PENDAHULUAN
Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hinggasaat ini.
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru-paru, kelenjar
getah bening, tulang dan persendian, kulit, ususdan organ lainnya. Salah satu dari jenis
tuberkulosis ini adalah tuberkulosis kutis. Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada
kulit yangdisebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal.
1,2
Kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG).
Selanjutnya dalam refarat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai skrofuloderma.
Skrofuloderma yang juga dikenal dengan istilah tuberculosis colliquativa cutis
merupakan tuberkulosis reaktif, berasal dari proses tuberculous pada jaringan subkutan
yang membentuk suatu abses dingin (cold abscess) dan kemudian pecah sehingga
mengakibatkan kerusakan struktur kulit di atasnya. Selain manifestasi klinis,
pemeriksaan histopatologi yaitu FNAB dan biopsi eksisional pada limfadenitis TB
2
memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.
BAB II
SKROFULODERMA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidens tuberkulosis kutis yang tercatat masih rendah. Di negara seperti Cina atau
India di mana prevalen tuberkulosis tercatat masih tinggi, manifestasi tuberkulosis pada
kulit kurang dari 0,1% individu yang berkunjung ke klinik-klinik
dermatologi.Skrofuloderma biasanya mengenai anak-anak dan dewasa muda terutama
pada pria.Sumber lain menyebutkan bahwa dapat terjadi pada semua umur dan
8
perbedaan banyaknya insidens pada pria dan wanita tidak bermakna.
2.3 ETIOLOGI
1
Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 (lima) macam, yaitu :
1.Sediaan Mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan
kelenjar getah bening. Pada pewarnaan dengan
Ziehl-Neelsen atau modifikasinya, jika positif
kuman akan tampak berwarna merah pada dasar
yang biru.
2.Kultur
Kultur dilakukan pada media Lowenstein-
0
Jensen, pengeraman pada suhu 37 C. Jika positif
koloni akan tumbuh dalam waktu 8 minggu.
3. Binatang Percobaan
Memakai binatang marmot. Percobaan ini membutuhkan waktu 8 minggu.
4. Tes biokimia
Ada beberapa macam, contohnya tes niasin yang dipakai untuk membedakan jenis
human dengan yang lain.
5. Percobaan Resistensi
2.4 PATOGENESIS
12
Gambar 2.Scrofuloderma. http://www.dermis.net/bilder/CD021/550px/img0098.jpg
1. Tes Mantoux
PPD diinjeksikan secara intradermal pada bagian volar lengan bawah.
Tes ini dibaca setelah 48-72 jam dan diperhitungkan diameter area indurasi
2
yang terbentuk, bukan area eritemanya.
Jika indurasi yang terjadi berdiameter lebih dari 10 mm maka
2
interpretasinya adalah telah atau sedang terjadi infeksi TB.
2. Tes Heaf
PPD dipenetrasikan sedalam 1,2 mm pada permukaan kulit lengan
bawah bagian fleksor. Interpretasinya adalah sebagai berikut :
Grade I: muncul 4-6 papul di kulit
Grade II: timbul indurasi berbentuk bulat penuh
Grade III : terbentuk plak dengan ukuran 12 mm
Grade IV:bila muncul tanda-tanda grade III ditambah
adanya vesikulasi dan ulserasi.
Grade I dan II dihubungkan dengan adanya riwayat vaksinasi BCG
sebelumnya atau ada infeksi mikobakteria jenis lain. Sedangkan Grade III dan
2
IV dihubungkan dengan adanya infeksi TB saat ini atau yang telah lampau.
Dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) dapat dijumpai basil tahan asam.
Namun karena pada sediaan biopsi kulit, jumlah basil relatif sedikit kadang sulit
untuk menentukan basil tahan asan meskipun dengan pewarnaan ZN. Kelemahan
2
lain prosedur ini adalah tindakan yang dilakukan bersifat invasif.
