Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar belakang
Tuberculosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan didunia hingga
saat ini. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Indonesia menduduki peringkat ke-3
dengan jumlah penderita TBterbanyak di dunia setelah India dan China.
Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien
TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB
baru dengan kematian sekitar 91.000 orang.1
Tuberkulosis kutis adalah tuberculosis pada kulit yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dan mikobateria atipikal. Penyebab utama
tuberculosis kutis di RSCM ialah mycobacterium tuberculosis (91,5%) dan
mikobateria atipikal (8,5%) yang terdiri dari golongan II atau skotokromogen
yakni M. scrofulaceum (80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). Di
Rumah Sakit Dr. Sucipto Mangunkusumo (RSCM) skrofuloderma merupakan
bentuk yang tersering terdapat (84%), disusul tuberculosis kutis verukosa
(13%), bentuk-bentuk lain jarang ditemukan. Tuberculosis kutis umumnya
pada anak-anak dan dewasa muda, wanita agak lebih sering daripada pria.2
Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran perkontinuitatum dari organ di
bawah kulit yang telah diserang penyakit tuberculosis, yang tersering berasal
dari KGB juga dapat berasal dari sendi dan tulang. 2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Skrofuloderma merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yang mengenai subkutan dan merupakan perluasan
langsung dari tuberculosis pada jaringan dibawah kulit yang kemudian menjadi
abses yang makin lama makin membesar dan pecah pada kulit diatasnya. 2

2.2. Epidemiologi
Rumah Sakit Dr. Sucipto Mangunkusumo (RSCM) skrofuloderma
merupakan bentuk yang tersering terdapat (84%), disusul tuberculosis kutis
verukosa (13%), bentuk-bentuk lain jarang ditemukan.2
Skrofuloderma dapat terjadi pada semua umur, tetapi biasanya terjadi pada anak-
anak dan dewasa muda. Frekuensi terbanyak pada Negara-negara yang belum
berkembang. Penyebaran lebih mudah pada musim penghujan.3

2.3. Etiologi
Penyebab tuberculosis kutis adalah mycobacterium tuberculosis yaitu
91,5% menurut data dari Rumah Sakit Dr. Sucipto Mangunkusumo (RSCM)
sisanya 8,5% disebabkan oleh mycobacteria atipikal. Mycobacterium tuberculosis
mempunyai sifat sebagai berikut : berbentuk batang, panjang 2-4 dan lebar 0,3-
1,5/m, tahan asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora, aerob, dan suhu
optimal pertumbuhan pada 37oC. 2
Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam :2
1. Sediaan mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan KGB. Pada pewarnaan dengan
cara Ziehl Neelsen atau modifikasinya, jika positif kuman tampak berwarna
merah pada dasar yang biru. Kalau positif bekum berarti kuman tersebut M.
tuberculosis, oleh karena ada kuman lain yang tahan asam, misalnya M.
Leprae.

2
2. Kultur
Kultur dilakukan pada media Lowenstein Jensen, pengeraman pada suhu
37oC. Jika positif koloni tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur
positif, berarti pasti kuman M.tuberculosis.
3. Binatang percobaan
Dipakai marmut, percobaan tersebut memerlukan waktu 8 minggu.
4. Tes Biokimia
Ada beberapa macam, misalnya tes niasin dipakai untuk membedakan jenis
human dengan yang lain. Jika tes niasin positif berarti jenis human.
5. Percobaan Resistensi

2.4. Patogenesis
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ di
bawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal dari
kgb, juga dapat berasal dari sendi dan tulang. Tempat predileksinya pun banyak
dijumpai pada kgb superfisialis, yang tersering ialah kelenjar getah bening pada
supraklavikula, submandibula, leher bagian lateral, ketiak, dan yang terjarang
pada lipatan paha.2
Port d’entre skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika
di ketiak kemungkinan port d’entre pada apeks pleura, bila di lipat paha pada
ekstremitas bawah. Kadang-kadang ketiga tempat predileksi tersebut diserang
sekaligus dimana kemungkinan sudah terjadi penyebaran secara hematogen.2
Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberculosis, berupa
pembesaran KGB, tanpa tanda-tanda radang akut selain tumor. Mula-mula hanya
beberapa KGB yang diserang, lalu makin banyak dan kemudian berkonfluensi.
Selain limfadenitis, juga terdapat periadenitis yang menyebabkan perlengketan
KGB dengan jaringan disekitarnya. Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut
mengalami perlunakan tidak serentak, mengakibatkan konsistensinya kenyal dan
lunak (abses dingin). Abses akan memecah dan membentuk fistel. Kemudian
muara fistel meluas, hingga menjadi ulkus yang mempunyai sifat khas yakni
bentuknya memanjang dan tidak teratur, di sekitarnya berwarna merah kebiru-
biruan (livid), dindingnya bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus
seropurulen, jika mengering menjadi krusta berwarna kuning. Ulkus-ulkus
tersebut dapat sembuh spontan menjadi sikatriks-sikatriks yang juga memanjang

3
dan tidak teratur. Kadang-kadang di atas sikatriks tersebut terdapat jembatan kulit
(skin bridge), bentuknya seperti tali, yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks
tersebut, hingga sonde dapat dimasukkan.2

2.5. Gambaran Klinis


1. Anamnesis (Subyektif)
Pasien datang ke dokter karena terdapat peradangan di leher, aksila, lumbal
atau inguinal. Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya
berkembang menjadi banyak.3
2. Pemeriksaan fisik
Predileksi : leher, aksila, dan inguinal.
Efloresensi :
Abses akan memecah dan membentuk fistel. Kemudian muara fistel
meluas, hingga menjadi ulkus yang mempunyai sifat khas yakni bentuknya
memanjang dan tidak teratur, di sekitarnya berwarna merah kebiru-biruan
(livid), dindingnya bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus
seropurulen, jika mengering menjadi krusta berwarna kuning. Ulkus-ulkus
tersebut dapat sembuh spontan menjadi sikatriks-sikatriks yang juga
memanjang dan tidak teratur. Kadang-kadang di atas sikatriks tersebut
terdapat jembatan kulit (skin bridge), bentuknya seperti tali, yang kedua
ujungnya melekat pada sikatriks tersebut, hingga sonde dapat dimasukkan.
Gambaran klinis skrofuloderma bervariasi bergantung pada lamanya
penyakit. Jika penyakitnya telah menahun, maka gambaran klinisnya
lengkap, artinya terdapat semua kelainan yang telah disebutkan. Bila
penyakitnya belum menahun, maka sikatriks dan jembatan kulit belum
terbentuk.2

2.6. Pemeriksaan Penunjang


 Gambaran histopatologi : tanmpak radang kronik dan jaringan nekrotik
mulai dari lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk.
Jaringan mengalami nekrosis kaseosa dikelilingi oleh sel-sel epitel dan sel-
sel Langhans.

