Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk berusia lanjut di dunia ini telah meningkat beberapa


tahun belakangan. Menurut Badan Kesehatan Dunia atau World Health
Organization (WHO) seseorang dapat dikatakan lanjut usia jika sudah berusia
lebih dari 60 tahun.1 Menurut Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, penduduk lanjut usia adalah penduduk berumur 60
tahun ke atas.2 Di dunia terdapat 901 juta orang berusia 60 tahun atau lebih pada
tahun 2015, terjadi peningkatan 48% dari tahun 2000 yaitu 607 juta jiwa.3
Menurut data Perserikatan Bangsa – Bangsa tahun 2015, populasi warga
berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia adalah 21.194 (8,2% dari total penduduk),
diperkirakan pada 2030 akan meningkat menjadi 38.957 jiwa. Kemudian pada
2050 diperkirakan akan meningkat menjadi 61.896 jiwa.3 Berdasarkan data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014, jumlah lansia di Indonesia mencapai
20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03 % dari seluruh penduduk Indonesia tahun
2014. Jumlah perempuan lebih besar daripada laki – laki yaitu 10,77 juta lansia
perempuan dibandingkan 9,47 juta lansia laki – laki.2
Konsekuensi dari peningkatan jumlah warga usia lanjut adalah
meningkatnya jumlah pasien geriatri. Pasien geriatri perlu dibedakan dengan
mereka yang berusia lanjut namun sehat. Karakteristik pasien geriatri adalah
sebagai berikut: pertama yaitu multipatologi, yaitu pada satu pasien terdapat lebih
dari satu penyakit yang umumnya penyakit bersifat kronik degeneratif. Kedua
adalah menurunnya daya cadangan faali; yang menyebabkan pasien geriatri amat
mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih (failure to thrive). Ketiga, yaitu
berubahnya gejala dan tanda penyakit dari yang klasik. Keempat adalah
terganggunya status fungsional pasien geriatri; status fungsional adalah
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari – hari. Keadaan
status fungsional ini menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam
memerankan fungsinya sebagai manusia yang mendiri, sekaligus menggambarkan
konsisi kesehatannya secara umum. Kelima adalah kerapnya terdapat gangguan
nutrisi gizi kurang atau gizi buruk.4

1
Untuk menangani pasien geriatri, pemahaman mengenai kerapuhan atau
frailty sangat diperlukan. Kerapuhan yang awalnya dianggap sama dengan
disabilitas atau keadaan dengan multipel komorbiditas pada usia lanjut ternyata
berbeda dengan kedua hal di atas. Batas antara proses menua dengan kerapuhan
memang tidak terlalu jelas, sehingga seringkali diasumsikan bahwa pada usia
tertentu semua orang akan menjadi rapuh. Dalam perkembangannya, konsep
frailty dimengerti sebagai proses dinamis transisional pada seorang usia lanjut
yang telah kehilangan cadangan fungsional dan menjadi sangat rapuh terhadap
paparan apapun yang dialaminya.4

2
FRAILTY SYNDROME PADA PASIEN GERIATRI

A. DEFINISI KERAPUHAN (FRAILTY SYNDROME)


Lansia yang mengalami penurunan cadangan fungsional
digambarkan dengan istilah kerapuhan atau frailty. Frailty dikarakteristikkan
sebagai disregulasi multisistem, termasuk inflamasi kronik, sarkopenia, dan
perubahan neuroendokrin. Orang dengan frailty berisiko mengalami
penurunan fungsi dan kematian. Tidak ada standar untuk menilai frailty.
Elemen unuk frailty syndrome termasuk kecepatan jalan yang melambat,
kekuatan genggaman yang melemah, penurunan berat badan, pengeluaran
energi yang rendah, dan penurunan kognitif.5
Frailty Syndrome (FS) adalah suatu sindroma geriatri dengan
karakteristik berkurangnya kemampuan fungsional dan gangguan fungsi
adaptasi yang diakibatkan oleh merosotnya berbagai sistem tubuh serta
meningkatnya keretanan terhadap berbagai macam tekanan, yang menurunkan
performa fungsional seseorang. Secara patofisiologi, FS merupakan proses
penurunan kemampuan multi-sistem akibat disregulasi oleh proses penuaan
yang diawali dengan perubahan fisiologi karena usia, penyakit, kurangnya
aktivitas dan atau buruknya asupan nutrisi. Masalah FS ini bersinggungan
dengan proses penuaan (aging), disabilitas dan komorbiditas pada seseorang.
Walaupuan FS dan disabilitas saling berhubungan dan tumpang tindih,
keduanya merupakan hal yang berbeda.6

