Anda di halaman 1dari 47

1

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No. Berkas :


Berkas Pembinaan Keluarga No. RM :
Puskesmas Krembung, Sidoarjo Nama KK : Tn. Sobirin

Tanggal kunjungan pertama kali 3 Agustus 2016


Nama pembina keluarga pertama kali: Ajung Satriadi, S.Ked
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode
pembinaan )

Tingkat
Tanggal Paraf Pembimbing Paraf Keterangan
Pemahaman

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama Kepala Keluarga : Tn. Sobirin
Alamat lengkap : Banjar Kemuning, Kec, Sedati, Kabupaten Sidoarjo
Bentuk Keluarga : Nunclear
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

Kedudukan
L / P Umur Pasien
No Nama dalam Pendidikan Pekerjaan Ket.
(tahun) Y/T
keluarga
1 Tn. Sobirin Suami L 47 SMP Nelayan T
Ny. Siti
2 Istri P 47 SD IRT Y
Kholifah
Nn. Khurotul Karyawati
3 Anak ke-2 P 18 SMA T
Aini minimarket
T
4 An. M. Alfian Anak ke-3 L 15 SMP Pelajar

5 An. Saifuloh Anak ke-4 L 7 SD Pelajar T


2

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

BAB II
STATUS PENDERTTA

A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari penemuan seorang pasien
ny. Siti Kholifah, berjenis kelamin perempuan dan berusia 47 tahun, dimana pasien
terkena penyakit asma bronkiale sejak 10 tahun di wilayah Puskesmas Sedati, Banjar
Kemuning, Kabupaten Sidoarjo. Mengingat kasus ini banyak ditemukan di masyarakat
baik usia muda maupun usia lanjut pada khususnya di daerah Puskesmas Sedati Desa
Sedati, Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya
pengetahuan masyarakat penyebab terjadinya asma bronkiale, cara pencegahan agar
tidak terjadi kekambuhan, serta akibat yang akan terjadi. Oleh karena itu, penting
kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa
menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.

B. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Siti Kholifah
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Banjar Kemuning, Kec. Sedati, Kab. Sidoarjo
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 3 Agustus 2016

C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sesak nafas disertai batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami sesak nafas sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. Pasien
memang memiliki riwayat sesak nafas sejak usia remaja. Selama sakit, pasien
berobat ke Puskesmas Sedati yang berada sedikit jauh kurang lebih 5 kilometer.
3

Sesak nafas dirasakan seperti tertindih benda berat di seluruh dada. Sesak nafas
dirasakan mengganggu karena pasien benar-benar tidak bisa beraktivitas saat sesak,
pasien hanya mampu duduk dengan posisi membungkuk untuk mengurangi sedikit
sesaknya kadang pasien meminum air hangat, menyuruh suami pasien menggosok
punggungnya dengan lap hangat namun tidak banyak membantu. Sesak nafas
dirasakan kadang ada suara ngik-ngik (mengi) dan kadang juga tidak ada ngik-
ngik (mengi) dan bertambah apabila digunakan beraktivitas, terkena kapuk saat
membersihkan kasur dan debu saat membersihkan rumah seperti menyapu, sesak
nafas juga disarakan saan memakan makanan seperti ikan, telor, ayam dan sesak
nafas berkurang apabila langsung diminumkan obat oleh pasien. Kurang lebih 2
kali dalam sebulan pasien merasakan sesak timbul pada waktu malam atau
menjelang pagi akan mau sembahyang, sampai pasien istirahat duduk dengan posisi
duduk membungkuk untuk memulai sembhyang. Keluhan sesak nafas dirasakan
pasien kambuh-kambuhan minimal dalam setahun 3-4 kali serangan namun akhir-
akhir ini pasien sering mengalami sesak terutama saat menyapu, dibuat aktivitas
berat dan jika pasien terlau capai dan kurang istirahat, terakhir 2 kali dalam 1
minggu yang lalu.
Pasien tidak mengeluh dada berdebar disangkal, nyeri dada, sesak saat tidur,
pasien tidur biasanya menggunakan 1 bantal bahkan kadang tidak memakai bantal,
sesak tidak dipengaruhi oleh posisi, pasien juga tidak merasakan cepat lelah saat
berjalan atau melakukan aktifitas dan tidak pernah terbangun tiba-tiba pada malam
hari karena sesak nafas. Tidak ada demam saat batuk atapun saat sesak, kadang-
kadang dirasakan pusing dan pusing hilang dengan sendirinya ketika digunakan
istirahat.
Selain sesak nafas pasien kadang didahului dengan batuk terebih dahulu, batuk
kadang berdahak dan kadang batuk tidak berdahak (kering), jika berdahak, dahak
yang keluar berwarna putih kental, tidak ada darah, tidak pernah batuk lama, tidak
merasakan nyeri telan, pasien mengatakan tidak pernah terjadi penurunan berat
badan, buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) tidak ada keluhan. Pada
kunjungan terakhir pasien mendapatkan obat seperti Amboxol, Salbutamol,
Dexamethason, Aminofillin. Pasien mengakui minum obat yang diberi setiap kali
berobat apabila keluhan sesak nafas dan batuk timbul. Pasien memeriksakan diri ke
Puskesmas bila obat habis dan apabila keluhan mulai muncul. Apabila keluhan
semakin parah pasien berobat ke rumah sakit umum sidoarjo.
4

3. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat batuk lama : Disangkal
Riwayat sakit jantung : Diangkal
Riwayat batuk darah : Disangkal
Riwayat sakit gula : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
Riwayat asma :+
Riwayat alergi obat/makanan :
o Makanan : Semua jenis ikan, ayam, telur, udang
o Obat : Amoxicilin, Paramex
Riwayat nyeri uluhati (Maag) : Disangkal
Riwayat pernah operasi : Disangkal
Riwayat menjalani pengobatan : Pengobatan asma
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Ibu pasien menderita sakit
gatal dan kadang pilek atau bersin-bersin dan bila terkena debu dan hidung
sering buntu biasanya sering pada pagi hari.
Riwayat keluarga sakit batuk lama : Disangkal
Riwayat sakit jantung : Disangkal
Riwayat sakit sesak nafas : Disangkal
Riwayat sakit gula : Disangkal
Riwayat takanan darah tinggi : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : Disangkal
Riwayat keluarga yang tinggal satu rumah merokok : disangkal
Riwayat Ayah/ibu merokok : Dulu ayah pasien Merokok 1 2 pack per
hari
Riwayat olah raga : Jarang olah raga
Riwayat pengisian waktu luang dengan membersihkan rumah serta terkadang
berbincang-bincang dengan keluarga maupun tetangga.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan istri dari Tn. Sobirin. Ibu pasien sudah meninggal dan ayah
pasien menikah lagi tinggal di belakang rumah pasien. Pasien memiliki empat (4)
5