4
 Tes mantoux dan radiogram paru untuk melihat apakah masih ada fokus-
fokus infeksi yang masih aktif.
 Biakan sekret ulkus dan tes resistensi
 Pemeriksaan darah, hitung jenis, laju endap darah dan kimia darah2

2.7. Diagnosis Banding


1. Leher : Pada skrofuloderma di leher biasanya gambaran klinisnya khas,
sehingga tidak perlu diadakan diagnosis banding. Walaupun demikian
aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di
leher. Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan
beberapa muara fistel produktif.
2. Ketiak : Hidradenitis supurativa yakni infeksi oleh piokokus pada kelenjar
apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut disertai tanda-tanda randang akut yang
jelas, terdapat gejala konstitusi dan leukositosis.
3. Inguinal : Limfogranuloma venereum (LGV). Perbedaan yang penting ialah
pada LGV terdapat senggama tersangka (coitus suspectus) disertai gejala
konstitusi (demam, malaise, artragia) dan terdapat tanda radang akut. KGB
yang diserang ialah KGB inguinal medial sedangkan pada skropuloderma
KGB inguinal lateral dan femoral. Pada stadium lanjut pada LGV terdapat
gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran KGB diinguinal medial dan
fosa iliaka. Pada LGV tes frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin
positif. 2

2.8. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi3
 Jaga kebersihan diri dan lingkungan
 Makan makanan yang bergizi
 Minum obat secara teratur
 Istirahat cukup
 Pasien lebih baik diisolasi

2. Farmakologi2
a. Sistemik

5
Prinsip pengobatan tuberculosis kutis sama dengan tuberculosis paru.
Untuk mencapai hasil yang baik, hendaknya diperhatikan syarat
berikut ini :
 Pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar
tidak cepat terjadi resistensi.
 Pengobatan harus dalam kombinasi, maksudnya sama dengan
butir satu. Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, karena
obat tersebut bersifat bakterisidal, harganya murah dan efek
sampingnya sedikit. Sedapat dapatnya dipilih paling sedikit 2
obat bakterisidal. Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma
ialah : semua fistel dan ulkus telah menutup, seluruh kelenjar
getah bening mengecil (kurang dari 1 cm dan berkonsistensi
keras) dan sikatrik yang semula eritematosa menjadi tidak
eritematosa lagi. LED dapat dipakai sebagai pegangan untuk
menilai penyembuhan pada penyakit tuberculosis. Jika terjadi
penyembuhan LED akan menurun dan menjadi normal.

Pengobatan Tb dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap awal /intensif ( 2


bulan pertama dan sisanya sebagai tahapan lanjutan. Prinsip dasar
pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase awal atau
intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada
fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak
dierikan tiap hari baik pada fase intensif atau lanjutan
Dosis :
 INH : 5-15 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
 Rifamfisin : 10-20 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid : 15-30 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 2000
mg/hari
 Etambutol : 15-20 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 1250
mg/hari
 Streptomisin : 15-40 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 1000
mg/hari

6
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, panduan OAT
disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT ( fixed dose
combination = FDC).

Tabel 1.dosis KDT


Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan :
 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah
sakit
 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh
atau digerus sesaat sebelum diminum.

b. Topikal
 jika basah kompres
 Jika kering diberikan krim, salep antibiotic dan salep minyak ikan
digunakan untuk merangsang pinggir ulkus agar cepat menutup.

4. Prognosis
Prognosis skrofuloderma secara umum adalah baik. Lesi skrofuloderma dapat
sembuh secara spontan, namun memakan waktu yang sangat lama, sebelum lesi
inflamasi dan ulserasi secara lengkap dapat digantikan dengan jaringan parut.2

7
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : An. A
Tempat tanggal lahir : Palembang, 24 April 2017
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. KH. Azhari no 08 Rt 02 Rw 01, 7 Ulu Palembang
Sumatera Selatan
Pekerjaan :-
Tanggal Pemeriksaan : 9 Oktober 2019

3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanmnesis (9 Oktober 2019 pukul 11.00 WIB)
3.2.1. Keluhan Utama
Timbul benjolan disertai borok pada leher sejak ± 1 bulan yang lalu
3.2.2. Keluhan Tambahan
Nyeri, demam, dan batuk
3.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 5 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul benjolan pada
leher kanan. Benjolan awalnya sebesar kelereng, berjumlah satu, kenyal,
tidak terasa nyeri, tidak gatal dan tidak berwarna kemerahan. Menurut
ibu pasien benjolan semakin lama semakin membesar dan nyeri. Pasien
tidak pernah kontrol kedokter karena menurut pasien hanya benjolan
biasa, tidak mengganggu aktivitas dan cukup dikompres dengan air asam
satu kali sehari, tetapi benjolan tetap tidak mengecil.
Sejak ± 4,5 bulan yang lalu setelah timbul benjolan pada leher
kanan, timbul benjolan pada leher kiri, bawah dagu dan leher belakang
sebesar kelereng, kenyal, tidak terasa nyeri, tidak gatal dan tidak
berwana kemerahan. Benjolan hanya disekitar leher tidak terdapat di

