dapat dijumpai pada auskultasi
sekunder terhadap gagal jantung, S3 dapat djumpai dan pulsasi vena
jugularis juga dapat terlihat. 4Pada pemeriksaaan fisik pada saat episode
dapat menunjukkan frog sign –penonjolan vena jugularis , gelombang
yang timbul akibatkontraksi atrium terhadap katup trikuspid yang tertutup.
13,14

3. EKG
Persentasi EKG pada pasien dengan supraventrikular takikardi biasanya
terdapat QRS kompleks yang sempit ( QRS interval kurang dari 120msec)
tambahkan kriteria ECG yang lain selain qrs sempit. Masih ada bbrp
kriteria ecg lain utk SVT. Sertakan gambar ECG SVT. tetapi beberapa
kasus ( kurang dari 10 %), dapat dijumpai QRS kompleks yang lebar jika
16

berhubungan dengan pre existing or rate related bundlebranch block.


Pada QRS kompleks yang lebar, lebih baik kitamengasumsikan takikardi
berasal dari ventrikel sampai dapat dibuktikan. Setelah kembali ke irama
sinus rhythm, ke 12 lead EKG harus diperhatikan ada apa tidaknya
gelombang delta (slurred upstroke at the onset of QRS complex), yang
mengindikasikan adanya jalur tambahan ( accessory pathway). Adapun
bukti adanya preexcitation dapat minimal ataupun absen jika jalur
tambahan terletak jauh dari nodus sinus atau jika jalur tambahan
“concealed”.14
17

2.3.8 Diagnosa Banding


Tabel 2
18

2.3.9 Tatalaksana
2.3.9.1 Pada Keadaan Akut
Seperti halnya situasi jantung darurat, "gold standard ABC"
(airway,breathing, circulationACLS sudah tidak menganut ABC, melainkan
CAB) harus diikuti dalam manajemen darurat SVT. Pemeriksaancepat jalan napas
pasien, pernapasan, dan sirkulasi harus dilakukan, dan semua tanda-tanda vital
harus didokumentasikan. Jika pasien dengan penurunan hemodinamik atau kolaps
kardiovaskular (keduanya merupakan kondisi yang tidak biasa di SVT),
kardioversi arus searah harus dilakukan tanpa ditunda. 7,9
Kebanyakan pasien yang datang dengan SVT hemodinamiknya stabil,
yang memungkinkan cukup waktu bagi dokter untuk memeriksa riwayat pasien,
pemeriksaan fisik, dan 12-lead EKG pemeriksaan. Pasien juga harus idealnya
menjalani noninvasif penilaian tekanan darah, pengukuran tingkat saturasi
oksigen, dan EKG monitoring. Suplementasi oksigen harus digunakan bila
diperlukan. Strategi awal untuk mengakhiri PSVT yang umumnya manuver
vagotonic, seperti pemijatan sinus karotis. Namun dokter harus mengevaluasi
pasien apakah adanya bruit karotis (suara abnormal) sebelum mencoba manuver
ini, terutama pada pasienusia lanjut. Manuver Valsava atau perendaman mungkin
wajah dalam air dinginjuga dapat dicoba. Metode ini berfungsi untuk
meningkatkan tonus vagal, yang dapat memperpanjang AV nodal refractoriness
ke titik AV block sehingga mengakhiri takikardia. Perlu dicatat bahwa manuver
vagotonic tidak akan menghentikan takikardia atrium, tetapi mereka dapat
membuat blok AV sementara, memperjelas mekanisme yang mendasari dengan
memungkinkan visualisasi dari gelombang P.4
Jika upaya ini tidak berhasil dalam mengakhiri SVT, langkah berikutnya
adalah intervensi farmakologis. Strategi sebelumnya menggunakan infus obat
simpatomimetik (misalnya, methoxamine hidroklorida, phenylephrine), obat
parasympatomimetic (misalnya, neostigmin, edrophonium), atau digoxin sekarang
jarang digunakan (dihapus saja karena tidak relevan). Penggunaan verapamil
intravena dan adenosin telah menjadi pengobatan standar. Adenosine memiliki
waktu paruh yang cepat (hanya beberapa detik (sekitar 10 detik)), dan
menghasilkan AV blok yang intens namun transien. Adenosine aman untuk
digunakan pada pasien yang memiliki penyakit jantung struktural karena tidak
menghasilkan efek inotropik negatif. Dosis awal standaradenosin adalah 6-mg
bolus, yang harus diberikan dengan cepat melalui jalur intravena mengalir bebas.
Dosis 12 mg atau bahkan 18 mg juga dapat digunakan (jelaskan cara pemberian
adenosine. Ada di buku acls).4 Efek samping adenosine dapat berupa nyeri dada,
dispnea, facial flushing dan terjadinya AV blok.
DalambeberapakasusSVT,calcium channel blockersdanβ-blockermungkin
berguna. Namun, CCB kelas dihidropiridin tidak boleh digunakan karena mereka
tidak berpengaruh pada konduksi AV node. CCB iv yang mungkin efektif
termasuk verapamil dan diltiazem. Diantara jenis β-blocker, metoprolol dan
19

