Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun oleh :
Rara Andita
NIM. 2208438023

Pembimbing :
dr. Ariman Syukri, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU
2023
BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan yang


berlangsung lebih dari 2 bulan pada mukosa telinga tengah dan ruang mastoid yang
ditandai dengan adanya riwayat keluarnya sekret dan perforasi pada membran
timpani secara terus menerus atau hilang timbul dari liang telinga.1

Otitis media supuratif kronis merupakan salah satu penyakit terbanyak di


dunia terutama di negara berkembang dibandingkan negara maju. Insidensi OMSK
di dunia mencapai 65-330 juta kasus dan 60% penderitanya mengalami gangguan
pendengaran menurut data dari WHO.2 Menurut World Health Organization
(WHO), negara Pasifik Barat memiliki prevalensi tertinggi OMSK (2,5%- 43%)
diikuti oleh Asia Tenggara (0,9%-7,8%), Afrika (0,4%-4,2%), Amerika Selatan dan
Tengah (3%), Mediterania Timur (1,4%) dan Eropa (0,4%).3 Berdasarkan hasil
survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di Indonesia oleh
Departemen Kesehatan, prevalensi OMSK pada tahun 2006-2009 adalah 3,1%.
Dapat diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK dari 220 juta penduduk
Indonesia.4

Proses infeksi OMSK dapat disebabkan oleh campuran bakteri yang bersifat
aerob dan anerob. Bakteri yang yang sering dijumpai pada OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa (50%), Proteus sp (20%), dan Staphylococcus aureus
25%.5 Perjalanan penyakit dari OMSK berjalan secara lambat, namun penderita
OMSK sering datang pertama kali dengan tanda dan gejala penyakit yang sudah
parah.4 Dalam menegakkan diagnosis OMSK dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang relevan. Penanganan OMSK
tergantung dari tipe OMSK. Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan
berakibat muncul komplikasi yang dapat meningkatkan angka kematian.6

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan kronik


telinga tengah dengan adanya perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya
sekret dari telinga lebih dari dua bulan, baik terus menerus maupun hilang timbul.
Sekret yang timbul mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis
media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata, sehari-hari
disebut dengan congek.1

2.2 ANATOMI TELINGA


Telinga (auris) merupakan organ manusia yang berfungsi sebagai alat
pendengaran dan alat keseimbangan. Telinga dibagi menjadi telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam.1

Gambar 1. Anatomi Telinga.7

2
2.2.1 Telinga Luar

Gambar 2.Telinga Luar.8

Telinga luar terdiri dari daun telinga (auricula) dan liang telinga (meatus
acusticus externus atau MAE) hingga membran timpani. Daun telinga terdiri atas
lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Daun telinga berfungsi
mengumpulkan getaran udara dan meneruskannya ke bagian telinga lainnya. Daun
telinga dipersarafi oleh nervus fasialis.9
Liang telinga berfungsi menghantarkan gelombang suara dari daun telinga
ke membran timpani, panjang dari liang telinga bervariasi 2 ½ - 3 cm. Rangka
sepertiga bagian luar dari MAE adalah kartilago elastis yang dilapisi oleh kulit yang
mempunyai rambut, glandula sebasea dan glandula ceraminosa. Glandula
ceraminosa merupakan modifikasi dari kelenjar keringat yang dapat menghasilkan
sekret lilin berwarna coklat kekuningan atau yang disebut dengan serumen.
Serumen ini berfungsi sebagai barrier untuk mencegah masuknya benda asing.
Rangka dua pertiga dalam dari telinga terdiri dari tulang dan hanya sedikit dijumpai
serumen.1
Membran timpani merupakan membran fibrosa tipis berbentuk bundar dan
cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik dari sumbu liang telinga.
Permukaannya cekung ke lateral dan pada cekungan yang paling dalam terdapat
lekukan kecil yang disebut umbo. Umbo dibentuk oleh ujung manubrium mallei.
Jika membran timpani terkena cahaya dari otoskop, bagian cekung ini
menghasilkan refleks cahaya yang memancar ke anterior dan inferior umbo.
Refleks cahaya terlihat pada arah pukul 7 untuk bagian sinistra dan pada pukul 5

