Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.1
Salah satu kelainan kulit yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi
kulit adalah eritroderma. Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering
ditemukan, namun insidensi eritroderma semakin meningkat didalam kehidupan
sehari-hari dan masalah yang ditimbulkannya cukup parah. Diagnosis yang
ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat
memengaruhi prognosis penderita.
Prevalensi eritoderma kian meningkat selaras dengan peningkatan kejadian
psoriasis karena salah satu kausa yang paling sering adalah psoriasis. Dari
beberapa pendapat para ahli, eritoderma dibagi menjadi dua sesuai penyebabnya
yaitu : eritoderma akibat alergi obat secara sistemik dan eritoderma akibat
perluasan penyakit kulit.1
Pada eritoderma akibat alergi obat diperlukan anamnesis yang teliti untuk
mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari dan
wujud kelainan kulitnya berupa eritema saja setelah fase penyembuhan barulah
timbul skuama. Pada eritoderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali
disebabkan oleh psoriasis dan dermatitis seborik pada bayi. Faktor penyebab
psoriasis menjadi eritoderma ada 2 hal yaitu karena penyakitnya sendiri atau
karena pengobatan yang terlalu kuat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro (red =
merah) dan derma, dermatos (skin = kulit), merupakan kelainan kulit yang
ditandai dengan eritema mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit
yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu
ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat
secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma
yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi. Bila eritema mencangkup antara 50% - 90% maka sering
dinamai pre-eritroderma.
Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya gambaran kemerahan
yang bersifat universal atau yang mencakup 90% permukaan tubuh
diakibatkan oleh pelebaran pembuluh darah pada kulit atau yang sering
disebut eritema. Keadaan tersebut berlangsung dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu. 1
Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma
meskiupun tidak begitu tepat karena pada gambaran klinik dapat
menghasilkan gambaran penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus
eritroderma umumnya terdapat kelainan kulit yang ada sebelumnya
misalnya psoriasis atau dermatitis atopik.

2.2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan lebih dari
setengah kasus dari eritroderma. Seperti yang telah disebutkan bahwa
pasien dengan eritroderma bukan pasien yang sering ditemukan namun
disadari adanya peningkat jumlah pasien hari demi hari. Dengan penyebab
utama ialah psoriasis yang meluas oleh sebab itu insidensi meningkat
seiring dengan insidensi psoriasis. Identifikasi psoriasis mendasari

2
penyakit eritroderma lebih dari seperempat kasus didapatkan laporan
bahwa terdapat 87 dari 160 kasus adalah psoriasis berat.1,4
Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita, namun paling
sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata
> 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Anak-
anak bisa menderita eritroderma lebih sering diakibatkan oleh alergi
terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang
dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.1, 2

2.3. ETIOLOGI
Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat
sekarang semua eritroderma memiliki penyebab dasarnya, sehingga
eritroderma selalu sekunder. Eritroderma dapat disebabkan oleh 3 hal yang
sudah diketahui hingga saat ini yaitu:
1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Diperlukan anamnesis yang teliti untuk memastikan bahwa
alergi obat yang terjadi secara sistemik ialah proses masuknya obat
kedalam tubuh dengan cara apapun termasuk melalui mulut, hidung,
suntikan/infus, rectum maupun vagina.
Keadaan ini banyak ditemukan pada anak hingga dewasa muda.
Obat yang dapat menyebabkan eritroderma adalah obat yang
mengandung arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin,
barbiturate. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih
tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.
Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit
bervariasi, dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah
eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang
masuk ke dalam tubuh, diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang
paling sering menyebabkan alergi.1, 4
2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit.
Eritroderma yang disebabkan oleh penyakit kulit lain,
merupakan penyebab eritroderma yang paling banyak ditemukan dan
tersering disebabkan oleh penyakit :
a) Psoriasis

3
Psoriasis dapat menjadi eritroderma disebabkan oleh 2 hal
yaitu oleh perkembangan penyakit psoriasis itu sendiri maupun
akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat. Oleh sebab itu perlu
dianamnesis dengan jelas riwayat penyakit psoriasis dan
pengobatan yang sudah dilakukan.1
b) Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik yang dimaksud ialah dermatitis
seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga
dikenal sebagai penyakit Leiner atau eritroderma deskuamativum.
Etiologinya belum diketahui pasti namun diduga disebakan oleh
dermatitis seboroika yang meluas. Usia penderita berkisar 4-20
minggu. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah
ptiriasis rubra pilaris, pemfigus foliaseus, dermatitis atopic dan
liken planus.1,3,4
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi
fokal hingga keganasan dapat memberikan kelainan kulit berupa
eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat
alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit lain harus dicari
penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh termasuk
pemeriksaan laboratorium dan foto toraks, untuk melihat adanya
infeksi penyakit pada alat dalam atau infeksi fokal dan mencari
kemungkinan adanya keganasan. Adanya leukositosis tanpa ditemukan
penyebabnya, menunjukan adanya infeksi bacterial yang tersembunyi
(occult infection) yang perlu diobati.1
Termasuk didalamnya ialah sindrom sezary yaitu suatu limfoma
yang belum diketahui penyebabnya ada yang menduga bahwa ini
berhubungan dengan stadium dini mikosis fungoides. Diduga juga
berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukan ke dalam
CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma). Yang diserang ialah orang
dewasa, pria berkisar usia 64 tahun dan wanita berkisar 53 tahun.
Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang
universal disertai skuama dan rasa sangat gatal .

4
Pada sepertiga atau setengah dari pasien didapat splenomegaly,
limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis
palmaris dan plantasis, serta kuku yang distrofik.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat sel yang khas berupa
sel limfosit atipik yang disebut sel sezary. Dapat disebut sindrom
sezary jika jumlah sel sezary yang beredar 1000/m3 atau lebih atau
melebihi 10% sel yang beredar. Jika jumlah sel dibawah 1000/mm 3
maka disebut sindrom pre-sezary.

