Anda di halaman 1dari 43

General Anestesia Pada Laparoskopi

Oleh :
Raiemedalia Yuristadila

Pembimbing :
dr. Isrun Masari, Sp. An
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Tanggal : 14 Mei 2014
No. RM : 763637
Nama : Ny. M / 32 tahun
BB : 50 kg
Diagnosa : Adnexitis
Tindakan : Laparoskopi
Ahli Bedah : dr. Herlambang, Sp.OG (K)FM
Ahli Anestesi : dr. Ade Susanti, Sp.An

Hasil Kunjungan Pra Anestesia
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut bawah sejak 3
bulan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher dengan
keluhan nyeri perut bawah, pasien telah berobat
namun keluhan tidak hilang. Keluhan semakin
terasa jika pasien beraktivitas, demam (-) . Karena
keluhan yang tidak hilang, akhirnya pasien
berobat ke RSUD Mattaher Jambi. Pasien puasa
sejak pukul 00.00 wib.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat Operasi : Appendik 3 bulan
lalu, Kista 1 tahun lalu

Riwayat penyakit keluarga : keluhan yang sama
disangkal


Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V515
Vital Sign : TD : 110/70mmHg
Nadi : 84 x/m
RR : 18 x/m
T : 36,5C
Kepala : normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-, Pupil Isokor
THT : discharge (-), dbn, mallampati grade II
Mulut : Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-), gigi menonjol
(-)
Leher : JVP 5-2 cmH
2
O, pembesaran KGB (-), leher pendek (-)

Thorax :
Paru
Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-)
Palpasi : Vocal Fremitus normal, kanan kiri sama
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis terlihat di ICS V midclavikula
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : Soeple
Auskultasi: BU (+) Normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan diperut bawah
Ekstremitas:
Superior : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)
Inferior : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
EKG : Normal
Laboratorium
WBC : 5,7 10
3
/mm
3
(3,5-10,0 10
3
/mm
3
)
RBC : 3,75 10
6
/mm
3
(3,80-5,80 10
6
/mm
3
)
HGB : 11,5 g/dl (11,0-16,5 g/dl)
HCT : 33,8 % (35,0-50%)
PLT :266 10
3
/mm
3
(150-390 10
3
/mm
3
)

PCT : .179% (0,100-0,500 %)
MCV : 90 m
3
(80-97 m
3
)
MCH : 30,7 pg (26,5-33,5 pg)
MCHC : 34,0 g/dl (31,5-35,0 g/dl)
RDW : 14,0 % (10,0-15,0 %)
MPV : 6,7 m
3
(6,5-11,0 m
3
)
PDW : 14,8 % (10,0-18,0 %)
Diff:
% LYM : 40,1% (17,0-48,0 %)
% MON : 1,8 L % (4,0-10,0 %)
% GRA : 58,1% (43,0-76,0 %)
# LYM : 2,3 10
3
/mm
3
(1,2-3,2 10
3
/mm
3
)
# MON : 0,1 10
3
/mm
3
(0,3-0,8 10
3
/mm
3
)
# GRA : 3,3 10
3
/mm
3
(1,2-6,8 10
3
/mm
3
)
CT : 4 menit (2-6 menit)
BT : 3 menit (1-3 menit)

Kimia Darah
Protein Total : 6,5 g/dl (6,4-8,4)
Albumin : 4,4 g/dl (3,5-5,0)
Globulin : 2,1 g/dl (3,0-3,6)
SGOT : 16 U/L <40
SGPT : 22 U/L <41
Ureum : 14,8 mg/dl 15-39
Kreatinin : 0.7 mg/dl P: 0.6-1.1
Kolestrol : 103 mg/dl <200
Gula Darah Puasa : 98 mg/dl < 126
Gula darah 2 jam PP : 123 mg/dl < 200

Penyakit Penyerta : (-)

Status Fisik : ASA I
Tindakan anestesi
Metode : General Anestesi
Premedikasi :
Inj Ranitidin 50 mg
Inj Ondancentron 4 mg
Inj Dexamethason 5 mg
Kaltropen supp
Medikasi:
Sulfas Atropin 0.5 mg
Fentanyl 100 g
Profopol 200 mg
Rocuronium Bromida 25 mg
Cairan
Ringer laktat
Ringer laktat
Ringer Laktat
Ringer laktat + tramadol 100 mg + ketorolac 30 mg

Keadaan Selama Operasi
Letak penderita : Supine
Intubasi : Oral, ETT no. 7
Penyulit waktu anestesi : Tidak ada
Penyulit waktu anestesi : Tidak ada
Lama anetesi : 2 jam 45 menit
Jumlah perdarahan : 100 ml
Urin output : 50 ml

Ruang Pemulihan
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composnmentis
GCS : E4M6V515
Tanda vital
TD : 110/70 mmhg
HR : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
Skoring Aldrete
Aktifitas (0-2) : 2
Pernafasan (0-2) : 2
Warna Kulit (0-2) : 2
Sirkulasi (0-2) : 2
Kesadaran (0-2) : 2
Jumlah : 10