3
untuk bagian dekstra, refleks cahaya ini disebabkan karena terdapat 2 macam
serabut di membran timpani yaitu serabut sirkuler dan radial. Gangguan pada tuba
eustachius dapat menyebabkan refleks cahaya mendatar.1
Membran timpani mempunyai pinggir yang tebal dan melekat pada sulcus
tympanicus yang di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini
berjalan dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior yang menuju ke
processsus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang
dibatasi oleh plica yang lemas disebut pars flasida, bagian lainnya yang tegang
disebut pars tensa.1
Membran timpani dapat dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu anterior-superior,
posterior-superior, anterior-inferior dan posterior-inferior. Membran timpani sangat
peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya disarafi oleh nervus auriculotemporalis
dan ramus auricularis nervi vagus.1

Gambar 3. Membran Timpani Telinga Kanan9

2.2.2 Telinga Tengah


Telinga tengah atau sering disebut tympanic cavity meliputi membran
timpani, rongga timpani, tuba eustachius, hingga mastoid. Suplai darah untuk
kavum timpani oleh arteri timpani anterior, arteri stylomastoid, arteri petrosal
superfisial, dan arteri timpani inferior. Aliran darah vena bersama dengan aliran
arteri dan berjalan ke dalam sinus petrosal superior dan pleksus pterygoideus.8
Membran timpani berbentuk seperti kerucut dengan puncak yang dikenal
sebagai umbo terbagi menjadi dua bagian yaitu pars tensa dan pars flaksid. Pars
tensa memiliki 3 lapisan (stratum cutaneum, stratum ibrosum, dan

4
stratummucosum). Sedangkan pars flaksid hanya memiliki dua lapisan
(stratumcutaneum dan stratummucosum).8 Terdapat batas-batas pada telinga tengah
yaitu:1

- Batas luar: membran timpani


- Batas depan: tuba eustachius
- Batas bawah: vena jugularis
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars bertikalis
- Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah; kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap oval, tingkap bulat dan
promontorium.
Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. tensor timpani dan stapedius.
Kedua otot ini berfungsi mempertahankan, memperkuat rantai osikula dan
meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat mencegah kerusakan organ
koklea.8 Telinga tengah berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius.
Pada telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar ke dalam
yaitu maleus, incus dan stapes yang saling berikatan membentuk artikulasi.10

Gambar 4. Tulang pendengaran10

2.2.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu koklea dan vestibuler. Koklea

5
(rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfe skala vestibuli (sebelah atas) dan skala
timpani (sebelah bawah), diantara skala vestibuli dan skala timpani terdapat
skalamedia (duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa
dengan139 mEq/l, sedangkan skala media berisi endolimfa dengan 144 mEq/l. Hal
ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut membrana vestibularis
(Reissner’s Membran) sedangkan dasar skala media adalah membrana basilaris.
Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel- organel penting
untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Saraf pendengaran terdiri dari dua
bagian, yaitu: nervus vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear
(pendengaran).1

Gambar 5. Telinga dalam11

2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK diseluruh dunia sekitar 65-330 juta orang, dengan
keluhan yang paling sering adalah keluar sekret telinga dan 60% diantaranya
mengalami gangguan pendengaran.3 Beberapa studi menyatakan bahwa perkiraan
insidensi OMSK setiap tahunnya terjadi sebanyak 39 kasus per 100.000 orang pada
anak dan remaja berusia 15 tahun.12

Berdasarkan studi epidemiologi, tingkat insidensi OMSK tertinggi terletak


di daerah tropis dan subtropis. Secara umum OMSK dipengaruhi oleh berbagai

6
faktor, seperti ras dan sosial-ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah,
lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang buruk merupakan faktor
risiko yang mendasari peningkatan OMSK di negara berkembang. 1