8
dada, perut, ketiak ataupun dilipatan paha. Benjolan semakin lama juga
tampak semakin membesar. Pasien juga hanya melakukan kompres
dengan air asam satu kali sehari, tetapi benjolan tidak hilang dan pasien
tetap tidak melakukan pengobatan karena dianggap tidak ada keluhan
dan tidak mengganggu aktivitas.
Sejak ± 3 bulan setelah timbul benjolan yang semakin lama
semakin membesar disertai nyeri, tidak gatal dan tidak berwarna
kemerahan, pasien datang ke puskesmas untuk berobat. Pasien dirujuk
kerumah sakit untuk kemudian dapat dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. Dipuskemas pasien diberikan 2 jenis obat yang diminum 2 kali
sehari, tetapi pasien lupa nama obat yang dberikan. satu hari setelah dari
puskesmas pasien datang kerumah sakit untuk konsul dengan dokter
spesialis anak. Kemudian dilakukan pemeriksaan Rontgen thoraks dan
FNAB. Pasien diberikan 3 jenis obat yang diminum 3 kali sehari selama
satu minggu. Setelah satu minggu pasien datang untuk kontrol kembali
dan mengambil hasil pemeriksaan, kemudian dokter mengatakan bahwa
benjolan tersebut curiga adanya infeksi kelenjar akibat kuman TB.
Pasien dianjurkan untuk minum obat selama 6 bulan yang diminum
setiap hari, tetapi 2 bulan terakhir pasien tidak mengkonsumsi obat.
Sehingga pasien merasakan benjolan semakin membesar.
Sejak ± 1 bulan yang lalu benjolan dileher kanan dan bawah dagu
tampak berwarna kemerahan dan berisi nanah. Kemudian benjolan
pecah dan mengeluarkan cairan berwarna putih tidak tampak butir-butir
kekuningan, benjolan tampak berlombang yang kemudian berubah
menjadi borok. Borok semakin membesar dan memanjang serta tidak
teratur. Dinding borok tampak bergaung dan tampak nanah. Sebagian
nanah telah mengering dan tampak kekuningan. Disekitar borok
berwarna kemerahan.
Sebelum timbul benjolan pasien sering mengeluh demam dan
batuk yang hilang timbul. Pasien hanya membeli obat warung
paracetamol untuk mengatasi demam nya, pasien hanya minum obat
ketika keluhan demam dirasakan. demam tidak disertai kejang. Batuk
tidak berdahak dan hilang timbul. Badan terasa lemas dan sakit kepala
tidak ada.

9
Riwayat menggaruk-garuk leher sebelum timbul benjolan tidak
ada. Menurut ibu nya, pasien tidak sering berkeringat. Gigi berlubang
tidak ada. Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan ini tidak pernah
dirasakan sebelumnya dan baru pertama kali terjadi. Keluarganya tidak
ada yang mengalami keluhan serupa. Ayah pasien ada riwayat batuk-
batuk lama dan telah meninggal 2 tahun yang lalu.

3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.

3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan pada kulit yang
sama seperti penderita.
2. Ayah pasien ada riwayat batuk lama

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Status Generalis
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 12 kg
Nadi : 110 x/menit, regular.
Suhu : 36,9 °C
Pernapasan : 27 x/menit
Keadaan Spesifik
Kepala : Tidak ada kelainan
Leher : Lihat status dermatologikus
Thoraks : Tidak ada kelainan
Thoraks posterior : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

10
3.3.2. Status Dermatologikus

Ulkus

Pus Seropurulen
disertai skuama
kekuningan

Tumor

Gambar 1. Regio coli lateral dextra

 Pada regio coli lateral dextra terdapat tumor dengan ulkus eritem soliter, bentuk
irregular, tepi tidak rata, dinding menggaung, dasar kotor disertai pus seropurulen
dengan ukuran 5,5 cm x 4,5 cm disertai krusta kekuningan.

Pus Seropurulen
disertai skuama
kekuningan

Fistula

Gambar 2. Regio coli anterior

 Pada regio coli anterior terdapat tumor dengan ulkus eritem soliter, bentuk
irreguler, tepi tidak rata, dinding menggaung, dasar kotor disertai pus
seropurulen dengan ukuran 3 cm x 1,5 cm disertai fistula dan krusta kekuningan.

11
Tumor

Gambar 3. Regio Coli lateral sinistra


 Pada regio coli lateral sinistra terdapat nodul tumor, sirkumskrip bentuk oval,
dengan ukuran 5 cm x 4 cm

3.4 Pemeriksaan Penunjang


 Biopsi kelenjar
Kesan : Limfadenitis granulomatous spesifik lazimnya disebabkan oleh
tuberkulosis pada regio colli lateral dextra et sinistra
 Rontgen thoraks
Kesan : limfadenitis TB dan thymic hyperplasma

3.5 Diagnosa Banding


1. Skrofuloderma
2. Aktinomikosis
3. Hidredenitis supuratif

3.6 Diagnosis Kerja


Skrofuloderma

12
3.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit serta kemungkinan
penyebab penyakit ini.
2. Minum obat harus teratur dan tuntas. Ibu pasien harus menjadi pengawas
minum obat.
3. Rumah jangan tertutup, perbanyak ventilasi
4. Bila orang disekitar mempunyai keluhan batuk-batuk lama, benjolan
dileher, demam disertai penurunan berat badan segera dibawa ke pusat
kesehatan terdekat untuk berobat.
5. Menjaga imunitas dengan cara istirahat yang cukup dan makan-makanan
yang bergizi.
Farmakologi
A. Sistemik
1. Rimfampisin (R) 1 x 120 mg selama 6 bulan
2. Isoniazid (H) 1 x 60 mg selama 6 bulan
3. Pirazinamid (Z) 1 x 180 mg selama 2 bulan