orang anak, 1 anak perempuan dan 3 anak laki-laki, namun anak pertama pasien
telah meninggal dunia karena terkena penyakit tiphoid. Pasien tinggal bersama
suami dan ketiga anaknya di rumah. Selama ini pasien tidak bekerja dan hanya
sebagai ibu rumah tangga sehingga hanya menerima uang dari suaminya yang
hanya seorang nelayan dengan jumlah penghasilan yang tidak tetap, dalam sehari
kuranglebih Rp. 50.000 60.000 per hari dan pemberian dari anak pertamanya
yang tidak tentu kuranglebih Rp. 400.000 500.000,- per bulan itupun kadang
tidak semuanya diberikan dalam bentung uang, namun diberikan dalam bentuk
sembakom tetapi menurut pengakuan pasien selalu cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka. Dengan penghasilan tersebut, pasien bisa memenuhi
kebutuhan primer dan beberapa kebutuhan sekunder, seperti makan sehari-hari,
pendidikan sekolah anak yang ke tiga usia dan anak keempatnya, biaya tagihan
listrik dan sepeda motor.
7. Riwayat Gizi.
Pasien biasanya makan sehari-hari antara 2 kali dalam sehari, karena pasien
banyak mengalami alergi pada kebanyakan makanan kadang karena bosan pasien
hanya makan sekali dengan nasi sebanyak satu centong sendok nasi diisi sayur,
tahu dimasak bumbu pindang, tempe, kadang-kadang disertai daging walaupun
jarang. Buah jarang dibeli, seperti rambutan atau pepaya dan pasien mulai
mengurangi makan ikan laut, telur, ayam, udang karena pasien sering merasakan
gatal-gatal di wajahnya setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Nyonya Siti
Kesan status gizi normal.
D. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
a. Keadaan Umum
Tak tampak sakit, gaya berjalan normal, penampilan cukup, kebersihan cukup,
b. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Kesadaran : komposmentis (GCS 4/5/6)
Tensi : 120 / 90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup, kuat, simetris
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu : 36,7C (axilla)
Status gizi :
BB : 55 kg
6

TB : 163 cm
IMT :
Berat Badan (kg) 55
2
= = 20,7
(Berat Badan) m 1, 63
Klasifikasi IMT menurut WHO adalah ( Normal )
c. Status Lokalis
1. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), eritema (-)
2. Kepala
Bentuk normocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah (-).
3. Mata
Konjuntiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), reflek kornea (+/+), wama kelopak (coklat kekitaman), katarak (-
/-), radang (-/-)
4. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
5. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah
hiperemis (-), tremor (-)
6. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga
dalam batas normal
7. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
8. Leher
Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
lesi pada kulit (-)
9. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
Cor :
- I : iktus cordis tak tampak
- P : iktus cordis tak teraba
7

- P : batas kiri atas : SIC II 1 cm lateral LPSS


batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
batas jantung kesan tidak melebar
- A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
I : Pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : Fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : Sonor/sonor
A : Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonci (-/-), whezing (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)

I : Pergerakan dada kanan sama dengan kiri


P : Fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : Sonor/sonor
A : Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonci (-/-), whezing (-/-)
10. Abdomen
I : Dinding perut flat, venektasi (-)
A : BU (+) normal
P : Supel, nyeri tekan (-) , hepar dan lien tak teraba
P : Timpani seluruh lapang perut
11. Sistem Collumna Vertebralis
I : Deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : Nyeri tekan (-)
P : Nyeri Ketok CV(-)
12. Ektremitas : palmar eritema (-/-)
akral dingin oedem

13. Sistem genetalia : tidak dilakukan.


14. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
8

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal


Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi motorik

RF + +

+ +

15. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan : Sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : Kualitatif ; GCS 4/5/6 dan kuantitatif compos mentis
Afek : Appropriate
Psikomotor : Normoaktif
Proses pikir : Bentuk : Realistik
Isi : Waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : Koheren
Insig : Baik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : Tidak dilakukan
Pemeriksaan rontgen thoraks : Tidak dilakukan
Pemeriksaan EKG : Tidak dilakukan
F. RESUME
Pasien mengalami sesak nafas sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. Pasien
memang memiliki riwayat sesak nafas sejak usia remaja. Selama sakit, pasien berobat
ke Puskesmas sedati yang berada dekat lumayan jauh dengan rumah. Sesak nafas
dirasakan seperti tertindih benda berat di seluruh dada. Sesak nafas dirasakan
mengganggu karena pasien benar-benar tidak bisa beraktivitas saat sesak, pasien hanya
mampu duduk dengan posisi membungkuk untuk mengurangi sedikit sesaknya kadang
pasien minum air hangat, menyuruh suami untuk menggosok punggungnya dengan lap
yang direndam dengan air hangat jika sesak yang timbul ringan dapat membantu
namun saat sesak yang timbul berat tidak banyak membantu. Sesak nafas dirasakan
bertambah apabila digunakan beraktivitas, terkena debu saat membersihkan kasur dan
saat membersihkan rumah seperti menyapu, dan sesak nafas berkurang apabila
langsung diminumkan obat oleh pasien. Keluhan sesak nafas dirasakan pasien kambuh-
kambuhan minimal dalam setahun 3-4 kali serangan namun akhir-akhir ini pasien
sering mengalami sesak terutama saat menyapu dan dibuat aktivitas berat seperti
9

mencuci yang terlalu banyak, terkena dingin dan kadang saat lagi banyak masalah.
Pasien mengatakan sesak kambuh terakhir kurang lebih 1 minggu yang lalu.
Selain sesak nafas pasien mengeluhkan batuk berdahak dan kadang tidak berdahak
(kering), jika berdahak, dahak yang keluar berwarna putih kental, tidak ada darah.
Sebelum sesak nafas sering didahului oleh batuk terlebih dahulu. Saat sesak kadang
ada suara ngik-ngik (mengi) dan kadang juga tidak ada ngik-ngik (mengi) dan nyeri
dada tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tak tampak sakit, compos
mentis, status gizi normal. Tanda vital T : 120 / 90 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 21
x/menit, S :36,7C, BB : 55 kg, TB : 163 cm, status gizi - > Normal dan dari status
lokalisnya dalam keadaan normal.
G. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Dypsneu et causa Suspek Asma Persiten Ringan
Dianosa banding :
1. PPOK
2. TB
Diagnosis Psikologis
1. Pasien termasuk orang yang terbuka
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Status ekonomi cukup.
H. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
a. Edukasi penderita dan keluarga tentang penyakit asma bronkiale yang diderita
penderita.
b. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus, merencanakan dan memberikan
pengobatan jangka panjang, menetapkan pengobatan pada serangan akut, kontrol
secara teratur mengenai penyakit asma.
c. Meningkatkan pola hidup sehat meliputi meningkatkan kebugaran fisik, dan
meningkatkan kebersihan lingkungan rumah.
d. Mengurangi stress tertentu, diharapkan pasien mendapat motivasi yang adekuat
dari keluarga untuk kesembuhan pasien salah satunya dengan cara lebih banyak
10

memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dan lebih


mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Medika mentosa
1. Sabutamol 3 x 1 tab
2. Aminofilin 2 x 1 tab
3. Ambroxol 3 x 1 tab
4. Dexamethasone 0,5 mg 3 x 1 tab
Usul Pemeriksaan Penunjang di Puskesmas Sedati, Kab. Sidoarjo
1. Pemeriksaan darah lengkap

