Anda di halaman 1dari 64

1

Kasus 3
Cepat Lelah dan Kaki Bengkak
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke praktek dokter karena
mengeluh badan cepat lelah walau hanya beraktifitas ringan, bahkan berjalan 30
meter saja sudah merasa kelelahan. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu,
tidak berkurang dengan istirahat. Pasien belum minum obat apapun. Beberapa hari
yang lalu pasien melihat bengkak pada kedua kakinya. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda gagal jantung. Dokter
memberikan resep obat digoxin 0,25 mg untuk diminum sehari sekali dan
memberikan surat rujukan agar dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis pasien.
STEP 1. Clarify unfamiliar terms
1. Kaki Bengkak : peningkatan cairan ekstraseluler dan elstravaskuler yang
disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam ruang
interstitial.
2. Gagal Jantung : keadaan patofisiologi jantung yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah akan oksigen dan zat makanan untuk
metabolisme jaringan.
3. Obat Digoxin : - obat untuk pasien gagal jantung kongestif, takikardi
Supraventrikuler
- obat yang berfungsi sebagai vasodilatator dan mempunyai
efek ionotropik
STEP 2. Define the problems
1. Apa itu gagal jantung ?
2. Etiologi dan faktor resiko gagal jantung ?
3. Klasifikasi gagal jantung ?
4. Macam gagal jantung ?
5. Patofisiologi, kompensasi tubuh terhadap gagal jantung ?
6. Manifestasi klinis gagal jantung ?
7. Hubungan kaki bengkak dengan gagal jantung ?
8. Hubungan cepat lelah dengan gagal jantung ?
9. Penegakkan diagnosa (Anamnesis, PF, PP) ?
10. Pentalaksanaan ?
11. Digoxin (Farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, jenis
obat & golongan, efek samping, dosis) ?

STEP 3. Brainstorm possible hypothesis or explanation


1. - Anatomi jantung
- Cardiac output (CO)
- Stroke Volume (SV)
- Heart Rate (HR)
- Tahanan Perifer
Gagal jantung yaitu jantung tidak dapat melakukan fungsi fisiologisnya
secara normal, yang melibatkan beberapa faktor yang membatasi kerja
jantung sendiri.
3 konsep dasar :
- Beban awal
- Kontraktilitas
- Beban akhir
2. Etiologi :
- Kelainan kongenital
- Infeksi penyakit jantung
-

rematik
Penyakit jantung koroner
Kardiomiopati

4. Faktor resiko :
6.
7.

3.

Hipertensi
Alkohol
Hipotiroidisme
DM
Obat

Kelainan katup
CO
Beban awal
Kontraktilitas
Beban akhir

Umur
Jenis kelamin
Kehamilan
Anemia

5.

8. Klasifikasi :
- NYHA : 1 4
- ACC : a- d
9. Macam :
- Gagal jantung sistolik dan diastolik
- Gagal jantung low output dan high output
- Gagal jantung akut dan kronis
- Gagal jantung forward dan backward
- Gagal jantung kanan dan kiri (kongestif)
10. 3 kompensasi :
- Sekresi hormon adrenalin dan noradrenalin
- Retensi Na+
- Hipertrofi miokard
11. Mekanisme adapted :
-

Hipertensi miokard
Neurohormonal
Aktifasi sistem renin-angitensin-aldosteron
Aktifasi sistem saraf simpatis

12. Sirkulasi sistemik, pulmoner, limfatik, coroner :


- Peptida natriuretik , ADH dan endotelin
- Mekanisme Frank Starling
13. Manifestasi klinis : sesak, lemah, bengkak di ekstremitas
- Kriteria Framingham
- Gagal jantung kanan dan kiri
14. Hubungan kaki bengkak dengan gagal jantung : pada gagal jantung kanan ,
penurunan aliran darah ke pulmo, perembesan ke ekstra sel. Dispneu,
ortopneu, paroksismal nocturnal dispneu
15. Hubungan cepat lelah dengan gagal jantung : pada gagal jantung kiri,
metabolisme menurun, CO (perfusi seluruh tubuh tidak kuat)
16. Penegakkan diagnosa :
- Anamnesis
- PF
- PP
17. Penatalaksanaan :
- Medikamentosa : diuretik, -blocker, antiaritmia, antagonis reseptor
-

aldosteron, ACE, ARB, angiotensin converting enzim.


Non medikamentosa : faktor umum, gaya hidup, koreksi setiap penyebab,

diet, berhenti merokok, istirahat, tidak bepergian secara jauh.


18. Digoxin
19.
Jenis : digitalis

20.
atrium
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.

Farmokodinamik : penghambat poten pada aktivitas pompa saluran


Indikasi : payah jantung kongestif, takikardi, fibrilasi
Kontraindikasi : intoksikasi digitalis

33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
Anatomi
43.
jantung
44.
45.
- 4 ruang
46.
- 3 facies
47.
- 3 sulcus 48.
- 4 lapisan 49.
Vaskularisasi : 50.
51.
- A. coronaria
52.
dextra 53.
- A. Coronaria
54.
sinistra 55.
4 katup :
56.
57.
- 2
katup
semilunar
58.
- 2
katup
Atrioventrikula
59.
r
60.
61.

STEP 4. Arrange explanations into tentative solutions

Gagal Jantung

Fisiologi Jantung
-

SV = EDV-ESV
CO = SV x
HR/menit
HR = Frekuensi
kontraksi
Beban awal =
peregangan otot
saat diastolik
Beban akhir =
volume ejeksi
yang
harus
dikeluarkan oleh
ventrikel
saat
kontaksinya
meningkat
Kontraktilitas =
perubahan,
kekuatan
kontraksi

Etiologi
-

Regurgitasi aorta
Stenosis aorta
Hipertensi sitemik
Kardiomiopati
Infeksi oleh bakteri
Streptococcus

haemolyticus
Demam reumatik
aritmia

62.
63.
64.
65.
66.
Gagal Jantung
67.
68.
69.
70.
Faktor resiko
Klasifikasi
71.
72.
NYHA
- Obat
73.
blocker
74.
1. Penyakit
- Alkohol
75.
- Jenis
jantung
+
76.
kelamin
77.
aktifitas yang
- Perilaku
78.
berat
- Umur >4079.
2. Penyakit
80.
tahun
jantung
+
- Hipertensi 81.
aktifitas ringan
- Resistensi 82.
3. Penyakit
83.
perifer
jantung
+
84.
meningkat
aktifitas sangat
85.
- Diabetes
ringan
86.
melitus - Gagal
4.
87.
jantungPenyakit
sistolik dan
88.
diastolik
89.
- Gagal
jantung low output dan
90.
high output
91. jantung akut dan kronis
- Gagal
92. jantung kanan & kiri
- Gagal
93.
- Gagal
jantung backward &
94.
forward Kriteria framingham :
95.
96.
- Gejala mayor
97.
- Gejala minor
Gagal jantung
98.
Gejala
gagal
99.
jantung kiri :
100.
- Takikardi
101.
- Penurunan kapasitas
Patofisiologi 102.
Manifetasi klinis
aktifitas
103.
- Kulit lembap
Kompensasi tubuh 104.
:
- Gallop
105.
Gejala
gagal
106.
- Sekresi
jantung kanan :
107.
adrenalin dan
Asites
108.
noradrenalin
- Edema tibia
109.
- Retensi Na
- Asidosis
- Hipertrofi
- JVP meningkat
miokard
- Hepatojugular
refleks

ACC
a. Ada tanda faktor
resiko + belum
ada kelainan
struktural & fungsi
jantung
b. Ada faktor resiko +
sudah terdapat
kelainan struktur
jantung
c. Sedang dalam
Macam-macam
istilah
dekompensasi
d. gagal
Benar-benar
jantungmasuk
ke dalam refacting
HF

Hubungan kaki bengkak


Gagal jantung kanan

Hubungan dengan
cepat lelah

Penegakkan diagnosa :
-

Anamnesis
PF
PP

110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
STEP 5. Define learning objectives
1. Mekanisme kerja Digoksin
2. Irama jantung pada EKG
3. Gejala dan tanda gagal jantung kiri dan kanan
4. Backward dan forward , beserta gambarnya
5. Gambar fisiologi jantung
6. Dekomkordis kenapa bisa jadi kongestif ?
7. Gambaran EKG intoksikasi digitalis
8. Intoksikasi digitalis
9. Right heart disease pada penyakit kongenital
10. Patofisiologi dari faktor resiko dan etiologi
11. Komplikasi gagal jantung

Digoxin :
-

Intoksikasi
digitalis dan
gambaran
EKG nya

131.
132. STEP 6. Privat study
133.
134. STEP 7. Synthesize and test acquired information
1. Digoksin

(Dosis,

indikasi,

kontraindikasi,

farmakokinetik,

farmakodinamik, efek samping)


1) Deskripsi digoxin
135. Digoxin diperoleh dari daun tumbuhan digitalis (daundaunan yang dipakai sebagai obat memperkuat jantung). Digoxin

membantu membuat detak jantung lebih kuat dan dengan irama yang
lebih teratur. Nama & Struktur Kimia : Sinonim : (3, 5 , 12 )3-[(O-2,6-dideoxy- -D-ribo- hexopyranosyl-(1?4)-O-2,6-dideoxy- D-ribo-hexopyranosyl-(1?4)-2,6-dideoxy-

D-

ribo-

exopyranosyl)oxy-12,14-dihydroxy-card-20(22)-enolide. C41H64O14
136.
Sifat Fisikokimia : Digoksin merupakan kristal putih tidak
berbau. Obat ini praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit
larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam
piridin
137.
Keterangan : Digoksin adalah salah satu glikosida jantung
(digitalis), suatu kelompok senyawa yang mempunyai efek khusus
pada miokardium. digoksin diekstraksi dari daun Digitalis lanata.
138.
Golongan/Kelas Terapi Obat Kardiovaskuler : Nama
Dagang
FaRgoxin
Lanoxin
Digoksin Sandoz
139.
2) Farmakologi
140. Merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari
Digitalis lanata. Mekanisme Digoksin melalui 2 cara yaitu efek
langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan
kekuatan kontraki otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi
berdasarkan penghambatan enzim Na+,K+ -ATPase dan peningkatan
arus masuk ion kalsium ke inta sel. Efek tidak langsung yaitu pengaruh
digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung
terhadap neorotransmiter.
141.
3) Farmakodinamik/Farmakokinetik
142. Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30
menit
143.

Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4

144.
145.

Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan


Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas,

jam

makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami penundaan


(delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi.

4)

146.
Distribusi :
Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg
Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg
Anak-anak : 16 L/kg
Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal
Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%
147. Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam

lambung atau melalui reduksi cincin akton oleh bakteri di intestinal,


metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif.
Bioavailabilitas: T eliminasi (half-life elimination) berdasarkan
umur, fungsi ginjal dan jantung: T eliminasi (half-life elimination):
parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit: digoxigenin: 4 jam ;
monodigitoxoside : 3 12 jam. Waktu untuk mencapai kadar puncak,
serum: oral ~ 1 jam Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk
obat yang tidak berubah ) Konsentrasi serum digoksin : Gagal jantung
kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia : 0,8-2 ng/ml. Dewasa : < 0,5 ng/ml,
kemungkinan menunjukkan underdigitalization, kecuali jika terdapat
hal hal khusus Toksik > 2,5 ng/ml
148.
5) Mekanisme kerja obat
149. Mekanisme kerja gagal jantung kongestif: menghambat
pompa Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran
natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium
intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular :
Secara langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan
periode refractory efektif dan menurunkan konduksi kecepatn - efek
inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan dan
menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi
dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum
konsentrasi digoksin yang lebih tinggi. Digoksin merupakan prototipe
glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata.
150. Mekanisme kerja digoksin melalui 2 cara, yaitu efek
langsung dan tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi
berdasarkan penghambatan enzim Na+, K+ -ATPase dan peningkatan

arus masuk ion kalsium keintra sel. Efek tidak langsung yaitu
pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas
jantung terhadap neurotransmiter.
151. Mekanisme Aksi gagal jantung kongestif: menghambat
pompa Na/K ATP-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran
natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium
intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular :
Secara langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan
periode refractory efektif dan menurunkan konduksi kecepatn - efek
inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan dan
menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi
dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum
konsentrasi digoksin yang lebih tinggi.
152. Monitoring penggunaan obat kapan mengukur konsentrasi
serum digoksin : konsentrasi serum digoksin harus dimonitor karena
digoksin mempunyai rentang terapi yang sempit ; endpoint therapy
sukar ditentukan dan toksisitas digoksin dapat mengancam jiwa. Kadar
serum digoksin harus diukur sedikitnya 4 jam setelah pemberian dosis
intravena dan sedikitnya 6 jam setelah pemberian dosis oral (optimal
12 24 jam setelah pemberian). Terapi awal (inisiasi): Jika loading
dose diberikan: konsentrasi serum digoksin diukur dalam 12 24 jam
sesudah pemberian loading dose awal. Kadar yang terukur
menunjukkan hubungan kadar plasma digoksin dan respon. Jika
loading dose tidak diberikan : konsentrasi serum digoksin ditentukan
setelah

hari

terapi.