2.4 ETIOLOGI
Otitis media supuratif kronis biasanya merupakan komplikasi dari OMA
yang menetap (persisten). Bakteri yang sering menyebabkan OMA adalah
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan
Micrococcus catarrhalis. Patogen ini berasal dari nasofaring yang masuk ke telinga
tengah melalui tuba eustachius selama serangan infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA). Pada OMSK, bakteri penyebab dapat aerob (misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Proteus mirabilis, Klebsiella sp) atau anaerob (misalnya Bacteroides,
Peptostreptococcus, Proprionibacterium).6

2.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan letak perforasi, OMSK dibagi menjadi 3, yaitu sentral, marginal
dan atik. Pada perforasi sentral, perforasi terletak pada pars tensa dan diseluruh tepi
perforasi masih terdapat sisa membran timpani. Pada perforasi marginal, sebagian
tepiperforasi langsung berhubungan dengan anulus timpanikum. Pada perforasi atik,
lokasiperforasi terletak di pars flaksida.1

Gambar 6. Jenis-jenis perforasi membran timpani 7

7
Secara klinis, otitis media supuratif kronik (OMSK) dibagi menjadi dua tipe,
yaitu:
a. Tipe benigna (tipe aman, tipe mukosa, penyakit tubotimpani)
OMSK tipe aman adalah radang kronik telinga tengah disertai perforasi
membran timpani dan sekret liang telinga yang berlangsung lebih dari 2 bulan, baik
hilang timbul maupun terus menerus tanpa disertai kolesteatom. 9 Tipe ini memiliki
proses peradangan yang hanya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak
mengenai tulang, yang ditandai adanya perforasi sentral atau pada pars tensa, atau
subtotal tanpa kolesteatom.13
b. Tipe maligna (tipe bahaya, tipe tulang, penyakit atikkoantral)
OMSK tipe bahaya adalah radang kronik telinga tengah disertai perforasi
membran timpani dan sekret liang telinga yang berlangsung lebih dari 2 bulan, baik
hilang timbul maupun terus menerus disertai kolesteatom ditelinga tengah. Perforasi
tipe ini letaknya total atau marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars
flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang
berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom. 14

Gambar 7. Kolesteatoma14

Kolesteatom adalah tumpukan dari pengelupasan lapisan keratin epitel


dalam kavum timpani atau kavum mastoid.1 Kolesteatom dapat dibagi atas dua tipe
yaitu:

8
1. Kolesteatom kongenital
Kolesteatom yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatom
biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angel.
2. Kolesteatom didapat (kolesteatom akuisital).1
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membrantimpani.
Kolesteatom timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrane timpani pars
flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba
(teori invaginasi).
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau
terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlansung lama (teori metaplasia).1

2.6 PATOFISIOLOGI
Secara umum, patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi
patogenesis utama dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut
(OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang
terus menerus.15

Perjalanan penyakit otitis media akut (OMA) dengan perforasi membran


timpani menjadi otitis media supuratif kronis (OMSK) apabila prosesnya sudah
lebih dari dua bulan. Bila proses infeksi kurang dari dua bulan disebut otitis media
supuratif subakut. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK
yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi dan daya tahan tubuh yang rendah serta higiene buruk.1
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh

9
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan
dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah mendapat infeksi telinga tengah
dikarenakan struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan
tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas
atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut
(OMA).4
Respon inflamasi menyebabkan pada fase awal yang timbul adalah berupa
udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam mengatasi infeksi di manifestasikan sebagai jaringan granulasi
yang dapat berkembang menjadi polip di dalam rongga telinga tengah. Jaringan
granulasi ini di mediasi oleh sel T dalam imunitas seluler. Pembentukan jaringan
granulasi yang berlanjut dapat menyebabkan kerusakan tulang dan sekitarnya
sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi OMSK. Perbedaan patofisiologi
tipe benigna dan tipe maligna terletak dari pembentukan kolesteatom. Pada tipe
benigna, tidak terbentuk kolesteatom.4

