Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1
Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis
media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media media
serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME).1
Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media
supuratif akut (otitis media akut=OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK/OMP).
Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma =
aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti
otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media
adhesive.1,2
Otitis media non supuratif nama lain adalah otitis media musinosa, otitis media efusi,
otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media mucoid (glue ear).1,2,3
Otitis media efusi (OME) adalah keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga
tengah, sedangkan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media
dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi
tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear).1,2,3
OME adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada anak. Pada populasi
anak, OME dapat timbul sebagai suatu kelainan short-term menyertai suatu infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), ataupun sebagai proses kronis yang disertai gangguan dengar berat,
keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa, gangguan keseimbangan, hingga perubahan
struktur membrana timpani dan tulang pendengaran. 3

1
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 27 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Rt. 04 Pakuan Baru

Datang ke Puskesmas : 18 September 2017

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

a. Status Perkawinan : Belum menikah


b. Status Ekonomi : Cukup
d. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal di rumah semi permanen, berdinding beton dan berlantai semen. Terdiri
dari ruang tamu, ruang keluarga yang bercampur dengan dapur, serta 2 kamar tidur.
Ventilasi rumah kurang, hanya terdapat di bagian depan rumah. Sehari-hari sumber air
berasal dari sumur. Pasien tinggal di rumah tersebut di huni oleh 2 orang.
e. Kondisi Lingkungan keluarga : Baik

3. Aspek Psikologis Keluarga :


Tidak ada masalah psikologis dalam keluarga

4. Riwayat Penyakit Dahulu/penyakit keluarga :


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat tekanan darah tinggi (+), DM (-)

2
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan penuh pada telinga sebelah kiri sejak 3 hari sebelum
datang ke puskesmas. Awal mulanya pasien mengalami nyeri tenggorokan, pilek dan batuk
sejak 5 hari sebelum datang ke puskesmas, pilek dan dahak disertai cairan berwarna jernih.
Keluhan tidak disertai dengan demam. Pada saat mengalami keluhan pasien melakukan
olahraga berenang. Saat setelah menyelam pasien mengalami telinga sebelah kiri terasa
penuh, awalnya pasien mengira air didalam kolam masuk kedalam telinga sehingga pasien
berasumsi bahwa keluhan akan menghilang sendiri. Namun setelah 3 hari, keluhan tidak
dirasakan membaik dan tidak juga dirasakan semakin memburuk. Kemudian pasien mencoba
mengorek telinga dengan cotton bud namun kotoran (-). Keluhan ini tidak disertai dengan
nyeri pada telinga, demam (-), kejang (-), telinga berdenging (-), keluar cairan pada telinga (-
), kebiasaan mengorek telinga (+)

6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital :
Frekuensi nadi : 90 x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi nafas : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,9 C
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Status Generalis:
Kepala & Leher : normochepali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga/Hidung/Tenggorok : Status Lokalis
Thorax :
Pulmo : Inspeksi : bentuk gerak dada simetris
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-),
3
Abdomen:
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : soefel, organomegali (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Ektremitas : edema (-/-), varises (-/-), akral hangat

Status lokalis telinga, hidung dan tenggorokan :


TELINGA Dextra Sinistra

Aurikula Radang (-), nyeri tekan tragus (-), Radang (-), nyeri tekan tragus (-),
nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)
Retroaurikula Radang (-), nyeri tekan (-), sulkus Radang (-), nyeri tekan (-), sulkus
retroaurikula (+) retroaurikula (+)
Meatus akustikus Mukosa hiperemi (-), edema (-), Mukosa hiperemi (-), edema (-)
eksternus sekret (-), serumen lunak sekret (-), serumen lunak,
Membran timpani Warna putih mengkilat, utuh, Warna keruh, utuh, retraksi (+),
refleks cahaya (+) refleks cahaya (-)
Tes Rinne Positif Negatif
Tes Weber Lateralisasi kiri
Tes Schwabach Sama dengan pemeriksa Memanjang
Interpretasi Normal Tuli Konduktif
HIDUNG

Hidung Luar Radang (-), deformitas (-), Radang (-), deformitas (-),
massa (-) massa (-)
Fetor (-) (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Mukosa ronggga Pucat (-), hiperemis (+), Pucat (-), hiperemis (+),
nasi massa (-), sekret jernih (+) massa (-), sekret jernih (+)
Konka nasi Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)

4
FARING

Fetor - -
Tonsil T1, hiperemi (+), kripta (-), T1, hiperemi (+), kripta (-),
detritus (-), permukaan rata detritus (-), permukaan rata
Uvula Simetris, hiperemi (-), oedem (-)
Palatum mole Simetris, hiperemi (-)
Dinding faring Mukosa halus, hiperemi (+), refleks muntah +/+