Terapi

pemeliharaan

(maintenance ):Konsentrasi harus diukur minimal 4 jam setelah dosis


IV dan paling sedikit 6 jam setelah dosis oral.Konsentrasi serum
digoxin harus diukur dalam 5-7 hari(rata-rata waktu steady state)
setelah mengalami perubahan dosis. Pemeriksaan dilanjutkan 7 14
hari setelah perubahan ke dalam dosis pemeliharaan (maintenance)
153. Catatan : pada pasien dengan end-stage renal disease (gagal
ginjal terminal) diperlukan waktu 15 20 hari untuk mencapai steady
state. Sebagai tambahan pasien yang menerima obat-obat yang dapat

menurunkan kalium seperti diuretik, harus dimonitor kadar kalium,


magnesium dan kalsium. Konsentrasi serum digoksin harus diukur jika
terdapat kondisi berikut : Apabila meragukan kepatuhan pasien atau
mengevaluasi timbulnya respon klinik yang jelek pada pengobatan
awal.
154.
6) Interaksi obat
155. Kuinidin, verapamil, amiodarondan propafenon dapat
meningkatkan

kadar

digitalis.

Diuretik,

kortikosteroid,

dapat

menimbulkan hipokalemia, sehingga mudah terjadi intoksikasi


digitalis.

Antibiotik

tertentu

menginaktivasi

digoksin

melalui

metabolisme bakterial di usus bagian bawah. Propantelin, difenoksilat,


meningkatkan absorpsi digoksin. Antasida, kaolin-peptin, sulfasalazin,
neomisina, kolestiramin, beberapa obat kanker, menghambat absorpsi
digoksin. Simpatomimetik, meningkatkan resiko aritmia. Beta - bloker,
kalsium antagonis, berefek aditif dalam penghambatan konduksiAV.
Interaksi

dengan

obat-obat

berikut

dilaporkan

menunjukkan

signifikansi klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang


mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.
156. Dengan obat lain : Efek Cytochrome P450: substrat
CYP3A4 (minor):Meningkatkan efek/toksisitas : senyawa betablocking (propanolol), verapamil dan diltiazem mempunyai efek aditif
pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan pada
denyut jantung dan menghambat metabolisme digoksin. Kadar
digoksin ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50
%), bepridil, siklosporin, diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa
makrolida

(eritromisin,

klaritromisin),

metimazol,

nitrendipin,

propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin diturunkan 33 %


hingga 50 % pada pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil.
Moricizine dapat meningkatkan toksisitas digoksin . Spironolakton
dapat mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat
meningkatkan

kadar

digoksin

secara

langsung.

Pemberian

suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan digoksindihubungkan


dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang terjadi kasus toksisitas akut

digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara


parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan
kadar darah digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik :
famciclovir, flecainid, ibuprofen, fluoxetin, nefazodone, simetidein,
famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.
157. Menurunkan efek: Amilorid dan spironolakton dapat
menurunkan respon inotropik digoksin. Kolestiramin, kolestipol,
kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat menurunkan absorpsi
digoksin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain) dapat
menurunkan kadar digoksin dalam darah. Penicillamine dihubungkan
dengan penurunan kadar digoxin dalam darah.
158. Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan
signifikansi klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang
mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.
159.
7) Interaksi makanan dengan digoxin
160. Gambaran Umum Digoxin adalah suatu obat diperoleh dari
foxglove [tumbuhan], Digitalis lanata. Digoxin digunakan terutama
untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi)
jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure
(CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan
beberapa dysrhythmias ( jenis abnormal denyut jantung). Obat ini
termasuk obat dengan TherapeuticWindow sempit (jarak antara MTC
[Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv
Concentration] mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang antara
kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat
menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma
harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan
efek toxic/keracunan). Efek samping pada pemakaian dosis tinggi,
gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan,
disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan
ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga
terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria)
mungkin terjadi.

Interaksi Digoxin dengan suplemen Magnesium (Mg) Penggunaan


Digoxin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan
pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg
akan sangat menguntungkan. Dianjurkan konsumsi Mg adalah 30500 mg per hari. Dari makanan, juga dapat ditingkatkan
konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg). Sumber utama Mg
adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacangkacangan, daging, coklat, susu dan hasil olahannya.
Interaksi Digoxin dengan Potassium (Kalium)

Digoxin

mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga


Digoxin pada dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan
hiperkalemia

fatal.

Oleh

karenanya

pada

saat

mengkonsumsi/menggunakan Digoxin, hindari konsumsi suplemen


potassium atau makanan yang mengandung potassium dalam
jumlah besar seperti buah (pisang). Sumber utama potassium
adalah buah, sayuran dan kacang-kacangan. Namun banyak orang
mengkonsumsi digoxin menyebabkan diuretic. Pada kasus
tersaebut,

peningkatan

intake

potassium

dibutuhkan.

Oleh

karenanya harus dikomunikasikan dengan tim kesehatan yang lain.


Interaksi Digoxin dengan Calcium(Ca) Peningkatan Ca dalam
plasma dapat meningkatakan toksisitas digoxin. Oleh karenanya,
hindari

konsumsi

makanan

tinggi

Ca

terutama

jam

sebelum/sesudah minum obat ini. Sumber utama Ca adalah susu


dan hasil olahannya seperti keju.
Interaksi digooksin dengan Makanan Berserat Serat larut air dalam
makanan dapat menurunkan absorbsi digoxin.
Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)
- Ginseng : mekanisma belum jelas, namun penggunaan
-

bersama menyebabkan Digoxin kurang berfungsi


Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam
jumlah besar mengakibatkan kehilangan potassium melalui

urin.
GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter obat dan
menurunkan AUC Digoxin.

Cara Mengatasi Keracunan Untuk mengatasi keadaan


keracunan biasanya dokter memberikan KSR untuk
mencegah terjadinya penurunan kadar kalium dalam darah
(hipokalemia). Keadaan hipokalemia akan meningkatkan
kepekaan sel-sel otot jantung terhadap digoxin sehingga
akan meningkatkan toksisitas digoksin. Oleh karena itu
pasien juga harus dikontrol makanannya terutama yang
mengandung kalium dengan pengawasan yang tepat.

161.
8) Pengaruh
162. Terhadap Kehamilan tidak diketahui apakah digoksin dapat
membahayakan fetus jika diberikan pada wanita hamil atau
mempengaruhi kapasitas reproduktif. Pemberian digoksin pada wanita
hamil hanya jika memang benar diperlukan dan hanya jika keuntungan
pada ibu lebih besar daripada resiko yang ditimbulkan pada fetus.
Literatur dari BNF 50 menyebutkan diperlukan penyesuaian dosis.
Terhadap ibu menyusui hanya sedikit terdapat dalam air susu masuk
dalam air susu ibu (dalam jumlah sedikit)/compatible.
163. Terhadap Anak-anak. Bayi yg baru lahir menunjukkan
adanya toleransi yg bervariasi terhadap digoksin. Bayi prematur dan
immatur biasanya sensitif terhadap efek digoksin, dan dosis obat tidak
hanya diturunkan tapi harus dosis individualisasi sesuai dgn tingkat
maturitasnya.
164. Parameter monitoring konsentrasi serum digoksin, denyut
jantung, EKG, fungsi ginjal, peringatan Infark jantung baru, sick sinus
syndrome, penyakit tiroid, dosis dikurangi pada penderita lanjut usia,
hindari hipokalemia, hindari pemberian intravena secara cepat (mual
dan risiko arimia),kerusakan ginjal, dan kehamilan.
165. Informasi pasien jumlah dan frekuensi penggunaan obat
tergantung dari beberapa faktor, seperti kondisi pasien, umur dan berat
badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan dengan
jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada apoteker atau
dokter. Obat ini harus digunakan secara teratur, biasanya pada waktu
yang sama tiap hari dan biasanya pada pagi hari. Dapat digunakan

tanpa makanan. Diperlukan jumlah kalium yang cukup pada dietnya


untuk

menurunkan

risiko

hipokalemia

(hipokalemia

dapat

meningkatkan risiko toksisitas digoksin). Tes laboratorium diperlukan


untuk memonitor terapi. Pastikan hal ini dilakukan. Jangan
menggunakan OTC seperti antasida, obat batuk, obat influenza, alergi
kecuali atas petunjuk dokter atau apoteker.Jangan menghentikan
pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter.Jangan
menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas
anjuran dokter. Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada
petugas

kesehatan

sebelum

menggunakan

obat

ini.

Jangan

menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu


dokter yang merawat Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin
minum obat setelah ingat. Jika terlewat beberapa jam dan telah
mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat dengan
dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan. Jika lebih dari
satu kali dosis terlewat, hubungi dokter atau apoteker .Obat ini hanya
digunakan oleh pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan pada
orang lain.
166. Perubahan

fungsi

dugaan

toksisitas

digoksin

pada

permulaan pengobatan atau keputusan menghentikan terapi dengan


obat (amiodaron, kuinidin, verapamil) yang mana berinteraksi dengan
digoksin; jika terapi bersama quinidin dimulai, kadar digoxin harus
diukur dalam 24 jam pertama sesudah mulai terapi dengan quinidin,
kemudian sesudah 7 14 hari. Adanya perubahan penyakit
(hypothyroidism).Denyut dan ritme dimonitor melalui pemeriksaan
secara periodik EKG untuk menilai baik efek terapi maupun tandatanda toksisitas Monitoring dengan ketat ( terutama pasien yang
menerima diuretik atau amphotericin) terhadap penurunan kadar
kalium dan magnesium dan peningkatan kalsium , hal-hal tersebut
merupakan pemicu toksisitas digoksin. Ukur fungsi ginjal. Perhatikan
interaksi obat. Obervasi pasien terhadap tanda-tanda toksisitas
nonkardiak, kebingungan dan depresi.
167.

9) Indikasi
Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi).
Untuk payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium

proksimal dan flutter atrium.


Untuk mengobati gagal jantung kongestif, juga digunakan untuk
mengobati fibrilasi atrial, gangguan irama jantung pada atrium
(serambi bagian atas jantung yang membiarkan darah mengalir ke
jantung).

168.
10) Kontraindikasi
Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ;
supraventricular

arrhytmias

yang

disebabkan

oleh

Wolff-

Parkinson-White Syndrome ; takikardia ventricular atau fibrilasi;


hypertropic obstructive cardiomyopathy BlokAV tingkat 2 dan blok

AV total.
Aritmia supra ventrikular yang disebabkan sindroma Wolff Parkinson - White. Fibrilasi ventrikel. Hipersensitif terhadap
digoksin dan penderita dengan riwayat intoleransi terhadap
preparat digitalis.

169.
11) Dosis, cara pemberian dan lama pemberian
Oral, untuk digitalisasi cepat, 1 1,5 mg dalam dosis terbagi, bila
tidak diperlukan cepat, 250 500 mikrogram sehari (dosis yang

lebih tinggi harus dibagi).


Dosis pemeliharaan : 62,5 500 microgram sehari (dosis yang
lebih tinggi harus dibagi). disesuaikan dengan fungsi ginjal dan
pada atrial fibrilasi , tergantung pada respon denyut jantung; dosis
pemeliharaan biasanya berkisar 125 250 mcg sehari (dosis yang
lebih rendah diberikan pada penderita lanjut usia). Pada kondisi
emergensi, loading dose (dosis muatan) diberikan secara infus
intravena , 0,75 1 mg hingga paling sedikit 2 jam, kemudian

dilanjutkan dosis pemeliharaan melalui oral .


Dewasa:
170. Dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis
terbagi. Untuk digitalisasi cepat dimulai 2 - 3 tablet, diikuti 1 -2
tablet tiap 6-8 jam sampai tercapai digitalisasi penuh. Untuk

digitalisasi lambat dan dosis penunjang 1/2-2 tablet sehari (1/2 - 1


tablet pada usia lanjut), tergantung pada berat badan dan kecepatan

bersihan kreatinin.
Dosis harus dikurangi pada penderita dengan gangguan fungsi

ginjal.
Anak-anak dibawah 10 tahun : 025 mg/kg BB sehari dalam dosis
tunggalatau terbagi.