Gambar 1. Diagram Venn frailty syndrome, disabilitas, dan komorbitditas,


Cardiovaskcular Health Study 8

3
Keadaan FS, disabilitas dan komorbiditas saling tumpang tindih
tetapi merupakan konsep yang terpisah. Disabilitas menunjukkan kesulitan
atau ketergantungan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari
(AKS) (instrumen Activity of Daily Living / ADL). FS menunjukkan
instabilitas atau risiko dari berkurangnya suatu kemampuan fungsional.
Disabilitas mungkin timbul dari satu keadaan katastrofik seperti stroke atau
amputasi traumatik pada seseorang yang sehat dan kuat. Banyak individu yang
mengalami FS juga mengalami disabilitas. Dalam penelitian Fried, sebanyak
72,8% lansia dengan FS tidak mengalami disabilitas dan 72% lansia dengsn
disabilitas tidak mengalami FS.6 Penelitian oleh Cardiovascular Health Study
(CHS) menunjukkan hanya 27% individu yang mengalami disabilitas dalam
melakukan AKS yang dikarakteristik sebagai FS. Frailty syndrome merupakan
suatu prekursor fisiologik terhadap disabilitas, sehingga kemungkinan bahwa
disabilitas sendiri yang menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik yang dapat
mengarah pada terjadinya FS. Komorbiditas mengindikasi adanya penyakit
kronik multipel. Dengan adanya komorbitas terjadi peningkatan risiko
disabilitas dan kematian dibandingkan dengan yang tidak memiliki komorbid.
.
B. EPIDEMIOLOGI FRAILTY SYNDROME
Angka kejadian frailty berkisar 7% pada usia diatas 65 tahun dan
30% pada usia diatas 80 tahun. Pada penelitian terhadap ras Kaukasia,
perempuan lebih banyak menderita FS dibandingkan laki – laki (7:5),
sedangkan pada kelompok Afrika-Amerika didapatkan dua kali lipat
dibandingkan ras Kaukasia (14:7). 6
Berdasarkan kriteria frailty dalam Cardiovascular Health Study
(CHS) prevalensi frailty pada penduduk Amerika usia 65 tahun ke atas
berkisar antara 7 – 12%. Peningkatan berdasarkan usia, 3,9% pada kelompok
usia 65 – 74 tahun hingga 25% pada kelompok usia diatas 85 tahun dan lebih
banyak pada wanita daripada pria 8% dan 5 %)7
Pada studi longitudinal yang dilakukan Gill et al selama 4,5 tahun
dari 754 responden berusia 70 tahun ke atas didapatkan 35% responden
mengalami transisi dari kondisi frailty yang buruk menjadi lebih baik namun

4
belum sampai mencapai tahap non-frailty. Namun pada 18 bulan pertama,
terdapat dua responden yang mengalami transisi hingga non-frail. Penelitian –
penelitian tersebut menggambarkan bahwa frailty tidak bersifat ireversibel
sehingga perbaikan atau pencegahan menjadi pritoritas dalam mengatasinya.7

C. TAHAPAN FRAILTY SYNDROME

1. Tahap Pertama
Proses sebelum menjadi rapuh seringkali tidak menunjukkan tanda dan
gejala, mengingat cadangan homeostasis yang dimiliki individu
tersebut masih cukup untuk melewati suatu paparan seperti penyakit
akut dan stres metabolik yang ditimbulkannya dengan kemungkinan
besar dapat kembali pulih. 4

2. Tahap Kedua
Tahap kedua yaitu tahap rapuh ditandai dengan pemulihan yang
lambat dan tidak sempurna setelah terjadinya penyakit akut, stres atau
injury tertentu, yang menunjukkan bahwa cadangan fungsional yang
dimiliki pasien tersebut sudah sangat minimal. Berbagai karakteristik
yang dikaitkan dengan status rapuh adalah malnutrisi, ketergantungan
fungsional, tirah baring yang lama, gangguan cara berjalan, kelemahan
umum, usia lebih dari 90 tahun, penurunan berat badan, anoreksia, rasa
takut jatuh, demensia, delirium, dan polifarmasi. 4

3. Tahap ketiga
Tahap ketiga yaitu komplikasi kerapuhan yang terjadi bila cadangan
fungsional sudah benar – benar habis sehingga individu sama sekali
tidak mampu melewati proses akut. Pada tahapan ini terjadi
peningkatan risiko jatuh dan penurunan status fungsional yang
menyebabkan disabilitas, polifarmasi, hospitalisasi dan kematian. 4

5
D. SIKLUS FRAILTY SYNDROME
Terdapat beberapa masalah medis yang berperan penting siklus FS,
yaitu: anoreksia, sarkopenia, imobilisasi, aterosklerosis, gangguan
keseimbangan, depresi, dan gangguan kognitif.