Regio Fasialis:
Inspeksi : pembengkakan pipi (-), deformitas wajah (-)
Palpasi : nyeri tekan maksila dekstra dan sinistra (-)
Perkusi : nyeri ketok maksila dekstra dan sinistra (-)
Mukosa bukal : warna mukosa merah muda, hiperemi (-)

Pemeriksaan Gigi: karies (-)

7. Pemeriksaan Rutin :
Tidak dilakukan

8. Usulan Pemeriksaan:
Pneumatic otoscope

9. Diagnosis
Otitis Media Efusi Auricula Sinistra

10. Diagnosis banding :


Otitis Media Akut Auricula Sinistra

11. Manajemen
a. Promotif
Edukasi kepada pasien bahwa tingkat untuk terjadinya infeksi telinga tengah lebih
besar.
Diberitahukan pada pasien agar mengusahakan telinga agar tetap kering, dengan
menjaga agar tidak memasukkan air atau benda asing lainnya ke dalam telinga.

5
b. Preventif
Tidak mengorek-ngorek telinga dengan menggunakan cotton bud
Apabila pasien mengalami batuk pilek berulang untuk segera berobat ke pelayanan
kesehatan
Tidak berenang ataupun menyelam dan naik pesawat, saat pilek, batuk atau pun saat
sedang mengalami peradangan pada saluran nafas atas
c. Kuratif
Terapi farmakologis di puskesmas :
Clorpheneramine maleat tab 4 mg 3 x sehari
Glyceril Guaiacolate tab 100 mg 3 x sehari
Amoksilin tab 500 mg 3 x sehari
Vitamin C tab 50 mg 3 x sehari
3.Rehabilitasi
Mencegah agar telinga tetap kering
Mengajarkan teknik valsava apabila batuk pilek telah sembuh.

Penulisan Resep
Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Pakuan Baru Puskesmas Pakuan Baru

Dokter Muda Luvita FK Dokter Muda Luvita FK


NIM : G1A215090
NIM : G1A215090

Jambi, 2017 Jambi, 2017

Pro : Pro :
BAB III

PEMBAHASAN

II.I ANATOMI TELINGA


Telinga manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu
1. Telinga luar, yang menerima gelombang suara.
2. Telinga tengah, dimana gelombang suara dipindahkan dari udara ke tulang dan oleh
tulang ke telinga dalam.
3. Telinga dalam, dimana getaran ini diubah menjadi impuls saraf spesifik yang berjalan
melalui nervus akustikus ke susunan saraf pusat. Telinga dalam juga mengandung
organ vestibuler yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.4

Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar (meatus
akustikus eksternus) dan selaput gendang (membran timpani), bagian telinga ini berfungsi
untuk menerima dan menyalurkan getaran suara atau gelombang bunyi sehingga
menyebabkan bergetarnya membran timpani. Meatus akustikus eksternus terbentang dari
telinga luar sampai membran tympani. Meatus akustikus eksternus tampak sebagai saluran
yang sedikit sempit dengan dinding yang kaku. Satu per tiga luas meatus disokong oleh
tulang rawan elastis dan sisanya dibentuk oleh tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh
kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah
mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang
berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan
yang dinamakan serumen ( minyak telinga ). Serumen berfungsi menangkap debu dan
mencegah infeksi.4,5

7
Gambar 1. Telinga Luar

Pada ujung dalam meatus akustikus eksternus terbentang membran tympani. Dia
diliputi oleh lapisan luar epidermis yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi oleh
epitel selapis kubus. Antara dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri
atas serabut-serabut kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas membran
atas tympani tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran shrapnell. 4,5

Telinga Tengah (Cavum Timpani)


Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang temporalis)
yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang martil), inkus (tulang
landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling berhubungan melalui persendian.
Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam membran timpani, sedangkan bagian
kepalanya berhubungan dengan inkus. Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes
berhubungan dengan membran pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut
fenestra ovalis (tingkap jorong/fenestra vestibule). Di bawah fenestra ovalis terdapat tingkap
bundar atau fenestra kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran timpani
sekunder. 4,5

8
Gambar 2. Telinga Tengah

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria
yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat
dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara .
Maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. 4,5
Gendang telinga atau membran timpani adalah selaput atau membran tipis yang
memisahkan telinga luar dan telinga dalam. Ia berfungsi untuk menghantar getaran suara dari
udara menuju tulang pendengaran di dalam telinga tengah. Gendang telinga secara anatomi
dibagi 2 yaitu pars tensa (tegang) dan pars flaksida,
1. Pars tensa, sebagain besar gendang telinga merupakan pars tensa, terdiri dari 3 lapis,
bagian luar lanjutan kulit liang telinga, di tengah jaringan ikat, dan bagian dalam yang
mengarah ke telinga tengah, merupakan lanjutan mukosa telinga tengah.