atenolol mungkin efektif (jelaskan dosisnya). Verapamil adalah obat yang paling
umum digunakan sebagai alternatif untuk adenosin. Verapamil sangat berguna
jika terdapat kontraindikasi adenosine atau jika SVT berakhir cepat tapi segera
berulang.4,15 Selain itu amiodarone merupakan anti aritmia yang cukup ampuh
(jelaskan dosisnya) untuk mengurangi gejala takikardia, bekerja
menekanterjadinya ventricular activity (VA) kompleks, berhasil pada 71%
pasien dimana diantaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Semua
pasien yang diterapi denganamiodarone harus diperiksa fungsi hati dan fungsi
tiroid setiap3 bulan.

2.3.9.2 Terapi Definitif


Jika gejala sudah teratasi pasien dengan SVT harus ditawarkan ablasi
kateter untuk pengobatan jangka panjang. Ablasi kateter harus dipertimbangkan
dalam pengelolaan PSVT karena terbukti efektif dan memiliki risiko prosedural
rendah, terutama jika pasien tidak berespon terhadap obat atau tidak patuh untuk
minum obat. Ablasi kateter umumnya dilakukan secara rawat jalan dengan
kombinasi anestesi lokal dan sedasi sadar. Kateter dimasukkan ke jantung melalui
vena femoralis dan akses subklavia.15
Kateter ablasi memiliki tingkat keberhasilan prosedural tinggi sekitar 95%
untuk pasien dengan takikardia klinis, khususnya AVNRT dan AVRT. Sebanyak
5% dari pasien mungkin mengalami kekambuhan takikardia dan membutuhkan
prosedur kedua. Kateter ablasi sangat efektif dalam kebanyakan kasus SVT.
Penelitian menunjukkan ablasi mungkin lebih efektif untuk AVRT dan AVNRT
(> 95% tingkat keberhasilan) daripada untuk takikardia atrium (> 80% tingkat
keberhasilan). Namun demikian pada pertimbangan tertentu, seperti pasien
dengan usia yang sangat tua atau penyakit penyerta. Cryoablation (menggunakan
suhu dingin yang ekstrim untuk menghasilkan "lesi") adalah prosedur lain yang
dapat digunakan untuk mengikis baik AVNRT ataupun AVRT. Cryoablation
mungkin memiliki risiko lebih rendah untuk Blok AV dibandingkan ablasi
kateter.4,15

6
2.3.10 Komplikasi
1. Pingsan
2. Gagal Jantung jika memiliki masalah lain pada jantung seperti
kelainan katup
3. Kematian jika memiliki sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW).

7
2.3.11 Prognosis
Prognosis pada SVT tergantung pada penyakit jantung struktural yang
mendasari. Pasien dengan struktural jantung yang normal memiliki prognosis
yang sangat baik.
20

Morbiditas dan mortalitas SVT dapat tiba-tiba dan berakhir di mana saja
dari detik ke hari. Pasien mungkin asimptomatik, tergantung pada status
hemodinamik dan denyut jantung, durasi dari SVT, dan penyakit komorbid.

Takikardi dengan kompleks QRS lebar dapat terjadi pada :


- SVT dengan konduksi aberan pada keadaan SVT biasa maka konduksi
dari atrium ke ventrikel melalui jalur konduksi normal sehingga kompleks
QRS akan normal. Namun secara fisiologis dapat terjadi hambatan (blok)
pada salah satu berkas cabang (kanan atau kiri) karena adanya perbedaan
masa refrakter diantara keduanya. Keadaan ini disebut konduksi aberan
(abberant conduction). Karena adanya hambatan berkas cabang maka
kompleks QRS akan lebar seperti keadaan LBBB atau RBBB biasa
- SVT dengan konduksi jaras tambahan (accessory pathway) ventrikel
tidak diaktivasi melalui jalur konduksi normal sehingga ventrikel mengalami
aktivasi dini (preeksitasi). Akibatnya kompleks QRS akan terlihat lebar
- SVT pada keadaan bandle branch block yang sudah ada pada keadaan
irama sinus sudah terdapat gambaran BBB (kanan/kiri). Oleh karena itu,
sangat penting untuk membandingkan EKG sebelum dengan pada saa
takikardi.