Gambar 2. Siklus frailty syndrome, Fried et al6

1. Anoreksia
Keadaan anoreksia sangat sering terjadi pada lansia yang
merupakan bagian dari proses penuaan. Masalah ini diperberat oleh
beberapa penyakit tertentu dan menyebabkan keadaan malnutrisi kronis
yang berakibat kelelahan, kelemahan, kaheksia (general wasting away),
dan defisiensi mikronutrien (vitamin dan mineral).6
Pada proses penuaan, lansia mengalami penurunan rasa lapar dan
kenyang lebih cepat, akibatnya lansia makan lebih sedikit daripada orang
dewasa muda serta makan lebih lambat. Hal tersebut menggambarkan
terjadi penurunan asupan kalori pada lansia. Studi mengatakan terjadi
penurunan sebanyak 25% konsumsi kalori harian pada individu berusia 40
– 70 tahun. Perubahan – perubahan ini juga ditemukan di orang tua sehat
dengan ketersediaan makan cukup. 9
Penurunan rasa lapar pada lansia disebabkan oleh penurunan total
pengeluaran energi (total energy expenditure / TEE), penurunan aktivitas

6
fisik dan penurunan kecepatan metabolisme basal (basal metabolic rate/
BMR). Penurunan masa otot (lower lean body mass / LBM)
mengakibatkan penuruan kebutuhan kalori.9

2. Sarkopenia
Sarkopenia didefinisikan sebagai berkurangnya otot dalam jumlah
besar yang berhubungan dengan proses penuaan. Hal ini dapat dipercepat
oleh beberapa faktor seperti berkurangnya aktivitas fisik serta defisiensi
hormon testosteron dan hormon pertumbuhan.6
Prevalensi sarkopenia di Amerika dan Eropa sekitar 5% - 13%
pada usia 60 – 70 taun dan 11% - 50% pada usia di atas 80 tahun. Di Asia
prevalensi sarkopenia 8%-22% pada perempuan dan 6%-23% pada laki –
laki. Setiati et al, melaporkan jumlah pasien dengan kekuatan genggam
tangan yang rendah sebesar 8% dan mobilitas terbatas sebesar 2,8% dari
251 pasien geriatri rawat jalan.10
Sarkopenia memiliki peran penting pada patogenesis dan etiologi
FS. FS merupakan sindrom klinis yang disebabkan akumulasi proses
menua, inaktivitas fisik akibat tirah baring lama dan turunnya berat badan,
nutrisi yang buruk, gaya hidup serta lingkunagan yang tidak sehat,
penyakit penyerta, polifarmasi serta genetik dan jenis kelamin perempuan.
Faktor tersebut saling berkaitan membentuk siklus dan menyebabkan
malnutrisi kronis disertai disregulasi hormonal, inflamasi dan faktor
koagulasi. Kondisi sarkopenia menyebabkan penurunan kapasitas fisik
sehingga usia lanjut membutuhkan usaha yang jauh lebih besar untuk
melakukan aktivitas fisik tertetu dibanding usia muda. Kurangnya aktivitas
fisik menyebabkan down regulation sistem fisiologis tubuh terutama
kardiovaskular dan muskuloskeletal sehingga kondisi sarkopenia menjadi
berat. Perubahan ini menurunkan laju metabolisme basal (resting
metabolism) dan total pengeluaran energi (total energy expenditure) yang
merupakan gambaran khas malnutrisi kronis. Siklus frailty terus berputar
dan akhirnya menyebabkan disabilitas serta ketergantungan.10

3. Imobilisasi

7
Imobilisasi dapat disebabkan oleh penyakit seperti artritis, yang
menurunkan kemampuan untuk menggerakkan sendi atau oleh karena
adanya nyeri. Penyakit dengan imobilisasi lama juga dapat menyebabkan
kelelahan yang berakhir pada FS jika tidak segera ditangani. 6
Penelitian dilakukan pada 17 orang dewasa muda (usia 23±1 tahun)
dan 15 orang lansia (68±1 tahun), dengan satu tungkai diimobilisasi
selama 2 minggu kemudian diikuti dengan letihan sepeda selama 6
minggu. Imobilisasi menurunkan kontraksi maksimal disadari (–28 ± 6%
dan –23 ± 3%); W max (–13 ± 5% dan–9 ± 4%), massa otot lurik (hanya
pada orang dewasa muda, –485 ± 105g). Setelah enam bulan dilatih terjadi
peningkatan kontraksi maksimal disadari (34 ± 8% dan 17 ± 6%), Wmax
(33 ± 5% dan 20 ± 5%) dan massa otot lurik (pada orang dewasa muda
669 ± 69 g). Kesimpulan dari penelitian ini imobilisasi jangka pendek
memiliki efek pada kekuatan tungkai, kapasitas kerja dan pelatihan selama
6 minggu cukup intuk meningkatkan tapi tidak sepenuhnya
mengembalikan kekuatan otot.11