2. Pars flaksida, bagian atas gendang telinga (daerah atiq), hanya terdiri dari dua lapis
tanpa jaringan ikat di bagian tengah. 4,5,6

9
Gambar 3. Membran Thympani (kanan) normal yang dilihat dengan menggunakan otoskop

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran Eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membran
timpani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan.
Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk
mencegah pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka
dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan
tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani.4,5,6

Pleksus tympanicus
Pleksus tympanicus berasal dari n. tympani cabang dari nervus glosofaringeus dan
dengan nervus caroticotympani yang berasal dari pleksus simpatetik di sekitar arteri carotis
interna. Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :
1. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi cavum timpani, tuba
Eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.
2. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor.
3. Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut
parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran
yang kecil dibawah m. tensor tympani kemudian menerima serabut saraf parasimpatik
dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion geniculatum. Secara sempurna saraf
berjalan melalui tulang temporal, di lateral sampai nervus petrosus superfisial mayor,
diatas dasar fossa cranial media, di luar duramater. Kemudian berjalan melalui
foramen ovale dengan nervus mandibula dan arteri meningeal accessori sampai
ganglion optic. Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale tetapi
melalui foramen yang kecil sampai foramen spinosum.5

10
Serabut post ganglion dari ganglion optic menyuplai serabut-serabut sekremotor pada
kelenjar parotis melalui nervus aurikulotemporalis.5

Vaskularisasi Cavum Timpani


Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi cavum timpani adalah
arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah yang
menuju cavum timpani berasal dari cabang arteri carotis eksterna. Pada daerah anterior
mendapat vaskularisasi dari a. tympanica anterior, yang merupakan cabang dari a. maksilaris
interna yang masuk ke telinga tengah melalui fissura petrotympanica.5
Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari a. tympanika posterior, yang
merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a. stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat
vaskularisasi dari cabang a. meningea media juga a. petrosa superior, a. tympanica superior
dan ramus inkudomalei. Pembuluh vena cavum timpani berjalan bersama-sama dengan
pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus petrosus superior.5
Pembuluh getah bening cavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening
retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.5

Telinga Dalam (Labirin)


Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari serangkaian rongga-
rongga tulang dan saluran membranosa yang berisi cairan. Saluran-saluran membranosa
membentuk labirin membranosa dan berisi cairan endolimfe, sedangkan rongga-rongga
tulang yang di dalamnya berada labirin membranosa disebut labirin tulang (labirin osseosa).
Labirin tulang berisi cairan perilimfe. Rongga yang terisi perilimfe ini merupakan terusan
dari rongga subarachnoid selaput otak, sehingga susunan perilimfe mirip dengan cairan
serebrospinal. Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh lembaran-lembaran
jaringan ikat tipis yang mengandung pembuluh darah. Labirin membranosa sendiri tersusun
terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh jaringan-jaringan ikat.4,5,8

11
Gambar 4. Telinga Dalam

Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu vestibula, choclea (rumah siput)
dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran).
Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di belakang choclea dan di
depan kanalis semisirkularis. Vestibula berhubungan dengan telinga tengah melalui fenesta
ovalis (fenestra vestibule). Vestibula bagian membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu
sakulus dan utikulus. Pada sakulus dan utikulus terdapat dua struktur khusus yang disebut
makula akustika, sebagai indra keseimbangan statis (orientasi tubuh terhadap tarikan
gravitasi). Sel-sel reseptor dalam organ tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh
sel-sel penunjang. Bagian atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung butir-
butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan posisi kepala yang
menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan menyampaikan impuls saraf ke cabang
vestibular dari saraf vestibulochoclea yang terdapat pada bagian dasar sel-sel tersebut, yang
akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat keseimbangan di otak.4
Canalis semisirkularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas belakang
vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut menggembung, disebut
ampula. Masing-masing ampula berhubungan dengan utrikulus. Pada ampula terdapat Crista
acustik, sehingga organ indra keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan posisi tubuh
dalam melakukan respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel reseptor dalam
crista acustika juga berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel penunjang, tetapi di
sini tidak terdapat otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh gerakan endolimfe. Ketika
kepala bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh, endolimfe akan mengalir di atas sel-sel
rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan tersebut dan mengubahnya menjadi impuls saraf.
Sebagai responnya, otot-otot berkontraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada
posisi yang baru.4