Usul pemeriksaan penunjang di luar Puskesmas Sedati, Sidoarjo (Rumah


Sakit Sidoarjo) :
1. Uji Faal Paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan
penyakit. Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV 1,
PVC, FEV 1/ FVC.
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi
bronkus . Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi
tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis
asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut
asma
3. Pemeriksaan radiologi : Foto thoraks PA
Pada saat serangan foto thoraks akan tampak corakan paru yang meningkat.
4. Uji kulit alergi dan Imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusukan. Alergen yang
digunakan adalah alergen yang banyak terdapat didaerahnya.

I. FOLLOW UP
Tanggal 5 Agustus 2016
S : Tidak ada keluhan sesak nafas maupun batuk, kadang-kadang merasakan
pusing, mual (-), muntah (-)
O : KU cukup, compos mentis, gizi normal
11

o Tanda vital :
Tensi : 110/70 mmHg, Respirasi : 21 x/menit, Nadi : 85 x/menit,
Suhu : 36,7C
o Status Generalis : S1 S2 tunggal reguler ( + ), gallop ( - ), wheezing
dex et sin ( - ), Rhonki dex et sin ( - )
o Status Neurologis : dalam batas normal.
o Status Mentalis : dalam batas normal.
A : Asma Bronkiale
P : Terapi medikamentosa berupa obat asma dan terapi non medika mentosa.

FLOW SHEET
Nama : Ny. Siti Kholifah
Diagnosis : Dyspneu et Causa Suspek Asma Persisten Ringan

Tensi BB TB Foto
NO Status
TGL mm Rontgen KET
Gizi
Hg Kg Cm Thoraks
Ambroxol 3x1
Aminofilin 2x1
Gizi Tidak
1 3/08/16 120/80 55 163 Dexamethasone 0,5 m 3 x 1
Normal dilakukan
Salbutamol 3x1

Ambroxol 3x1
Aminofilin 2x1
Gizi Tidak
2 5/08/16 110/70 55 163 Dexamethasone 0,5 m 3 x 1
Normal dilakukan
Salbutamol 3x1
12

BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari pasien, suami pasien (Tn. Sobirin), dan empat (4) orang
anak, satu (1) anak laki-laki sudah meninggal dunia, satu (1) anak perempuan usia
delapan belas tahun (18 tahun) dan dua (2) orang anak laki-laki dengan usia lima
belas (15) tahun dan tujuh (7) tahun.
2. Fungsi Psikologi.
Hubungan keluarga pasien terjalin cukup akrab, namun kadang ada
permasalahan di dalam keluarga namun permasalahan tersebut dapat diselesaikan
bersama-sama dengan musyawarah sehingga beberapa permasalahan-permasalahan
yang ada dapat diatasi dalam keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup dekat
antara satu dengan yang lain. Hubungan dengan ketiga anak pasien juga terjalin
cukup baik. Sehari-hari pasien lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah
dengan memasak dan berbenah rumah. Untuk kebutuhan sehari-hari di dapat dari
suami yang hanya seorang nelayan dan terkadang didapat dari pemberian anak
yang keduanya. Meskipun penghasilan mereka berkecukupan, namun mereka tetap
hidup bahagia dan selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Fungsi Sosial
Penderita adalah warga yang cukup aktif di RWnya dan selalu bergaul dengan
tetangganya. Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab dengan masyarakat di
sekitamya seperti halnya anggota masyarakat yang lain. Kegiatan yang harus
mengeluarkan biaya terlalu tinggi merupakan faktor penghambat lain bagi keluarga
ini untuk aktif dalam kegiatan sosial, selain karena merasa kurang mampu baik dari
materi maupun status sosial.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari uang pemberian suami dan pemberian dari
anak kedua dengan total penghasilan sebesar kuranglebih Rp 50.000 - 60.000,- per
hari. Kadang anak kedua memberikan uang kuranglebih Rp. 400.00 - 500.000,- per
perbulan.
13

Penghasilan tersebut hanya digunakan untuk membiayai kehidupan pasien, dan


ketiga anaknya. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan, minum, biaya
sekolah atau iuran membayar listrik hanya mengandalkan uang yang ada dan
sisanya ditabung untuk biaya tak terduga. Untuk kebutuhan air dengan
menggunakan air sumur dan air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Untuk
memasak memakai kompor gas. Makan sehari-hari Iauk pauk, tempe tahu, kadang
daging, jarang buah dan frekuensi makan kadang satu sampai dua kali dalam sehari.
Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke puskesmas, dan pasien belum
mempunyai kartu berobat.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Pasien termasuk orang yang terbuka dan sering menyelesaikan masalah secara
musyawarah dengan suaminya dan kadang dengan anak kedua pasien.

B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Selama ini dalam menghadapi masalah pasien terbuka dan sering memecahkan
masalah dengan musyawarah sehingga bila menghadapi kesulitan atau masalah pasien
dapat menyelesaikan dengan jalan keluar yang di buat oleh pasien, suaminya atapun
kadang anak kedua-nya. Mengenai sakit yang diderita oleh pasien, pasien
mengungkapkan kepada suami dan ketiga anaknya baik keluhan tentang penyakitnya
yang mengganggu dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sehingga suami dan anak-
anak pasien mengerti.
Pasien tidak merasa berat dengan penyakit yang dideritanya dan mengaku masih
dapat melakukan pekerjaan seperti biasa namun kadang saat sesak yang timbul pasien
harus berhenti melakukan aktivitasnya. Pasien juga memeriksakan dirinya bila ada
keluhan ke pusat pelayanan kesehatan yaitu ke puskesmas yang berada di desa tempat
pasien tinggal sehingga untuk keperluan berobat kurang dapat dijangkau dengan cepat
karena lokasi yang lumayan jauh antara rumah dan tempat pelayanan kesehatan.
PARTNERSHIP
Suami Ny. Siti, ketiga anaknya dan tetangga Ny. Siti mendukung dalam upaya
pengobatan sehingga Ny. Siti merasa penyakitnya bukan halangan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.
14