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan THT.
Anamnesis meliputi riwayat keluar sekret dari telinga yang dirasakan lebih dari 2
bulan bisa menetap atau berulang. telinga terasa penuh, dan penurunan
pendengaran. Suspek OMSK juga dicurigai pada pasien dengan riwayat sakit
tenggorokan, batuk dan gejala infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang
berulang. Pemeriksaan fisik pada OMSK digunakan untuk menilai mengenai
mukosa liang telinga dan kondisi membran timpani serta kavum timpani. Pada
OMSK fase aktif, ukuran perforasi membran timpani bervariasi dari mulai sebesar
jarum hingga subtotal pada pars tensa. Sedangkan pada OMSK fase tenang, dapat
dijumpai perforasi membran timpani yang kering dengan mukosa telinga tengah
yang pucat.1,15
Gejala khas dari OMSK adalah telinga berair (otorrhea), tidak terasa nyeri
tekan, kecuali terdapat otitis eksterna. Komplikasi intratemporal atau intrakranial
serta keganasan mungkin terjadi. Pada keadaan terdapat kolesteatoma, terjadi

10
retraksi atau debris skuamosa. Pemeriksaan garpu tala mungkin dapat dilakukan
sebagai pemeriksaan untuk menegakkan OMSK, dengan kemungkinan hasil
gangguan pendengaran konduktif. Pemeriksaan pencitraan mastoid bukan
pemeriksaan rutin tetapi perlu untuk melihat perkembangan pneumatisasi mastoid
dan perluasan penyakit. Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk
menentukan antibiotik yang tepat, tetapi antibiotik lini pertama tidak harus
menunggu pemeriksaan ini.15

2.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan OMSK tipe benigna adalah konservatif atau dengan
medikamentosa berupa antibiotik topical dan steroid. Terapi OMSK tidak jarang
memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang tidak keluar tidak
cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu
atau beberapa keadaan, yaitu:1
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga
tengah berhubungan dengan dunia luar

2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal


3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid
4. Gizi dan higienitas yang kurang
Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga,
berupa larutan H2O2 3% selama 3 – 5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
dan kortikosteroid. Obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih
dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang karena banyak antibiotika
yang dijual bersifat ototoksik. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin). Pada infeksi yang
dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.1
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selam
2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Bila terdapat
sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada atau terjadinya infeksi berulang,

11
maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu. 1 Tatalaksana OMSK tipe
maligna adalah pembedahan yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti.
Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan.1

2.9 KOMPLIKASI
Otitis media supuratif dapat memiliki komplikasi yang sangat mengancam
kesehatan dan dapat menyebabkan kematian sehingga mempunyai potensi untuk
menjadi serius. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,
dan jarang ditemukan pada pasien dengan OMSK tipe benigna, tetapi OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi jika terinfeksi kuman yang virulen. 1,7
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah
yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur
disekitarnya. Jalan penyebaran suatu infeksi dapat melalui:1
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah komplikasi di telinga tengah, telinga dalam,
ekstradural dan susunan saraf pusat. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi
membran timpani persisten, erosi tulang pendengaran dan paralisis nervus fasialis.
Komplikasi di telinga dalam seperti fistula labirin, labirinitis supuratif dan tuli
sensorineural. Komplikasi ekstradural seperti abses ekstradural, trombosis sinus
lateralis dan petrositis. Komplikasi ke susunan saraf pusat seperti meningitis, abses
otak dan hidrosefalus otitis. 1

3.0 PROGNOSIS
Secara keseluruhan, prognosis untuk otitis media supuratif kronis adalah
baik jika pengobatan diberikan dan komplikasi dapat dihindari. Beberapa kasus
berulang dapat ditemukan, dan ini memerlukan evaluasi dan pengobatan yang lebih
ekstensif. Karena otitis media supuratif kronis paling sering diikuti oleh otitis media
akut, penting untuk mendiagnosis dan mengobati bakteri penyebab otitis media akut
untuk mencegah otitis media supuratif kronis.16

12
BAB III
LAPORAN KASUS
BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU - PEKANBARU

Nama Dokter Muda : Rara Andita


Pembimbing : dr. Ariman Syukri, Sp.THT-KL
NIM : 2208438023
Tanggal : 09 Mei 2023

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS


IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L

Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat : PT MUP Segati, Kec. Langgam