4. Aterosklerosis
Aterosklerosis yang mengakibatkan penyempitan dan
penyumbatan arteri dapat menyebabkan FS karena berkurangnya oksigen
(VO2) yang mencapai jaringan dan organ. Penyumbatan arteri tersebut
juga dapat menyebabkan stroke, yang mengarah pada terjadinya gangguan
kognitif. Penyakit vaskuler pada derah kaki akibat aterosklerosis akan
mengakibatkan berkurangnya nutrisi otot, memperlambat kecepatan
berjalan, dan terjadi sarkopenia. 6

5. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan dapat dialami oleh setiap orang.
Penurunan keseimbangan dapat memicu suatu lingkaran setan dimana
keadaan terjatuh akan menimbulkan rasa takut, yang mengarah pada
berkurangnya mobilitas dan memperburuk suatu FS. 6

8
Gangguan keseimbangan mempengaruhi antara 20% dan 50% bagi
orang tua berusia 65 tahun atau lebih. Keseimbangan yang buruk sudah
11
mengakibatkan peningkatan risiko jatuh sebanyak tiga kali lipat. Proses
menua mengakibatkan perubahan pada kontrol postural yang mungkin
memegang peran penting pada sebagian besar kejadian jatuh. Perubahan
komponen dari kapabililits biomekanik melipuri latensi mioelektrik, waktu
untuk bereaksi, propioseptif, lingkup gerak sendi dan kekuatan otot. Selain
itu, terdapat pula perubahan pada postur tubuh, gaya berjalan, ayunan
postural, sistem sensorik dan mobilitas fungsional. Usia lanjut yang
dikaitkan dengan input propioseptif yang berkurang, proses degeneratif
pada sistem vestibuler, refleks posisi yang melambat, dan melemahnya
kekuatan otot yang amat penting dalam memelihara postur. Kelemahan
otot dan ketidakstabilan atau nyeri sendi dapat menjadi sumber gangguan
postural selama gerakan volunter. Keseimbagan dapat pula terganggu oleh
adanya penyakit, obat – obatan, dan proses penuaan yang berkaitan dengan
ketakutan akan jatuh sehingga mengurangi aktivitas seseorang. Semua
perubahan tersebut dapat berperan untuk terjadinya jatuh, terutama pada
kemampuan untuk mencegah jatuh manakala terpeleset atau menghadapi
situasi lingkungan yang membahayakan.4

6. Depresi
Depresi dapat diakibatkan oleh berkurangnya mobilitas dan rasa
kelelahan yang terus menerus. Depresi juga dapat memperlambat proses
berpikir. Penyandang depresi lebih cenderung mengalami penyakit berat
lainnya seperti infark miokard dengan pemulihan yang lebih lambat.
Depresi juga menjadi penyebab utama dari anoreksia dan penurunan berat
badan pada lansia.6

7. Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif dapat mengarah pada kemunduran dalam proses mental
seseorang dan kecepatan bereaksi, yang mengakibatkan bertambahnya
frekuensi terjatuh.6

9
E. PATOFISIOLOGI
Perkembangan bukti klinis menunjukkan bahwa FS ialah sindroma
biologis yang ditandai oleh penurunan kemampuan multisistem yang
disebabkan oleh disregulasi akibat penuaan. Awal FS ditandai dengan
perubahan fisiologi karena usia, penyakit dan atau kurangnnya aktivitas, atau
buruknya asupan nutrisi. Perubahan tersebut bermanifestasi pada hilangnya
massa otot tubuh, tulang dan fungsi abnormal dari sistem imun, respons
terhadap inflamasi dan sistem neuroendokrin juga respons tubuh dalam
menjaga homeostasis.6

Gambar 3. Patofisiologi dari frailty syndrome, Espinoza dan Fried 6

Terdapat hipotesis yang menyatakan disregulasi sistem tersebut


tersembunyi dalam keadaan tanpa stres, dan akan menjadi nyata dalam
keadaan stres seperti suhu tinggi, infeksi, atau kecelakaan. Hipotesis tersebut
menjelaskan gambaran klinis pasien usia lanjut yang rapuh dan rentan
terhadap stresor baik endogen maupun eksogen. Akibat kerentanan ini maka
timbul masalah kesehatan dengan gambaran klinis yang berhubungan dengan
FS. Tingginya FS pada perempuan dikarenakan perempuan memiliki massa

