2.2. Definisi....................................................................................................6
2.3.Epidemiologi.............................................................................................6
2.4. Klasifikasi................................................................................................7
2.5. Patogenesis..............................................................................................8
2.8. Diagnosis...............................................................................................14
2.9. Penatalaksanaan.....................................................................................16
2.10. Komplikasi...........................................................................................21
2.11. Prognosis..............................................................................................22
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan pendengaran terjadi pada 5% masyarakat di dunia yaitu
sebanyak 360 juta jiwa (328 juta penderita dewasa dan 32 juta penderita anak-
anak). Angka gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia merupakan angka
tertinggi di Asia Tenggara sekitar 16,8%. Angka gangguan pendengaran di
Indonesia terjadi paling banyak pada usia produktif (dewasa 30-54 tahun) sekitar
28%. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh factor genetic, penyakit
infeksi tertentu, infeksi kronik telinga, penggunaan obat ototoksik, paparan
terhadap bising dan penuaan, otitis media supuratif kronis (OMSK) dapat
menyebabkan gangguan pendengaran.1
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) atau yang biasa disebut “congek
atau teleran” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membrane timpani) dan riwayat keluarnya
cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 6-8 minggu, baik terus-menerus atau
hilang timbul. Secret dapat encer, kental, bening atau berupa nanah.2
Angka kejadian OMSK di negara-negara berkembang lebih banyak
dibandingkan negara-negara maju. Hal ini disebabkan oleh factor sosioekonomi,
hygiene buruk dan kepadatan penduduk.3 OMSK biasanya terjadi pada social
ekonomi rendah, area pedesaan dengan kebersihan dan factor nutrisi yang
kurang.4 faktor resiko OMSK lainnya yaitu infeksi saluran napas atas yang sering,
status imun yang buruk dan perokok pasif.3 prevalensi morbiditas pada kasus
telinga dan gangguan pendengaran di Indonesia cukup tinggi, yaitu sebesar
18,5%, sedangkan prevalensi OMSK di Indonesia antara 3-5,2% atau kurang lebih
6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK.5 OMSK dapat mengakibatkan
beberapa komplikasi dan kadang-kadang mengancam jiwa seperti kehilangan
pendengaran, meningitis, abses serebri, mastoiditis, parese N.Facialis,
kolesteatoma, jaringan granulasi dn empyema subdural.6
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka
dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran
timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks
cahaya (cone of ligt).
3
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,
dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,5
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil),
inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius (muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
a) Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
4
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
b) Tuba eustachius.1,5,6
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
5
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat
menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi
yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi,
daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5
2.3. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling
banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi
OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di
antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas)
Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
6
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran
yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%. 4
Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan
pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.3
2.4 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh
adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas
dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.
7
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh
reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5
2.5 Patogenesis
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,3 Respon inflamasi yang timbul adalah
berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
8
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya
jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan
terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya.1,
Sembuh/
Tekanan
normal Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi (-)
negatif
Gangguan
telinga
tuba efusi OME
tengah
9
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat
timbul sebagai infeksi telinga kronis.
3. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.
10
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada
umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
4. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
5. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.
6. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
7. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema.
11
2.7. Gejala Klinis.
1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.1,3
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom
bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
12
berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan
vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo.
Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.
13
Gambar 3.4. Otitis Media Supuratif Kronik.8
2.8. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,6
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada
tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
2. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.
3. Pemeriksaan radiologi
14
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan
mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang
normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi
schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom,
ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal.1,3
4. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
2.9. Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang
menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang
terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan
operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum
operasi.1,3,5,6
15
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi
16
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan iodine.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
17
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin
dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin,
dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
18
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
1. Mastoidektomi radikal
2. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
3. Miringoplasti
4. Timpanoplasti
5. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined
approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
19
20
Gambar 3.5. Pedoman Tatalaksana OMSK5
2.10. Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :1,3
21
A. Komplikasi otologik :
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
22
otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow
Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.