4. Pemeriksaan Sitologi
5. Kultur Jaringan
Metode PCR yang dikenal adalah Lymph Node PCR (LN-PCR), dimana
spesimen diambil dari sisa spesimen yang masih ada dalam syringe pada saat
dilakukan tindakan FNAC atau dari jaringan hasil biopsi kelenjar getah bening
2,5
yang kemudian dihomogenisasikn.
7. Pemeriksaan Lain
Yang termasuk disini adalah pemeriksaan radiologi (foto thoraks
posteroanterior) dan pemeriksaan bakteriologi dari spesimen sputum pagi hari
2
sebanyak 3 hari berturut-turut.
Gambar4.Actinomycosis.http://dermatology.cdlib.org/123/case_presentations/lym
phoma/2.jpg
2. Lesi pada daerah axilla dibedakan dengan Hidradenitis supurativa, yaitu infeksi
bakteri piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut disertai tanda-tanda
radang akut yang jelas, dengan gejala konstitusi dan leukositosis.Hidradenitis supurativa
biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan – tarikan yang mengakibatkan
1,2
retraksi ketiak.
(1) (2)
3.Lesi di daerah lipat paha kadang mirip seperti limfogranuloma venereum (LGV).
Perbedaan yang paling penting di antara keduanya adalah pada LGV terdapat riwayat
coitus suspectus, gejala konstitusi (demam, malaise dan artralgia) dan kelima tanda
radang akut. Stadium lanjut dari LGV dijumpai bubo yang bertingkat yang berarti terjadi
pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial dan fossa iliaka, sedang pada
skrofuloderma kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar getah bening inguinal lateral
1,2
dan femoral. Pada LGV tes frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif.
Gambar6.Limfogranuloma.http://childrenhivaids.wordpress.com/2009/08/09/limfogra
15
nuloma-venerium-penyakit-menular-seksual/
2,5,8
Obat-obat anti-TB yang antara lain:
1. Isoniazid
Merupakan anti-TB yang bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosidal.
Dosis : 5- 10 mg/kg BB/ hari, dosis maksimal 400 mg.
Efek samping : demam, erupsi kulit, neuritis perifer, hepatotoksik dan
komplikasi hematologi ( agranulositosis, eosinofilia, anemia dan
trombositopenia).
2. Rifampisin
Merupakan salah satu obat anti-TB yang paling efektif namun cepat mengalami
resistensi.
Dosis : 10 mg/ kg BB, dosis maksimal 600 mg/hari.
Efek samping : ekskresi saliva dan urin akan berwarna jingga sampai
kemerahan, gangguan hepar (hepatotoksik).
3. Pyrazinamid
Dosis : 20-35 mg/kg BB, dosis maksimal 2 gram/ hari
1
Efek samping : gangguan hepar (hepatotoksik).
4. Ethambutol
Merupakan anti-TB yang bersifat bakteriostatik dan paling sering dikombinasi
dengan rifampisin dan isoniazid.
Dosis : 15-25 mg/kg BB
Efek samping : gangguan nervus II.
Sebaiknya tidak diberikan pada penderita berusia dibawah 13 tahun.
5. Streptomycin
Merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal.
Dosis : 25 mg / kg BB, intramuskular. Dikombinasi dengan 2 (dua) obat anti-TB
lainnya.
Tidak dapat digunakan dalam jangka panjang oleh karena efek sampingnya
yaitu : gangguan vestibular dan gangguan pendengaran, disfingsi nervus
optikus, dermatitis eksfoliatif dan diskrasia darah.
Saat ini telah ditetapkan regimen pengobatan tuberkulosis kutis oleh The
American Thoracic Society dan Center for Disease Control and Prevention. Regimen ini
terdiri dari fase inisial, fase intensif dan fase lanjutan. Pemberian fase inisial dan fase
intensif bertujuan untuk membunuh dengan cepat populasi mikobakteria yang sangat
besar, terdiri dari isoniazid, rifampisin, pyrazinamid, dan ethambutol atau streptomycin
(diberikan setiap hari dalam jangka waktu 8 minggu). Pemberian fase lanjutan bertujuan
untuk membunuh sisa-sisa mikobakteria yang mungkin dorman dalam tubuh, dengan
obat rifampisin dan isoniazid baik setiap hari, tiga kali seminggu atau dua kali seminggu
2
selama 16 minggu.