B. Pemberian topikal
Kompres terbuka dengan kalium permangangat (PK) 1/5000 2 kali perhari
selama 3 jam

3.8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmetica : dubia ad bonam

13
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus diketahui bahwa pasien An. A berjenis kelamin perempuan berusia
2 tahun. Berdasarkan teori skrofuloderma dapat terjadi pada semua umur, tetapi
biasanya terjadi pada anak- anak dan dewasa muda. Jenis kelamin perempuan agak
lebih sering darpada laki-laki.2
Pasien sering demam disertai batuk. Ayah pasien ada riwayat batuk-batuk lama.
Berdasarkan teori skrofuloderma timbul akibat penjalaran per kontinuitatum dari
organ di bawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal
dari KGB juga dapat berasal dari sendi dan tulang.2
Dari anamnesis diketahui timbul benjolan pada leher kanan yang kemudian
bertambah banyak menjadi pada leher kiri, bawah dagu dan leher belakang. Tempat
predileksi skrofuloderma banyak dijumpai pada KGB superfisialis, yang tersering
ialah kelenjar getah bening pada supraklavikula, submandibula, leher bagian lateral,
ketiak, dan yang terjarang pada lipatan paha.2
Timbul benjolan disertai borok pada leher sejak ± 1 bulan yang lalu. Benjolan
awalnya sebesar kelereng, berjumlah satu, kenyal, tidak terasa nyeri dan tidak
berwarna kemerahan. Benjolan semakin lama semakin membesar, bertambah banyak
dan nyeri. Benjolan tampak berwarna kemerahan dan berisi nanah, benjolan pecah
mengeluarkan cairan putih, benjolan tampak berlobang dan menjadi borok. Borok
semakin membesar dan memanjang serta tidak teratur. Dinding borok tampak
bergaung dan tampak nanah. Sebagian nanah telah mengering dan tampak
kekuningan. Disekitar borok berwarna kemerahan. Berdasarkan teori skrofuloderma
biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberculosis, berupa pembesaran KGB, tanpa
tanda-tanda radang akut selain tumor. Mula-mula hanya beberapa KGB yang
diserang, lalu makin banyak dan kemudian berkonfluensi. Selain limfadenitis, juga
terdapat periadenitis yang menyebabkan perlengketan KGB dengan jaringan
disekitarnya. Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut mengalami perlunakan tidak
serentak, mengakibatkan konsistensinya kenyal dan lunak (abses dingin). Abses akan
memecah dan membentuk fistel. Kemudian muara fistel meluas, hingga menjadi
ulkus.2

14
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio coli lateral dextra dan coli
anterior terdapat ulkus eritem soliter, bentuk irregular, tepi tidak rata, dinding
menggaung, dasar kotor disertai pus seropurulen dengan ukuran 5,5 cm x 4,5 cm
disertai krusta kekuningan. Berdasarkan teori ulkus pada skrofuloderma mempunyai
sifat yang khas yakni bentuknya memanjang dan tidak teratur, di sekitarnya berwarna
merah kebiru-biruan (livid), dindingnya bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh
pus seropurulen, jika mengering menjadi krusta berwarna kuning. Ulkus-ulkus
tersebut dapat sembuh spontan menjadi sikatriks-sikatriks yang juga memanjang dan
tidak teratur. Kadang-kadang di atas sikatriks tersebut terdapat jembatan kulit (skin
bridge), bentuknya seperti tali, yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks tersebut,
hingga sonde dapat dimasukkan.2

Tabel 4.1 Perbandingan Tinjauan Pustaka Skrofuloderma dengan Kasus


Kasus Skrofuloderma
Epidemiologi  Pasien berjenis  Terjadi pada semua umur, tetapi
kelamin Perempuan biasanya terjadi pada anak- anak dan
 Berusia 2 tahun. dewasa muda
 Jenis kelamin perempuan agak lebih
sering darpada laki-laki
Etiologi  Pasien sering demam  teori skrofuloderma timbul akibat
disertai batuk. penjalaran per kontinuitatum dari
 Ayah pasien ada organ di bawah kulit yang telah
riwayat batuk-batuk diserang penyakit tuberculosis.
lama
Predileksi Timbul benjolan pada Banyak dijumpai pada KGB
leher kanan yang superfisialis, yang tersering ialah
kemudian bertambah kelenjar getah bening pada
banyak menjadi pada supraklavikula, submandibula, leher
leher kiri, bawah dagu bagian lateral, ketiak, dan yang
dan leher belakang terjarang pada lipatan paha.
Anamnesis  Benjolan awalnya  Skrofuloderma biasanya mulai
sebesar kelereng, sebagai limfadenitis tuberculosis,
berjumlah satu, berupa pembesaran KGB, tanpa
kenyal, tidak terasa tanda-tanda radang akut selain
nyeri dan tidak tumor. Lesi pada dermatitis seboroik

15
berwarna kemerahan. jarang menjadi luas dan sering
disaerah kulit kepala berambut
 Benjolan tampak
berwarna kemerahan  Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut
dan berisi nanah, mengalami perlunakan tidak
benjolan pecah serentak, mengakibatkan
mengeluarkan cairan konsistensinya kenyal dan lunak
putih, benjolan (abses dingin). Abses akan memecah
tampak berlobang dan membentuk fistel. Kemudian
dan menjadi borok. muara fistel meluas, hingga menjadi
ulkus.

Efloresensi pada regio coli lateral  Ulkus pada skrofuloderma


dextra dan coli anterior mempunyai sifat yang khas yakni
terdapat ulkus eritem bentuknya memanjang dan tidak
soliter, bentuk irregular, teratur, di sekitarnya berwarna
tepi tidak rata, dinding merah kebiru-biruan (livid),
menggaung, dasar kotor dindingnya bergaung, jaringan
disertai pus seropurulen granulasinya tertutup oleh pus
dengan ukuran 5,5 cm x seropurulen, jika mengering menjadi
4,5 cm disertai krusta krusta berwarna kuning.
kekuningan.  Ulkus-ulkus tersebut dapat sembuh
spontan menjadi sikatriks-sikatriks
yang juga memanjang dan tidak
teratur. Kadang-kadang di atas
sikatriks tersebut terdapat jembatan
kulit (skin bridge), bentuknya seperti
tali, yang kedua ujungnya melekat
pada sikatriks tersebut, hingga sonde
dapat dimasukkan.