171.
12) Peringatan dan perhatian
172. Dosis lebih rendah pada pasien dengan berat badan
rendah.usia lanjut, hipokalemia dan hipotiroid. Setelah pemberian
selama 14 hari, dosis hams diturunkan dan disesuaikan dengan respon
pasien. Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan menyusui. Hati-hati
pemberian

pada

penderita

gagal

jantung

yang

menyertai

glomerulonefritis akut, karditis berat, gangguan fungsi ginjal sedang


sampai berat, hipokalsemia, hipomagnesemia, aritmia atrium yang
disebabkan keadaan hipermetabolik, penyakit nodus SA, Sindroma
Wolff - Parkinson - White, perikarditis konstriktif kronik, bayi
neonatus dan bayi prematur. Blok AV tidak lengkap pada pasien
dengan serangan Stokes - Adams dapat berianjut menjadi Blok AV
lengkap. Jangan digunakan untuk terapi obesitas atau takikardia sinus,
kecuali jika disertai gagal jantung. Digoksin dapat menimbulkan
perubahan ST-T yang pgsitjf semu pada EKG selama testlatihan.
Anoreksia, mual, muntan dan aritmia dapat merupakan gejala penyerta
gagal jantung atau gejala-gejala keracunan digitalis. Bila timbul
keracunan digitalis maka pemberian obat digitalis dandiuretik
dihentikan.
173.
13) Efek samping
174. Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih,
termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan
penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung, delirium,
halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia
intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang ,
trombositopenia.

175.

Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakit kepala.

Gejala toksik pada jantung : kontraksi ventrikel prematur multiform


atau unifocal,takikardia ventrikular, desosiasi AV, aritmia sinus,
takikardia atrium dengan berbagai derajat blokAV. Gejala neurologik :
depresi, ngantuk, rasa lemah, letargi, gelisah, vertigo, bingungdan
halusinasi visual. Gangguan pada mata: midriasis, fotofobia, dan
berbagai gangguan visus.Ginekomastia, ruam kulit makulopopularatau
reaksikulit yang lain.
176. Efek samping lainya biasanya berhubungan dengan dosis
yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri
abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk ,
bingung, delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang
terjadi rash, isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan
jangka panjang , trombositopenia.
177. Efek samping biasanya dalam kaitan dengan keracunan
Digoxin atau kelebihan dosis dan biasanya Digoxin dapat diterima
dengan

baik

apabila

diberikan

sesuai

dengan

dosis

yang

direkomendasikan untuk gagal jantung kongestif (CHF).


178. Keracunan Digoxin: Efek GI (N/V, anoreksia, diare, sakit di
bagian perut) biasanya merupakan tanda-tanda pertama dari keracunan
Digoxin; Tanda-tanda lain dari keracunan Digoxin: Efek CNS (sakit
kepala, kelelahan, sakit di bagian wajah, kelemahan, kepeningan,
kebingungan

mental);

Gangguan

penglihatan

(mengaburkan

penglihatan, gangguan warna); Racun bisa menyebabkan efek CV


yang serius (memperburuk gagal jantung (HF), arrhythmias,
ditemukan

adanya

konduksi).Hipokalemia

bisa

mempengaruhi

seseorang pada keracunan Digoxin. Reaksi hipersensitif yang agak


jarang terjadi.
179.
14) Instruksi Khusus
180. Dosis rendah Digoxin (62.5 mcg/hari atau 125 mcg setiap
hari lainnya) harus digunakan pada orang yang lebih tua, pasien
dengan kerusakan fungsi ginjal atau pasien dengan massa tubuh rendah
(kurus). Dosis muatan tidak diperlukan pada pasien gagal jantung

kongestif (CHF). Hindari pada pasien dengan kardiomiopati obstruktif


kecuali jika ada gagal jantung akut, pada pasien dengan sindrom
Wolff-Parkinson-White

(WPW)

tidak

boleh

digunakan

untuk

ventricular arrhythmias.
181. Gunakan dengan hati-hati pada kasus hambatan jantung
parsial, gangguan batang sinus, miokarditis akut, MI (myocardial
infarction) akut, gagal jantung parah, penyakit pulmonary akut, pada
pasien yang menjalani cardioversion (pertimbangkan menghentikan
cardioversion dalam waktu 1-2 hari sebelum prosedur dilakukan) dan
dengan obat-obatan lain yang bisa menekan fungsi sinus dan fungsi AV
nodal (misalnya, Amiodarone atau beta-blocker). Hipokalemia,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipoksia, dan hipertiroidisme bisa
mempengaruhi sensitivitas terhadap digoxin.Pengawasan tingkat
digoxin hanya diperlukan jika diduga terjadi keracunan.
182.
183.
2. Irama jantung pada EKG
184.
Irama jantung terdiri dari 3 macam yaitu Irama Sinus,
Irama Junction, dan Irama Ventrikel. Masing-masing irama dinamai sesuai
dengan asal impuls listrik yang keluar. Bila pencetus impuls listrik keluar
dari SA Node maka irama yang muncul disebut Irama Sinus, dari SA Node
muncul Irama Junction dan dari Ventrikel disebut Irama Idioventrikuler
(baca: Irama Ventrikel).
185. A. Irama Sinus
186.
Asal impuls dari SA Node, kalau diibaratkan listrik di
rumah pencetus SA Node ini adalah PLN sehingga dia mempunyai daya
yang kuat mampu menghasilkan impuls 60-100x/menit. Ciri irama sinus
adalah :
Gelombang P (+) (membentuk gambar cembung seperti bukit)
Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12
detik.
187.
Bila denyutan jantung normal 60-100 x/menit disebut irama
sinus ritme, lebih dari 100x/menit disebut irama sinus takikardi, dan bila
kurang dari 60x/menit disebut irama sinus bradikardi.
188. B. Irama Junction

189.

Asal impuls dari area junction, impuls ini muncul bila SA

Node gagal mengeluarkan impuls karena berbagai sebab. SA Node


diibaratkan Genset dia tidak bisa menghasilkan daya sekuat listrik dari
PLN hanya mampu menghasilkan impuls 40-60x/menit. Ciri irama
junction adalah:
Gelombang P (-) (membentuk gambar cekung seperti lembah)
Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12
detik.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
196. Gambar 01. Irama Junction takikardi
197.
198. C. Irama Ventrikel
199.
Asal impuls dari area Ventrikel, ibarat lampu templok
dayanya kecil sekali hampir tidak bisa menerangi rumah, seperti itulah
kira-kira irama ventrikel daya pompa jantung sudah sangat lemah,
menghasilkan impuls 20-40 x/menit.
Gelombang P tidak ada
Kompleks QRS lebar lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.
200.
Bila denyut jantung lebih dari 40x/menit disebut Irama
Ventrikel Takikardi. Bila sahabat menemui kasus seperti ini, segera raba
denyut karotis pasien. Irama Ventrikel Takikardi dengan nadi tidak teraba
perlu segera terapi kejut listrik (DC Shock).
201.
202.
203.
204.
205.
206.
207.
208. Gambar 02. Irama ventrikel
209.
210. Bila daya listrik jantung terus menurun, dia akan menunjukkan irama
Ventrikel Fibrilasi seperti gambar dibawah ini :
211.
212.
213.
214.

215.
216.
217. Gambar 03. Fibrilasi ventrikel
218.
219.
220.
221.
3. Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung
kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kiri
dan volum akhir diastolic dalam ventrikel kiri meningkat, dengan tanda
dan gejala:
Perasaan badan lemah
Cepat lelah
Berdebar-debar
Sesak nafas
Batuk Anoreksia
Keringat dingin
Takhikardia
Dispnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Ronki basah paru dibagian basal
Bunyi jantung III
222.
223.
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan
menurun tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri, dengan tanda dan
gejala:

Edema tumit dan tungkai bawah


Hati membesar, lunak dan nyeri tekan
Bendungan pada vena perifer (jugularis)
Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea)
dan asites.
Berat badan bertambah
Penambahan cairan badan
Kaki bengkak (edema tungkai)
Perut membuncit
Perasaan tidak enak pada epigastrium.
Edema kaki
Asites
Vena jugularis yang terbendung

Hepatomegali
224.
4. Backward dan forward
225.

Beberapa Istilah Dalam Gagal Jantung :


Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
226.
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak
dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan
hanya dapat dibedakan dengan eko-Doppler.
227.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala
hipoperfusi lainnya.
228.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan
gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan
sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis
dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan
aliran vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan
anamnesis, pemeriksaan fisik saja. Ada 3 macam gangguan fungsi
diastolik:
229.

Gangguan relaksasi
Pseudo-normal
Tipe restriktif
Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau

mengurangi penyebab gangguan diatolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau


iskemia. Disamping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan
diastolik tersebut dapat diperbaiki dengan retriksi garam dan pemberian
diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk diastolik
bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau
penyekat kalsium non-dihidropiridin.

Gagal Jantung Low output dan High output


230.

agal jantung low output ialah gagal jantung dengan SV atau CO yang

rendah, disebabkan oleh, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan


perikard.
231.

agal jantung high output ialah gagal jantung dengan SV atau CO yang
tinggi seperti pada hipertyroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beriberi dan penyakit Paget. Secara praktis kedua kelainan ini sulit dibedakan.

Gagal jantung akut dan kronik


232.

agal jantung akut adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Contoh klasik gagal jantung akut
adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma
atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba
menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai udem perifer.
233.

agal jantung kronis adalah sindrom klinis yang komplek yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue baik keadaan istirahat atau
beraktivitas, udem dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam
keadaan istirahat. Contoh gagal jantung kronis adalah kardiomiopati
dilatasi atau kelainan multi vascular yang terjadi secar perlahan-lahan.
Kongesti perifer sangat mencolok, namun tekanan darah masih terpelihara
dengan baik.

Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri


234.

agal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan


seperti pada hipertensi pulmonal yang terjadi primer ataupun sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan udem perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis.
235.

agal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel kiri, manifestasi klinis ialah
SV dan CO menurun dengan akibat perfusi berkurang dan terjadi
akumulasi cairan yang berlebihan pada vena pulmonalis. Contoh: AS,

hipertensi sistemik, infark luas, kardiomiopati dilatasi dengan akibat


terjadi keluhan DOE, PND, orthopnoe, hipotensi dan syok kardiogenik.
236.

etapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua
ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung
bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

Backward Forward heart failure


237.

Konsep pada Backward heart failure adalah pada gagal

jantung satu atau ventrikel lainnya gagal untuk mengeluarkan isinya atau
gagal untuk terisi secara normal, sebagai konsekuensinya, tekanan dalam
atrium dan sistem vena dibelakang ventrikel yang gagal, meningkat, dan
retensi garam dan air terjadi sebagai konsekuensi dari meningkatnya
tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler, akibatnya terjadi transudasi
cairan kedalm ruang interstisial.
238.

Konsep Forward heart failure, bahwa manifestasi gagal

jantung timbul secara langsung akibat tidak cukupnya pengeluaran darah


kedalam sistem arteri. Menurut konsep ini, retensi garam dan air adalah
konsekuensi dari penurunan perfusi ginjal dan reabsorbsi natrium tubuler
proksimalis yang berlebihan dan reabsorbsi tubuler distalis yang
berlebihan melalui aktivasi sistem RAA.
239.

Setiap hambatan pada aliran (forward flow) dalam sirkulasi

akan menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran


(backward congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan
menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sirkulasi aliran darah.
Gagal jantung forward terjadi oleh karena suplai darah tidak cukup ke
aorta. Rasa lelah terutama sewaktu melakukan pekerjaan adalah gejala
yang khas pada gagal jantung forward. Gagal jantung backward terjadi
apabila ventrikel kiri tidak mampu memompakan darah yang datang dari
vena pulmonalis dan atrium kiri sehingga terjadi pengisian yang
berlebihan di paru-paru. Gagal jantung backward biasanya mengakibatkan
edema paru.

240.
5. Fisiologi jantung
241.

1). Potensial Aksi

242.

Aktivitas

listrik

jantung

terjadi

akibat

perubahan

permeabilitas yang memungkinkan terjadi transport ion melewati saluran


cepat dan saluran lambat terutama ion Na, K, Ca. Potensial aksi terdiri dari
5 fase:
-

Fase istirahat(fase 4)
243. Terjadimperbedaan potensial, di dalam sel(-) di luar sel(+)
yang menyebabkan terjadinya polarisasi akibat permeabilitas
terhadap Na-K terutama K. selanjutnya K akan merembes keluar

sel.
Depolarisasi cepat(fase0)- upstroke
244. Akibat permeabilitas Na meningkat kemudian Na akan
masuk melalui saluran cepat menyebabkan keadaan didalam(+)

diluar(-)
Repolarisasi parsial-fase 1(spike)
245. Mendadak terjadi perubahan

kadar

ion

sebagai

penyeimbang, ion negative akan masuk, kemudian trjadi inaktivasi


-

sal.Na .
Plateu-fase 2
246. Tidak terjadi perubahan muatan listrik, ion masuk seimbang
dengan ion yang keluar. K, Na, Ca masuk melalui saluran lambat.
Repolarisasi cepat fase 3(down upstroke)
Aliran Ca& Na inaktif, permeabilitas thd K meningkat, kalium
akan keluar menyebabkan keadaan di dalam(-) dan diluar(+).