12
Koklea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula. Berbentuk
seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2 lilitan, mengelilingi
bentukan kerucut yang disebut mediolus. Penampang melintang Koklea menunjukkan bahwa
koklea terdiri dari tiga saluran yang berisi cairan. Tiga saluran tersebut adalah:
1. Saluran vestibular (skala vestibular): di sebelah atas mengandung perilimfe, berakhir
pada tingkap jorong.
2. Saluran tympani (skala tympani): di sebelah bawah mengandung perilimfe berakhir
pada tingkap bulat.
3. Saluran choclear (skala media): terletak di antara skala vestibular dan skala tympani,
mengandung endolimfe.4,8
Skala media dipisahkan dengan skala vestibular oleh membran vestibularis (membran
reissner), dan dipisahkan dangan skala tympani oleh membran basilaris.4,5

FISIOLOGI TELINGA
Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran
sampai ke gendang telinga. Getaran suara ditangkap oleh aurikel yang diteruskan keliang
telinga sehingga menggetarkan membran tympani.9
Telinga tengah menghubungkan gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang
berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang dihasilkan tadi diteruskan ke
tulang tulang pendengaran, stapes akhirnya menggerakkan foramen oval yang juga
menggerakkan perilymph dalam skala vestibuli. Dilanjutkan melalui membran vestibuler
yang mendorong endolymph dan membran basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala
timpani akan bergerak sehingga mendorong foramen rotundum ke arah luar. 9
Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan
menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia. Skala
media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran basal dan
menggerakkan perilimfe pada skala timpani. 9
Pada saat istirahat, ujung sel rambut berkelok-kelok dan dengan berubahnya membran
basal, ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan
ion kalium dan natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke nervus VIII yang diteruskan
ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus
temporalis.5,9

13
II.2 ETIOLOGI OME

1. Kegagalan fungsi tuba Eustachi. Disebabkan oleh:


a. Hiperplasia adenoid
b. Rinitis kronik dan sinusitis
c. Tonsilitis kronik. pembesaran tonsil akan menyebabkan obstruksi mekanik pada
pergerakan palatum molle dan menghalangi membukanya tuba Eustachi.
d. Tumor nasofaring yang jinak dan ganas. Kondisi ini selalu menyebabkan timbulnya
otitis media unilateral pada orang dewasa.
e. Defek palatum, misalnya celah pada palatum atau paralisis palatum.11

2. Alergi
Alergi inhalans atau ingestan sering terjadi pada anak-anak. Ini tidak hanya
menyebabkan tersumbatnya tuba eustachi oleh karena udem tetapi juga dapat mengarah
kepada peningkatan produksi sekret pada mukosa telinga tengah.11

3. Otitis media yang belum sembuh sempurna


Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada OMSA dapat menonaktifkan infeksi tetapi
tidak dapat menyembuhkan secara sempurna. Akan menyisakan infeksi dengan grade yang
rendah Proses ini dapat merangsang mukosa untuk menghasilkan cairan dalam jumlah
banyak. Jumlah sel goblet dan kelenjar mukus juga bertambah.11

4. Infeksi virus
Berbagai virus adeno dan rino pada saluran pernapasan atas dapat menginvasi telinga
tengah dan merangsang peningkatan produksi sekret.11

II. 3 EPIDEMIOLOGI OME


Infeksi telinga tengah menjadi masalah medis yang paling sering pada bayi dan anak-
anak umur pra sekolah, dan diagnosa utama yang paling sering pada anak-anak yang lebih
muda dari usia 15 tahun yang diperiksa di tempat praktek dokter.10
Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis
media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan
75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan
hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25%

14
anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis
media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.5
Pada tahun 1990, 12.8 juta kejadian otitis media terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun. Anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun, 17% memiliki peluang untuk kambuh
kembali. 30-45% anak-anak dengan OMA dapat menjadi OME setelah 30 hari, dan 10%
lainnya menjadi OME setelah 90 hari, sedikitnya 3.84 juta kasus OME terjadi pada tahun
tersebut; 1.28 juta kasus menetap setelah 3 bulan.10
Statistik menunjukkan 80-90% anak prasekolah pernah menderita OME. Kasus OME
berulang (OME rekuren) pun menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi terutama pada anak
usia prasekolah, sekitar 28-38%.2,3

II. 4 PATOFISIOLOGI OME


OME dapat terjadi sepanjang stadium resolusi dari OMA setelah melewati stadium
hiperemis. Pada anak-anak yang menderita OMA, sebanyak 45% akan menjadi efusi yang
persisten setelah 1 bulan, tetapi jumlah ini berkurang menjadi 10% setelah 3 bulan.10
Dalam kondisi normal, mukosa telinga bagian dalam secara konstan mengeluarkan
sekret, yang akan dipindahkan oleh mukosiliari ke dalam nasopharynx melalui tuba Eustachi.
Sebagai konsekuensi, faktor yang mempengaruhi produksi sekret yang berlebihan, klirens
sekret yang optimal, atau kedua-duanya dapat mengakibatkan pembentukan suatu cairan di
telinga tengah.11
Infeksi (peradangan) yang disebabkan bakteri dan virus dapat mendorong peningkatan
produksi dan kekentalan sekret di dalam mukosa telinga tengah. Infeksi yang mengarah
kepada peradangan mukosa yang edema dapat menyebabkan obstruksi tuba Eustachi.
Kelumpuhan silia yang sementara yang disebabkan oleh eksotoksin bakteri akan menghambat
proses penyembuhan dari OME.11