2.11. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol
yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna. 10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah
mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis. 3,10
BAB III
LAPORAN KASUS
23
Membahas: dan Diskusi
Data Pasien: Nama: Tn. BHP Nomor Registrasi : 288xxx
Terdaftar Sejak :
Data Klinik: Telp:
Identitas Pasien
Nama : Tn. BHP
Usia : 58 tahun.
Jenis Kelamin : Laki laki.
Pekerjaan : Wirasawasta
Agama/Suku : Islam/Jawa.
Alamat : Ds. Tegalombo
Tanggal pemeriksaan : 28 Agustus 2019
No. RM : 288xxx
o Anamnesa
Autoanamnesa dengan pasien (28 Agustus 2019) pk: 11:30 di Ruang Poli
THT-KL
Keluhan Utama :
Telinga kiri keluar cairan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli THT-KL RSUD DR.DARSONO dengan keluhan
keluar cairan di telinga kiri sejak 2 bulan yang lalu. Cairan berwarna kuning
kental sedikit berbau dengan jumlah kurang lebih 2 sendok sebanyak kurang lebih
3 kali sehari. 6 hari sebelumnya pasien mengeluh telinga kirinya nyeri disertai
demam. Pasien mengaku sering mengorek-ngorek telinganya dengan cotton bud.
24
Pasien juga mengeluhkan telinga kirinya mengalami penurunan
pendengaran dan terasa grebeg-grebeg bersamaan dengan keluar cairan di
telinganya. Pasien juga mengeluhkan pusing beberapa hari terakhir ini. Nyeri
tekan telinga -/+, gangguan pendengaran +/+, darah (-/-), bau (-/+), hidung buntu
(-/+), batuk (+), pilek (+), alergi debu (-), alregi makanan/minuman (-), alregi
obat-obatan (-) suara serak (-), sakit gigi (-) nyeri menelan (-), sukar menelan (-).
Telinga kanan tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-) DM (-)
Riwayat Keluarga.
Tidak ditemukan riwayat keluarga dengan keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan.
Pasien belum berobat sama sekali sejak keluhan telinganya muncul. Pasien
meminum Ultraflu 3x1 tablet dan OBH untuk pilek dan batuknya
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat penyakit sistemik : -
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Sosial : SMP
o Pemeriksaan Fisik
28 Agustus 2019 di poli THT-KL
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit ringan, compos mentis, GCS 456.
2. Tanda Vital
1. TD : 140/80 mmHg
1. Nadi : 80 x/menit reguler.
2. RR : 16 x/menit.
3. Suhu : 36,5 OC.
3. Kepala
a. Bentuk : normosefal, benjolan massa (-)
b. Ukuran : mesosefal.
c. Rambut : tebal,hitam.
25
d. Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
e. Telinga : Hiperemia -, normotia ,nyeri tekan aurikula, dilanjutkan di
status telinga
f. Hidung : sekret (-) jernih, pernafasan cuping hidung(-), perdarahan
(-), hiperemi (-).
g. Mulut : mukosa bibir basah, mucosa sianosis (-).
4. Leher
a. Inspeksi : massa (-/-).
b. Palpasi : pembesaran kelenjar limfa regional (-/-).
5. Thoraks
a. Inspeksi : bentuk dada kesan normal dan simetris; retraksi
dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas.
b. Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S) ICS V(S).
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistol (-), gallop (-),
murmur (-).
c. Paru:
Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding
dada, retraksi (-), RR 22 kali/menit, teratur, simetris.
Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.
Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang paru.
26
- - - -
Rh - - Wh - -
- - - -
6. Abdomen
a. Inspeksi : datar, kulit abdomen : jaringan parut (-).
b. Auskultasi : bising usus (+), normal.
c. Perkusi : timpani, shifting dullnes (-).
d. Palpasi : H/L tidak teraba.