247.

Ada 2 jenis refrakter dalam fase siklus elektrofisiologi jantung

yaitu :
248.

1. Periode Refrakter Absolut

Sejak awal fase 0 sampai fase 3, sel jantung akan mengalami fase
refrakter absolut yang berarti saat ini serat otot jantung tidak dapat
di aktivasi ulang walaupun diberi stimulus yang cukup kuat.

249.

2. Periode Refrakter Relatif


-

Menuju pertengahan fase 3 dan tepat sebelum fase 4 sel jantung


akan mengalami fase refrakter relatif yang berarti apabila saat ini
sel otot jantung diberi stimulus yang lebih kuat dari stimulus
normal bisa menyebabkan terbentuk potensial aksi.

250.

Sedangkan setelah mencapai fase 4 atau fase istirahat, setiap

stimulus yang mampu mencapai ambang dapat menghasilkan potensial aksi.


251.

2) . Cardiac Cycle

a. Cardiac Output
252.
Definisi
253.

Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh

kedua ventrikel per menit. Curah jantung terkadang disebut volume


jantung per menit. Volumenya kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki
berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan.
254.

Perhitungan curah jantung :

255.

Curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup

256.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung

257.

(1) aktivitas berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per

menit, pada atlit yang sedang berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan
jantung adalah kemampuan jantung untuk memperbesar curahnya.
258.

(2) Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan

output dengan input-nya berdasarkan alasan berikut:(a) peningkatan aliran


balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolic(b) peningkatan

volume diastolic akhir, akan mengembangkan serabut miokardial


ventrikel(c) semakin banyak serabut oto jantung yang mengembang pada
permulaan konstraksi (dalam batasan fisiologis), semakin banyak isi
ventrikel, sehingga daya konstraksi semakin besar. Hal ini disebut hukum
Frank-Starling tentang jantung.
259.

(3) Faktor yang mendukung aliran balik vena dan memperbesar

curah jantung(a) pompa otot rangka. Vena muskular memiliki katup-katup,


yang memungkinkan darah hanya mengalir menuju jantung dan mencegah
aliran balik. Konstraksi otot-otot tungkai membantu mendorong darah kea
rah jantung melawan gaya gravitasi(b) Pernafasan. Selama inspirasi,
peningkatan tekanan negative dalam rongga toraks menghisap udara ke
dalam paru-paru dan darah vena ke atrium(c) Reservoir vena. Di bawah
stimulasi saraf simpatis, darah yang tersimpan dalam limpa, hati, dan
pembuluh besar, kembali ke jantung saat curah jantung turun(d) Gaya
gravitasi di area atas jantung membantu aliran balik vena(4) Faktor-faktor
yang mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah jantung(a)
perubahan posisi tubuh dari posisi telentang menjadi tegak, memindahkan
darah dari sirkulasi pulmonary ke vena-vena tungkai. Peningkatan refleks
pada frekuensi jantung dan tekanan darah dapat mengatasi pengurangan
aliran balik vena(b) Tekanan rendah abnormal pada vena (misalnya, akibat
hemoragi dan volume darah rendah) mengakibatkan pengurangan aliran
balik vena dan curah jantung(c) Tekanan darah tinggi. Peningkatan
tekanan darah aorta dan pulmonary memaksa ventrikel bekerja lebih keras
untuk mengeluarkan darah melawan tahanan. Semakin besar tahanan yang
harus dihadapi ventrikel yang bverkontraksi, semakin sedikit curah
jantungnya(5) Pengaruh tambahan pada curah jantung(a) Hormone
medular adrenal. Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin meningkatkan
frekuensi jantung dan daya kontraksi sehingga curah jantung meningkat.
(b) Ion. Konsentrasi kalium, natrium, dan kalsium dalam darah serta
cairan interstisial mempengaruhi frekuensi dan curah jantungnya. (c) Usia
dan ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi curah jantungnya.(d)
Penyakit kardiovaskular. Beberapa contoh kelainan jantung, yang

membuat kerja pompa jantung kurang efektif dan curah jantung berkurang,
meliputi:(1) Aterosklerosis, penumpukan plak-plak dalam dinding
pembuluh darah koroner, pada akhirnya akan mengakibatkan sumbatan
aliran darah.(2) Penyakit jantung iskemik, supali darah ke miokardium
tidak mencukupi, biasanya terjadi akibat aterosklerosis pada arteri koroner
dan dapat menyebabkan gagal jantung.(3) Infark miokardial (serangan
jantung), biasanya terjadi akibat suatu penurunan tiba-tiba pada suplai
darah ke miokardium.(4) Penyakit katup jantung akan mengurangi curah
darah jantung terutama saat melakukan aktivitas (Ethel, 2003: 236-237).
260.

3). Peredaran darah

261.

Peredaran darah besar dan darah kecil


262.

Pada intinya, peredaran darah besar adalah perjalanan aliran

darah dari jantung sistemik jantung. Sedangkan peredaran darah


kecil merupakan perjalanan aliran darah dari jantung paru-paru
jantung. Berikut uraian dari peredaran darah besar:
263.

Atrium sinistra memompa darah yang kaya akan oksigen

untuk memasuki ventrikel sinistra melewati katup bikuspidalis.


Kemudian secara bergantian, giliran ventrikel sinistra memompa darah
yang ada pada rongganya untuk mendarahi sistemik (seluruh tubuh)
melewati katup semilunaris aorta sehingga darah dapat disalurkan
melalui aorta tersebut. Aliran darah yang telah mendarahi bagian atas
tubuh, kembali ke jantung (atrium dextra) melalui vena cava superior,
sedangkan aliran darah yang telah mendarahi bagian bawah tubuh,
kembali ke jantung melalui vena cava inferior. Keduanya merupakan
aliran darah yang kaya akan karbondioksida.
264.
265.

Peredaran darah kecil:


Aliran darah dari vena cava superior dan inferior yang kaya

akan karbondioksida tadi, akan memasuki atrium dextra. Selanjutnya

oleh atrium dextra dipompa menuju ventrikel dextra melalui katup


trikuspidalis. Kemudian, oleh ventrikel dextra dipompa ke paru-paru
melewati katup semilunaris pulmonal dan berjalan melalui arteri
pulmonalis. Setelah melewati paru, darah yang kaya oksigen dibawa
kembali ke jantung (atrium sinistra) melalui vena pulmonalis.
Systole-Diastole
266.
267.

Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang

disebut diastol. Periode pengisian jantung dengan darah yang diikuti


oleh suatu periode kontraksi adalah sistol. Ketika kurva paling atas
secara berurutan menunjukkan perubahan tekanan didalam aorta,
ventrikel kiri dan atrium kiri. Kurva keempat melukiskan perubahan
volume ventrikel, kurva kelima adalah elektrokardium, dan kurva
keenam adalah fonokardiogram yang merupakan rekaman bunyi yang
dihasilkan oleh jantung terutama oleh katup jantung sewaktu
memompa darah
Fungsi Atrium sebagai Pompa Primer

Darah mengalir terus menurus dari vena besar ke atrium, 75 %


darah tersebut mengalir dari atrium ke ventrikel sebelum ventrikel
kontraksi.

Kontraksi atrium menyebabkan tambahan pengisian ventrikel


sebesar 25 %.

Atrium sebagai pompa primer yang menyebabkan efektivitas


pompa ventrikel sebanyak 25 %.

268.

Perubahan tekanan dalam atrium :

Gelombang P : karena kontraksi atrium


Tekanan atrium dextra naik 4-6 mmHg

269.

Tekanan atrium sinistra naik 7-8 mmHg


-

Gelombang c : saat ventrikel mulai berkontraksi


270.

Sebagian disebabkan adanya sedikit aliran balik darah

ke atrium pada permulaan kontraksi ventrikel, penonjolan katup


A-V ke atrium karena peningkatan tekanan di ventrikel.
-

Gelombang v : akhir kontraksi ventrikel

271.

Disebabkan aliran darah dari vena sementara katup A-V


tertutup sewaktu kontraksi. Kontraksi selesai, katup A-V
membuka, darah mengalir ke ventrikel, gelombang v hilang.

Fungsi Ventrikel sebagai Pompa


272.

Pengisian Ventrikel
-

Pada fase sistolik darah mengumpul di atrium (katup A-V tertutup.


Sesudah sistolik selesai dan tekanan di ventrikel turun, tekanan di
atrium naik dan mendorong katup A-V agar terbuka, darah
mengalir ke ventrikel (periode pengisian cepat, berlangsung kirakira 1/3 pertama diastolik)
Sedikit darah mengalir ke ventrikel (1/3 kedua diastol)
Atrium berkontraksi dan memberi dorongan tambahan terhadap

aliran darah ke ventrikel, hal ini kira-kira 25% dari pengisian


ventrikel pada setiap siklus jantung.
273.

Pengosongan ventrikel selama sistolik

Periode kontraksi isovolemik (isometrik)


Setelah ventrikel kontraksi, tekanan naik tiba-tiba, katup A-V
menutup

Ventrikel membentuk tekanan yang cukup untuk membuka katup


semilunaris (dibutuhkan waktu 0.02-0.03 derik )

Terjadi kontraksi tapi belum ada pengosongan

Ada peningkatan tegangan di otot tanpa pemendekan serat-serat


otot

Periode Ejeksi
tekanan ventrikel sinistra naik lebid dari 80 mmHg, tekanan
ventrikel dextra naik lebih dari 8 mmhg, katup semilunaris terbuka.

1/3 pertama periode terjadi 70 % pengosongan (periode ejeksi


cepat)

2/3 terakhir periode terjadi 30 % pengosongan (periode ejeksi


cepat)

Periode Relaksasi Isovolemik


Pada akhir sistolik, ventrikel relaksasi, tekanan intraventrikuler
turun.

Tekanan arteri besar naik darah kembali ke ventrikel katup


aorta dan katup pulmonalis tertutup.

Katup A-V terbuka untuk memulai siklus pemompaan ventrikel


baru.

Fungsi Katup
274.
Katup A-V
275.

Katup trikuspidalis dan mitralis mencegah aliran

balik darah yang berasal dari ventrikel manuju ke atrium selama


fase sistolik. Katup aorta dan pulmonalis mencegah aliran balik
darah.
-

Muskulus Papilaris

276.

Menarik daun-daun katup ke dalam agar katup tidak

menonjol terlalu jauh.


-

Katup Aorta dan Pulmonalis


277.

Dapat menyesuaikan diri dengan baik untuk menahan

trauma fisik tambahan.

Kurva Tekanan Aorta


Bila ventrikel kiri berkontraksi, tekanan venrikel dengan cepat

meningkat sampai katup aorta membuka.


Bila katup aorta menutup, pada kurva tekanan akan timbul suatu

insisura.
Insisura disebabkan oleh periode singkat aliran balik darah segera

sebelum penutupan katup.


Tekanan aorta turun hingga 80 mmHg (doastolik) yang merupakan
2/3 dari tekanan maksimum 120 mmHg (sistolik).

278.

4). Hubungan antara Bunyi Jantung dengan Pompa Jantung


-

Ventrikel berkontraksi akan terdengar suara yang disebabkan


oleh penutupan katup A-V. getaran suara tersebut nadanya rendah
dan berlangsung relatif lama dan dikenal sebagai bunyi jantung

pertama.
Sewaktu katup aorta dan katup pulmonalis menutup pada akhir
sistolik tedengar bunyi menutup yang relatif cepat karena katupkatup ini menutup dengan cepat dan sekelilingnya hanya bergetar
untuk periode waktu yang singkat, bunyi ini dikenal dengan bunyi

jantung kedua.
Kadang-kadang dapat didengar bunyi atrium yang disebabkan oleh
getaran yang berhubungan dengan aliran darah yang masuk ke

ventrikel.
Bunyi jantung ketiga terjadi kira-kira pada akhir 1/3 pertama
dari fase diastolik yang disebabkan oleh darah yang mengalir
masuk ke dalam ventrikel yang hampir penuh dengan bunyi
bergemuruh.

Hasil Kerja Jantung


Hasil kerja sekuncup jumlah energi yang diubah oleh jantung
menjadi kerja selama setiap denyut jantung sewaktu memompa

darah ke arteri.
Hasil kerja semenit jumlah total energi yang diubah dalam 1

menit hasil kerja sekuncup X denyut jantung/menit.