2.9 PROGNOSA
9
Prognosa skrofuloderma secara umum adalah baik. Lesi skrofuloderma dapat
sembuh secara spontan, namun memakan waktu yang sangat lama, sebelum lesi
inflamasi dan ulserasi secara lengkap dapat digantikan dengan jaringan parut. Lupus
2
vulgaris dapat muncul pada bekas lesi skrofuloderma.
2.10 Profesional
Bila penyakit tidak kunjung sembuh di anjurkan segerakan pasien untuk berobat
ke Rumah Sakit Umum yang ada dokter spesialis.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Editor:
Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Edisi V. cetakan V. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 64-72.
2. Jawas FA, Martodihadjo Soenarko, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol. . Surabaya : Airlangga University Press, 2007. Hal
56-60.
3. Soebono, Hardyanto. Tuberkulosis Kutis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Editor :
Marwali Harahap. Cetakan I. Jakarta : Hipokrates, 2000. Hal 27-29.
4. Fitzpatrick JE, Morelli JG. Mycobacterial Infections. In : Dermatology Secrets in
th
Color. 3 Edition. USA : Elsevier Inc., 2007. Chapter 30.
5. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial Disease. In : Andrews’ Diseases of
th
The Skin Clinical Dermatology. 10 Edition. USA : Elsevier Inc., 2006. Chapter 16.
6. Graham-Brown R, Bourke J. Bacterial Infection. In : Mosby’s Color Atlas and Text of
th
Dermatology. 2 Edition. UK : Elsevier Limited, 2007.
7. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolf K, Suurmond D. Color Atlas and Synopsis of
th
Clinical Dermatology : Common and Serious Disease. 4 Edition. USA : The
McGraw-Hill Companies, 2001. Chapter 664.
8. Barakbah J, Pohan SS, Sukonto H, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Atlas Penyakit Kulit
dan Kelamin. Cetakan V. Surabaya : Airlangga University Press, 2007. Hal 23-24.
9. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC, 2003. Hal 148-
149.
10. Kurniati, Murtiastutik Dwi, Lumintang Hans. Skrofuloderma Pada Penderita AIDS.
Dalam : Makalah Lengkap II PIT X PERDOSKI. Benten, 2009. Hal 208-210.
11. http://www.dermis.net/dermisroot/tr/10554/image.htm
12. http://www.dermis.net/bilder/CD021/550px/img0098.jpg
13. http://www.ohiohealth.com/mayo/images/image_popup/ans7_hidradenitis.jpg
14. http://www.google.co.id/imglanding?q=hidradenitis%20supurativa&imgurl=http://208
.96.47.3/images/community/dermatlas/Hidradenitis_suppurativa_1_071126.
15. http://childrenhivaids.wordpress.com/2009/08/09/limfogranuloma-venerium-penyakit-
menular-seksual/
16. http://images.picturesdepot.com/photo/b/blastomycosis-12692.jpg
17. http://www.ijdvl.com/viewimage.asp?img=ijdvl_2008_74_6_700_45143_f1.jpg
18. http://md4arab.com/album/data/media/32/Scrofuloderma.jpg
19. http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v82n4/a07fig01.gif
20. http://www.ispub.com/ispub/ijs/volume_14_number_1/isolated_primary_tuberculosis_
of_inguinal_lymph_nodes_an_acute_presentation/inguinal-fig1.jpg
21. http://www.dermnetnz.org/bacterial/img/scrofuloderma2-s.jpg
22. http://adv.medicaljournals.se/files/pdf/87/1/2546.pdf