Instruksi Anestesi
Observasi KU, tanda vital dan perdarahan
Tidur terlentang tanpa menggunakan bantal
1x24 jam
Puasa sampai sadar penuh dan BU (+)
Terapi sesuai operator

TINJAUAN PUSTAKA
Pada anestesia dikenal beberapa stadium yang
dibuat berdasarkan efek eter. Eter merupakan
zat anestetik volatil yang poten dan digunakan
luas pada zamannya. Selama masa
penggunaan eter yang cukup lama, dilakukan
observasi dan pencatatan lengkap mengenai
anestesi yang terjadi.
Klasifikasi Guedel dibuat oleh Arthur Emest Guedel
(1937), meliputi:
1

Stadium 1 (stadium Induksi)
Stadium 2 (stadium eksitasi)
Stadium 3 (stadium pembedahan)
Stadium 4 (stadium overdosis obat anestesi)

Obat induksi masa kini bekerja cepat dan
melampaui stadium 2, sekarang hanya dikenal
tiga stadium dalam anestesia umum, yaitu
induksi, rumatan dan emergensi.


PENILAIAN Pra Bedah
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Kebugaran untuk Anestesia



Klasifikasi Status Fisik
Untuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American
Society of Anesthesiologists (ASA) yaitu:
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik,
biokimia
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan
atas sedang, tanpa pembatasan aktivitas.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat,
sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak
dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan
atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari
24 jam.

Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama
anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran
yang terdapat dalam jalan nafas merupakan
risiko utama pada pasien-pasien yang
menjalani anestesia. Untuk meminimalkan
risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anestesia harus dipantangkan dari masukan
oral selama periode tertentu sebelum induksi
anestesi.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam,
anak kecil 4-6 jam dan bayi 3-4 jam. Makanan
tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum
induksi anestesia. Minuman bening, air putih,
teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
minum obat air putih dalam jumlah terbatas
boleh 1 jam sebelum induksi anestesi.
Premedikasi
Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi,
rumatan dan bangun dari anestesia, diantaranya:
a. Meredakan kecemasan
b. Memperlancar induksi anestesi
c. Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus
d. Meminimalkan jumlah obat-obat anestetik
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
f. Menciptakan amnesia
g. Mengurangi isi cairan lambung
h. Mengurangi refleks yang berlebihan

Induksi dan Rumatan Anestesia
Anestesi intravena
selain untuk induksi juga dapat digunakan
untuk rumatan anestesi, tambahan pada
analgesia regional atau untuk membantu
prosedur diagnostik misalnya tiopental,
ketamin dan profopol. Untuk anestesia
intravena total biasanya menggunakan
profopol.

Anestetik Inhalasi
Obat anestetik inhalasi yang pertama kali
dikenal dan digunakan untuk membantu
pembedahan ialah N
2
O. Kemudian menyusul
eter, kloroform, etil-klorida, etilen, divinil-eter,
siklosporin, triklor-etilen, iso-propenil-vinil-
eter, propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-
eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran,
isofluran, desfluran dan sevofluran.

Tatalaksana Jalan Napas
Obstruksi Jalan Napas
Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan
anestesia posisi terlentang, tonus otot jalan napas
atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah akan
menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi
jalan napas baik total atau parsial. Keadaan ini sering
terjadi dan harus cepat diketahui dan dikoreksi
dengan beberapa cara, misalnya manuver triple jalan
napas, pemasangan alat jalan napas, pemasangan
alat jalan napas sungkup laring, pemasangan pipa
trakea.
Tanda-tanda obstruksi jalan napas:
Stridor
Napas cuping hidung
Retraksi trakea
Retraksi toraks
Tak terasa udara ekspirasi

Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus
mandibula.
Mulut dibuka.
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat
dan jalan bebas, sehingga gas atau udara lancar
masuk trakea lewat hidung atau mulut.

Jalan napas faring
Jika manuver tripel kurang berhasil, maka dapat diapsang
jalan napas mulut-faring lewat mulut (OPA, oro-pharyngeal
airway) atau jalan napas hidung-faring (NPA, naso-pharyngeal
airway)
Sungkup muka
Sungkup muka (face mask) mengantar udara/gas anestesi dari
alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien.
Sungkup laring
Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) ialah alat jalan
napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea.
Pipa trakea
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar
gas anestetik langsung kedalam trakea dan
biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-
klorida.
LAPAROSKOPI
Laparoskopi adalah sebuah prosedur
pembedahan minimally invasive dengan
memasukkan gas CO
2
ke dalam rongga
peritoneum untuk membuat ruang antara
dinding depan perut dan organ viscera,
sehingga memberikan akses endoskopi ke
dalam rongga peritoneum tersebut.