Kerja luar (kerja volume-tekanan) kerja yang dilakukan oleh
ventrikel kiri untuk meningkatkan tekanan darah selama tiap
denyut jantung. Hasil kerja luar ventrikel kanan biasanya sekitar

1/6 hasil kerja ventrikel kiri.


Energi kinetik dari aliran darah hasil kerja tambahan dari tiap
ventrikel yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi kinetik
aliran darah adalah sebanding dengan massa darah yang
diejeksikan x kuadrat kecepatan ejeksi.
Frekuensi Jantung
- Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan
ekstrinsik SSO yang terdiri dari saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Kedua saraf tersebut akan mempersarafi SA
node dan AV node dan kemudia mempengaruhi kecepatan dan
-

frekuensi hantaran impuls.


Saraf parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung
dan saraf simpatis akan mempercepat denyt jantung. Namun
pada saat istirahat saraf yang bekerja dominan adalah saraf

parasimpatis
Frekuensi Jantung berdasar kecepatannya ada 3:
279.

Frekuensi jantung normal


280.

Frekuensi jantung normal berkisar

60 sampai 100 denyut permenit, dengan


rata- rata denyutan 75 kali permenit, Dengan
kecepatan

seperti

itu,

siklus

jantung

berlangsung selama 0,8 detik ; sistole 0,5


detik: diastole 0,3 detik
281.

Takikardia

282.

Adalah peningkatan frekuensi

jantung

sampai

melebihi

100

denyut

permenit
283.

Brakikardia
284.

Adalah frekuensi jantung yang

kurang dari 60 kali permenit


Volume Sekuncup
285.

o Merupakan volume darah yang dipompa oleh

setiap ventrikel per detik


286.

o Ada 3 faktor yang mempengaruhi besar volum

sekuncup yaitu :
287.

i.Beban Awal
288.

1. Adalah derajat peregangan serabut

miokardium

segera

sebelum

kontraksi.

Derajat peregangan ini bergantung pada


volum darah yang meregangkan ventrikeel
pada akhir diastol.
289.

2. Mekanisme ini dinyatakan dalan

mekanisme

Frank

Starling,

yang

menyatakan bahwa semakin besar kekuatan


kontraksi saat dastolik maka semakin besar
kekuatan kontraksi saat sistol. Sehingga
meningkatkan volume sekuncup.
290.

ii.Beban Akhir
291.

1.

Adalah

tegangan

serabut

miokardium yang harus terbentuk untuk


kontraksi dan pemompaan darah.
292.

2.

Faktor

yang

mempengaruhi

dijelaskan dalam versi sederhana persamaan


Laplace.
293.

294.

Tegangan dinding = Tekanan intraventrikel x ukuran


295.

Ketebalan dinding ventrikel

296.
297.

3. Persamaan diatas menunjukan

bahwa tegangan dinding sebanding dengan


tekanan intraventrikel dan ukuran ventrikel
dan berbanding terbalik dengan ketebalan
dinding ventrikel
298.

iii.Kontraktilas
299.

1.

Adalah

perubahan

kekuatan

kontraksi yang terbentuk, yang terjadi tanpa


perubahan panjang serabut niokardium.
300.

2.

Peningkatan

kontraktilitas

merupakan hasil intensifikasi hubungan


jembatan penghubung pada sarkomer yang
berkaitan dengan konsentrasi ion Ca 2+
301.

3. Konsentrasi miokardium secara

langsung sebanding dengan jumlah kalsium


intrasel. Peningkatan denyut jantung dapat
meningkatkan

kekuatan

kontraksi.

Bila

jantung berdenyut lebih sering, kalsium akan


tertimbun lebih banyak dalam sel jantung
sehingga

terjadi

peningkatan

kekuatan

kontraksi. Kekuatan kontraksi ini akan


meningkatkan volume sekuncup dan cardiac
output.
302.

Efek obat terhadap Kontraktilitas

303.

a. Obat seperti dopamine dan dobutamine menstimulasi

alpha-1 receptors pada otot jantung sehingga nantinya akan


menstimulasi Ca2+ positive inotropik

304.

b.Obat untuk hipertensi seperti propanolol, timolol,

metaprolol, atenolol,barbiturates, dan labetulol memiliki sifat


blocking pada alfa maupun beta reseptor sehingga Ca2+ tidak
terstimulasi negative inotropik
305.

1. Nodus Sinus (System Konduksi)


306. System konduksi adalah system impuls listrik pada
jantung yang terdiri dari serabut otot jantung yang khusus
sehingga impuls dapat menjalar dari pace maker ke dalam otot
otot myocardium.

307.

308. Fungsi dari system konduksi adalah :


309.
a. Mengatur kecepatan
310.
b. Mengatur irama
311.
c. Mengatur kekuatan denyut jantung
312. System konduksi jantung terdiri dari :
313.
a. Nodus sinu-atrials (S-A node)
314.
b. Nodus atrio ventricularis (A-V node)
315.
c. Serabut penghubung
316.
d. Plexus subendocardial dan intramyocardial dari
purkinye
317.
e. Berkas his dan cabang-cabangnya

318.

Simpul SA secara normal mengeluarkan listrik paling

cepat, depolarisasi menyebar dari sini ke bagian lain sebelum


mengeluarkan listrik menentukan frekuensi denyut jantung.
Impuls yang dibentuk dalam simpul SA berjalan melalui
lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul ini ke berkas his,
dan sepanjang cabang-cabang berkas His melalui system
Purkinje ke otot ventrikel.
319. Asal dan penyebaran eksitasi jantung
320.
Simpul SA terletak pada hubungan antara vena
kava superior dengan atrium kanan
321.
Simpul AV terletak pada bagian posterior kanan
septum antar atrium
322.
Terdapat tiga berkas serat di atrium yang
mengandung serat jenis purkinje dan menghubungkan
simpul SA dengan simpul AV :
323. Traktus antar simpul anterior Bachman
324. Traktus antar simpul medial Wenckebach
325. Traktus antar simpul posterior thorel
326.
Secara normal simpul AV adalah satu-satunya
lintasan yang menghubungkan atrium dengan ventrikel.
Simpul

AV dilanjutkan

dengan

berkas

His,

yang

memberikan cabang berkas kiri pada puncak septum


interventrikular dan berlanjut sebagai cabang berkas kanan.
Cabang berkas kiri dibagi fasikulus anterior dan fasikulus
posterior. Cabang-cabang dan fasikulus berjalan pada
subendokardium turun pada kedua sisi septum dan
berhubungan dengan system purkinje, yang seratnya
menyebar ke semua bagian miokardium ventrikel
327.
328.
329.
Irama listrik otomatis dari serat-serat sinus
330.
Serat-serat jantung mempunyai kemampuan
perangsangan

sendiri

(self

excitation),

yang

dapat

menyebabkan proses lepasan dan kontraksi otot otomatis


331.
Dikarenkan tingginya konsentrasi ion natrium di
dalam cairan ekstraselular juga dengan muatan listrik

negative di dalam serat-serat nodus sinus yang sedang


beristirahat
332.
Ion-ion natrium yang bermuatan posistif di
bagian luar dari serat tetapi cenderung masuk ke dalam
333.
Masuknya ion-ion natrium bermuatan positif
menyebabkan peningkatan potensial membrane
334.
335.
336.
337.
Perjalanan Konduksi
338.
339.

340.

1. Potensial aksi pada otot jantung timbul pertama

kali di SA node yang terletak di atrium kanan. Oleh karena


itu kontraksi otot pertama kali terjadi di atrium kanan.

Peran SA node tersebut di atas menyebabkan pada keadaan


normal dikatakan pace maker.
341.
2. Stimulus menyebrangi antar sekat dan mencapai
AV node. Peristiwa ini terjadi dalam waktu 50 mdet. Di sini
junctional fiber berfungsi untuk memperlambat tibanya
potensial aksi di AV node. Dengan demikian pada periode
diastole waktu pengisian bias optimal.
342.
3. Terjadi delay (perpanjangan) pada AV node
sekitar 150 mdet dan kontraksi atrium terjadi
343.
4. Impuls berjalan di sepanjang

septum

interventrikular dalam bundle AV dan bundle brunch


menuju serat purkinje selama kira-kira 175 mdet
344.
5. Impuls yang dihantarkan oleh serat purkinje dan
disampaikan melewati miokardium ventricular. Kontraksi
atrium lengkap dan kontraksi ventrikel dimulai. Peristiwa
ini membutuhkan waktu 225 mdet
345. Jadi kontraksi atrium diselesaikan dahulu, mengalami
perlambatan dan kontraksi ventrikel dimulai. Jadi kontraksi
antara atrium dan ventrikel tidak berbarengan, tetapi satu
persatu bergantian. Hal inilah yang membuat jantung juga
dikatakan sebagai pompa berotot
346. Terkadang SA node dapat mengalami kerusakan missal
karena aterosklerosis, maka fungsi dari SA node akan
digantikan oleh organ-organ di bawahnya tetapi dengan
kecepatan yang berbeda dapat disebut sebagai pacu jantung
abnormal/ektopik/escape pace maker. Disebabkan oleh :
347.
Bagian jantung lain memilkirangsangan ritmik
yang jauh lebih besar dibanding nodus sinus
348.
Penghambatan penjalaran impuls dari nodus
sinus ke bagian jantung lain
349.
Mengakibatkan ventrikel gagal memompakan darah
denyut jantung terhambat: disebut sebagai syndrome stokeAdams
350.2. Autoregulasi
351.

Pengaturan Keseimbangan Tekanan Darah

a. Jika Tekanan Darah yang menurun.


352. Intinya tekanan darah akan mengalami vasodilatasi, yaitu
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan menurunnya
tekanan darah yang akhirnya suplai darah tidak maksimal
keseluruh tubuh. Yang membuat aktivitas memompa jantung
-

berkurang, banyak cairan darah keluar dari sirkulasi.


Homeostasis, tekanan darah dan volume normal
kemudian terjadi gangguan homeostasis, yaitu penurunan tekanan

dan volume darah


Lalu tubuh akan melakukan 2 cara untuk mengatasinya, yaitu short
term dan long term. Yang short term(Yang melewati jantung),
tubuh akan menggunakan aktivasi simpatik. Seperti yang kita
ketahui sistem saraf simpatik itu berfungsi untuk meningkatkan
tekanan darah, meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut
jantung.

Akhirnya

cardiac

output

dan

pheriperal

resistan

mengalami kenaikan, dan terjadi kenaikan tekanan darah dan


-

akhirnya homeostasis kembali ke normal lagi.


cara yang ke-2 yaitu long term (yaitu melewati ginjal) dengan cara
ginjal menghasilkan enzim yang disebut renin yang memicu
pembentukan angiotensin yang selanjutnya akan memicu pelepasan
hormon aldosteron,dan mengurangi pembuangan air dan garam
oleh ginjal sehingga akan meningkatkan volume darah dalam
tubuh.dan juga melepaskan hormon epinefrin( adrenalin) dan
noreepinefrin(noradrenalin)

yang

merangsang

jantung

dan

pembuluh darah. Bisa juga dengan cara mengaktifkan eritropoetin


yang akhirnya menaikkan formasi sel darah merah.setelah itu
homeostasis dapat kembali normal.
b. Jika tekanan darah meningkat
353. Intinya terjadi vasokonstriksi. Jadi darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempitdaripada
biasanya

dan

menyebabkan

naiknya

tekanan.dan

akhirnya

bertambahnya cairan dalam sirkulasi.


Homeostasis, tekanan dan volume darah normal
Kemudian terjadi gangguan homeostasis yaitu kenaikan tekanan

dan volume darah.


Lalu tubuh akan melakukan dilatasi dinding arteri

Mengaktifkan ANP (Atrial Natriuretic Peptide), yaitu ginjal


melakukan perannya untuk menambah pengeluaran garam dan air,
yang menyebabkan volume darah akan berkurang. Jika volume
darah berkurang, otomatis tekanan darah juga akan menurun dan
akhirnya kembali ke tekanan darah yang normal.

354.

355.
356.
6. Dekomkordis kenapa bisa jadi kongestif ?
357.
358.
359.
360.
361.
362.
363.
364.
365.
366.
367.
368.
369.
370.
371.
372.
373.
374.
375.
376.

377.
378.
379.
380.

381. Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan
gagal jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang
dapat diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi
pada saat yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.
382.
7. Gambaran EKG pada Intoksikasi digitalis
383.

Perubahan EKG yang khas untuk intoksikasi digoxin

adalah:

ST Depresi dengan gambaran scooped out Flat, negative or biphasic T


wave

Pemendekan QT interval

Peningkatan amplitudo u-wave

Prolonged PR-interval

Sinus bradycardia
384.