16
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat kita pikirkan tiga
diagnosis banding yaitu skrofuloderma, aktinomikosis dan hidredenitis supuratif.
Diagnosis banding dapat ditinjau dari epidemiologi, gejala klinis, daerah
predileksi dan efloresensinya. Bila ditinjau dari aspek epidemiologi, pada kasus ini
pasien berjenis kelamin perempuan berusia 2 tahun. Berdasarkan teori, Skrofuloderma
dapat terjadi pada semua umur, tetapi biasanya terjadi pada anak- anak dan dewasa
muda. Jenis kelamin perempuan agak lebih sering darpada laki-laki.2 Insidens
Aktinomikosis tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
Aktinomikosis dapat menyerang semua usia, namun banyak kasus yang dilaporkan
terjadi pada usia dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.4 Sedangkan
pada hidradenitis supuratif biasa terdapat pada usia sesudah akil balik sampai dewasa
muda, lebih sering terjadi pada perempuan.2 Meskipun sesuai dengan teori, namun hal
ini belum dapat menyingkirkan diagnosis banding.

Tabel 4.2. Diagnosis Banding Berdasarkan Epidemiologi


Kasus Skrofuloderma Aktinomikosis Hidradenitis
Supuratif
Epidemiologi  Pasien  Terjadi pada  Aktinomikosis  terdapat pada
berjenis semua umur, dapat menyerang usia sesudah
kelamin tetapi semua usia, akil balik
perempuan biasanya namun banyak sampai
 Berusia 2 terjadi pada kasus yang dewasa
tahun. anak- anak dilaporkan terjadi muda,
dan dewasa pada usia dewasa  lebih sering
muda hingga usia terjadi pada
 Jenis kelamin pertengahan, perempuan.
perempuan yaitu 20-50
agak lebih tahun.Aktinomik
sering osis tiga kali
darpada laki- lebih sering
laki terjadi pada laki-
laki dibanding
perempuan.

17
Jika ditinjau dari anamnesis, pada kasus diketahui bahwa awalnya timbul
benjolan sebesar kelereng, berjumlah satu, kenyal, tidak terasa nyeri dan tidak
berwarna kemerahan. Benjolan semakin lama semakin membesar, bertambah banyak
dan nyeri. Benjolan tampak berwarna kemerahan dan berisi nanah, benjolan pecah
mengeluarkan cairan putih, benjolan tampak berlobang dan menjadi borok. Borok
semakin membesar dan memanjang serta tidak teratur. Dinding borok tampak
bergaung dan tampak nanah. Sebagian nanah telah mengering dan tampak
kekuningan. Disekitar borok berwarna kemerahan.
Benjolan hanya disekitar leher tidak terdapat di dada, perut, ketiak ataupun
dilipatan paha. Pasien sering mengeluh demam disertai batuk. Riwayat menggaruk-
garuk leher sebelum timbul benjolan tidak ada. Menurut ibu nya, pasien tidak sering
berkeringat. Gigi berlubang tidak ada. Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan ini tidak
pernah dirasakan sebelumnya dan baru pertama kali terjadi. Keluarganya tidak ada
yang mengalami keluhan serupa. Ayah pasien ada riwayat batuk-batuk lama dan telah
meninggal 2 tahun yang lalu.
Berdasarkan teori skrofuloderma timbul akibat penjalaran per kontinuitatum
dari organ di bawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering
berasal dari kgb, juga dapat berasal dari sendi dan tulang. Penderita skrofuloderma
biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberculosis, berupa pembesaran KGB, tanpa
tanda-tanda radang akut selain tumor. Mula-mula hanya beberapa KGB yang
diserang, lalu makin banyak dan kemudian berkonfluensi. Selain limfadenitis, juga
terdapat periadenitis yang menyebabkan perlengketan KGB dengan jaringan
disekitarnya. Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut mengalami perlunakan tidak
serentak, mengakibatkan konsistensinya kenyal dan lunak (abses dingin). Abses akan
memecah dan membentuk fistel. Kemudian muara fistel meluas, hingga menjadi
ulkus. 2
Gejala-gejala aktinomikosis cukup bervariasi tergantung jenis infeksi yang
terjadi. Sebagian besar aktinomikosis oral servikofasialis disebabkan oleh
permasalahan pada rahang (misalnya cedera rahang) atau permasalahan pada gigi dan
gusi (misalnya karang 6gigi dan pembusukan gigi).4 Aktinomiosis sangat jarang di
Indonesia. Penyakit ini terdiri atas infiltrate yang melunak, terdapat fistel multiple,
pada pusnya tampak butiran-butiran kekuningan yang disebut sulfur granules.2
Pada hidradenitis supuratif infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, sering
didahului oleh trauma/mikrotrauma misalnya berkeringat banyak, pemakaian

18
deodorant atau rambut aksila digunting. Penyakit ini disertai gejala konstitusi seperti
demam, malese). Ruam berupa nodus dengan tanda radang akut, kemudian dapat
melunak menjadi abses, dan pecah membentuk fistel.2 Berdasarkan teori tersebut,
maka diagnosis banding skrofuloderma lebih mendekati dibandingkan aktinomikosis
dan hidradenitis supuratif.

Tabel 4.3. Diagnosis Banding Berdasarkan Gejala Klinis


Kasus Skrofuloderma Aktinomikosis Hidradenitis
Supuratif
Anamnesis  Awalnya timbul  Skrofuloderma  Aktinomikos  Infeksi terjadi
benjolan sebesar timbul akibat is oral pada kelenjar
kelereng, berjumlah penjalaran per servikofasiali apokrin, sering
satu, kenyal, tidak kontinuitatum s disebabkan didahului oleh
terasa nyeri dan dari organ di oleh trauma/mikrotrau
tidak berwarna bawah kulit permasalaha ma misalnya
kemerahan. yang telah n pada berkeringat
diserang rahang banyak,
 Benjolan pecah
penyakit (misalnya pemakaian
mengeluarkan
tuberkulosis, cedera deodorant atau
cairan putih,
yang tersering rahang) atau rambut aksila
benjolan tampak
berasal dari permasalaha digunting.
berlobang dan
kgb, juga n pada gigi
menjadi borok.  Penyakit ini
dapat berasal dan gusi
Borok semakin disertai gejala
dari sendi dan (misalnya
membesar dan konstitusi seperti
tulang. karang gigi
memanjang serta demam, malese).
dan
tidak teratur.  Penderita Ruam berupa
pembusukan
Dinding borok skrofuloderma nodus dengan
gigi).
tampak bergaung biasanya mulai tanda radang
dan tampak nanah. sebagai  terdiri atas akut, kemudian
Sebagian nanah limfadenitis infiltrate dapat melunak
telah mengering dan tuberculosis, yang menjadi abses,
tampak kekuningan. berupa melunak, dan pecah
Disekitar borok pembesaran terdapat

