TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu :1
a. Telinga Bagian Luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh
membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastic dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5-3 cm.1
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani, batas
depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis), batas
belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas tegmen
timpani (meningen/otak), batas dalam: berturut - turut dari atas ke bawah kanalis
3
semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tinkgap lonjong (oval window), tingkap
(round window), dan promontorium.1
4
b. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).2
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (Rivini). Permukaan luar dari
membrana timpani disarafi oleh cabang n. aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang
dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana timpani berasal dari
permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula
yang dalam cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga
tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan
oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.2
2. Kavum timpani
Kavum timpani berbentuk bikonkaf dan berada didalam pars pertosa dari
tulang temporal. Memiliki diameter vertikal 15 mm dan transversal 2-6 mm.
Kavum timpani memiliki 6 dinding, yaitu bagian atap, lantai, dinding lateral,
dinding medial, dinding anterior dan dinding posterior.2
A. Atap Kavum Timpani
Dibentuk oleh lempengan tulang yang disebut tegmen timpani,
memisahkan telinga tengah dari fosa cranial dan lobus temporalis dari otak.
Bagian ini juga dibentuk oleh pars pertosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh
skuama dan garis sutura petroskuama.2
B. Lantai Kavum Timpani
Dipisahkan oleh tulang tipis antara lantai kavum timpani dan bulbus
jugularis.2
C. Dinding Medial
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam.2
3. Prosessus mastoideus
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus mekelat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Martil landasan- sanggurdi yang berfungsi
5
memperbesar getaran dari membran timpani dan meneruskan getaran yang telah
diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada
ujung dari cochlea.1
Rongga mastoideus memiliki bentuk seperti bersisi tiga dengan puncak
mengarah ke kaudal. Batas atap mastoid adalah fossa kranii media dan batas
dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoid
terletak dibawah duramater pada daerah tersebut.1
Pneumatisasi prossesus mastoideus ini dapat dibagi atas :2
A. Prossesus mastoideus kompakta (sklerotik), dimana tidak ditemukan sel-sel.
B. Prossesus mastoideus spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
C. Prossesus mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, yang memiliki sel-sel
yang besar.
4. Tuba eustachius
Berbentuk seperti huruf “S” dan disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani. Pada dewasa, panjang tuba sekitar 36 mm ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah, sedangkan pada anak dibawah 9 bulan hanya 17,5
mm.2
Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian :2
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
6
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
c. Telinga Bagian Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perlimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.2
2.2.1. Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Misalnya, OMSK lebih
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari
90% beban dunia akibat OMSK i n i d i p i k u l o l e h n e g a r a - n e g a r a d i A s i a
Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah
minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh
dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi
dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.4
7
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam
hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan
beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair,
60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK
merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia. Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak
yang mempunyai kolesteatom. Di Indonesia sendiri diketahui prevalensi OMSK
adalah 3% penduduk.5
2.2.3. Patogenesis
8
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA). 1,3 Respon inflamasi yang timbul adalah
berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya
jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan
terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya.7
9
a. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
b. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
c. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat
yang terkontaminasi.
d. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
e. Otitis media supuratif akut yang berulang. 8
2. OMSK tipe atikoantral (tipe maligna/tipe bahaya/tipe aktif)
OMSK tipe atikoantral erupakan OMSK yang disertai dengan
kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel (keratin). Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kongenital dan didapat.
OMSK tipe maligna dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe
tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya di atik, kadang-kadang
terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau
fatal timbul pada OMSK tipe maligna. Tanda klinis OMSK tipe maligna antara
lain.1
a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.1
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid
sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai
perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang
telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang
luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.8
10
2.2.5 Manifestasi Klinis
11
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO
1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang
pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969. 6
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-
20 dB.
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30- 50 dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.6
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
12
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.6
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.6
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo
dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo.
Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani,
dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.6
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan anamnesis gejala klinik dan
pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala
merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan
13
pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat
dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech
audiometry). Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur
dan uji resistensi kuman dari secret telinga. 1
Berdasarkan anamnesis penyakit ini biasanya terjadi secara kronik,
perlahan-lahan dan seringkali gejala yang dijumpai adalah telinga berair. Ada
kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran, nyeri pada telinga
yang dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak, dan vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius.
dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani. Pemeriksaan
otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai
kondisi mukosa telinga tengah.1
14
mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah
atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah :9
1. Proyeksi Schuller.
2. Proyeksi Mayer atau Owen.
3. Proyeksi Stenver.
4. P r o y e k s i C h a u s e I I I .
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida.
Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer,
tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang
sebenarnya.9
Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong
retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian
posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian
posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksternay a n g m a s u k
ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani
a t a u kantong retraksi membran timpani pars tensa.9
2.2.7 Komplikasi
Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan
penyebaran suatu infeksi telinga tengah ke intracranial. Terdapat 3 macam
penyebaran penyakit Otitis Media.1
1. Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya :1
a. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat
terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari ke sepuluh
b. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis
local
15
c. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang
serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga
disebut juga mastoiditis hemoragika
2. Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila :1
a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
b. Gejala prodromal infeksi local biasanya mendahului gejala infeksi yang
lebih luas, misalnya paresis N. facialis ringan yang hilang timbul
mendahului paresis n Facialis yang total, atau gejala meningitis local
mendahului yang purulent
c. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara focus
supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang
terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi.
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Penyebaran cara ini dapat diketahui bila :1
a. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
b. Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat
ditemukan fraktur tenggorok, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis
media yang sudah sembuh. Komplikasi intracranial mengikuti
komplikasi labirinitis supuratif
c. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang
yang bukan oleh karena erosi.
16
b. Abses ekstradural
c. Abses subdural
d. Abses otak
e. Meningitis.
17
membrane timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.1
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan secret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi. 1
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.
Jadi bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
dengan medika mentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.1
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain:
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan
telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 1
b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi 1 ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk
membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intracranial. 1
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atikapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua
18
jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang
masih ada. 1
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membrane
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan
pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membrane timpani. 1
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medika mentosa. Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membrane
timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran.
Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka
dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi
dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi
ini terpaksa dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6-12 bulan. 1
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang
luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa meruntuhkan
dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatoma dan jaringan
granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combined approach) yaitu
melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi
posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para
ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali. 1
19
2.3. Meningitis Otogenik
2.3.1 Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari meningitis otogenik biasanya dijumpai kombinasi
antara tanda dan gejala meningitis dan otogenik. Gejala klinis dari meningitis
dijumpai adanya demam, sakit kepala, kaku kuduk, muntah, perubahan dari status
mental ataupun kesadaran menurun. Sedangkan pada otogenik dijumpai adanya
otorrhoe, otalgi, gangguan pendengaran, dan vertigo. Gejala awal dan tanda yang
penting dari komplikasi intrakranial dari otitis media suppurativa antara lain :
demam, sakit kepala, gangguan vestibular, gejala meningeal dan penurunan
kesadaran. Selain ditemukan gejala dan tanda dari meningitis dan otogenik
tersebut diatas, juga dijumpainya gejala fasialis parese yang jarang ditemui.
Gejala dari meningitis otogenis yang paling sering dijumpai yakni adanya demam
dan sakit kepala.11
2.3.2. Diagnosis
Menegakkan diagnosis meningitis otogenik berdasarkan gejala klinis,
laboratorium rutin, lumbal punksi, foto mastoid dan pemeriksaan Head CT-scan. 11
20
e. Head CT-scan :11
- Adanya gambaran mastoiditis dan cerebral edema, hidrosefalus, abscess
serebral, subdural empyema, dan lain-lain.
2.3.3. Penatalaksanaan11
1. Terapi Konservatif11
A. Antibiotika11
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur
darah dan Lumbal Punksi guna pembrian antibiotika disesuaikan dengan kuman
penyebab. Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada
pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab
serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respons gejala
klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling
sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi negatif.11
B. Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan
penetrasi antibiotika ke dalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan
abses, oleh karena itu penggunaaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu
kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa
atau edema pada herniasi yang mengancam dan menimbulkan deficit neurologik
fokal. Penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bacterial
karena H. influenzae dan mendapat terapi deksamethason 0,15 mg/kgBB/x tiap 6
jam selama 4 hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada
pemeriksaan 24 jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF, peningkatan
kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari
21
penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok
yang mendapatkan deksamethason adalah lebih rendah dibandingkan kontrol.11
Tunkel dan Scheld (1995) menganjurkan pemberian deksamethason hanya
pada penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita dengan status mental
sangat terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat
efek samping penggunaan deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan
traktus gastrointestinal, penurunan fungsi imun seluler sehingga menjadi peka
terhadap patogen lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.11
3. Operatif
Pengobatan meningitis otogenik ini ialah dengan mengobati meningitisnya
dulu dengan antibiotic yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi
dengan operasi mastoidektomi.11
22
Gambar 2.6 Pedoman Tatalaksana OMSK.1
23
Gambar 2.8 Algoritma 2 Pedoman Tatalaksana OMSK.2
24