Aritmia yang sering terjadi pada keracunan digitalis:

AV block. termasuk complete AV block and Wenkebach.

Tachyarrhythmias:

Junctional tachycardia

Atrial tachycardia

Ventricular ectopia, bigemini, monomorphic ventricular tachycardia,


bidirectional ventricular tachycardia

385.
386.
387.
388.

389.
390.
391.
392.
393. Gambaran EKG pada intoksikasi digitalis
394. (Dapus: Goodman Gilman. 1991. Digitalis intoxication. In:the
pharmacological basis of therapeutics, 8th edition, Pergamon press)
8. Intoksikasi Digitalis
395. Definisi
396.
397. Intoksikasi adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Intoksikasi digitalis dapat diartikan sebagai intoksikasi yang dikarenakan
dosis toksik digitalis cukup dekat dengan dosis terapi, adanya
kecenderungan terjadi akumulasi, dan dipengaruhi oleh kadar elektrolit
yang tidak seimbang.
398.
399. Tanda-Tanda dan Pemicu
400. Gejala-gejala

umum

intoksikasi

digoksin,

meliputi

anoreksia, perasaan mual dan muntah serta diare tidaklah spesifik


Manifestasi gastrointestinal sangat umum dialami oleh pasien usia lanjut,
pasien dengan gastritis, chronic heart failure atau chronic kidney disease.
Meskipun demikian, adanya keluhan gastrointestinal dan malaise pada
pasien dalam terapi digitalis. Terdapat kelainan pada penglihatan yang
merupakan gejala paling umum pada intoksikasi digitalis. Kelainan ini
dapat berupa gangguan penglihatan warna, khususnya chromatopsia
(persepsi subyektif bahwa warna benda yang dilihat tidak mempunyai
warna sesuai aslinya. Sementara bradiaritmia dapat merupakan salah satu
manifestasi klinis intoksikasi digitalis.
401. Digitalis dieksresi melalui ginjal dengan clearance rate
yang sebanding dengan glomerular filtration rate. Gagal ginjal akan
memperlama waktu paruh digitalis dan mengurangi volume distribusi
ekstravaskuler.

402.

Waktu paruh meningkat pada pasien dengan kelainan ginjal

yang lanjut (hingga 3-5 hari); volume distribusi dan clearance rate,
keduanya akan menurun pada pasien lanjut usia. Dikarenakan sempitnya
indeks terapi, penggunaan obat ini pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal dan pada pasien usia lanjut harus sangat hati-hati sekali.4 Seperti
apa yang dinyatakan oleh Doering pada penelitiannya di tahun 1977, orang
usia lanjut dengan gangguan fungsi ginjal rentan untuk terjadi intoksikasi
digitalis.6 Sementara Soffer and Dubnow, pada penelitiannya, menyatakan
bahwa insiden reaksi toksik meningkat dengan tajam sesuai dengan usia
dan dosis yang diberikan pada pasien tua harus lebih kecil.7 Selain itu
pada satu penelitian oleh Lubash dkk, diketahui bahwa intoksikasi digitalis
dijumpai pada 30 % pasien dengan terapi dialisis yang mendapatkan terapi
digitalis.
403.

Selain faktor usia dan kelainan fungsi ginjal, kita harus

menilai secara hati-hati adanya kondisi ketidakseimbangan elektrolit yang


dapat mempengaruhi mekanisme kerja digitalis. Hipokalemia berpotensi
untuk mencetuskan aritmia. Kalium dan digitalis berinteraksi dengan
saling menghambat satu sama lain untuk berikatan dengan Na+/K+
ATPase. Ion kalsium memfasilitasi aksi toksik glikosida jantung dengan
mempercepat penyimpanan kalsium intraseluler yang berlebihan yang
mendasari gangguan otomatisitas yang dicetuskan digitalis. Oleh karena
itu hiperkalsemia meningkatkan risiko aritmia akibat digitalis. Sedangkan
magnesium memberikan efek sebaliknya
404. Sementara itu, dari pemeriksaan fisik, denyut nadi tidak
teratur dan lambat, 43 kali per menit. Pemeriksaan lain dalam batas
normal. Kecurigaan kepada kelainan oragan lain seperti saluran cerna,
hati, dan ginjal dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium.
Begitu pula kecurigaan keluhan gastrointestinal sebagai salah satu
manifestasi infark miokard dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan EKG.
Bentuk aritmia apapun, termasuk atrial fibrilation slow ventricular
response, dapat merupakan manifestasi EKG intoksikasi digitalis dan tidak
ada satupun gambaran EKG yang patognomonik pada keadaan dimana
kadar digoksin berlebihan. Kombinasi antara peningkatan otomatisitas dan

gangguan konduksi (contohnya AV block disertai dengan accelerated


junctional) menunjukkan kemungkinan besar adanya intoksikasi bahkan
pada pasien yang kadar serumnya masih dalam rentang dosis terapi.
Munculnya gejala malaise, gangguan gastrointestinal, atau aritmia baru
pada pasien yang menerima digitalis memberikan kecurigaan adanya
intoksikasi. Apabila gejala-gejala tersebut membaik setelah penghentian
obat atau pengurangan dosis digoksin, maka hal ini semakin mendukung
adanya intoksikasi digitalis. Pengukuran konsentrasi glikosida dalam
plasma atau serum, bersamaan dengan perkiraan konsentrasi kalium dalam
plasma akan sangat membantu penegakan diagnosis. Apabila konsentrasi
kalium normal, sangat tidak mungkin terjadi intoksikasi digitalis dengan
konsentrasi digitalis di bawah 2 ng/ml, sedangkan intoksikasi sangat
mungkin terjadi bila kadar digoksin dalam serum di atas 4 ng/ ml.
Meskipun begitu pada pasien dengan kadar kalium di bawah normal, kadar
glikosida antara di bawah 2 ng/ml mungkin masih dapat dikaitkan dengan
intoksikasi.
405.
406. Dasar Diagnosa
407. Kadar digitalis plasma dapat dapat digunakan untuk
memonitor toksisitas dan sebagai petunjuk dosis pengobatan yang tepat.
Kadar terapi bervariasi antara 0,6-1,3 ng/mL. Kadar digitalis dalam serum
yang berkaitan dengan toksisitas tumpang tindih antara rentang dosis
terapi dengan dosis yang toksik karena banyak sekali faktor yang
meningkatkan potensi terjadinya toksisitas digitalis. Oleh karena onset
kerja digitalis yang terlambat, setidaknya 6 jam setelah pemberian obat
dan pengambilan sampel pengukuran kadar digoksin sehingga mencegah
peningkatan kadar yang tidak sebenarnya. Terlalu mengandalkan kadar
digoksin tanpa melihat manifestasi klinis dapat menyebabkan pengambilan
keputusan intervensi yang tidak sesuai dan mahal.11 Cara yang terbaik
adalah dengan memantau kadar digitalis dan menghubungkannya dengan
kadar kalium dan manifestasi klinis dan gambaran EKG. Kadar digoksin
yng diukur sebelum 6-8 jam setelah proses cerna mencerminkan distribusi
awal obat akan tetapi bukan kadar dalam jaringan yang sebenarnya dan

tidak bisa menjadi prediktor adanya intoksikasi. Waktu paruh dalam


plasma memendek menjadi 10-25 jam pada pencernaan secara akut dan
masif, dibandingkan dengan pada proses cerna yang tidak toksik yaitu 36
jam.
408.
409.
410. Terapi
411.

Penatalaksanaan yang efektif berdasarkan pada penemuan

awal bahwa disritmia dan atau manifestasi nonkardiak mungkin


berhubungan dengan intoksikasi digoksin. Prinsip umum penatalaksanaan
meliputi penilaian beratnya masalah dan penyebab terjadinya toksisitas
(misalnya, fungsi ginjal, dosis yang diberikan, obat yang diberikan
bersamaan, dan apakah dosis yang berlebihan sengaja atau tidak sengaja
diberikan. Kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan, antara
lain usia, riwayat penyakit, kronik tidaknya intoksikasi digitalis, adanya
penyakit jantung dan atau gangguan fungsi ginjal, dan yang paling penting
perubahan EKG. Ketiga, penilaian kondisi hemodinamik, meliputi EKG
12 lead dan monitor jantung, begitu pula perawatan di ICU dan akses
intravena. Keempat, pengukuran elektrolit secara cepat, meliputi kalium
dan kalsium, kreatinin, dan kadar digitalis. Penatalaksanaan disritmia
bervariasi, tergantung ada tidaknya ketidakstabilan kondisi hemodinamik,
perjalanan aritmia, ada tidaknya gangguan elektrolit. Pada bradiaritmia
yang stabil, pasien ditatalaksana dengan observasi dan penghentian obat.
Pastikan status volume yang cukup untuk mengoptimalakan fungsi ginjal
dalam membuang obat yang berlebihan. Obat untuk sebagian besar
bradikardi adalah penghentian digitalis, sedangkan pemberian atropin atau
pacu jantung sementara diperlukan pada pasien yang bergejala.
412.
9. Right heart disease pada kongenital
413.

Penyakit jantung kongenital

414.
Merupakan suatu penyakit jantung bawaan atau suatu penyakit jantung
yang dibawa oleh seorang bayi yang berlaku sejak dalam kandungan
seperti jantung berlubang dan kecacatan pada jantung. Kelainan kongenital

merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak


kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah
lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk
masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital
berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
415.

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu

jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital
secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang
suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu
bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi.
Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu
kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila
ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu
kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil,
kemungkinan ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain
sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital
kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
416.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi

terjadinya kelainan kongenital antara lain :


o Kelainan Genetik dan Khromosom.
417. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar
akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara
kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa,

tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai


unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai
unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi
adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat
membantu langkah-langkah selanjutya.
o Faktor mekanik.
418. Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin
dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga
menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh
ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus,
talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).
o Faktor infeksi
419. Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah
infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam
trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di
samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh
infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus
Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi
Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem
pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung
bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus,

infeksi

toksoplasmosis,

kelainan-kelainan

kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan


pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus,
mikrosefalus, atau mikroftalmia.
o Faktor Obat

420.

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil

pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya


dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya
fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik
diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak
diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya
trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak
perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari
karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini
misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat
dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya
sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
o Faktor umur ibu
421. Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan
pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa
menopause.
422.
423.
o Faktor hormonal
424. Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan
kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan
untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
o Faktor radiasi
425. Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan
dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya
riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat

menyebabkan

kelainan

kongenital

pada

bayi

yang

dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis


sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada
hamil muda.
o Faktor gizi
426. Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam
masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada
manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A
ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan
kejadian &elainan kongenital.
o Faktor-faktor lain
427. Banyak kelainan kongenital

yang

tidak

diketahui

penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup


janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
428. Jenis-Jenis Penyakit Jantung Bawaan
429.

Penyakit Jantung Bawaan dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi besar,

yaitu PJB sianotik dan asianotik (Bernstein, 2007).


430. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
431.

Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan

fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya
lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah
satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah
besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum
presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis
dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru

432.