Suku Bangsa : Batak

ANAMNESA (autoanamnesis)
Keluhan Utama :
Kedua telinga keluar cairan sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan kedua telinga kelar cairan sejak 2 tahun sebelum
masuk rumah sakit. Cairan yang keluar dari kedua telinga pasien berwarna kuning
kehijauan, sedikit kental, tidak berbau, tidak bercampur darah dan hilang timbul.
Keluhan tersebut bertambah berat secara bertahap. Selain itu pasien juga
mengeluhkan nyeri telinga, telinga berdengung dan terasa penuh pada kedua
telinga. Keluar cairan dari telinga sudah dirasakan pasien sejak kecil. Keluhan
demam, batuk dan pilek jarang terjadi. Awalnya pasien merasakan penurunan

13
pendengaran, telinga terasa penuh, dan kadang berdenging hingga berlanjut dengan
keluarnya cairan dari kedua telinga pasien.
Pasien mengaku sering menggunakan cotton bud dan tissue untuk
membersihkan telinga. Keluhan nyeri kepala dan pusing berputar juga dirasakan
pasien. Keluhan kejang, wajah terasa mencong, riwayat trauma kepala, riwayat
berenang dan bepergian dengan pesawat disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


● Riwayat keluar cairan pertama kali dirasakan sejak pasien anak-anak

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


● Pasien seorang buruh
● Pasien sering membersihkan telinga menggunakan cutton bud dan tissue.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 96/69 mmHg
Frekuensi Nadi : 78 x/menit
Suhu Tubuh : 36,7ºC
BB : 50 kg
TB : 148 cm
IMT : 22,83 kg/m2 (Normoweight)
Pemeriksaan Sistemik
Kepala :
Mata :
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Toraks : Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler di seluruh lapang paru

14
Abdomen : Supel, bising usus (+), frekuensi 10 kali per menit
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting oedem (-)

15
STATUS LOKALIS THT
Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga Radang Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Lapang / sempit Lapang Sempit
Liang Telinga Hiperemi Tidak ada Hiperemi
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak berbau Tidak berbau
Sekret/Serumen Warna Serumen Sekret
kekuningan mukopurulen
Jumlah Minimal Minimal
Membran Tympani
Warna - -
Refleks Cahaya - -
Utuh Bulging - -
Retraksi - -
Atrofi - -
Jumlah perforasi 1 1
Jenis Subtotal Subtotal
Perforasi Kuadran Semua Kuadran Semua kuadran
Pinggir Rata Rata
Kolesteatom - -

Gambar

Tanda radang/abses Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne (-) (-)
Weber Lateralisasi ke Lateralisasi ke
kiri kiri
Schwabach Memanjang Memanjang

Kesimpulan Tuli konduktif Tuli konduktif

16
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Hidung Trauma Tidak ada Tidak ada
Luar Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vestibulum Vibrise + +
Radang - -
Cavum Nasi Lapang/ Cukup Lapang/ Cukup Cukup
Sempit lapang lapang
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Sekret
Jumlah - -
Bau - -
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konkha
Permukaan Licin Licin
Inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Ukuran Normal Normal
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Media Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus / deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Septum Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda

17
Septum Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa
Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh vasokonstriktor - -

Gambar

Rinoskopi Posterior ( Nasofaring ) : tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana Lapang / Sempit
Warna
Mukosa Edema
Jaringan Granulasi
Ukuran
Warna
Konkha Inferior
Permukaan
Edema

Adenoid Ada/ Tidak

Ada / Tidak

18
Muara Tertutup sekret
tuba Eustasius Edema
Lokasi
Massa Ukuran
Bentuk
Permukaan
Post Nasal Drip Ada / Tidak
Jenis
Gambar

Orofaring / Mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Simetris/ Tidak Simetris Simetris
Palatum Mole + Warna Merah muda Merah muda
Arkus Faring Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/ Eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding Faring Warna Merah muda
Permukaan Licin
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Tonsil
Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan Tidak ada Tidak ada
dengan pilar
Warna Merah muda Merah muda