GROWTH
Ny. Siti sadar bahwa ia harus bersabar dalam menghadapi penyakitnya yang harus
teratur minum obat, menghindari makanan yang membuat penyakit pasien kambuh,
kadang jika pasien ingin memakan makanan yang membuat alergi pasien terpaksa
untuk memakannya karena pasien merasa bosan dengan makanan seperti biasanya yang
terus-menerus pasien makan, serta menjaga pola hidup yang sehat.
AFFECTION
Ny. Siti merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan keluarga cukup
baik. Ny. Siti menyayangi keluarganya begitu pula sebaliknya sehingga masih dapat
dukungan dari suami, ketiga anaknya dan tetangganya untuk berobat.
RESOLVE
Ny. Siti merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
suami dan ketiga anaknya walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena suami
Ny. Siti harus bekerja dengan jadwal yang tidak tetap.

Sering/ Kadang-
APGAR Ny. Siti Terhadap Keluarga Jarang/tidak
selalu kadang
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan

kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresi-kan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll.
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama

Total poin = 8 fungsi keluarga dalam keadaan baik atau sehat
Ny. Siti tidak bekerja dan hanya mengerjakan pekerjaan rumah serta mengurus
anak ketiga dan keempat yang masih duduk di bangku sekolah.
15

Sering/ Kadang-
APGAR Tn. Sobirin Terhadap Keluarga Jarang/tidak
selalu kadang
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresi-kan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8 fungsi keluarga dalam keadaan baik atau sehat.
Tn. Sobirin bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah
pulang dari laut Tn. Sobirin berkumpul bersama-sama untuk berbincang-bincang dengan
istri dan anak-anaknya.

APGAR Nn. Khurotul Aini Terhadap Sering/ Kadang-


Jarang/tidak
Keluarga selalu kadang
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah.
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya.
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresi-kan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll.
16

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya


membagi waktu bersama-sama.
Total poin = 6 fungsi keluarga dalam keadaan kurang sehat.
Nn. Khurotul Aini bekerja sebagai karyawati di sebuah minimarket dengan jam
kerja yang diatur dengan shiff yang telah diatur dan kadang-kadang juga mendapat jam
lembur, sehingga semakin sedikit waktu untuk bersama-sama. Ketika sampai di rumah
jarang membantu urusan rumah tangga karena lelah sehabis bekerja, sehingga kadang sulit
untuk membagi waktu untuk bersama-sama.
C. SCREEM

SUMBER PATHOLOGY KET


Interaksi sosial yang cukup baik antar anggota
keluarga, namun kurang baik dengan saudara hal
Sosial ini disebabkan karena jarak pasien dengan saudara +
atau keluarga nya berjauhan. Partisipasi mereka
dalam masyarakat cukup meskipun banyak
keterbatasan
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya kurang
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari
baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak
Cultural tradisi budaya yang sudah jarang diikuti seperti -
acara-acara yang bersifat hajatan, pengajian,
sunatan, nyadran dll. Tetapi masih menggunakan
bahasa jawa, tata krama dan kesopanan
Religius Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran agama
Agama menawarkan pe- cukup, hal ini dapat dilihat dari orang tua. Pasien
ngalaman spiritual yang taat dalam menjalankan sholat 5 waktu di rumah.
haik untuk ketenangan in- -
dividu yang tidak didapat-
kan dari yang lain
Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke
bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa
Ekonomi terpenuhi, mampu mencukupi beberapa kebutuhan
sekunder rencana ekonomi cukup memadai, -
diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan
kebutuhan hidup
Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang memadai.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua +
17

masih rendah. Kemampuan untuk memperoleh dan


memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-buku,
koran terbatas.
Pelayanan kesehatan puskesmas memberikan
perhatian khusus terhadap kasus penderita
Cukup mampu membiayai pelayanan kesehatan
Medical yang lebih baik. Dalam mencari pelayanan -
kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan
Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena
letaknya lumayan dekat dengan rumah.

Keterangan
Sosial (+) artinya, Ny. Siti cukup bersosialisasi dengan keluarga namun kurang dapat
bersosialisasi dengan saudara-saudara nya dikarenakan jarak yang jauh, hanya dapat
berkumpul saat hari-hari tertentu. Sosialisasi dengan tetangga cukup baik serta merasa
cukup dipedulikan oleh keluarga dan tetangganya.
Cultural (-) artinya, Ny. Siti sering mengikuti kegiatan-kegiatan di sekitar
lingkungannya.
Religius (-) artinya, Ny. Siti tidak ada masalah dalam bidang agama, karena masih
tetap menjalankan perintah Nya dengan keadaan yang ada sekarang itu membantu /
mempengaruhi ketentraman batin karena penderita dekat dengan Tuhan terutama
dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada.
Ekonomi (-) artinya, keluarga Ny. Siti tidak menghadapi permasalahan dalam hal
perekonomian keluarga. Hal ini dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang cukup dan beberapa dapat memenuhi kebutuhan sekunder.
Edukasi (+) artinya, Ny. Siti juga menghadapi permasalahan dalam bidang pendidikan.
Ny. Siti hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 6 Sekolah Dasar (SD), Ny. Siti
juga kurang memahami tentang penyakit asma, faktor risiko dan cara penanganan
pertama jika keluhan penyakitnya tersebut muncul.
Medical (+) artinya, Ny. Siti tidak memiliki kartu jaminan kesehatan sehingga
penderita jarang mengontrol penyakitnya, berobat jika timbul serangan yang berat.
18

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Alamat lengkap : RT 3 Banjar Kemuning, Desa Sedati, Kecamatan Sidoarjo.
Bentuk Keluarga : Nuclear Family.
Diagram 1. Genogram Keluarga Ny. Siti Kholifah
Dibuat tanggal 4 Agustus 2016

Ibu Px
Ayah Px

Pasien

Sumber : Data Primer, 4 Agustus 2016

Keterangan :

: Meningggal

: Pasien
19

E. INFORMASI POLA INTERAKSI


Keluarga
Hubungan antara Ny. Siti dengan suami, ketiga anaknya cukup baik. Dalam
keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
Penderita