ADNEXITIS
Radang yang terjadi di daerah panggul
wanita, timbulnya rasa nyeri pada daerah
panggul wanita yang berada di daerah tuba
falopi sampai ovarium
Rasa nyeri tersebut timbul disebabkan oleh
bakteri yang mengakibatkan peradangan di
struktur tuba falopi dan sekitarnya, bahkan
sampai ovarium (indung telur).
ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pada pasien adnesitis, keluhan utamanya nyeri
perut bawah sejak 3 bulan. Pasien telah
berobat namun keluhan tidak hilang. Keluhan
semakin terasa jika pasien beraktivitas,
demam (-).

Pemeriksaan fisik pasien adnexitis ditemukan
nyeri pada perut bawah. Hal ini sesuai dari
tinjauan pustaka mengenai gejala klinis
adnexitis. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan hasil laboratorium dari penderita
adnexitis dalam keadaan normal.
Tatalaksana pada pasien ini adalah dengan
tindakan pembedahan laparoskopi. Laposkopi
dilakukan karenakan dicurigai terjadinya
peradangan pada adnexa rahim pasien,
sehingga pasien selalu mengeluh sakit perut
bawah yang tidak juga hilang setelah berobat.
Anastesi untuk tindakan laparoskopi pada
pasien ini menggunakan general anastesi
dengan teknik anastesi intubasi untuk
mencegah aspirasi lambung. Tindakan
Anestesi pada pasien ini tergolong kepada ASA
I, sebab pasien tidak menderita penyakit
sistemik lainnya, hasil labor pasien dalam
batas normal.

Pada tindakan laparoskopi dilakukan kunjungan pra
anestesi untuk mengetahui jenis tindakan yang akan
dilakukan, untuk menghitung dosis obat yang akan
diberikan pada pasien berdasarkan berat badan, dan untuk
mengetahui ASA pada pasien ini. Sebelum dilakukan induksi
anestesi, diberikan premedikasi dengan diberikan ranitidin
50 mg, ondancetron 4 mg, dexamethason 5 mg didalam
Ringer laktat 500 ml, untuk mengurangi efek samping
berupa mual muntah sebelum dan sesudah induksi
anestesi, serta mencegah reaksi alergi yang akan timbul
akibat induksi anestesi. Induksi anestesi diberikan sulpas
atropin 0.5 mg, fentanyl 100 g , profopol 200 mg, dan
rocuronium bromida 25 mg.
Setelah induksi anestesi berhasil di lakukan
intubasi endotrakea untuk menjaga patensi
jalan napas, mempermudah ventilasi positif
dan oksigenasi, dan mencegah aspirasi dan
regurgitasi. Selain itu pada pasien ini intubasi
berjalan sempurna tanpa ada faktor penyulit
karena pada pasien ini leher tidak pendek, gigi
depan tidak menonjol, dan pada pasien ini
merupakan mallampati grade 1.
Pasien mengaku puasa sejak pukul 00.00 wib maka
perlu dilakukan penggantian cairan selama puasa
dengan perhitungannya sebagai berikut
Cairan maintanance: (4 x 10) + ( 2x 10) + (1x 30) = 90
ml/jam
Jumlah cairan untuk pengganti puasa yaitu: 8 x 90 ml =
720 ml
Jumlah cairan pengganti selama operasi : 8 ml x 50 kg =
400 ml
Jumlah perdarahan selama operasi 100 ml x 3 = 300
ml
Urine output 100 ml.
Selama operasi diberikan resusitasi cairan
pertama ringer laktat, kedua ringer laktat, dan
ketiga ringer laktat yang berarti jumlah
keseluruhannya 1500 ml. Jumlah cairan yang
diberikan sudah dapat menggantikan
hilangnya cairan yang terjadi pada pasien.
Untuk analgetik diberikan Tramadol 100 mg
yang merupakan analgetik sentral dengan
afinitas rendah pada reseptor dan kelemahan
analgesinya 10-20% dibanding morfin.
Tramadol dapat diberikan dengan dosis 50-
100 mg dan dapat diulang 4-6 jam dengan
dosis maksimal 400 mg perhari, berdasarkan
teori tersebut pemberian sudah tepat.
Ketorolac 30 mg diindikasikan untuk
penatalaksanaan jangka pendek terhadap
nyeri akut, sedang, berat setelah
pembedahan. Dosis awal 10 mg diikuti dengan
10-30 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan , serta
pemberian ketoprofen suppositoria yang juga
berperan sebagai analgetik dan antiinflamasi
non steroid.
DAFTAR PUSTAKA
Soenarto RF, Dachlan MR. Buku Ajar Anestesiologi
Anestesi Umum. Jakarta: FKUI; 2012. Hal 291-301
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk
Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI;
2002. Hal 29-69
Bagian obstetri dan ginekologi. 2000. Ginekologi.
Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung
Sarwono, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan.
Hal 287. EGC

Anda mungkin juga menyukai