19
Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Tumor
Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Gigi Karies / Radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan Dalam batas Dalam batas
Normal normal

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Normal Normal
Tumor Tidak ada Tidak ada
Gambar

T1

T1

Laringoskopi Indirek : Tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan
Epiglotis Bentuk
Warna
Edema
Pinggir rata / tidak
Massa
Aritenoid Warna

20
Edema
Massa
Gerakan
Ventrikular Band Warna
Edema
Massa
Plika Vokalis Warna
Gerakan
Pinggir Medial
Massa
Subglotis / Trakhea Sekret ada / tidak
Massa
Sinus Piriformis Massa
Sekret
Valekule Sekret ( jenisnya )
Massa
Gambar

Pemeriksaan kelenjar limfe leher :


Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar limfe leher
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe leher

21
RESUME (DASAR DIAGNOSIS)

Anamnesis :
Keluhan Utama :
Keluar cairan pada kedua telinga sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan kedua telinga keluar cairan berwarna kuning
kehijauan, sedikit kental, tidak berbau, tidak bercampur darah dan hilang timbul
sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut bertambah berat secara
bertahap. Keluhan nyeri telinga, telinga berdengung dan terasa penuh dirasakan
pada kedua telinga pasien. Keluar cairan dari telinga sudah dirasakan pasien sejak
kecil. Keluhan demam, batuk dan pilek jarang terjadi. Awalnya pasien merasakan
penurunan pendengaran, telinga terasa penuh, dan kadang berdenging hingga
berlanjut dengan keluarnya cairan dari kedua telinga pasien. Pasien sering
menggunakan cotton bud dan tissue untuk membersihkan telinga. Keluhan nyeri
kepala dan pusing berputar juga dirasakan pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluar cairan pertama kali dari kedua telinga sudah dirasakan pasien
sejak kecil.

Pemeriksaan Fisik

Telinga Kanan Kiri


Daun Telinga Dalam batas normal Dalam batas normal
Liang Telinga Lapang Sempit
Membran Perforasi subtotal Perforasi subtotal
Tympani
Sekret/serumen Serumen kekuningan Sekret mukopurulen
Kolesteatom Negatif Negatif

22
Gambar

Perforasi Subtotal Subtotal


Hidung Kanan Kiri
Rinoskopi
Anterior
Vestibulum Dalam batas normal Dalam batas
normal
Cavum Nasi Dalam batas normal Dalam batas
normal
Konkha Inferior Dalam batas normal Dalam batas
normal
Sekret Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Gambar

Rinoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Posterior
Laringoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Indirek
Faring
Palatum Normal Normal
Mole/arkus faring
Dinding Faring Merah muda
Tonsil Ukuran T1 T1
Rinne Negatif Negatif
Weber Lateralisasi kekiri Lateralisasi ke
Pemeriksaan kiri
Garpu Tala
Schwabach Memanjang Memanjang
Kesimpulan Tuli konduktif telinga kiri dan kanan

23
Diagnosis: Otitis media supuratif kronis tipe benigna fase aktif aurikula sinistra dan
otitis media supuratif kronis tipe benigna fase inaktif aurikula dextra

Usulan pemeriksaan penunjang:


• Audiometri
• CT-Scan Mastoid

Terapi:
Medikamentosa:
● Ciprofloxacin tablet 500mg 2x1 selama 5 hari
● Forotic 3mg/ml tetes telinga 2x1 (6 tetes pada telinga kiri)
● Natrium Diclofenac 50mg 2x1 selama 5 hari

Prognosis :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsional : Dubia

Nasehat:
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit pasien dan terapi yang
diberikan.
2. Jangan membersihkan telinga dengan mengorek telinga terlalu dalam karena
dapat melukai gendang telinga sehingga mudah terjadi infeksi.
3. Menjaga telinga agar air tidak masuk kedalam telinga, sewaktu mandi telinga
ditutup dan tidak boleh berenang
4. Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan obat dan kontrol secara teratur.