Gambar 4. Perbedaan morfologi LBBB dan RBBB pada


SVT;VT
21

Gambar 5. Algoritma Brugada untuk membedakan VT dan


SVT dengan konduksi aberan
22

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Deteksi dini jenis takidisritmia merupakan hal yang sangat penting, terutama
karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT
memberikan hasil yang memuaskan. Diagnosis dan pemberian terapi yang
terlambat akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal
jantung bila SVT berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan
struktural maupun tidak.
3.2 Saran
Kasus takikardi supraventrikular masuk ke dalam kompetensi dokter umum
3a, yang berarti dokter umum mampu mendiagnosis kasus takikardi
supraventrikular secara tepat dan mampu memberi terapi awal serta merujuk ke
spesialis yang relevan.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Simon Salim, A. Muin Rachman. Mekanisme dan Klasifikasi Aritmia.


Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Setiati, Alwi, Sudoyo,
Simadibrata, Setiyohadi, Syam. Ed VI, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing.
2014. p. 1336-65
2. Lukman H. Makmun. Aritmia Supraventrikular. Dalam :Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Editor : Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, Setiyohadi,
Syam. Ed VI, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2014. p. 1382-86.
3. Yamin M., Sjaharuddin Harun. Aritmia Ventrikel. Dalam :Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Editor : Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, Setiyohadi,
Syam. Ed VI, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2014. p. 1387- 96
4. American Heart Association, 2011. Guidelines for cardiopulmonary
resuscitation and emergency cardiovascular care: Advanced life support.
Circulation, Volume 112, pp. 167-187.
5. Chun, T. U. H. & Van Hare, G. F., 2010. Advances in the approach to
treatment of supraventricular tachycardia in population. Current
Cardiology Reports, Volume 6, pp. 322-326.
6. Delacrétaz, E., 2012. Supraventricular Tachycardia. New England Journal
of Medicine, 354(10), pp. 1039-1051.
7. Doniger, S. J. & Sharieff, G. Q., 2010. Dysrythmias. Clinics of North
America, Volume 53, pp. 85-105.
8. Dubin, A., 2012. Cardiac arrhythmias. In: R. Kliegmann, R. Behrmann, H.
Jenson & B. Stanton, eds.Philadelphia: Saunders, Elsevier, pp. 1942-1950.
9. Hanash, C. R. & Crosson, J. E., 2010. Emergency Diagnosis and
Management of Arrhythmias. J Emerg Trauma Shock, Volume 3(3), p.
251–260.
10. Hanisch, D., 2012. Arrhythmias. Journal of Nursing, Volume 16, pp. 351-
362.
11. Iyer, V. R., 2013. Drug Therapy Considerations in Arrhythmias. Indian
Pacing and Electrophysiology Journal, Volume 8 (3), pp. 202-210.
12. Kannankeril, P. & Fish, F., 2011. Disorders of Cardiac Rhythm and
Conduction. In: , eds. 7th ed.. In: H. Allen, D. Driscoll, R. Shaddy & T.
Feltes, eds. Moss and Adams' Heart Disease in Infants, Children, and
Adolescents: Including the Fetus and Young Adults 7th Ed. Philadelphia:
Lippincott, Williams and Wilkins, pp. 293-342.
13. Kantoch, M. J., 2011. Supraventricular tachycardia. Indian Journal,
Volume 72, pp. 609-619.
14. Kim, Y. H., Park, H.-S., Hyun, M. C. & Kim, Y.-N.,
2012.Tachyarrhythmia and Radiofrequency Catheter Ablation: Results
From 1993 to 2011. Korean Circulation Journal, Volume 42, pp. 735-740.
15. Kothari, D. S. & Skinner, J. R., 2013. Tachycardias: an update.Volume 91,
p. 136–144.
16. Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular
Tachycardia. The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-
1448.
24

17. Manole, M. D. & Saladino, R. A., 2013. Emergency Department


Management of the Patient With Supraventricular Tachycardia.
Emergency Care, 23(3), pp. 176-189.
18. Moghaddam, M. Y. A., Dalili, S. M. & Emkanjoo, Z., 2011. Efficacy of
Adenosine for Acute Treatment of Supraventricular Tachycardia. The
Journal of Tehran University Heart Center, Volume 3(3), pp. 157-162.
19. Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M., 2011. Supraventricular
Tachycardia in the Primary Care Setting: Agerelated Presentation,
Diagnosis, and Management. Journal of Health Care, 22(5), pp. 289-299.
20. Sekar, R. P., 2013. Epidemiology of Arrhythmias. Indian Pacing and
Electrophysiology Journal, Volume 8, pp. 8-13.
21. Wong, K. K., Potts, J. E., Etheridge, S. P. & Sanatani, S., 2012.
Medications used to manage supraventricular tachycardia: A North
American Survey. Cardiology, Volume 27, pp. 199-203.
22. European Society of Cardiology. 2019. ESC Guidelines for the
management of patients with supraventricular tachycardia. European
Heart Journal. pp 1-66

Anda mungkin juga menyukai