Ada dua mekanisme utama yang menyebabkan OME:


1. Kegagalan fungsi tuba Eustachi.
Kegagalan fungsi tuba Eustachi untuk pertukaran udara pada telinga tengah dan juga
tidak dapat mengalirkan cairan.

2. Peningkatan produksi sekret dalam telinga tengah.


Dari hasil biopsi mukosa telinga tengah pada kasus OME di dapatkan peningkatan
jumlah sel yang menghasilkan mukus atau serosa.12 13
15
OME dapat terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran
menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel
darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di
belakang gendang telinga.5
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 dB (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 dB (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa
nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek
gendang telinga karena tekanannya.5
Saat lahir tuba Eustchius berada pada bidang paralel dengan dasar tengkorak, sekitar 10
derajat dari bidang horisontal, dan memiliki lumen yang pendek dan sempit. Semakin
bertambah usia, terjadi perubahan bermakna, terutama saat mencapai usia 7 tahun, di mana
lumen tuba Eustchius lebih panjang dan lebar, serta ujung proksimal tuba Eustchius di
nasofaring terletak 2-2.5 cm di bawah orifisium tuba Eustchius di telinga tengah atau
membentuk sudut 45 derajat terhadap bidang horisontal telinga. Dengan struktur yang
demikian, pada anak usia < 7 tahun, sekresi dari nasofaring lebih mudah mencapai telinga
tengah dan membawa kuman patogen ke telinga tengah. Selain itu inflamasi ringan saja
sudah dapat menyumbat lumen tuba Eustachius yang sempit. Selain itu terdapat pula
beberapa faktor resiko pada anak, antara lain:2,11

1. Faktor resiko anatomi: anomali kraniofasial, down syndrome, celah palatum,


hipertrofi adenoid, dan GERD.

2. Faktor resiko fungsional: serebral palsy, down syndrome, kelainan neurologis lainnya,
dan imunodefisiensi.

16
3. Faktor resiko lingkungan: bottle feeding, menyandarkan botol di mulut pada posisi
tengadah (supine position), rokok pasif, status ekonomi rendah, banyaknya anak yang
dititipkan di fasilitas penitipan anak.2,3

Terjadi penurunan yang tajam dari prevalensi terjadinya OME pada anak-anak dengan
usia diatas 7 tahun, yang menandakan meningkatnya fungsi tuba Eustachi dan matangnya
sistem imun.12,13
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba diluar
telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau penyelam, yang menyebabkan tuba gagal
untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga
telinga tengah, sehingga cairan keluar dari pembuluh kapiler mukosa dan kadang-kadang
disertai ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengahdan rongga mastoid
tercampur darah.1

II.5 DIAGNOSIS OME


Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karana prosesnya sendiri yang kerap tidak
bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengan silent otitis media. Dengan absennya gejala
seperti nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh
orang tuanya, guru, bahkan oleh anaknya sendiri.10

Gejala klinik meliputi:


a. Berkurangnya fungsi pendengaran. Keadaan ini sering ditemukan dan kadang-kadang
satu-satunya gejala. Onsetnya tersembunyi dan jarang melebihi 40 dB. Ketulian bisa
saja tidak terdeteksi oleh orang tua dan mungkin ditemukan secara tidak sengaja pada
saat dilakukan skrining tes audiometri. Biasanya pasien akan mengalami tuli
konduktif.
b. Percakapan yang lambat dan bisu. Disebabkan oleh ketulian, perkembangan dari
fungsi percakapan menjadi lambat atau bisu.
c. Sakit pada telinga tengah. Hal ini mungkin disebabkan adanya infeksi pada saluran
pernapasan atas.12

Lazimnya diagnosis OME dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik telinga dengan


menemukan cairan di belakang membran timpani yang normalnya translusen.

17
Pemeriksaan otoskopik dapat memperlihatkan:
Membran timpani yang retraksi (tertarik ke dalam), nyeri tumpul, dan opaque
yang ditandai dengan hilangnya refleks cahaya
Warna membran timpani bisa merah muda cerah hingga biru gelap.
Processus brevis maleus terlihat sangat menonjol dan Processus longus tertarik
medial dari membran timpani.
Adanya level udara-cairan (air fluid level) membuat diagnosis lebih nyata.2,10

Pada gambar ini terlihat distorsi dari membran thympani, dilatasi pembuluh darah di bagian
atas membran, dengan nyeri tumpul yang terdapat pada bagian bawah membran. Di bagian
atas membran juga terdapat pembengkakan dan garis dari maleus tidak dapat terlihat.