Menurut Soeroso dan Sastrosoebroto (1994), berdasarkan ada

tidaknya pirau, kelompok asianotik terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok


dengan pirau dari kiri ke kanan dan kelompok tanpa pirau.
433. Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
434. Defek Septum Ventrikel
435. Defek Septum Ventrikel (DSV) adalah lesi kongenital pada jantung berupa
lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan
antara antar rongga ventrikel (Ramaswamy, et al. 2009). Defek ini dapat
terletak dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak, serta
ukuran dan bentuk dapat bervariasi (Fyler, 1996).
436. Insidensi DSV terisolasi adalah sekitar 2 6 kasus per 1000 kelahiran
hidup dan terjadi lebih dari 20% dari seluruh kejadian PJB. Defek ini lebih
sering terjadi pada wanita daripada pria.
437. Klasifikasi DSV dibagi berdasarkan letak defek yang terjadi, yaitu:
1. Perimembranasea, merupakan lesi yang terletak tepat di bawah katup
aorta. Defek Septum Ventrikel tipe ini terjadi sekitar 80% dari seluruh
kasus DSV
2. Muskular, merupakan jenis DSV dengan lesi yang terletak di otot-otot
septum dan terjadi sekitar 5 20% dari seluruh angka kejadian DSV.
438. Gejala klinis DSV cukup bervariasi, mulai dari asimtomatis, gagal jantung
berat, ataupun gagal tumbuh. Semua ini sangat bergantung kepada besarnya
defek serta derajat piraunya sendiri, sedangkan lokasi defek sendiri tidak
mempengaruhi derajat ringannya manifestasi klinis yang akan terjadi
(Soeroso and Sastrosoebroto,1994). Pada DSV kecil dengan pirau kiri-kekanan dan tekanan arteri pulmonalis yang normal, pasien biasanya tidak
menunjukkan gejala dan kelainan ditemukan ketika pemeriksaan fisik. Pada
defek berukuran besar dengan peningkatan aliran darah paru dan hipertensi
pulmonalis, pasien dapat mengalami dispnea, kesulitan makan, gangguan

pertumbuhan, infeksi paru berulang, dan gagal jantung pada awal masa bayi
(Bernstein, 2007).
439. Defek Septum Atrium
440. Defek Septum Atrium (DSA) adalah anomali jantung kongenital yang
ditandai dengan defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium
sekundum, ostium primum, dan bantalan endokardial. Defek Septum Atrium
dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur
septum atrium yang gagal berkembang secara normal
441. Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu:
1. Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum
dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek di dasar septum.
Kejadian DSA Ostium Primum pada wanita sama dengan pria dan
terhitung sekitar 20% dari seluruh kasus PJB (Bernstein, 2007).
2. Ostium Sekundum, merupakan tipe lesi DSA terbanyak (70%) dan jumlah
kasus pada wanita 2 kali lebih banyak daripada pria (Vick and Bezold,
2008).
3. Sinus Venosus, merupakan salah satu jenis DSA yang ditandai dengan
malposisi masuknya vena kava superior atau inferior ke atrium kanan.
Insidensi defek ini diperkirakan 10% dari seluruh kasus DSA (Vick and
Bezold, 2008).
442. Defek yang terjadi dapat berbagai jenis, mulai dari yang berukuran kecil
sampai sangat besar dan menyebabkan pirau dari atrium kiri ke atrium kanan
dengan beban volume lebih banyak di atrium dan ventrikel kanan. Gejala
pada anak dan neonatus umumnya asimtomatis, namun bila pirau cukup besar
maka pasien dapat mengalami sesak nafas dan sering mengalami infeksi paru.
Gagal jantung sangat jarang ditemukan. Pada anak dengan pirau kiri-kekanan berukuran besar biasanya mengeluhkan cepat lelah dan dispnea. Gagal
tumbuh jarang didapati.

443.
444. Defek Septum Atrioventrikularis
445. Defek Septum Atrioventrikularis (DSAV) ditandai dengan penyatuan DSA
dan DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular (Bernstein, 2007).
446. Defek Septum Atrioventrikularis terhitung 4 5% dari seluruh kasus PJB.
Predileksi defek ini antara pria dan wanita sama banyaknya.
447. Gejala dapat timbul pada minggu pertama dan gagal jantung pada bulanbulan pertama kelahiran (Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994). Riwayat
intoleransi olahraga, cepat lelah, dan Pneumonia berulang dapat ditemukan,
terutama pada bayi dengan pirau kiri-ke-kanan dan mitral insufisiensi mitral
yang berat (Bernstein, 2007).
448. Duktus Arteriosus Persisten
449. Seperti namanya, Duktus Arteriosus Persisten (DAP) disebabkan oleh
duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Jika duktus tetap
terbuka setelah penurunan resistensi vaskular paru, maka darah aorta dapat
bercampur ke darah arteri pulmonalis (Bernstein, 2007).
450. Gejala klinis yang muncul tergantung ukuran duktus. Duktus berukuran
kecil tidak menyebabkan gejala dan biasanya diketahui jika terdapat suara
murmur saat dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pasien dengan DAP
berukuran besar, pasien akan mengalami gejala gagal jantung. Gangguan
pertumbuhan fisik dapat menjadi gejala utama pada bayi yang menderita
DAP besar (Bernstein, 2007).
451. Kelompok tanpa pirau meliputi:
1. Stenosis Pulmonalis --- Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik
dalam tubuh ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri
pulmonalis, diuraikan sebagai Stenosis Pulmonalis (SP). Stenosis
Pulmonalis terjadi sekitar 7.1 8.1 per 100.000 kelahiran hidup. Defek ini
cenderung terjadi pada wanita (Fyler, 1996). Gejala klinis umumnya

asimtomatis meskipun stenosis cukup besar. Anak bisa saja tampak sehat,
tumbuh kembang normal dengan wajah moon face, dapat berolahraga
seperti normal, dan tidak terdapat infeksi saluran nafas yang berulang
(Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Walaupun demikian, pasien yang
awalnya tidak menunjukkan gejala dalam perkembangan penyakitnya
dapat timbul gejala yang bervariasi dari dispnea ringan saat olahraga
sampai gejala gagal jantung, tergantung keparahan obstruksi dan tingkat
kompensasi myokardium. Obstruksi sedang-berat dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah paru selama berolahraga sehingga terjadi
kelelahan yang diinduksi olahraga, sinkop, atau nyeri dada.
2. Stenosis Aorta --- Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan aorta yang
dapat terjadi pada tingkat subvalvular, valvular, atau supravalvular.
Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak-anak karena katup
berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik yang lunak di
daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa sehingga terkadang
sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan penyakit jantung
bawaan atau didapat (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Insidensi SA
pada anak mendekati 5% dari seluruh kejadian PJB (Bernstein, 2007).
Defek ini lebih sering terjadi pada pria (Emmanouilides, et al. 1998).
Gejala klinis asimtomatis, namun pada gejala yang cukup berat dapat
ditemukan nyeri substernal, sesak nafas, pusing, atau sinkop pada saat
bekerja atau olahraga (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Bayi dengan
SA terisolasi dapat disertai denga gagal jantung kronik pada beberapa
bulan awal kehidupan dan menunjukkan tanda dan gejala klasik gagal
jantung, berupa dispnea, kesulitan makan, dan berat badan tidak
bertambah.
3. Koarktasio Aorta --- Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada
aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus
arteriosus (Fyler, 1996). Prevalensi KoA di Amerika Serikat adalah sebesar
6 8% dari seluruh kasus PJB dan prevalensinya di Asia (<2%) lebih
rendah daripada di Eropa dan negara Amerika Utara. Rasio kejadian defek

ini pada pria dan wanita adalah 2:1 (Rao and Seib, 2009). Gejala yang
tampak pada masa neonatus umumnya merupakan jenis koarktasio yang
berat. Gejala dapat hilang timbul mendadak. Tanda klasik KoA adalah nadi
brakhialis yang teraba normal atau meningkat, nadi femoralis serta dorsalis
pedis teraba kecil atau tidak teraba sama sekali dan harus ditekankan
pemeriksaan tekanan darah pada keempat ekstremitas. Pasien dapat
menunjukkan gejala di beberapa minggu awal kehidupan berupa kesulitan
makan, takipnea, dan letargia. Gejala dapat memburuk menjadi gagal
jantung dan syok.
452. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
453.

Sesuai dengan namanya, manifestasi klinis yang selalu terdapat

pada penyakit jantung sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah kebiruan pada
mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya lebih dari 5 gr/dl hemoglobin tereduksi
dalam sirkulasi. Dibandingkan dengan pasien PJB non sianotik, jumlah pasien
PJB sianotik lebih sedikit. Walaupun jumlahnya lebih sedikit, PJB sianotik
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada PJB non
sianotik.
454. Tetralogi Fallot
455.

Tetralogi Fallot (TF) merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu

Defek Septum Ventrikel (DSV), over-riding aorta, Stenosis Pulmonal (SP), serta
hipertrofi ventrikel kanan. Komponen paling penting untuk menentukan derajat
beratnya penyakit adalah SP yang bersifat progresif .
456.

Tetralogi Fallot merupakan PJB jenis sianotik dengan angka

kejadian terbanyak dengan insidensi 1 3 kasus per 1000 kelahiran hidup.


457.

Manifestasi klinis TF mencerminkan derajat hipoksia. Pada waktu

baru lahir biasanya bayi belum sianotik; bayi tampak biru setelah tumbuh. Jari
tabuh pada sebagian besar pasien sudah mulai tampak setelah berumur 6 bulan.
Salah satu manifestasi yang penting pada TF dalah terjadinya seranga sianotik
(cyanotic spells, hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh

timbulnya sesak nafas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis bertambah,
lemas, bahkan dapat pula disertai kejang atau sinkop.
458.

Pertumbuhan dan perkembangan dapat terhambat pada pasien TF

yang berat dan tidak terobat, terutama jika saturasi oksigen kurang dari 70%
(Bernstein, 2007).
459. Transposisi Arteri Besar
460.

Transposisi Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secara

morfologi muncul dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis muncul dari
ventrikel kiri. Pada 60% pasien, aorta berada di bagian anterior kanan dari arteri
pulmonalis walaupun di beberapa kasus aorta dapat berada di bagian anterior kiri
dari arteri pulmonalis.
461.

Insidensi TAB yang tercatat adalah 20 30 per 10.000 kelahiran

hidup. Defek ini lebih dominan terjadi pada pria dengan persentase 60 70% dari
seluruh kasus.
462.

Gejala klinis dapat berupa sianosis, penurunan toleransi olahraga,

dan gangguan pertumbuhan fisik, mirip dengan gejala pada TF; walaupun begitu,
jantung tampak membesar (Bernstein, 2007). Sianosis biasanya terjadi segera
setelah lahir dan dapat memburuk secara progresif. Gejala gagal jantung kongestif
mulai tampak dalam 2 6 minggu.
463. Atresia Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh
464.

Pada Atresia Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh (APSVU),

daun katup pulmonalis berfusi secara lengkap sehingga membentuk membran dan
tidak terdapat jalan keluar (outflow) ventrikel kanan. Tidak terdapat aliran darah
di ventrikel kanan karena tidak adanya hubungan antarventrikel (Bernstein, 2007).
465.

Defek ini terjadi 7.1 8.1 per 100.000 kelahiran hidup dengan

persentase 0.7 3.1% dari seluruh kasus PJB di Amerika Serikat (Charpie , 2009).
Sianosis telah jelas tampak dalam hari-hari pertama pascalahir. Bayi sesak dengan
gejala gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik, tidak terdengar bising, atau

terdengar bising pansistolik insufisiensi trikuspid, atau terdengar bising duktus


arteriosus.
466.
467. Ventrikel Kanan dengan Jalur Kedua Ganda
468.

Ventrikel Kanan dengan Jalan Keluar Ganda (VKAJKG), yang

dalam kepustakaan barat disebut Double Outlet Right Ventricle (DORV), adalah
kelainan jantung yang ditandai dengan malposisi arteri-arteri besar, septum outlet,
atau keduanya, yang menyebabkan kedua arteri besar muncul dari ventrikel kanan
(Hoffman, 2009). Defek ini terjadi 1 1.5% dari seluruh kejadian PJB.
469.

Presentasi klinis VKAJKG sangat bervariasi, bergantung kepada

kelainan hemodinamiknya; defek ini dapat mirip DSV, TAB, atau TF. Oleh karena
itu, diagnosis tidak mungkin ditegakkan atas dasar gambaran klinis saja (Prasodo,
1994). Jika defek ini disertai dengan SP, terjadi penurunan aliran darah paru
sehingga terjadi sianosis yang cukup berat seperti gejala TF. Pasien VKAJKG
tanpa SP memiliki gejala yang sama dengan DSV, yaitu peningkatan aliran darah
paru sehingga terjadi takipnea dan kardiomegali.
470.
471. Atresia Trikuspid
472.

Istilah Atresia Trikuspid (AT) menggambarkan agenesis katup

trikuspid kongenital dan merupakan jenis PJB sianotik terbanyak setelah TF dan
TAB (Rao, 2009). Pada defek ini, tidak terdapat aliran dari atrium kanan menuju
ventrikel kanan sehingga seluruh aliran balik vena sistemik masuk ke bagian kiri
jantung melalui foramen ovale atau jika terdapat defek pada septum atrium
(Bernstein, 2007).
473.

Insidensi AT diperkirakan 1 per 10.000 kelahiran hidup dengan

estimasi prevalensi AT dari seluruh kasus PJB adalah 2.9% dari autopsi dan 1.4%
dari penegakkan diagnosis setelah dilakukan pemeriksaan berulang.

474.

Sianosis biasanya muncul segera setelah lahir, dengan penyebaran

yang dipengaruhi oleh tingkat keterbatasan aliran darah pulmonal (Bernstein,


2007). Apabila aliran darah paru berkurang maka pasien akan tampak sianotik;
semakin sedikit darah ke paru maka semakin jelas sianosis yang terjadi.
475. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan
476.