Suami Penderita Anak Penderita

Keterangan : : Hubungan baik

F. PERTANYAAN SIRKULER
1. Ketika pasien jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh anak-anak penderita ?
Jawab :
Anak anak akan bergantian untuk merawat dan menjaga penderita, serta mengantar
pasien berobat ke puskesmas yang jaraknya dekat dengan tempat tinggal penderita.
2. Ketika anak penderita bertindak seperti itu apa yang dilakukan yang lain ?
Jawab :
Turut membantu dan saling mendukung.
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan ?
Jawab :
Dibutuhkan ijin dari suami yaitu Tn. Sobirin.
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita ?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah Suami yaitu Tn. Sobirin
karena anak kedua penderita sibuk bekerja dan jarang sekali menghabiskan waktu
bersama di rumah, sedangkan anak ketiga dan keempat penderita juga jarang
dirumah sehabis pulang sekolah.
5. Siapa yang secara emosional jauh dari pasien ?
Jawab : Tidak ada
6. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien ?
Jawab : Tidak ada
20

BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR - FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN

A. Identiflkasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

1. Faktor Perilaku Keluarga


Ny. Siti adalah seorang ibu rumah tangga dan ibu dari ketiga anaknya.
Pendidikan terakhir penderita adalah Sekolah Dasar (SD) kelas 6 dan tidak bekerja,
hanya mengurus rumah dan kebutuhan sehari-hari. Pasien merasa kesehatanya
terganggu sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. Keluhan sesak nafas sering
dirasakan, terakhir pasien menderita sesak nafas kurang lebih 1 minggu yang lalu.
Tetapi dalam bersosialisasi dengan lingkungannya masih dapat dilakukan. Suami
dan anak pasien saling bergantian menjaga pasien apabila kondisi pasien mulai
tidak enak. Penderita belum banyak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya
namun pasien sudah mulai mengetahui apa yang menyebabkan dan akibat dari
keluhan sesak itu timbul.
Menurut Ny. Siti yang dimaksud sehat adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu
yang menghalangi aktivitas sehari-hari. Tn. Sobirin juga menyadari bahwa
kesehatan sangat penting untuk dirinya sendiri karena apabila sakit tidak dapat
beraktifitas dengan baik. Dan tidak dapat membantu memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Nn. Khurotul Aini meyakini bahwa penyakit yang diderita ibunya merupakan
penyakit yang disebabkan karena kelelahan dan akan membaik ketika digunakan
beristirahat.
Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun keluarga ini berusaha
menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan
halaman paling tidak sehari satu kali, pagi hari saja dan pasien jarang untuk
membuka jendela rumah.
Keluarga ini memiliki fasilitas air PDAM yang digunakan untuk memasak dan
minum. Kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari sumur
yang ada di rumah.
Jika keluhan sesak pasien timbul, pasien hanya bisa duduk membungkuk untuk
menghilangkan keluhan sesaknya terkadang suami pasien juga ikut membantu
dengan menggosok punggung pasien dengan lap yang dibasahi dengan air hangat,
21

jika keluhan tidak mereda pasien meminum obat yang diberikan oleh dokter,
namun jika keluahan pasien bertambah berat pasien harus terpaksa memeriksakan
dirinya ke pusat pelayanan kesehatan yaitu ke puskesmas yang berada di desa
tempat pasien tinggal sehingga untuk keperluan berobat kurang dapat dijangkau
dengan cepat karena lokasi yang lumayan jauh antara rumah dan tempat pelayanan
kesehatan.

2. Faktor Non Perilaku


Dipandang dari segi ekonomi, Ny. Siti termasuk ekonomi menengah kebawah.
Karena sumber penghasilannya hanya mengandalkan uang dari suami dan
pemberian dari anak keduanya. Total semua penghasilan tersebut keluarga dirasa
cukup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun belum semua kebutuhan
dapat terpenuhi terutama kebutuhan sekunder dan tertier.
Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah
Puskesmas Desa Sedati Kabupaten Sidoarjo dan kadang ke Rumah Sakit Umum
Sidoarjo namun pasien berobat tanpa kartu berobat, hal tersebut yang membuat
pasien jarang untuk kontrol penyakitnya akibat biaya yang terkadang mahal.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah

Gambaran Lingkungan
Rumah Ny. Siti ini tinggal di sebuah rumah berukuran kuranglebih 26 x 4,5 m2
yang berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke selatan. Tidak
memiliki pekarangan rumah dan tidak memiliki pagar pembatas. Terdiri dari teras,
ruang tamu, 2 kamar tidur, dapur, dan kamar mandi tanpa Water Closet (WC). Terdiri
dari 2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan, dan pintu belakang. Jendela ada 2 buah yang
masing-masing berukuran kurang lebih 35 x 35 cm yang masing-masing satu ada di
kamar pasien dan satu di kamar anak pasien. Di depan rumah terdapat teras yang
memanjang dengan ukuran 5 x 2 m2. Lantai rumah tidak semua terbuat dari keramik,
hanya teras depan, ruang tamu depan, kamar pasien dan kamar anak pasien, dapur dan
kamar mandi terbuat dari semen. Pencahayaan ruangan masih kurang terutama ruang
tengah termasuk kamar tidur pasien, kamar tidur anaknya serta dapur, ventilasinya
masih kurang sehingga sirkulasi didalam rumah kurang baik. Atap rumah tersusun dari
genteng, dan tidak ditutup oleh flapon. Kamar tidak memiliki dipan hanya
menggunakan bad dan sprei. Dinding rumah terbuat dari batu bata yang sudah dicat
permanen berwarna biru di ruang tamu, merah di lorong rumah dan hijau di tiap kamar.
22

Perabotan rumah tangga cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya Ny Siti
menggunakan air PDAM dan air sumur. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih
kurang. Sehari-hari Ny. Siti memasak menggunakan kompor gas.
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai meskipun masih ada
kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Pembuangan limbah keluarga tidak
memenuhi sanitasi lingkungan karena limbah keluarga dialirkan dan dibuang kekali
dekat rumah. Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada di
dekat rumah. Pasien membuang air besar dialakukan di sungai dekat rumah.
Denah Rumah

Kamar mandi U

Dapur
1

Kamar Tidur

Kamar Tidur

Ket:
Ruang Tamu
1 : Sumur

: Jendela

Gudang
(Dulu bekas warung) : Pintu
Teras
23

A. Gambaran tempat tinggal penderita.


Tampak Depan

Tampak dalam
24

Kamar tidur pasien dan suami Kamar Tidur Anak

Dapur
25

Makar mandi
26

BAB IV
DAFTAR MASALAH

1. Masalah Aktif :
a. Dyspneu et causa Suspek Asma Persisten Ringan
2. Faktor Resiko Asma :
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
o Inhalan yaitu yang masuk melalui saluran nafas
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan
polusi.
o Ingestan yaitu yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan.
o Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan.
b. Aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar pederita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karen aktifitas biasanya terjadi segera selesai aktifitas
tersebut.
c. Stresor
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau
gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Perubahan cuaca
Perubahan cuaca dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim seperti musim hujan, musim
kemarau, musim panas, musim bunga (serbuk sari berterbangan) (Rengganis,
2008). Perubahan tekanan dan suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan
dengan percepatan dan terjadinya serangan asma (Wijaya, 2010).
27