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama pasien datang ke


poliklinik THT RSUD Arifin Achmad yaitu keluar cairan pada kedua telinga sejak
2 tahun sebelum masuk rumah sakit. Kedua telinga keluar cairan berwarna kuning
kehijauan, sedikit kental, tidak berbau, tidak bercampur darah dan hilang timbul.
Keluhan tersebut bertambah berat secara bertahap. Keluhan nyeri telinga, telinga
berdengung dan terasa penuh dirasakan pada kedua telinga pasien. Keluar cairan
dari telinga sudah dirasakan pasien sejak kecil. Keluhan demam, batuk dan pilek
jarang terjadi. Awalnya pasien merasakan penurunan pendengaran, telinga terasa
penuh, dan kadang berdenging hingga berlanjut dengan keluarnya cairan dari kedua
telinga pasien. Pasien sering menggunakan cotton bud dan tissue untuk
membersihkan telinga. Keluhan nyeri kepala dan pusing berputar juga dirasakan
pasien.
Dari ringkasan anamnesis pasien, didapatkan kesesuaian dengan teori
mengenai gejala klinis dari OMSK yaitu peradangan yang berlangsung lebih dari 2
bulan pada telinga tengah yang ditandai dengan adanya riwayat keluarnya sekret
(otorea) dan membran timpani tidak utuh (perforasi) secara terus menerus atau
hilang timbul dari liang telinga.1,7 Keluhan keluarnya cairan dari telinga pada pasien
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pangemanan, yang menyebutkan
bahwa gejala klinis pasien dengan OMSK yang paling sering adalah keluarnya
cairan dari telinga (otore), selanjutnya diikuti keluhan gangguan pendengaran dan
nyeri telinga oleh karena itu pasien ini dicurigai OMSK.13
Pada pemeriksaan fisik, membran timpani sinistra ditemukan adanya
perforasi subtotal dengan tepi rata. Temuan tersebut sesuai dengan tanda klinis dari
OMSK. Berdasarkan hasil pemeriksaan tes penala, didapatkan Rhinne telinga kiri
dan kanan negatif. Weber lateralisasi ke telinga kiri, dan Schwabach telinga kanan
dan kiri memanjang. Kesan pemeriksaan tes penala adalah tuli konduktif telinga
kanan dan kiri, yang mana menurut teori pada penderita OMSK dapat terjadi tuli
konduktif.1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sudah dikerjakan,

25
dapat ditegakkan diagnosis kerja otitis media supuratif kronik tipe benign fase aktif
aurikula sinistra dan otitis media supuratif kronik tipe benign fase inaktif aurikula
dextra.
Tatalaksana yang diberikan adalah antibiotik sistemik (ciprofloxacin tab
500 mg 2 kali sehari), antibiotik tetes telinga (forotic) dan analgetik (natrium
diklofenac tab 50 mg 2 kali sehari) . Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini
sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa pemilihan antibiotik topikal untuk
pasien OMSK dengan membran timpani yang sudah perforasi yang paling aman
yaitu golongan quinolone dibandingkan dengan golongan aminoglikosida dan
makrolid karena bersifat ototoksik. Sebaiknya antibiotik yang diberikan yaitu
antibiotik yang sesuai dengan bakteri penyebab, oleh karena itu diperlukan juga
pemeriksaan kultur sekret telinga untuk menentukan antibiotik yang spesifik.
Idealnya antibiotik yang diberikan yaitu antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur
pasien. Bila dalam 7 hari tidak membaik sebaiknya dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi untuk memilih antibiotik yang tepat.7
Sebagai edukasi, otitis media supuratif kronik benigna tidak memerlukan
pengobatan khusus, dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, tidak
membersihkan telinga secara berlebihan, air jangan masuk ke telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas
atas. Prognosis pada pasien ini adalah Quo ad vitam adalah bonam sedangkan Quo
ad sanam adalah dubia karena OMSK bersifat berulang, memiliki berbagai
komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada psien OMSK tipe maligna.7

26
BAB V
KESIMPULAN

OMSK adalah peradangan kronis telinga tengah dengan perforasi membran


timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari dua bulan, baik terus
menerus maupun hilang timbul dan dapat disertai dengan berkurangnya
pendengaran atau tuli konduktif. Penyebab OMSK sering kambuh bila adanya
perforasi membran timpani yang permanen, terdapat sumber infeksi pada saluran
napas atas, serta gizi dan higiene pasien yang kurang.