Dewasa ini telah terjadi peningkatan dan kemajuan teknologi, baik

dalam diagnosis, teknik pembedahan, serta perbaikan perawatan yang


menyebabkan terjadi peningkatan harapan hidup pada pasien dengan Penyakit
Jantung Bawaan (PJB) pascabedah jika dibandingkan tidak dilakukan
pembedahan sehingga tidak jarang teknik pembedahan sering dilakukan sebagai
suaru penatalaksanaan pada pasien PJB. Pada pasien-pasien PJB, dapat terjadi
berbagai kelainan, baik pada otot jantung, paru, atau keduanya, yang apabila tidak
dikoreksi kelainan yang terjadi dapat bersifat ireversibel. Oleh karena itu,
sebaiknya pasien PJB diperiksa secara menyeluruh dan dilakukan penatalaksanaan
berupa pembedahan atau operasi pascabedah pada saat yang tepat.
477.

Terdapat 2 unsur utama yang diharapkan dalam tindakan

pembedahan pada kasus PJB, yaitu tindakan bedah dengan risiko mortalitas yang
rendah serta peningkatan harapan hidup layaknya orang normal lainnya.
478.

Bedah jantung merupakan bagian integral dalam pelayanan

kardiologi anak. Kemajuan bedah jantung berlangsung sangat pesat dalam 2


dasawarsa terakhir. Perkembangan teknologi dalam mendeteksi kelainan jantung
pada bayi baru lahir memudahkan dalam aspek pembedahan jantung itu sendiri.
Kemajuan teknologi dalam mendeteksi adanya kelainan jantung pada anak telah
bergeser hingga ke arah neonatus.
479.
10. Patofisiologi dari faktor resiko dan etiologi gagal jantung
480.
481. Etiologi Gagal Jantung
482. Berbagai kondisi yang menuju ke perubahan struktur atau
fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gagal
jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi gagal jantung pada pasien

dengan Ejection Fraction (EF) yang terpelihara berbeda dari gagal jantung
dengan EF yang terdepresi, banyak etiologi yang tumpang tindih dari
kedua keadaan tersebut.
483. Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab yang dominan pada
60-75% pada kasus gagal jantung pada pria dan wanita di Negara-negara
industri.
484.

Hipertensi

memberi

kontribusi

pada

perkembangan

penyakit gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien dengan PJK.
Interaksi antara PJK dan hipertensi memperbesar risiko pada gagal
jantung, seperti pada diabetes mellitus.
485. Jantung memiliki mekanisme kompensasi di dalam
mengatasi penurunan fungsi pompa jantung, sehingga pada umumnya
pasien gagal jantung akan tetap asimtomatik, hingga adanya faktor
presipitasi yang memperberat keadaan, sehingga pada pasien mulai timbul
gejala, faktor-faktor yang dapat bertindak sebagai faktor presipitasi dalam
gagal jantung adalah infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid
dan kehamilan, emosi atau konsumsi garam berlebih,emboli paru,
hipertensi, miokarditis, demam reumatik, dan endokarditis infektif.
486. Infeksi dapat memperberat keadaan gagal jantung, karena
pada infeksi terdapat demam, takikardia, dan hipoksemia, yang kemudian
akan meningkatkan kebutuhan metabolik, dan berakibat pada perburukan
dari gagal jantung. Lebih jauh lagi, aritmia adalah salah satu faktor
presipitat yang sering memperburuk fungsi pompa jantung. Mekanisme
yang terjadi antara lain melalui penurunan waktu untuk pengisian ventrikel
sehingga menyebabkan disfungsi miokardium iskemik, peningkatan
tekanan atrium, gangguan sinkronisasi pompa jantung, serta penurunan
curah jantung akibat penurunan dari kontraksi jantung.
487. Emboli paru dapat mencetuskan gagal jantung, dikarenakan
kemampuannya untuk meningkatkan tekanan arteri pulmonalis. Anemia
memperburuk gagal jantung dikarenakan pada keadaan ini, jantung
mengalami kegagalan untuk mengkompensasi kebutuhan oksigen jaringan
tubuh dengan jalan meningkatkan curah jantung. Peningkatan cepat dari
tekanan arterial sebagaimana terlihat pada pasien hipertensi malignan,
dapat menyebabkan dekompensasi. Penyakit jantung reumatik dan

miokarditis dapat menyebabkan infeksi dan inflamasi pada otot jantung,


yang kemudian dapat menyebabkan atau memperburuk gagal jantung.
488.
489. Hipertensi sebagai faktor risiko gagal jantung
490. Faktor risiko penyakit kardiovaskular antara lain adalah
hipertensi, merokok, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia,
diabetes mellitus, mikroalbuminuria atau perhitungan LFG < 60 ml/menit,
usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat kelurga dengan
penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-laki < 55 tahun,
perempuan < 65 tahun).
491. Menurut data dari penelitian Framingham, hipertensi adalah
penyebab gagal jantung kongestif paling sering terutama pada kelompok
umur 30-62 tahun. Hipertensi meningkatkan risiko gagal jantung dalam
pola yang kontinyu dan bertingkat sesuai dengan tingginya tekanan darah.
Pemaparan jangka lama sampai peningkatan moderat tekanan darah seperti
hipertensi akut memberi kontribusi pada insiden gagal jantung pada
populasi. Dengan membandingkan komponen tekanan darah sebagai
prediktor gagal jantung, data penelitian Framingham menunjukkan
pengaruh yang lebih besar dari tekanan sistolik dibanding dengan diastolik
pada semua umur dan jenis kelamin. Hipertensi merupakan faktor risiko
termodifikasi nomor satu yang berhubungan dengan berkurangnya fungsi
sistolik ventrikel kiri. Berdasarkan data percobaan klinis dibuktikan bahwa
menurunnya tekanan arteri sistemik dapat menurunkan insiden gagal
jantung.
492. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya gagal
jantung. Hal ini dapaat terjadi melalui dua mekanisme yaitu diawali dengan
terjadinya hipertrofi ventrikel liri yang menyebabkan kepayahan otot jantung
dalam memompa, maupun hipertensi itu sendiri yang merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner yang akhirnya dapat berakhir pada gagal jantung.
493. Berdasarkan analisa survei First National Health and
Nutrition Examination, risiko relatif gagal jantung diantara pasien dengan
hipertensi jika dibandingkan dengan populasi secara umum, diperkirakan
1,4 kali lebih besar. Pasien dengan tekanan darah berkisar antara 130-139
atau 80-89 mmHg sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko

menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang


tekanan darahnya lebih rendah.
494. Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan
darah sistolik > 140 mmHg merupakan faktor yang lebih penting untuk
terjadinya penyakit kardiobvaskular dari pada tekanan darah diastolik.
Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,
meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
495. Faktor resiko lain :
- Obat-obatan sperti penyekat dan antagonis kalsium dapat
menekan kontraktilitas miokard dan obat kemoterapeutik seperti
-

doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan miokard


Alkohol bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam

jumlah banyak
Aritmia mengurangi efisiensi jantung, seperti yang terjadi bila
kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium, AF) atau disosiasi dari
kontraksi ventrikel (blok jantung). Takikardia (ventrikel atau
atrium) menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan
beban kerja miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia
miokard dan bila terjadi dalam waktu lama, dapat menyebabkan
dilatasi ventrikel serta perburukan fungsi ventrikel.

496.
497.
498.
499.
500.
501.
502.
11. Komplikasi
a) Syok Kardiogenik
503. Ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan hantaran oksigen
ke jaringan. Ciri khas pada syok kardiogenik akibat infark miokardium

akut adalah hilangnya 40% atau lebih miokardium ventrikel kiri. Selain
kehiangan masif jaringan otot ventrikel kiri, juga ditemukan daerah-daerah
nekrosis fokal di seluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga terjadi akibat
ketidakseimbangan terus menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen
miokardium. Pembuluh darah koroner yang terserang juga tidak mampu
menungkatkan aliran darah secara memadai akibat penngkatan beban kerja
dan kebutuhan oksigen jantung yang berkaitan dengan respons
kompensatorik seperti rangsangan simpatis.
504.

Patofisiologi

505.

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang

berat dari kegagalan ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologis dan respons


kompensatoriknya sesuai dengan gagal jantung, tetapi lebih berkembang
ke bentuk yang lebih berat. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi
curah jantung dan meningkatkan volume tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema.
506.

Dengan menurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi

perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan


simpatoadrenal menimbulkan refleks vasokontriksi, takikardia, dan
peningkatan

kontraktilitas

untuk

menambah

curah

jantung

dan

mmenstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai


dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya
kontraktilitas

pada

syok

kardiogenik

akan

memulai

respons

kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal.


Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan
tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap
miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung
dankebutuhan oksigen miokardium. Aliran darah koroner yang tidak
memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan meningkatnya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai okigen terhhadap
miokardium (Price, 2005).

b) Tamponade jantung
507.

Definisi
508.

Kompresi akut pada jantung yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan intraperikardial akibatpengumpulan darah dari atau


cairan dalam pericardium dari rupture jantung, trauma tembus, atau
efusiyang progresif
509.

Patofisiologi
510.

Jantung terbungkus di dalam kantung membranosa

berdinding ganda, lapisan luar kantung adalahmembrane fibrosa yang kuat


yang

melekat

ke

partisi jaringan

ikat

yang

memisahkan

paru.

Inimenambatkan jantung, sehingga jantung tetap pada posisi di dalam


dada.

Kantung bagian

mengeluarkan

cairan

dalam

dilapisioleh

pericardium

encer,

suatu

membrane

yang

yang

menghasilkan

pelumasanuntuk mencegah gesekan antara lapisan lapisan pericardium


ketika jantung berdenyut. Kadang kadangterjadi perikarditis, peradangan
kantung pericardium yang menyebabkan rasa nyeri akibat gesekan,
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Apabila darah karena
perdarahan masuk ke jantung pericardium akibat luka yang menembus
jantungatau robeknya dinding jantung, kantung, karena membran luarnya
yang kuat tidak dapat mengembanguntuk menyesuaikan dirin terhadap
tambahan volume cairan, malahan kantung membesar ke dalam, menekan
jantung dan membatasi pengisian jantung. Jantung kekurangan ruang
untuk mengembang, sehingga jumlah darah yang dapat masuk melalui
vena terbatas. Karena darah yang kembali ke jantunguntuk dipompa ke
luar jaringan berkurang, timbul gagal jantung. Distensi kantung
pericardium yang mengganggu pengisian jantung seperti itu dikenal
sebagai tamponade jantung (Price, 2005).
511.
512.
c) Sirosis Kardiale
513. Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang
sering dijumpai padapenderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan
adanya gejala klinis gagal jantung (terutama gagal jantung kanan), tes

fungsi hati yang abnormal dan tidak ditemukanpenyebab lain dari


disfungsi hati (Allen, 2008; Lau, 2002). Congestive hepatopathy juga
dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg liver, atau chronic
passive hepaticcongestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan
mengakibatkan timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering disebut
dengan cardiac cirrhosis atau cardiac fibrosis. Meskipun cardiac cirrhosis
menggunakan istilah sirosis, jarang memenuhi kriteria patologis sirosis.
Congestive hepatopathy ini sangat sulit dibedakan dari sirosishati primer
karena klinisnya relatif tidak spesifik. Tetapi tidak sama seperti sirosis
yang

disebabkan oleh hepatitis virus atau penggunaan alkohol,

pengobatan ditujukan pada pengelolaan gagal jantung sebagai penyakit


dasar (Bayraktar, 2007; Myers, 2003;Giallourakis, 2002; Wanless, 1995).
514. Patogenesis congestive hepatopathy umumnya dianggap
sebagai reaksi stroma hati terhadap hipoksia, tekanan atau nekrosis
hepatoselular. Tetapi hal ini tidak menjelaskan hubungan antara gejala dan
tingkat keparahan fibrosis, dimana pada pasien jantung dekompensasi
pada

derajat yang

sama,

fibrosis tidak

selalu terjadi.

Patogenesis

congestive hepatopathy penting, karena definisi congestive hepatopathy


masih menjadi perdebatan (Wanless, 1995).
515.
516.
517.
518.
519.
520.
521.
522.
523.
524.
525.
526.
527. DAFTAR PUSTAKA
528.
529.

Dorland, Newman W.A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. EGC. Jakarta

530.

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. EGC. Jakarta

531.

Price, Sylvia. 2007. Patofisiologi: Konsep Dasar Proses Klinis Penyakit.


EGC. Jakarta

532.

Rilantono LI, Baraas Faisal, Karo SK, Roebiono PS. 2004. Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

533.
534. Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. EGC, Jakarta.
535. Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 jilid II. Departemen
Ilmu
536.

Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.

537. Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid II. Departemen
Ilmu
538.
539.

Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.

Bernstein D, Webber S. New directions in basic research in hypertrophy


and heart failure: relevance for pediatric cardiology. Prog. Pediatr. Card.
32:5-9, 2011.

540.
541.

Anda mungkin juga menyukai