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN


(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

Lingkungan Genetik Pelayanan kesehatan


1. Fisik 1. Kurangnya informasi
o Kurangnya jumlah ventilasi mengenai penyakit
rumah
o Kurang maksimalnya asma, faktor risiko
penggunaan jendela dan asma, pengobatan
ventilasi rumah. dan pencegahan asma
o Ruangan rumah yang 2. Kurangnya pelatihan
lembab
o Kurangnya pencahayaan dalam penanganan
ASMA dan pencegahan asma
dalam rumah
o Rumah penuh dengan debu, 3. Kurangnya
jamur, tungau monitoring pada
2. Biologi
o Masyarakat sekitar rumah penatalaksanaan
yang menderita infeksi asma
saluran nafas
3. Sosial
o Rumah berada di daerah
lingkungan penduduk yang
cukup padat. Faktor Perilaku
4. Geografi 1. Kebiasaan makan
o Suhu udara yang dingin 2. Aktivitas jasmani yang
berat
3. Kurangnya istirahat
4. Olah raga yang kurang
5. Tidak menggunakan
masker saat
membersihkan rumah
dan membakar sampah
6. Menggunakan kipas
angin yang jarang
dibersihkan.
7. Ekspresi emosi
28

BAB V
PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT


A.1 RENCANA PROMOSI DAN PENDIDIKAN KESEHATAN KEPADA
PASIEN DAN KEPADA KELUARGA
a. Memberikan motivasi kepada keluarga untuk memperbaiki pola makan
menjadi makanan bergizi, tiga kali sehari dan teratur menjaga higienitas
personal.
b. Aktivitas fisik seperti jogging atau jalan-jalan dilakukan lima kali dalam
seminggu. Dalam sehari aktivitas fisik dilakukan selama 30 menit (total
dalam tujuh hari selama seratus lima puluh menit).
c. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga bahwa untuk rutin
menjaga kebersihan rumah terutama dari debu
d. Baik dokter maupun keluarga harus memberikan motivasi sehingga mental
pasien menjadi lebih kuat dalam menghadapi penyakit dan masalah
ekonominya.
A.2 RENCANA EDUKASI PENYAKIT KEPADA PASIEN DAN KEPADA
KELUARGA
a. Menjelaskan dan memberikan informasi kepada pasien segala tentang
penyakit asma yang bukan merupakan penyakit infeksi tetapi karena
reaksi hipersensitivitas yang dipicu oleh beberapa faktor yaitu alergi
(debu, udara dingin, infeksi saluran nafas, makanan, obat), stresor, pola
hidup, aktivitas jasmani yang berat.
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa untuk mencegah
kekambuhan maka harus menghindari paparan alergen yang dapat
menyebabkan terjadinya serangan dan juga mengurangi stres dan cukup
istirahat. Hal tersebut di atas juga sekaligus sebagai terapi utama dari
penyakit asma.
c. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk rutin menjaga
kebersihan rumah terutama dari debu.
d. Harus menggunakan obat-obatan asma teratur.
29

e. Kontrol asma bronkial ke sarana kesehatan terdekat baik rumah sakit


maupun puskesmas.
A.3 ANJURAN-ANJURAN PROMOSI PENTING YANG DAPAT MEMBERI
SEMANGAT ATAU MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN PADA PASIEN
a. Pasien diberi nasehat bahwa asma ini dapat mengakibatkan beberapa
komplikasi yang berbahaya jika tidak terkontrol dan diobati dengan cepat.
Salah satunya dapat mengakibatkan gagal nafas.
b. Pasien harus melakukan pola makan yang baik. Prinsipnya adalah
menghindari makan yang dapat menyebabkan alergi bagi pasien yaitu
dengan :
o Makanan beranekaragam dan gizi seimbang
o Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.
c. Pasien harus beraktivitas dan berolahraga secara teratur, seperti jogging
atau jalan-jalan dilakukan lima kali dalam seminggu. Dalam sehari
aktivitas fisik dilakukan selama 30 menit.
d. Pasien harus rajin kontrol asma bronkial dan kesehatannya ke sarana
kesehatan terdekat baik puskesmas atau rumah sakit jika keluhan sudah
muncul.
e. Pasien harus menggunakan obat-obatan asma secara teratur.
f. Pasien tidak boleh merasa stres fisik dan stres psikis, yaitu harus istirahat
cukup dan tidak boleh banyak pikiran.
B. PENGOBATAN
Medikamentosa dan non-medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
30

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA ASMA BRONCHIAL

A. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sulit bernapas, dada
terasa berat (dada sesak) dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.
Perjalanan asma tidak dapat diperkirakan, diawali dengan periode kontrol yang
adekuat sampai pada keadaan eksaserbasi yang makin memburuk secara progresif
disertai dyspneu, wheezing (mengi) dan dada sesak (Lewis, Heitkemper, Dirksen,
Obrien & Bucher, 2007).
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri
klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang
sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah
mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran nafas, yang ditandai
oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang
dominan adalah inflamasi saluran nafas yang kadang disertai dengan perubahan
struktur saluran nafas (Marantha, 2010)
Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang
berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang
sifatnya hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam (Sundaru, 2001).
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas
yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat di
dada terutama malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik
dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat
tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala
ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian (Ditjen PP & PL Depkes).
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
31

(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta


adrenergik dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergi)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-
faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non-alergi)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
C. Faktor Risiko
Istilah pemicu atau pencetus serangan asma kadang-kadang dikacaukan dengan
penyebab asma, sebenarnya telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli di
bidang asma untuk dapat menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum satu pun
teori atau hipotesa yang dapat diterima atau disepakati semua ahli. Meskipun
demikian yang jelas saluran nafas penderita asma memiliki sifat khas yaitu sangat
peka terhadap berbagai rangsangan (Sundaru, 2007).
Kepekaan yang berlebihan juga bukan syarat satu-satunya untuk terjadinya asma
karena banyak orang yang mempunyai saluran nafas yang peka tetapi tidak terjadi
asma. Syarat kedua yaitu adanya rangsangan yang cukup kuat pada saluran napas
yang telah peka tadi. Rangsangan ini pada asma lebih populer dengan nama faktor
pencetus atau faktor pemicu. Kedua syarat umumnya dijumpai pada penderita asma,
walau masih terdapat kemungkinan atau syarat lain yang saat ini belum diketahui
(Sundaru, 2007).
Faktor-faktor pemicu yang sering dijumpai antara lain : alergen, exercise (latihan),
polusi udara, faktor kerja, infeksi pernafasan, sensitive terhadap obat dan makanan,
32

penyakit GERD dan faktor psikologis (Lewis, et al, 2007). Menurut Scullion, 2005,
faktor pemicu lain terjadinya serangan asma adalah perubahan cuaca.
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host
factor) dan faktor lingkungan :
a. Faktor penjamu
Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi
untuk berkembangnya asma, yaitu :
1. Genetik asma
2. Alergik (atopi)
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketuhui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Jenis kelamin
5. Ras / etnik
b. Faktor lingkungan
1. Alergen
2. Sensitisasi lingkungan kerja
3. Asap rokok
4. Polusi udara
5. Infeksi pernapasan (virus)
6. Diet
7. Status sosioekonomi dan besarnya keluarga