18
Gambar 5. Membran Timpani Penderita OME

Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara lain:

Pneumatic otoscope
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang
telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning
dan suram, serta cairan di liang telinga.2,3,5

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik


(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan
pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan
pemeriksaan ini.3,5

Impedance audiometry (tympanometry)


Digunakan untuk mengukur perubahan impedans akustik sistem Membran timpani
telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di telinga luar. 2,5

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap
gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi
perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu
dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh,
anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala
sangat berat dan komplikasi.5

19
Pure tone Audiometry: juga banyak digunakan, terutama menilai dari sisi gangguan
dengar atau tuli konduktif yang mungkin berasosiasi dengan OME. Meski teknik ini
time consuming dan membutuhkan peralatan yang mahal, tetap digunakan sebagai
skrining, dimana tuli konduktif berkisar antara derajat ringan hingga sedang.2,10

II. 6 PENATALAKSANAAN OME


Pengobatan OME langsung diarahkan untuk memperbaiki ventilasi normal telinga
tengah. Untuk kebanyakan penderita, kondisi ini diperoleh secara alamiah, terutama jika
berasosiasi dengan ISPA yang berhasil disembuhkan. Artinya banyak OME yang tidak
membutuhkan pengobatan medis. Akan lebih baik menangani faktor predisposisi-nya,
misalnya: jika dikarenakan barotrauma, maka aktivitas yang berpotensi untuk memperoleh
barotrauma berikutnya, seperti: penerbangan atau menyelam, sebaiknya dihindarkan. Strategi
lainnya adalah menghilangkan atau menjauhkan dari pengaruh asap rokok, menghindarkan
anak dari fasilitas penitipan anak, menghindarkan berbagai alergen makanan atau lingkungan
jika anak diduga kuat alergi atau sensitif terhadap bahan-bahan tersebut.2
Pengobatan pada barotrauma biasanya cukup dengan cara konservatif saja, yaitu
dengan memberikan dekongestan lokal atau dengan melakukan perasat Valsava selama tidak
terdapat infeksidi jalan napas atas. Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap
di telinga tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkanuntuk tindakan miringotomi dan
bila perlu memasang pipa ventilasi (Grommet).1
Usaha pereventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah
permen karet atau melakukan perasat Valsalva, terutama sewaktu pesawat terbang mulai
turun untuk mendarat.1
Jika OME ternyata menetap dan mulai bergejala, maka pengobatan medis mulai
diindikasikan, seperti:

1. Antihistamin atau dekongestan.


Rasionalisasi kedua obat ini adalah sebagai hasil komparasi antara sistem telinga tengah
dan mastoid terhadap sinus paranasalis. Karena antihistamin dan dekongestan terbukti
membantu membersihkan dan menghilangkan sekresi dan sumbatan di sinonasal, maka
tampaknya logis bahwa keduanya dapat memberikan efek yang sama untuk OME. Jika
ternyata alergi adalah faktor etiologi OME, maka kedua obat ini seharusnya memberikan efek
yang menguntungkan terhadap OME.2,5,13

20
2. Mukolitik.
Dimaksudkan untuk merubah viskoelastisitas mukus telinga tengah untuk memperbaiki
transport mukus dari telinga tengah melalui TE ke nasofaring. Namun demikian mukolitik ini
tidak memegang peranan penting dalam pengobatan OME.2

3. Antibiotik.
Pemberian obat ini harus dipertimbangkan secara hati-hati. Karena OME bukanlah
infeksi sebenarnya (true infection). Meskipun demikian OME seringkali diikuti oleh OMA, di
samping itu isolat bakteri juga banyak ditemukan pada sampel cairan OME. Organisme
tersering ditemukan adalah S. pneumoniae, H. influenzae non typable, M. catarrhalis, dan
grup A streptococci, serta Staphyllococcus aureus. Controlled studies menunjukkan
antibiotika golongan amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, sefaklor, eritromisin, trimetropim-
sulfametoksazol, atau eritromisin-sulfisoksazole, dapat memperbaiki klirens efusi dalam 1
bulan. Pemberian antibiotika juga meliputi dosis profilaksis yaitu dosis yang digunakan
pada infeksi akut. Namun demikian perlu dipertimbangkan pula hubungan antara antibiotika
profilaksis dengan tingginya prevalensi dan meningkatnya spesies bakteri yang resisten. 2,5,13