10
tubuh yang lebih kecil sehingga kehilangan massa otot dengan bertambahnya
usia akan mengarahkan terjadinya peningkatan FS yang lebih cepat daripada
laki – laki.6
Perubahan fisiologis yang dihubungkan dengan FS merupakan hal
yang kompleks. Kemungkinan terdapat interaksi antara sistem tertentu yang
meningkatkan risiko FS, seperti inflamasi dan disregulasi endokrin. Nutrisi
yang inadekuat, bertambahnya usia, dan perubahan fisiologi yang terjadi
dengan bertambahnya usia dapat mengarah pada terjadinya sarkopenia yang
meningkatkan risiko FS; terdapat bukti yang menunjukkan bahwa hal tersebut
masih dapat dimodifikasi. Fiatarone et al. menunjukkan bahwal latihan
penguatan dapat meningkatkan kekuatan ekstremitas bawah, kecepatan
berjalan, dan kekuatan menaiki tangga pada lansia dengan FS yang tinggal di
fasilitan perawatan. Latihan penguatan juga memperbaiki mobilitas dan
aktivitas spontan sehingga dipikirkan bahwa peningkatan kekuatan otot
mungkin dapat memutuskan siklus FS dengan caa menstimulasi peningkaatan
aktivitas.6
Lipsitz menunjukkan bahwa perubahan sistem tubuh mungkin
mendasari kerentanan pada usia lanjut. Perubahan pada tingkat molekuler juga
dapat memberikan kontribusi terhadap FS. Secara teoritis, Bortz telah
mengusulkan teori physics of frailty yaitu berupa kehilangan kemampuan
fungsional di tingkat selular dengan berkurangnya termodinamik serta
hilangnya cadangan energi selular yang berakhir pada penurunan fungsi fisik.
Fungsi fisiologik yang mengalami penurunan tersebut dapat mengakibatkan
FS yang bermanifestasi sebagai berkurangnya kemampuan untuk
mempertahankan homeostasis dalam menghadapi stressor, antara lain infeksi
akut.6

F. PENILAIAN
Beberapa penelitian telah berusaha mengembangkan indeks
kerapuhan berdasarkan pengamatan jangka panjang terhadap berbagai kondisi
yang terjadi pada individu yang rapuh. Terdapat beberapa model skrining
untuk terjadinya kerapuhan, namun kini belum ada satu kesepakatan universal

11
mengenai model mana yang terbaik untuk digunakan. Berbagai model tersebut
kebanyakan menggunakan beberapa parameter berikut ini sebagai ukuran:
kelemahan, rasa lelah, penurunan berat badan, penurunan keseimbangan,
penurunan aktivitas fisik, performa motorik yang menurun dan melambat dan
penurunan fungsi kognitif ringan.4

1. Indeks Cardiovascular Health Study (Indeks CHS)


Fried telah memvalidasi sebuah gambaran yang lebih spesifik dari
FS yang dijelaskan sebelumnya. Indeks kerapuhan ini disusun Fried dkk
dalam penelitian Cardiovascular Health Study (CHS)-selanjutnya disebut
indeks CHS yang kemudian diadaptaasi oleh American Geriatric Society
dan dianggap sebagai definisi operasional kerapuhan yang terbaik saat ini.4
Diagnosis FS ditegakkan berdasarkan tiga atau lebih dari lima
kriteria yaitu kelemahan, berkurangnya kecepatan jalan, keluhan cepat
lelah, menurunnya aktivitas, dan berkurangnya berat badan. Menurut
definisi Fried tersebut, FS bukan merupakan suatu penyakit tetapi suatu
keadaan antara fungsional dan nonfungsional, serta antara sehat dan sakit.
Terdapat dua fase dari FS yaitu tahap awal dan tahap akhir.4,6

a. Tahap Awal
Tahap awal disebut juga pre-frailty (< 3 tanda karakteristik FS).
Seseorang dengan Prefrailty lebih mungkin ntuk berkembang menjadi
FS; mereka lebih mungkin untuk terjatuh, masuk rumah sakit, atau
meninggal, tetapi resikonya masih lebih kecil daripada lansia dengan
FS. 6

b. Tahap Akhir
Tahap akhir dari FS ialah end-stage yang dikenal dengan istilah failure
to thrive. Tahap ini digambarkan sebagai hilangnya berat badan,
wasting, dependensi, dan mungkin termasuk gangguan kognitif yang
tidak dapat diterangkan.6