19
berwarna KGB, tanpa fistel membentuk fistel.
kemerahan. tanda-tanda multiple,
radang akut pada pusnya
 Benjolan hanya
selain tumor. tampak
disekitar leher tidak
Kemudian butiran-
terdapat di dada,
kelenjar- butiran
perut, ketiak
kelenjar kekuningan
ataupun dilipatan
tersebut yang disebut
paha.
mengalami sulfur
 Pasien sering perlunakan granules.
mengeluh demam tidak serentak,
disertai batuk, Ayah mengakibatka
pasien ada riwayat n
batuk-batuk lama. konsistensinya
kenyal dan
 Riwayat
lunak (abses
menggaruk-garuk
dingin). Abses
leher sebelum
akan memecah
timbul benjolan
dan
tidak ada. Menurut
membentuk
ibu nya, pasien tidak
fistel.
sering berkeringat.
Kemudian
Gigi berlubang tidak
muara fistel
ada.
meluas,
hingga
menjadi ulkus.

Berdasarkan daerah predileksi, Pada kasus keluhan timbul benjolan pada leher
kanan yang kemudian bertambah banyak menjadi pada leher kiri, bawah dagu dan
leher belakang. Berdasarkan teori skrofuloderma banyak dijumpai pada KGB
superfisialis, yang tersering ialah kelenjar getah bening pada supraklavikula,
submandibula, leher bagian lateral, ketiak, dan yang terjarang pada lipatan paha.2

20
Pada anktinomikosis lokalisasinya khas yakni dileher, dada dan abdomen.2 Sedangkan
hidradenitis supuratif terbanyak berlokasi di aksila, juga perineum, tempat-tempat
2
yang banyak kelenjar apokrin. Oleh karena itu, diagnosis banding skrofuloderma
lebih mendekati dibandingkan dua penyakit lainnya.

Tabel 4.4. Diagnosis Banding Berdasarkan Tempat Predileksi


Kasus Skrofuloderma Aktinomikosis Hidradenitis
Supuratif
Predileksi Keluhan Skrofuloderma Pada Terbanyak
timbul banyak anktinomikosis berlokasi di
benjolan dijumpai pada lokalisasinya aksila, juga
pada leher KGB khas yakni perineum,
kanan yang superfisialis, dileher, dada tempat-
kemudian yang tersering dan abdomen tempat yang
bertambah ialah kelenjar banyak
banyak getah bening kelenjar
menjadi pada pada apokrin.
leher kiri, supraklavikula,
bawah dagu submandibula,
dan leher leher bagian
belakang lateral, ketiak,
dan yang
terjarang pada
lipatan paha

Jika ditinjau berdasarkan efloresensinya, pada pemeriksaan fisik pada kasus


didapatkan pada regio coli lateral dextra terdapat ulkus eritem soliter, bentuk
irregular, tepi tidak rata, dinding menggaung, dasar kotor disertai pus seropurulen
dengan ukuran 5,5 cm x 4,5 cm disertai krusta kekuningan, pada regio coli anterior
terdapat ulkus eritem soliter, bentuk irreguler, tepi tidak rata, dinding menggaung,
dasar kotor disertai pus seropurulen dengan ukuran 3 cm x 1,5 cm disertai fistula dan
krusta kekuningan dan pada regio coli lateral sinistra terdapat nodul soliter,
sirkumskrip bentuk oval, dengan ukuran 5 cm x 4 cm

21
Berdasarkan teori, Ulkus pada skrofuloderma mempunyai sifat yang khas
yakni bentuknya memanjang dan tidak teratur, di sekitarnya berwarna merah kebiru-
biruan (livid), dindingnya bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus
seropurulen, jika mengering menjadi krusta berwarna kuning. 2
Pada aktinomikosis terdiri atas infiltrate yang melunak, terdapat fistel
multiple, pada pusnya tampak butiran-butiran kekuningan yang disebut sulfur
granules.2 Sedangkan, pada hidradenitis supuratif ruam berupa nodus dengan tanda
2
radang akut, kemudian dapat melunak menjadi abses dan pecah membentuk fistel.
Oleh karena itu, diagnosis banding skrofuloderma lebih mendekati dibandingkan dua
penyakit lainnya

Tabel 4.5. Diagnosis Banding Berdasarkan Efloresensi


Kasus Skrofuloderma Aktinomikosis Hidradenitis
Supuratif
Efloresensi Pada regio coli Ulkus pada Pada aktinomikosis Ruam berupa
lateral dextradan skrofuloderma terdiri atas infiltrate nodus dengan
sinistra terdapat mempunyai sifat yang melunak, tanda radang
ulkus eritem yang khas yakni terdapat fistel akut, kemudian
soliter, bentuk bentuknya multiple, pada dapat melunak
irregular, tepi memanjang dan pusnya tampak menjadi abses
tidak rata, tidak teratur, di butiran-butiran dan pecah
dinding sekitarnya kekuningan yang membentuk
menggaung, berwarna merah disebut sulfur fistel.
dasar kotor kebiru-biruan granules.
disertai pus (livid), dindingnya
seropurulen bergaung, jaringan
dengan ukuran granulasinya
5,5 cm x 4,5 cm tertutup oleh pus
disertai fistel seropurulen, jika
dan krusta mengering menjadi
kekuningan dan krusta berwarna
pada regio coli kuning.
lateral sinistra