4. Kortikosteroid.
Beberapa klinisi mengusulkan pemberian kortikosteroid untuk mengurangi respon
inflamasi di kompleks nasofaring-tuba Eustachius dan menstimulasi agent-aktif di permukaan
tuba Eustachius dalam memfasilitasi pergerakan udara dan cairan melalui tuba Eustachius.
Pemberian dapat berupa kortikosteroid oral atau topikal (nasal), ataupun kombinasi.
Berdasarkan clinical guidance 1994, pemberian steroid bersama-sama antibiotika pada anak
usia 1-3 tahun mampu memperbaiki klirens OME dalam 1 bulan sebesar 25%. Namun
demikian karena hanya memberikan hasil jangka pendek dengan kejadian OME rekuren yang
tinggi, serta resiko sekuele maka kortikosteroid tidak lagi direkomendasikan.1,2,5

5. Myringotomy
Anak-anak yang tidak dapat di terapi dengan antibiotik profilaksis atau dalam masa
infeksi/peradangan dapat disarankan untuk dilakukan operasi myringotomy. Prosedur ini
dilakukan di bawah anestesi umum.14

Operasi yang disebut myringotomy meliputi pembukaan kecil (small surgical incision :
melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) ke
dalam gendang telinga untuk mengeluarkan cairan dan menghilangkan rasa sakit. Bukaan
21
(potongan/insisi) ini akan sembuh dalam beberapa hari tanpa tanda atau luka pada gendang
telinga.5,13,15
Terkadang dibuat dua insisi pada membran timpani, insisi pertama di daerah
anteroinferior dan insisi kedua di daerah anterosuperior, untuk mengaspirasi sekret yang tebal
seperti lem.12
Myringotomy juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala
yang sangat berat atau ada komplikasi. Cairan yang keluar harus dikultur.5,13,15

6. Pemasangan Tube Ventilasi (Grommet's Tube)


Terkadang tube ventilasi (umumnya dikenal sebagai Grommets tube) diletakan di
dalam bukaan tadi jika masalah tetap ada setelah jangka waktu yang lama.

Gambar 6. Grommets Tube

Tube ventilasi ini dipasang sifatnya sementara, berlangsung 6 hingga 12 bulan di dalam
telinga hingga infeksi telinga bagian tengah membaik dan sampai tuba Eustachi kembali
normal. Selama masa penyembuhan ini, harus dijaga agar air tidak masuk kedalam telinga
karena akan menyebabkan infeksi lagi. Selain daripada itu, tube tidak akan menyebabkan
masalah lagi, dan akan terlihat perkembangan yang sangat baik pada pendengaran dan
penurunan pada frekuensi infeksi telinga.15

Terapi pembedahan (operatif) untuk faktor predisposisi, mungkin dibutuhkan


adenoidektomi, tonsilektomi dan mencuci (membersihkna) sinus maksillaris. Hal ini biasanya
dilakukan pada waktu dilakukannya myringoktomi.12

22
II.7 KOMPLIKASI
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran
anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.5
Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama
3 bulan atau lebih.5

Komplikasi dapat berupa:


Infeksi telinga akut
Kista di telinga tengah
Kerusakan permanen dari telinga dengan hilang fungsi pendengaran yang
parsial/sebagian atau seluruhnya.
Skar pada membran timpani (timpanosklerosis).
Kesulitan berbicara dan berbahasa
Kolesteatoma.12,17

II.8 PROGNOSIS
Otitis media efusi biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu minggu atau
bulan. Penatalaksanaan yang tepat dapat mempercepat proses penyembuhan. Selama cairan
masih terakumulasi di tengah telinga, maka akan mengurangi fungsi pendengaran. Hal ini
dapat mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak-anak. Gangguan ini tidak akan
menjadi ancaman bagi kehidupan tetapi dapat mengakibatkan komplikasi serius.17

23
BAB IV
ANALISA KASUS

Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal di rumah semi permanen, berdinding beton dan berlantai semen.
Terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga yang bercampur dengan dapur, serta 1 kamar tidur.
Ventilasi rumah kurang, hanya terdapat di bagian depan rumah. Sehari-hari sumber air
berasal dari sumur. Pada kasus ini tidak terdapat hubungan antara keadaan rumah dan
lingkungan sekitar dengan keluhan pasien.

Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien tinggal bersama satu orang temannya. Hubungan antara pasien dan teman
dirumahnya baik. Sehingga pada kasus ini tidak terdapat hubungan antara keadaan keluarga
dan hubungan keluarga dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien saat ini.

Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar
Perilaku kesehatan pasien kurang baik, karena pada saat pasien sedang mengalami
batuk dan pilek pasien melakukan aktivitas berenang. Hal ini dapat memicu terjadinya
masuknya sekret dari saluran nafas atas ke dalam telinga tengah akibat perbedaan tekanan
antara atmosfer di lingkungan dengan telinga tengah. Selain itu juga pasien memiliki
kebiasaan mengorek liang telinga nya dengan menggunakan cotton bud. Hal ini dapat
memperberat kesehatan pasien dimana keadaan ini merupakan faktor risiko terjadinya otitis
eksterna dikarenakan membersihkan liang telinga dengan menggunakan cotton bud,
yangmana hal ini dapat menyebabkan perlukaan pada liang telinga akibat gesekan dari cotton
bud. Sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada kulit yang terkena tersebut. Dan apabila
mengorek telinga terlalu dalam dapat menyebabkan robeknya pada gendang telinga.
Pada kasus ini terdapat hubungan antara perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar dengan keluhan yang dialami oleh pasien saat ini.

Analisis faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien


Pada pasien ini setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan
bahwa faktor risiko yang membuat pasien terkena otitis media efusi diduga akibat adanya

24
barotrauma akibat infeksi saluran nafas bagian atas, sehingga tuba eustachius tersumbat dan
terjadi perbedaan tekanan antara telinga tengah dan luar telinga.

Analisis untuk mengurangi paparan


Pasien diedukasi mengenai penyakit yang dideritanya, menjelaskan kepada pasien
penyebab dari penyakitnya dan pencegahan untuk tidak terulangnya penyakit tersebut. Pasien
dianjurkan menjaga imunitas tubuhnya, istirahat yang cukup, memakan makanan bergizi, dan
menghentikan kebiasaan membersihkan telinga dengan menggunakan cotton bud dan tidak
berenang atau terbang dengan menggunakan pesawat saat pasien sedang pilek dan batuk.

25
Daftar Pustaka

1. Soepardi, Efiaty Arsyad; Iskandar, Nurbaiti. Editor: Otitis Media Non-Supuratif.


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan Kepala Leher. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. p 58-60.
2. Megantara, Imam. 2008. Informasi Kesehatan THT: Otitis Media Efusi. [5 screens]
Cited 15 Juni 2009. Available from: http://www.perhati-kl.org/
3. Efendi, Harjanto; Santoso Kuswidayati. Editor: Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Ed.6. Jakarta: EGC. 1996.p 97-98.
4. Jide. 2008. Indera Pendengaran dan Keseimbangan [8 screens] Cited 20 Juni 2009.
Available from: http://iqbalali.com/2008/11/12/indera-pendengaran-dan-
keseimbangan..
5. Media, Wiki. 2009. Telinga. [7 screens] Cited 20 Juni 2009. Available from:
http://id.wikipedia.org/wiki/Telinga.
6. Arifiani, Novi. 2004. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja. [1
screens] Cited 18 Juni 2009. Available from:
http://www.Cerminduniakedokteran.com.
7. Elfa. 2008. Anatomi Fisiologi Sistem Pendengaran dan Keseimbangan. [4 screens]
Cited 20 Juni 2009. Available from: http://elfa79.wordpress.com/2008/09/3/Anatomi-
Fisiologi-Sistem-Pendengaran-dan-Keseimbangan/
8. Thrasher, Richard D. 2009. Middle Ear, Otitis Media With Effusion [10 screens]
Cited 15 Juni 2009. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/ 9Admin .
2009. Otitis Media Akut. [15 screens] Cited 20 Juni 2009. Available from:
http://www.medlinux.blogspot.com/2009/2/otitis-media-akut.html.
9. Lalwani K, Anil. Editor: Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and
Neck Surgery , Ed.2. New York: McGraw Hill Lange . 2007.p 1-10.
10. Dhingra, PL. Editor: Otitis Media With Effusion. Disease of Ear, Nose and Throat.
New Delhi: B.I.Churchill Livingstone Pvt ltd.1998.p 64-67.
11. Rauch, Daniel. 2009. Otitis Media With Effusion [4 screens] Cited 15 Juni 2009.
Available from: http://www.midlineplus/healthtopics.html.
12. Commerse.2009. Infeksi Telinga dan Tuli. [6 screens] Cited 21 Juni 2009. Available
from: http://www.entsurgery.com.sg/indo/index.php
13. Anonymus.2009. Otitis Media. [6 screens] Cited 22 Juni 2009. Available from:
http://www.texasearcenter.com/eardisorders/om.asp
14. Anonymus.2009. Ear Infections. [1 screens] cited 22 Juni 2009. Available from
http://www.akronent.com/infections.php
15. Ramakrishnan, Kalyanakrishnan. Editor. 2007. American Family Physician. [10
screeens]. Cited 22 Juni 2009. Available from :
www.aafp.org/afp//AFPprinter/20071201/1650.html

26

Anda mungkin juga menyukai