12
Tabel 1. Karakteristik Frailty Syndrome6
Kelemahan (Weakness) Menggunakan dinamometer.
Laki – laki dikatakan positif bila hangrip <30kg,
Perempuan <18kg
Jalan yang melambat (Slow Waktu tempuh 4 meter lebih dari 6 detik dikatakan
walking speed) positif.
Kelelahan (Self –reported 0=jarang; 1=kadang (1-2 hari); 2=sedang (3-4 hari);
exhaustion) 3=sepanjang waktu. Nilai positif yaitu 2 atau 3.
Penurunan aktivitas fisik 3 bulan tanpa weight bearing activity atau
(Low level of physical menghabiskan waktu >4 jam duduk atau melakukan
activity) jalan pendek <1kali perbulan
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam tahun terakhir atau 5% dari berat badan.
(Unintentional weight loss)

Tanda klinis yang paling mudah diamati adalah malnutrisi,


sarkopenia, osteopenia, dan gangguan cara berjalan dan keseimbangan.
Dengan menggunakan indeks ini, didapatkan prevalensi kerapuhan pada
suatu populasi adalah (terdiri dari 5317 laki – laki dan perempuan berusia
lebih dari 65 tahun) adalah 6,9%.4

2. Indeks Study of Osteoporotic and Fracture (SOF)


Indeks lain yang lebih mudah diaplikasikan adalah indeks Study of
Osteoporotic and Fracture (SOF) oleh Ensrud dkk.4 Indeks ini
mendefinisikan kerapuhan sebagai kondisi klinis yang ditandai setidaknya
dia dari tiga gambaran berikut yaitu:

a. Malnutrisi yang ditandai dengan 5% penurunan berat badan dalam dua


tahun terakhir.
b. Penurunan mobilitas yang ditandai dengan ketidakmampuan subyek
untuk bangkit dari kursi lima kali secara mandiri tanpa bantuan tangan
c. Penurunan semangat yang ditandai dengan jawaban “tidak” pada
pertanyaan “apakah anda merasa bersemangat setiap saat?” pada
Geriatric Depression Scale (GDS). (Lampiran 1)

13
Indeks ini disusun untuk aplikasi klinis dan memiliki kemampuan
prediksi keluaran yang sama baiknya dengan indeks CHS. Validasi
berbagai indeks ini diperlukan sebelum diterapkan pada populasi lokal.4

3. The Reported Edmonton Frail Scale (REFS)


Penilaian frailty dengan The Reported Edmonton Frail Scale
(REFS) (Lampiran 2) dapat digunakan untuk instrumen penelitian, namun
tidak dapat dianggap sebagai gold-standard untuk penilaian frailty.12

G. PETANDA BIOLOGIS
Hingga kini masih berlangsung studi untuk menemukan definisi
operasional kerapuhan yang terbaik dan penelitian mengenai petanda biologis
juga berkembang pesat.4 Telah diteliti sebanyak 117 responden (rentang usia
antara 62 – 95 tahun) dibagi menjadi 3 kelompok: non-frail (NF), pre-frail
(PF) dan frail (F) sesuai dengan karakteristik Fried. Pemerikaan marker
inflamasi dengan ELISA kits didapatkan pada kelompok F dan PF memilki
nilai lebih tinggi dibanding NF: IL-6(NF vs. PF: p = 0.002; NF vs. F: p < 
0.001), TNFR1 (Tumor Necrosing Factor Receptor 1) (NF vs. F: p = 0.012),
TNFRII (NF vs. F: 0.002; NF vs. PF: p = 0.005).13
Dengan menggunakan definisi operasional dari Fried, telah
dilakukan pula pemeriksaan petanda inflamasi untuk mengidentifikasi petanda
biologis kerapuhan dan didapatkan bahwa C-Reactive Protein (CRP),
fibrinogen, faktor VII dan d-dimer secara signifikan meningkat pada individu
rapuh. Penelitian lain menyimpulkan bahwa gabungan IL-6 dan kadar d-dimer
meningkatkan risiko relatif kematian dalam 5 tahun. Selain faktor – faktor di
atas, resistensi insulin, IGF-1 dan dehydroepiandrosterin (DHEA) juga
tampaknya merupakan petanda biologis kerapuhan yang cukup menjanjikan.4

H. TATALAKSANA FRAILTY SYNDROME


Strategi ideal untuk mencegah frailty syndrome belum diketahui.
Sekarang ini penatalaksanaannya sebagian besar suportif, multifaktorial, dan