7. Ekstremitas
8. Status THT :
Kanan Kiri
27
Telinga Pembengkakan retro - -
aurikuler - -
Fistula auris kongenital - -
Nyeri tekan - +
Meatus acusticus - -
externus : - -
Hiperemi - -
Edema - -
Penyempitan - -
Furunkel - +mukopurulen
Fistel - -
Sekret, sifat - -
Granulasi - -
Polip - -
Kolesteatoma - -
Foetor
Benda asing - -
Membran timpani : - Perforasi
Intak - -
N/Retraksi/bombans - -
Hiperemi - -
Perforasi - Central
Pulsasi - -
Refleks Cahaya + -
Hidung Deformitas - -
Hematoma - -
Krepitasi - -
Nyeri - -
Rhinoskopi anterior :
Vestibulum
28
Edema - -
Sekret - -
massa - -
Kavum nasi
luas Lapang Lapang
mukosa Licin Licin
hiperemi - -
massa - -
sekret - -
Konka
edema - -
pucat - -
hiperemi - -
Septum hiperemi - -
Fenomena palatum mole + +
Rinoskopi posterior :
Septum nasi Deviasi –
Kauda Konka Kesan massa –
Meatus nasi Kesan massa –
Muara tuba eustachius Kesan massa –
Fossa rosenmuller Dalam batas normal
Atap nasofaring Dalam batas normal
Koane Dalam batas normal
Transluminasi SF T T
SM T T
29
T1 T1
- -
- -
- -
Uvula
- -
Tonsil
- -
Hiperemi
Kripte melebar
Faring : edema (-), hiperemi (-), lendir (-), granula (-), post
nasal drip
Laringoskopi indirek
Hipofaring :N
Epiglotis : hiper: (-) massa:(-)
Supraglotis :N
Korda vokalis :N
Edema : (-)
Massa : (-)
Gerak : add +/+ abd +/+
Gambar:
Resume.
o
Tn. BHP / Laki-laki / 58 tahun
Anamnesis
Keluhan utama: Keluar cairan dari telinga kiri
Keluar cairan dari telinga sebelah kiri sejak 2 bulan sebelum ke poli THT.
Cairan yang keluar kental warna kekuningan.
30
6 hari sebelumnya pasien mengeluh telinga kiri nyeri disertai demam, pilek
dan batuk
Selain keluar cairan pasien mengeluh penurunan pendengaran dan grebeg
grebeg pada telinga kiri
Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sakit ringan, compos mentis, GCS: 456.
1. Tanda vital : TD : 140/80 mmHg
2. Nadi : 80 x/menit reguler.
3. RR : 16 x/menit.
4. Suhu : 36,5 OC.
Kepala : pada telinga kiri terdapat nyeri tekan aurikula +, telinga kanan –
Leher : tidak ditemukan kelainan.
Thoraks : tidak ditemukan kelainan.
Abdomen : tidak ditemukan kelainan.
Ekstrimitas : tidak ditemukan kelainan.
Status neurologis : normal, tidak ditemukan MS dan kaku kuduk.
Status THT
Pemeriksaan Fisik
31
Faring:
Granule: -/-
Tonsil: T1/T1
o Diagnosis.
a. Diagnosis Kerja:
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Auris Sinistra
b.Rencana diagnosis: -
c. Diagnosis Banding : Otitis Media Efusi (OME)
o Rencana Terapi.
- Tarivid ear drop
- Ciprofloxacin 2x500mg
- Natrium Diclofenac 2x50 mg
- Irigasi telinga AS
- Kontrol ke poli THT 7 hari lagi
o Rencana Edukasi.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang
diderita yaitu Otitis Media Supuratif Kronis stadium perforasi telinga kiri
yang kemungkinan besar terjadi karena infeksi bakteri. Infeksi ini
kemungkinan disebabkan oleh seringnya mengorek-korek telinga pasien.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
komplikasi yang bisa terjadi yaitu bisa terjadi infeksi kronis yang dapat
berulang bila tidak ditangani dengan baik.
Menjelaskan tatalaksana (medikamentosa dan non medikamentosa)
dan prognosis penyakit kepada pasien.
Edukasi untuk kontrol ke poli THT 5 hari kemudian.