Faktor penjamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis kelamin
Ras/ etnik

Faktor lingkungan
Mempengaruhi berkembangannya asma pada individu dengan predisposisi asma
33

Alergen di dalam ruangan


Mite domestik
Alergen binatang
Alergen kecoa
Jamur (fungi, molds, yeasts)

Alergen di luar ruangan


Tepung sari bunga
Jamur (fungi, molds, yeasts)

Bahan di lingkungan kerja


Asap rokok
Perokok aktif
Perokok pasif

Polusi udara
Polusi udara di luar ruangan
Polusi udara di dalam ruangan

Infeksi pernapasan
Hipotesis higiene

Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Obesiti

Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap
Alergen di dalam dan di luar ruangan
Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernapasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

D. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat
terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis
didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi),
terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan
34

kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah


besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat
pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan
dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin.
Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas (Regganis, 2008).
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons
terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos
bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan
selama 16- 24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel
inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC)
merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.1,3-6 Pada jalur saraf otonom,
inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas (Rengganis, 2008)
Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih
permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang
dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada
keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal
mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,
neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah
yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.1,3-6 Hipereaktivitas bronkus
merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur
secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif beratnya hipereaktivitas
bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut,
35

antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,
maupun inhalasi zat nonspesifik.
E. Klasifikasi
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat
berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau
serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.
a. Klasifikasi Menurut Etiologi
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi,
terutama dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit
dilakukan antara lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.
b. Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat
yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma
diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan
persisten berat.
c. Klasifikasi Menurut Kontrol Asma
Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya,
istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan sembuh. Namun
pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol manifestasi
penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan
pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu lama
dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.
d. Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat
serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-
ringannya suatu penyakit, pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna
untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat
penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai
faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala
malam hari, pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat
yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan
frekuensi pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten,
persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1). Selain klasifikasi
derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-
36

hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan
laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan.
Klasifikasi tersebut adalah asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan
asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan antara asma kronik
dengan serangan asma akut. Dalam melakukan penilaian berat ringannya
serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus
diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas
kesehatan dengan keterbatasan yang ada (Depkes RI, 2009)

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman dan Penatalaksanaan di


Indonesia, 2004)

F. Manifestasi Klinis
Asma dikarakteristikkan dengan penyebab yang bervariasi dan tidak dapat
diperkirakan. Gejala yang umum terjadi adalah wheezing (mengi), sulit bernafas,
dada sesak dan batuk, biasanya terjadi pada malam hari dan menjelang pagi hari,
yang merupaka tipe dari asma. Serangan asma bisa terjadi hanya dalam beberapa
menit sampai jam. Pada saat tidak terjadi serangan, fungsi paru pasien tampak
normal. (Lewis, et al, 2007).
Wheezing merupakan tanda yang tidak dipercaya untuk mengukur tingkat
keparahan serangan. Beberapa pasien dengan serangan ringan, wheezing terdengar
37

keras sedangkan pasien yang mengalami serangan berat, tidak ada tanda wheezing
karena terjadi penurunan aliran udara. Bila wheezing terjadi, pasien dapat
memindahkan cukup udara untuk memproduksi suara. Wheezing biasanya terjadi
pada saat pertama ekhalasi. Pada peningkatan gejala asma, pasien dapat mengalami
wheezing selama inspirasi dan ekspirasi (Lewis, et al, 2007).
G. Diagnosa
Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesa
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat
hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair
(konjungtivitis alergi) dan ekzim atopi, batuk yang sering kambuh (kronik)
disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca,
adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernapasan (saat berolahraga),
sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau
alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak
kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya
tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain
bludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah sesak dengan bau-
bauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien merokok, orang
lain yang merokok di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien,
apakah ada beta blocker, aspirin atau steroid. Gejala-gejala kunci untuk
menegakkan diagnosis asma dirangkum dalam Tabel 2.
38

b. Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci,
menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan
fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi
perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; napas cepat,
kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada.
Pada auskultasi dapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan (Sundaru, 2007).
2. Peak flow meter/ PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.
39

Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan


diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif ( Spirometer/ FEV1 atau
PFM). Spirometer lebih diutamakan dibandingkan PFM oleh karena PFM
tidak begitu sensitif dibanding FEV, untuk diagnosis obstruksi saluran napas,
PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan
dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk
penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
3. X-ray thoraks
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma
(Rengganis, 2008). Tidak begitu penting. Pada sebagian besar menunjukkan
normal atau hiperinflasi (Marantha, 2011).
4. Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit ( skin prick test), untuk menunjukan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari
faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab
asma. Pemeriksaan darah IgE atopi dilkakukan dengan cara radio allergo
sorbent test ( RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan ( pada
dermographism) (Rengganis, 2008).
5. Petanda inflamasi.
Derajat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenernya tidak
berdasarkan atas penilaian objektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan
spirometri bukan merupakan pertanda ideal inflamasi. Penilaian semi
kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,
pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang
dikeluarkan dengan napas. Analisa sputum yang diinduksi menunjukan
hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein ( ECP)
dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukan gambaran inflamasi tetapi jarang atau sulit
dilakukan di luar riset (Rengganis, 2008).
6. Uji hiperaktivitas bronkus/HRB
Pada penderita yang menunjukan FEV1 > 90%, HRB dapat dibuktikan
dengan berbagai test provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan
nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi
saluran napas pada penderita yang sensitif. Respon sejenis dengan dosis yang
40

lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di samping ukuran
alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa
partikel dengan berbagai ukuran 2 20 m, tidak dalam bentul nebulasi. Tes
provokasi sebenernya kurang memberikan informasi klinis dibandingkan test
kulit. Test provokasi non spesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan
dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamin dan
metakolin (Marantha, 2011).
H. Diagnosa Banding
a. Dewasa
1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
2. Bronkitis kronik
3. Gagal Jantung Kongestif
4. Disfungsi larings
5. Keganasan
6. Emboli Paru
b. Anak
1. Benda asing di saluran napas
2. Laringotrakeomalasia
3. Pembesaran kelenjar limfe
4. Tumor
5. Stenosis trakea
6. Bronkiolitis
I. Pengobatan Umum Asma
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma yang dikeluarkan Ditjen PP
& PL (2009) disebutkan bahwa tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus
untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat
hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (asma
terkontrol).
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
41