14
berbeda setiap individual sesuai target masing – masing, ekspektasi hidup dan
penyakit yang menyertai. Latihan fisik yang sejauh ini yang paling banyak
menguntungkan. Kadang – kadang peralihan pasien ke pendekatan paliatif
atau program perawatan adalah intervensi paling tepat ketika usaha untuk
mencegah penurunan fungsi gagal.5 Terdapat pedoman dan intervensi untuk
mengatasi pola umum dari frailty di bidang klinis pada lampiran 3.
Pencegahan dan tatalaksana yang tepat terhadap FS merupakan
salah satu upaya untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas hidup usia
lanjut. Mekanisme sarkopenia yang multifaktorial menyebabkan tatalaksana
sarkopenia juga harus dilakukan secara holistik. Upaya pencegahan yang
dapat dilakukan adalah asupan diet protein, vitamin dan mineral yang cukup,
serta olah raga teratur. Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar seperti
berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif, pencegahan infeksi dengan vaksin,
serta antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan
elektif dan reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi dan
fisioterapi individual.
Nutrisi yang berperan pada FS adalah protein, vitamin D,
antioksidan, selenium, vitamin E, dan C. Protein merupakan nutrisi utama
yang berperan pada sarkopenia pada FS. Asupan protein yang dianjurkan
untuk orang dewasa adalah 0,8g/kg berat badan/ hari. Orang usia lanjut
umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka kecukupan gizi (AKG).
Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia mendapatkan bahwa 47%
usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Proporsi protein yang
adekuat merupakan faktor penting bukan dalam jumlah besar pada sekali
makan. Hal penting lainnya adalah kualitas protein yang baik, yaitu protein
sebaiknya mengandung asam amino asesensial. Leusin adalah asam amino
esensial dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat
mencegah sarkopenia. Leusin dikonversi menjadi hydroxy-methyl-butyrate
(HMB). Suplementasi HMB meningkatkan sintesis protein dan mencegah
proteolisis. Nutrisi kedua yang berperan penting pada sarkopenia dan
kekuatan massa otot adalah vitamin D. Dari literatur yang ditemukan ketika
seseorang yang kekurangam vitamin D, penambahan vitamin D menurunkan

15
risiko jatuh dengan risk ratio 0.83.11 Orang usia lanjut berisiko mengalami
defisiensi vitamin D. Setiati et al, mendapatkan prevalensi defisiensi vitamin
D pada usia lanjut sebesar 35,1%.10 Rendahnya kadar vitamin D memiliki
risiko 4 kali lipat untuk menjadi frailty. Suplementasi vitamin D pada usia
lanjut dengan defisiensi vitamin D bermanfaat untuk mencegah sarkopenia,
penurunan status fungsional, dan risiko jatuh. Sumber vitamin D banyak
didapatkan pada ikan salmon, tuna, dan makarel. Pajanan sinar matahari juga
merupakan salah satu sumber vitamin D, namun letak geografis, waktu
berjemur, kandungan melanin dalam kulit dan penggunaan tabir surya dapat
memengaruhi kandungan vitamin D. Salah satu bentuk vitaminD adalah
alfacalcidol yang merupakan analog vitamin D non-endogen. Alfacalcidol
bermanfaat untuk mencegah jatuh, meningkatkan keseimbangan, fungsi dan
kekuatan otot. 10
Faktor lain yang berperan penting pada FS adalah aktivitas fisik.
Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot dengan
memicu peningkatan massa dan kapasitas metabolik otot sehingga
memengaruhi bermanfaat untuk mencegah jatuh, meningkatkan
keseimbangan, fungsi dan kekuatan otot.10 Dari literatur yang ditemukan
latihan fisik atau terapi fisik menurunkan risiko jatuh dengan risk ratio 0.87.11
Untuk mengatasi gangguan keseimbangan ini dapat diberikan
latihan keseimbangan, salah satunya yang sangat umum dipergunakan ialah
Tai Chi.6

I. PENCEGAHAN FRAILTY SYNDROME


Sebagian besar domain kerapuhan ini sesungguhnya telah
dievaluasi pada Pendekatan Paripurna pada Pasien Geriatri (P3G) yang biasa
dikerjakan guna mengkaji secara komprehensif semua hendaya dan aset yang
dimiliki seorang pasien usia lanjut, sehingga penerapan P3G tampaknya dapat
pula digunakan untuk penyaring suatu kerapuhan.4 Pencegahan kerapuhan
adalah tujuan utama pada manajemen pasien geriatri. Beberapa intervensi
yang telah terbukti dapat mencegah kerapuhan adalah:

16
1. Diet yang adekuat dengan jumlah asupan protein, vitamin, dan mineral
yang cukup.
2. Latihan fisik rutin yang dilakukan mandiri atau dalam kelompok.
3. Pengamatan teratur mengenai kemampuan dasar individu seperti
kemampuan berjalan, keseimbangan dan fungsi kognitif
4. Pencegahan infeksi dengan vaksin flu, pneumokok dan herpes zoeter
5. Antisipasi keadaan stres akut misalnya operasi elektif.
6. Pemulihan cepat setelah kejadian yang menyebabkan stres metabolik
melalui renutrisi dan fisioterapi.
Intervensi dengan obat yang secara teoritis dapat dilakukan adalah
pemberian hormon anabolik (misalnya megestrol, growth hormone
secretagogues, testosteron dan DHEA. Sayangnya uji klinis menunjukkan
bahwa tanpa aktivitas fisik yang rutin, pemberian hormon ini tidak banyak
bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan maupun fungsi otot meskipun
secara nyata massa otot akan meningkat. Modalitas lain seperti eritropoetin,
agonis reseptor β2 adrenergik, penghambat angiotensin converting enzyme
(ACE) dan statin tidak menunjukkan manfaat yang berarti.4
Resistance training merupakan bentuk latihan yang paling efektif
untuk mencegah FS dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang tua.
Program resistance training dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali
seminggu. Untuk mencegah sarkopenia juga diperlukan asupan protein yang
adekuat. Kedua intervensi tersebut harus berjalan beriringan karena pemberian
nutrisi tanpa aktivitias fisik dapat menyebabkan overfeeding, yang akan
dikonversikan menjadi lemak, sehingga justru membahayakan. Aktivitas fisik
tanpa asupan nutrisi yang adekuat meyebabkan keseimbangan protein negatif
dan menyebabkan degradasi otot. Kombinasi resistance training dengan
intervensi nutrisi berupa asupan protein yang cukup merupakan intervensi
terbaik untuk memelihara kesehatan otot orang usia lanjut.10
Banyak penelitian memperlihatkan resistance training bisa
mempertahankan atau bahkan meningkatkan kepadatan mineral tulang. Nutrisi
optimal meningkatkan efek anabolik dari latihan resistensi. Resistance
training sebaiknya menjadi komponen sentral dari promosi kesehatan

17
sepanjang dengan latihan aerobik.14 Efek latihan resistensi berpengaruh
kepada beberapa sistem tubuh yaitu otot, tulang, metabolisme, saraf,
pernapasan dan sistem endokrin. Hal terpenting yang perlu digarisbawahi
adalah sarkopenia merupakan faktor kunci dalam patogenesis FS pada usia
lanjut serta merupakan kondisi yang dapat dimodifikasi.10 Oleh karena itu
peran nutrisi dan aktivitas fisik menjadi modalitas utama dalam pencegahan
serta tatalaksana sarkopenia dan frailty. Latihan resistensi progresif adalah
instrumen yang efektif dan aman untuk mencegah sarkopenia juga pada orang
lansia yang sangat tua, bahkan dengan intensitas tinggi 15

18
KESIMPULAN

Kerapuhan atau Frailty Syndrome (FS) adalah suatu sindroma geriatri


dengan karakteristik berkurangnya kemampuan fungsional dan gangguan fungsi
adaptasi yang diakibatkan oleh merosotnya berbagai sistem tubuh serta
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai macam tekanan, yang menurunkan
performa fungsional seseorang.
Terdapat beberapa masalah medis yang berperan penting siklus FS, yaitu:
anoreksia, sarkopenia, imobilisasi, aterosklerosis, gangguan keseimbangan,
depresi, dan gangguan kognitif.
Tahapan sebelum rapuh, rapuh, dan komplikasi rapuh bersifat dinamis
sehingga keaadaan rapuh dapat membaik ataupun memburuk.
Beberapa model skrining terjadinya kerapuhan seperti Indeks
Cardiovascular Health Study (Indeks CHS), Indeks Study of Osteoporotic and
Fracture (SOF), The Reported Edmonton Frail Scale (REFS) digunakan dalam
penialain FS, namun belum ada satu kesepakatan universal mengenai model
mana yang terbaik untuk digunakan. Berbagai model tersebut kebanyakan
menggunakan beberapa parameter berikut ini sebagai ukuran: kelemahan, rasa
lelah, penurunan berat badan, penurunan keseimbangan, penurunan aktivitas fisik,
performa motorik yang menurun dan melambat dan penurunan fungsi kognitif
ringan.
Penatalaksanaannya sebagian besar suportif, multifaktorial, dan berbeda
setiap individual sesuai target masing – masing, ekspektasi hidup dan penyakit
yang menyertai. Latihan fisik seperti resistance training yang sejauh ini yang
paling banyak menguntungkan dan diimbangi asupan gizi cukup terutama protein.
Mengingat bahwa FS adalah keadaan dinamis yang memungkinkan
individu berpindah dari satu tahap ke tahap sebelumnya atau berikutnya,
kesempatan untuk deteksi dini dan pencegahan menjadi terbuka. Dengan
pengenalan sejak awal dapat dilakukan berbagai program rehabilitasi untuk
mencegah progresivitasnya sehingga konsekuensi klinis yang berat seperti
ketergantungan total dan kematian dapat dicegah.

19

Anda mungkin juga menyukai