Edukasi untuk tidak mengorek-ngorek telinga.
32
o Prognosis
Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
33
beberapa faktor seperti imunitas atau daya tahan tubuh pasien rendah, pengobatan
yang dilakukan tidak adekuat atau tidak tuntas misalnya pemberian obat tidak
teratur, tingkat virulensi kuman yang tinggi, adanya infeksi fokal di hidung dan
faring, dan lain-lain.
Faktor risiko timbulnya OMSK adalah gangguan fungsi tuba eustachius
akibat infeksi hidung dan tenggorokan yang berlangsung kronik atau sering
berulang, obstruksi tuba, pembentukan jaringan ikat, penebalan mukosa, polip,
adanya jaringan granulasi, timpanosklerosis, OMSK juga lebih mudah terjadi
pada orang yang pernah terkena penyakit telinga pada masa kanak-kanak,
perforasi membran timpani persisten, terjadinya metaplasia pada telinga tengah,
otitis media yang virulen, memiliki alergi, keadaan imunitas yang menurun.
Pasien menderita OMSK tipe benigna karena telinga mengeluarkan sekret
secara intermiten dan ditemukannya membran timpani yang mengalami perforasi
sentral tanpa terbentuknya kolesteatoma, jaringan granulasi, destruksi ke tulang
ataupun adanya komplikasi lain.
Dalam otitis media pendengaran biasanya berkurang akibat tuli konduktif
yang berkisar antara 20-50 dB. Pemeriksaan fungsi pendengaran biasanya
dilakukan untuk mengetahui jenis ketulian dan derajat ketulian pasien serta untuk
mengevaluasi kondisi pasien apakah sudah mengalami perbaikan atau belum.
Timpanometri biasanya dilakukan bersama dengan audiometri. Dalam otitis media
juga dapat dilakukan pneumotoskopi untuk mengetahui pergerakan membran
timpani, apakah ada kekakuan atau tidak. Jika membran timpani sudah mengalami
perforasi sekecil apapun, pemberian angin terhadap membran timpani tidak akan
membuatnya bergerak.
Anjuran pemeriksaan fungsi pendengaran dalam kasus ini adalah
pemeriksaan Rinne, Weber, dan Swabach, audiometri, Pada pemeriksaan Rinne
diharapkan negatif agar sesuai dengan keadaan tuli konduktif. Pada pemeriksaan
Weber jika terdapat lateralisasi ke satu telinga berarti ada perbedaan derajat
ketulian antara telinga kanan dan kiri. Pada pemeriksaan Swabach diharapkan
hasilnya memanjang untuk menunjang adanya tuli konduktif. Tuli konduktif pada
pasien diakibatkan oleh adanya cairan atau pus dalam telinga tengah yang
34
menyebabkan gangguan pergerakan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus,
dan stapes) sehingga konduksi suara menjadi terhambat. Selain itu, sekret
nasofaringeal dapat refluks ke telinga tengah sehingga clearance cavum timpani
menurun. Namun pada beberapa kasus OMSK dapat menimbulkan tuli
sensorineural dan tuli campur.
Untuk menentukan jenis bakteri yang menjadi penyebab infeksi pada
pasien dibutuhkan pemeriksaan kultur spesimen. Lagipula kultur juga berguna
untuk memilih jenis antibiotik yang spesifik untuk melawan bakteri penyebabnya.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret keluar secara terus menerus larutan H202 3%
diberikan untuk 3-5 hari. Nanti setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga
yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Karena obat tetes telinga banyak
yang memiliki efek samping ototoksik, maka tetes telinga dianjurkan hanya
dipakai 1 atau 2 minggu dan pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral dapat
diberikan antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila pasien alergi terhadap
Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan ampicilin asam klavulanat.
Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik ialah berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi. Bila sekret telah kering namun perforasi
menetap setelah observasi selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan
miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan
memperbaiki membran timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran
membaik dan komplikasi tidak terjadi.
35
BAB V
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
37