4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise


5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi dua yaitu
penatalaksanaan asma akut/saat serangan dan penatalaksanaan asma jangka panjang.
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah
gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan
hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga
penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat
dilaksanakan (applicable), mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga terjangkau.
Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan :
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter dan pasien adalah hal yang
penting sebagai dasar penatalaksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia
mendengarkan keluhan pasien, itu merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu
42

mengembangkan hubungan dokter pasien, identifikasi dan menurunkan pajanan


terhadap faktor risiko, penilaian, pengobatan dan monitor asma serta penatalaksanaan
asma eksaserbasi akut.
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis
segera, Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat
darurat. Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya
adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di
rumah sebelum ke dokter.
Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala,
pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal paru, agar dapat
diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma obat-obat
yang digunakan adalah pengontrol yaitu : bronkodilator (-agonis kerja cepat
dan ipratropium bromide) dan kortikosteroid sistemik. Pada serangan ringan
obat yang digunakan hanya -agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan
dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara
sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin atau
aminofillin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikoteroid oral (methilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-
5 hari. Pada serangan sedangkan diberikan -agonis kerja cepat dan
kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromide
inhalasi, aminofillin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan
ipratroium bromide inhalasi maupun aminofillin IV. Bila perlu diberikan
oksigen dan pemberian cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, -
agonis kerja cepat ipratropium bromide inhalasi, kortikosteroid IV dan
aminofillin IV (bolus atau drip). Apabila -agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat diganti dengan adrenalin subkutan.
Pada asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian
obat-obatan bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan
nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu
(spacer).
43

2. Penatalaksanaan Asma Kronik atau jangka panjang


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma
dan mencegah terjadi serangan asma. Pengobatan jangka panjang adalah
edukasi, obat asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga kebugaran. Adapun
edukasi yang diberikan mencakup kapan pasie berobat atau mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui obat-
obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya, mengenali
dan menghindari faktor pencetus dan melakukan kontrol secara teratur.
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid
inhalasi). Pada anak kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan
korikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah
terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol lain adalah inhalasi
kortikosteroid, -agonis kerja panjang, antileukotrien dan teofilin lepas
lambat.
Tabel 3. Jenis-jenis obat asma
Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk
Pengontrol Steroid inhalasi Flutikason IDT
(antiinflamasi) propionate
Budesonide IDT, turbuhaler
Antileukotrien Zafirlukas Oral (tablet)
Kortikosteroid Methilprednisolon Oral/injeksi
sistemik Prednison Oral
Agonis Beta-2 Formoterol Turbuhaler
kerja lama Salmeterol IDT
Kombinasi steroid Flutikason IDT
dan agonis beta-2 Salmeterol
kerja lama Budesonide Turbuhaler
Formoterol
Pelega Agonis 2 kerja Salbutamol Oral, IDT,
(Bronkodilator) cepat solution
44

Terbutalin Oral, IDT,


turbuhaler,
ampul
Antikolenergik Fenoterol IDT, solution
Ipratropium IDT, solution
bromide
Metilsantin Teofilin Oral
Aminofillin Oral, injelksi
Kortikosteroid Methilprednisolon Oral, inhaler
sistemik Prednison Oral

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman dan Penatalaksanaan di


Indonesia, 2004)

Tabel 4. Ciri-ciri asma berdasakan tingkatan terkontrol


Karakteristik Terkontrol Terkontrol sebagian Tidak terkontrol
Gejala harian Tidak ada (dua kali Lebih dua kali Tidak atau lebih
atau kurang seminggu gejala dalam
perminggu) kategori asma
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu terkontrol sebagian,
dalam seminggu muncul waktu-waktu
Gejala Sewaktu-waktu dalam seminggu
nocturnal/gangguan dalam seminggu
tidur (terbangun)
Kebutuhan akan Lebih dari 2 kali
reliever seminggu
Normal < 80 %
Fungsi paru (PEF
atau FEV1)
Tidak ada Sekali atau lebih Sekali dalam
Eksaserbasi dalam setahun seminggu
Sumber : GINA, 2006

J. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
K. Prognosis
45

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-
kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita
asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka
kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma
diketahui dan dimulai sejak kanak-kanak dan mendapat pengawasan tersebut kalau
sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang. Pada
penderita yang mengalami serangan inttermitent angka kematiannya 2%, sedangkan
angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka
kematiannya 9%.

BAB VII
46

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis
- Ny. Siti 47 tahun menderita penyakit asma persisten ringan
- Status gizi Ny. Siti termasuk gizi normal.
- Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny. Siti kurang sehat.
2. Segi Psikologis
- Hubungan antara anggota keluarga terjalin cukup baik terutama kepada suami
yang selalu memperhatikan kesehatan pasien dan hubungan dengan masyarakat
atau tetangga baik.
- Pengetahuan akan penyakit asma bronkiale yang masih kurang yang
berhubungan dengan tingkat penyebab dan akibat yang akan terjadi.
- Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat bisa dilakukan dengan baik.
- Tingkat kepatuhan dalam mengontrol penyakitnya kurang baik, pasien hanya
berobat saat penyakitnya timbul lebih berat karena pasien tidak mempunyai
kartu berobat.
3. Segi Sosial
- Problem ekonomi dirasakan cukup bagi pasien.
4. Segi fisik
- Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny. Siti kurang sehat.
B. SARAN
1. Memberikan edukasi pada keluarga agar memiliki pengetahuan tentang gejala asma
bronkiale dan penanganan pertama yang harus dilakukan dan terutama menghindari
faktor risiko yang akan menyebabkan penyakit pasien kambuh.
2. Memberikan informasi kepada pasien agar rutin kontrol di Puskesmas atau rumah
sakit untuk memeriksakan perkembangan penyakitnya.
3. Menyarankan pasien untuk membuat kartu berobat, sehingga pasien bisa kontrol
secara rutin dan agar pasien tidak sangat memikirkan biaya yg di keluarkan.
4. Sosialisasi tentang pelaksanaan kunjungan rumah kepada petugas kesehatan dan
masyarakat harus lebih ditingkatkan agar tercapai pelaksanaan pelayanan yang
holistik.
47

Anda mungkin juga menyukai