Penatalaksanaan OMSK bergantung pada tipe OMSK tersebut. Prinsip


penatalaksanaan OMSK tipe aman (benigna) ialah konservatif atau dengan
medikamentosa sedangkan pada OMSK tipe bahaya (maligna) ialah pembedahan.
Prognosis kesembuhan OMSK adalah dubia karena OMSK merupakan penyakit
yang berulang.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
ketujuh. Jakarta: FKUI, 2011. h. 69-74.
2. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Diseases of Ear, Nose and Throat &
Head and Neck Surgery (Seventh Edition). New Delhi: Elsevier; 2017; p.
283-286. Available from:.
http://library.lol/main/3B0BE82D1EF6948DC4C0450B66B
3. Muftah S, Mackenzie I, Faragher B, Brabin B. Prevalence of Chronic
Suppurative Otitis Media (CSOM) and Associated Hearing Impairment
Among School-aged Children in Yemen. Oman Med J [Internet]. 2015 Sep
30(5):358-65. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4576383/
4. Kementerian kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES) 2012, Riset
kesehatan dasar (Rikesdas). 2012.
5. Prakash R, Juyal D, Negi V, Pal S, Adekhandi S, Sharma M, et al.
Microbiology of chronic suppurative otitis media in a tertiary care setup of
Uttarakhand state. N Am J Med Sci.2013;5(4). Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov.
6. Schilder AG, Chonmaitree T, Cripps AW, Rosenfeld RM, Casselbrant ML,
Haggard MP, et al. Otitis media. Nature Reviews Disease Primers
2016;2:16063.
7. Nugroho PS, Wiyadi HMS. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran Perifer.
Jurnal THT-KL [Internet]. 2009 ;2(2):76-85. Available from:
https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklada99f6a28full.pdf
8. Drake, R. L., Vogl, A. W., & Mitchell, A. W. (2014). Basics of Gray’s
Anatomy. Basics of Gray’s Anatomy.
9. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli).
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
ketujuh. Jakarta: FKUI, 2011. h. 10-13.
10. Thomas R. Van De Water Water, Thomas. Historical Aspects of Inner Ear
Anatomy and Biology that Underlie the Design of Hearing and Balance
Prosthetic Devices. The anatomical record.2012;295:1741–1759. Available
from: https://anatomypubs.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ar.22598
11. Btiannica. Anatomy of the ear [homepage on the internet]. Available from :
https://www.britannica.com/science/ear

12. Varughese D. Chronic suppurative otitis media. Medscape


[Internet]. 2021 January 12 . Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/859501- overview#a1

28
13. Pangemanan DM, Palandeng OI, Pelealu OC. Otitis media supuratif kronik
di poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode januari
2014- Desember 2016. Jurnal e-clinic (eCI) [Internet].2018;6(1):31-5.
Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/19500/19050
14. Poluan FH , Utomo BS,Dharmayanti J. Profile benign type of chronic
suppurative otitis media in general hospital of the christian university of
indonesia. Int. J. Res. Granthaalayah.2021;9(4):229–239. Available from :
http://repository.uki.ac.id/4359/1/PROFILEBENIGNTYPEOFCHRONICS
U PPURATIVEOTITISMEDIA.pdf
15. Farida Y, Sapto H, Oktaria D. Tatalaksana terkini otitis media supuratif
kronis (OMSK). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bagian THT
Rumah Sakit Abdoel Moeloek Lampung: 2016. h. 1-38
16. Rosario, Digna C., and Magda D. Mendez. "Chronic Suppurative
Otitis." (2020). Available from :
https://europepmc.org/article/nbk/nbk554592

29

Anda mungkin juga menyukai