22
terdapat nodul
soliter,
sirkumskrip
bentuk oval,
dengan ukuran 5
cm x 4 cm

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan pada kasus ini yaitu pemeriksaan


biopsi kelenjar dan rontgen thoraks, pemeriksaan ini untuk menentukan penyebab dari
benjolan tersebut. Pada kasus hasil biopsi didapatkan sediaan sitologi FNAB pada
regio colli lateral dextra et sinistra dengan gambaran yang hampir sama, dijumpai sel-
sel limfoid berbagai tingkat maturasi, sel-sel epiteloid tersebar satu-satu dan dalam
kelompok, nekrosis kaseosa minimal, infiltrasi padat sel radang PMN, sel plasma, sel
makrofag berlatar belakang kotor nekrotik debris dan sel-sel RBC. Tidak dijumpai
tanda-tanda malignansi pada sediaan. Hal ini sesuai dengan teori dimana gambaran
histopatologi skrofuloderma tanmpak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari
lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk. Jaringan mengalami nekrosis
kaseosa dikelilingi oleh sel-sel epitel dan sel- sel Langhans. Sedangkan, pada hasil
thoraks didapatkan kesan limfadenitis TB dan thymic hyperplasma. 3
Kedua pemeriksaan penunjang ini telah dapat menyingkirkan diagnosis
banding dari aktinomikosis dan hidradenitis supuratif. Dimana penyebab
aktinomikosis yaitu Actinomyces yang merupakan salah satu flora normal rongga
mulut banyak ditemui di membran mukosa dari golongan makhluk bertulang
belakang sehingga menyebabkan infeksi piogeik bila bereaksi bersama degan
beberapa bakteri.4 Sedangkan hidradenitis supuratif disebabkan oleh infeksi kelenjar
apokrin biasanya oleh staphylococcus aureus.2

Penatalaksaan dalam kasus ini berupa:


1. Non farmakologi
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit serta kemungkinan
penyebab penyakit ini adalah mycobacterium tuberculosis merupakan penyakit
infeksi menular melalui udara. Penyakit ini berhubungan dengan pertahan tubuh,
pasien disarankan menjaga imunitas dengan cara istirahat yang cukup dan
makan-makanan yang bergizi. Menjelaskan bahwa kuman M. tuberculosis ini

23
dapat dengan cepat berkembang diudara yang lembab sehingga pasien disarankan
jendela rumah jangan tertutup sehingga udara dan cahaya dapat masuk kedalam
rumah. Pasien juga diberi edukasi untuk minum obat secara teratur dan tuntas
karena penyakit ini dapat berulang apabila pengobatan tidka tuntas.2

2. Farmakologi
Diberikan obat antimikroba yang digunakan dalam pengobatan tuberculosis
yaitu Rimfampisin (R) 1 x 120 mg selama 6 bulan, Isoniazid (H) 1x60 mg selama
6 bulan dan Pirazinamid (Z) 1x 180 mg selama 2 bulan.
Isoniazid, Rimfampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin adalah 5
obat lini pertama untuk pengobatan tuberculosis. Obat lini kedua yang digunakan
dalam pengobatan tuberculosis yaitu amikasin, asam aminosalisilat, kapreomisin,
siprofloxacin, clopazimin, sikloserin, etionamid, levofloksasin, rifabutin, dan
rifapentin. 5
Isoniazid dan Rimfampisin adalah obat yang paling aktif, kombinasi
Isoniazid-Rimfampisin yang diberikan selama 9 bulan akan menyembuhkan 95-
98% kasus tuberculosis. Penambahan Pirazinamid kekombinasi Isoniazid-
Rimfampisisn selama 2 bulan pertama memungkinkan lama pengobatan
dikurangi menjadi 6 bulan tanpa pengurangan efikasi. Etambutol atau
streptomisin tidak menambah secara substansial aktivitas keseluruhan rejimen
(durasi pengobatan tidak dapat dipersingkat lebih lanjut jika salah satu obat
digunakan), tetapi keduanya memberikan perlindungan tambahan jika isolat
terbukti resisten terhadap isoniazid-rimfampisin atau keduanya.5

Tabel 4.6 Obat antimikroba yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis5


Nama obat Dosis anak Dosis dewasa Efek samping
INH 5-15 mg/kgBB/hari 300 mg/hari Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari 600 mg/hari Gastrointestinal, reaksi
kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim

24
hati
pirazimanid 15-30 mg/kgBB/hari 25 Toksisitas hepar,
mg/kgBB/hari atralgia,
gastrointestinal
etambutol 15-20 mg/kgBB/hari 15-25 Neuritis optic,
mg/kgBB/hari ketajaman mata
berkurang, buta warna
merah hijau,
gastrointestinal
streptomisin 15-40 mg/kgBB/hari 15 Gangguan N.VII
mg/kgBB/hari terutama cabang
vestibularis

Tabel 4.7. Anjuran lama pengobatan untuk tuberculosis5


Rejimen (dalam urutan preferensi) Lama dalam bulan
Isoniazid, rifampisin, Pirazinamid 6
Isoniazid, rifampizin 9
Rifampizin, etambutol, pirazinamid 6
Rifampizin, etambutol 12
Isoniazid, etambutol 18
Semua lainnya >24

Isoniazid adalah obat paling aktif dalam penanganan tuberculosis. Obat ini
berupa molekul kecik yan larut bebas dalam air. Isoniazid menghambat sebagian
besar basil tuberkel pada konsentrasi 0,2 mcg/mL atau kurang dan bakterisidal
untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif.Isoniazid menembus kedalam makrofag
dan aktif terhadap organisme ekstra maupun intrasel. Isoniazid menghambat
pembentukan asam mikolat yang merupakan komponen esensial dinding sel
mikobakteri. Isoniazid mudah diserap dari saluran cerna dan mencapai
konsentrasi plasma puncak 3-5 mcg/mL dalam 1-2 jam. Metabolisme isoniazid
khususnya asetilasi oleh N-asetiltransferase hati. Metabolit isoniazid dan
sejumlah kecil obat yang tidak berubah disekresikan terutama di urin. 5

25
Rimfampisin adalah suatu antibiotic yang dihasilkan oleh streptomices
mediterranei. Obat ini invitro aktif terhadap kokus positif gram dan negative
gram, beberapa bakteri usus, mikrobakteria dan clamidia. Rimfampisin mengikat
sub unit 𝛽 RNA polymerase dependent DNA bakteri dan karenanya menghambat
pembentukan RNA. Rimfampisin diserap dengan baik setelah pemberian oral dan
dieksresikan terutama melalui hati kedalam empedu. Obat ini kemudian
mengalami resirkulasi enterohepatik, dengan sebagian besar dieksresikan sebagai
metabolit deasilasi ditinja dan sebagian kecil dieksresikan lewat urin.5
Pirazinamid adalah keluarga dari nikotinamid. Obat ini stabil dan sedikit
larut dalam air. Obat ini inaktif pada PH netral tetapi pada PH 5,5 obat ini
menghambat basil tuberkel pada konsentrasi sekitar 20 mcg/mL, obat ini diserap
oleh makrofag dan memiliki aktivitas terhadap mikrobakteri yang berada dalam
lingkungan asam lisosom. Pirazinamid diubah menjadi asam pirazinoat bentuk
aktif obat oleh pirazinamidase mikobakteri yang disandi oleh pncA target spesifik
obat ini belum diketahui tetapi asam pirazinoat mengganggu metabolism
membrane sel mikobakteri dan fungsi transportnya.5
Diberikan terapi topical kompres terbuka dengan PK 1/5000 2 kali perhari
selama 3 jam. Pada keadaan dermatosis yang basah pengobatan dipakai bahan
cair atau basah, minsalnya kompres, pada keadaan kering dipakai bahan dasar
padat atau kering minsalnya salap. Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan
kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagianya) dan sisa-sisa obat topikal
yang pernah dipakai. Disamping itu terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel,
bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang basah menjadi
kering, permukaaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh
dan mulai terjadi proses epitelisasi. 2

1 Acidum Kristal putih -Sukar -Kompres Astrigen,


boricum larut dalam larutan 1- antiseptic
air dingin 3% lemah
-mudah - salap,
larut dalam krim, pasta,
air panas pasta
pendingin

26
2 KMno4 Kristal ungu tua Mudah Kompres Astrigen,
(kalium larut dalam larutan antiseptik
permanganat) air (1:9) 1/5000-
1/10000
3 Rivanol Serbuk kuning Larut Kompres Antiseptic,
dalam air larutan 0,5- deodoran
(1:15) 1%
4 Asam salisilat Kristal putih -Sukar -kompres Astrigen,
seperti jarum larut dalam larutan 1% antiseptic
air (1:650) - bedak, lemah
-mudah salep,
larut dalam pasta, pasta
alcohol pendingin
(1:4)

Cara kompres lebih disukai dari pada rendam dan mandi, karena pada
kompres terdapat pendingin dengan ada nya penguapan, sedangkan pada rendam
dan mandi terjadi proses maturasi. Pada kasus dilakukan kompres terbuka karena
indikasi ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta. Digunakan kain kasa yanh
bersifat absorben dan non iritasi serta tidak terlalu tebal (3 lapis). Kassa dicelup
kedalam cairan kompres, diperas kemudian dibalut dan didiamkan. Dilakukan 2
kali sehari selama 3 jam karena bila terlalu laman dapat menyebabkan kulit
menjadi kering sampai terjadi malserasi.2
Prognosis quo ad vitam dan quo ad fungsional adalah bonam karena
predileksi KGB superfisial, yang tersering pada leher, ketiak, dan lipat paha
sehingga tidak mengacam nyawa dan tidak menyebabkan gangguan organ tubuh.
Sedangkan untuk quo ad sanationam adalah dubia ad bonam karena
skrofuloderma sering kambuh dan kronis dan dapat menyebakan sikatrik-sikatrik
dan jembatan kulit.2

27
BAB V
KESIMPULAN

1. Pada kasus memiliki tiga diagnosis banding yaitu skrofuloderma, aktinomikosis


dan hidradenitis supuratif berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, predileksi
dan efloresensinya.
2. Diagnosis kerja pada kasus ini yaitu skrofuloderma dimana gejala klinis berupa
pembesaran KGB, tanpa tanda-tanda radang akut kemudian kelenjar-kelenjar
tersebut mengalami perlunakan tidak serentak, mengakibatkan konsistensinya
kenyal dan lunak (abses dingin). Abses akan memecah dan membentuk fistel.
Kemudian muara fistel meluas, hingga menjadi ulkus. Ulkus pada skrofuloderma
mempunyai sifat yang khas yakni bentuknya memanjang dan tidak teratur, di
sekitarnya berwarna merah kebiru-biruan (livid), dindingnya bergaung, jaringan
granulasinya tertutup oleh pus seropurulen, jika mengering menjadi krusta
berwarna kuning.
3. Tatalaksana skrofuloderma non farmakologi adalah menjelaskan kepada pasien
mengenai penyakit serta kemungkinan penyebab penyakit ini. mengedukasi
pasien untuk memperhatikan ventilasi rumah, menjaga imunitas dan minum obat
secara teratur dan tuntas. Sedangkan farmakologi pada pengobatan sitemik
diberikan Rimfampisin, Isoniazid dan Pirazinamid dan pengobatan topical
Kompres dengan kalium permangas 1/5000

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahyar R. 2013. Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam Positif dengan


Sklofuloderma pada Pasien Laki-Laki Dewasa yang Malnutrisi. Medula, Volume
1, Nomor 4. Lampung : FK Universitas Lampung
2. Melandi SL, Bramono K, &Indriatmi W. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 7. Jakarta : EGC Hal 81-86
3. Tyas M, Basuki R, & Ratnaningrum K. 2015. Buku Ajar Sistem Integumentum.
Semarang : Unimus Press
4. Damayanti, NER. 2018. Diagnosa Laboratorium Bakteri Anaerob Penyebab
Infeksi Pada Manusia Actinomyces. Banjarbaru :Akademi Analis Kesehatan
Borneo Lestari
5. Katzung BG, Masters SB, & Trevor AJ. 2013. Farmakologi Dasar & Klinik
Edisi 12 Vol 2. Jakarta : EGC. Hal 949-960.

29

Anda mungkin juga menyukai