2.4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas.
Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-
obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik menyebabkan tubuh
bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler yang menyebabkan
eritema yang universal. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan
panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada
eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi
hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin
meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat,
kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan
panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju
metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat
sebanding laju metabolisme basal.1
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit
atau lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein
(hipoproteinemia) dengan berkurangnya albumin dengan peningkatan
relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan kelainan yang khas.
Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke
ruang ekstravaskuler.1
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan
kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada

5
eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan, dapat terjadi
perburukan keadaan umum yang progresif.1
Pathogenesis eritroderma mungkin berkaitan dengan pathogenesis
penyakit yang mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya
berkembang menjadi eritroderma, atau perkembangan eritroderma
idiopatik de novo tidaklah sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru
dicurigai adanya hubungan imunopatogenesis infeksi disebabkan oleh
kolonisasi Staphylococcus aureus dan toksin yang dihasilkan.4

2.5. GEJALA KLINIS


Gejala klinis yang dimunculkan pada ertirodermal dapat berbeda-
beda berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya eritroderma. Namun
secara garis besar memiliki gejala umum berupa pasien sering mengeluh
kedinginan. Kedinginan terjadi karena vasodilatasi pembuluh darah kulit
sehinggan kehilangan panas tubuh dan rusaknya pengendalian regulasi
suhu tubuh yang menghilang, sehingga sebagai kompensasi, sekujur tubuh
pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.
Kelainan kulit yang tampak secara umumnya timbul bercak eritema
yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi
yang difus dimulai dari daerah lipatan, hingga menyeluruh.Bila kulit
kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku
dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama
timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar
pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi
dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau
diraba tebal.

Pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat kelainan kulit


dapat juga mengenai membrane mukosa. Umumnya alergi timbul akut
dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritema universal terutama
pada saat akut, setelah mencapai fase penyembuhan barulah timbul
skuama.1, 3

6
Gambar 1. Eritroderma Akibat Obat
Eritroderma yang terjadi akibat perluasan penyakit kulit lainnya
diantaranya psoriasis maka tanda khasnya akan menghilang. Akan
menimbulkan gejala awalnya didapati eritema yang tidak merata. Pada
tempat predileksi terjadinya psoriasis ditemukan kelainan kulit lebih
eritematosa dan agak meninggi dari pada sekitarnya dan skuama ditempat
itu lebih tebal.1, 3

7
Gambar 2. Eritroderma psoriasis

Eritroderma yang disebabkan dermatitis seboroik pada bayi


(penyakit Leiner) memberikan gejala klinisyang keadaan umumnya baik
tanpa keluhan dan gambaran kelainan kulit berupa eritema dapat pada
seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.1, 3

8
Gambar 3.Eritroderma akibat Dermatitis seboroik

Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan seperti


yang sudah dijelaskan pada etiologi termasuk dalam golongan ini adalah
sindrom Sezary. Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah
membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal . Selain itu
terdapat infiltrat pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah
pada pasien didapati splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris et plantaris, serta kuku yang
distrofik.1

Gambar 4. Sindrom Sezary

9
Gambar 5. Mikosis Fungoides

2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis, dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi
dapat membantu menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis
yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang sistematis di
mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan
tentang terminology, dermatologi, morfologi serta diagnosis banding.
Pengobatannya disesuaikan dengan diagnosis penyakit yang
mendasarinya, dengan tetap memperhatikan keadaan umum seperti
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuhm memperbaiki hipoalbumin dan
anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.
Diagnosis ditegakkan ditegakan berdasarkan adanya eritema yang
universal dapat disertai dan tidak oleh skuama halus, karena harus melihat
dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-
kemerahan dan perubahan kuku pada psoriasis; hiperkeratotik skala besar
kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut
rontok di CTCL. likenifikasi, erosi dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan
eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan hiperkeratotik
skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan

10
dengan rambut rontok di CTCL dan pitiriasis rubra, ektropion mungkin
terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan karena penyakit
eritroderma pada dasarnya dapat disebabkan oleh penyakit sistemik
dan dapat mengakibatkan komplikasi sistemik. Pada eritroderma
terjadilah eritema yang berarti pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan penguapan yang dapat mengakibatkan
dehidrasi. Kehilangan skuama yang dapat mencapai 9 gram/m 2 pada
permukaan kulit mengakibatkan kehilangan protein. Sehingga pada
pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan relative gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit,
protein fase akut meningkat dan leukositosis.1,4
2. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pada kebanyakan pasien dengan
eritroderma dapat membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma
sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran
yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada
tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, sehingga terjadi
edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge
lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi
semakin pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur
diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrate di dermis-
epidermis, dengan sel cerebriform mononuclear atipikal dan Pautrier’s
microabscesses. Pada pasien dengan Sindrom Sezary ditemukan
limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Biopsi pada kulit juga memberi
kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis bagian
atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom Sezary, jika jumlah
sel Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-sel

11
yang beredar. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm 3 dinamai
sindrom pre-Sezary.1
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin
sulit menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya
memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak
maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing
lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis
superfisial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis
rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan
cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya.

2.8. DIAGNOSIS BANDING


Ada beberapa diagnosis banding pada eritroderma:
1. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di
lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat
atopik pada keluarga asma bronkial, rhinitis alergi, konjungtivitis.
Atopik terjadi di antara 15-25% populasi, berkembang dari satu
menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang
tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi.5 Dermatitis atopik adalah
penyakit kulit yang mungkin terjadi pada usia berapa pun, tetapi
biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya ada tiga tahap: balita,
anak-anak, dan dewasa.
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma
pada orang dewasa di mana didapatkan gambaran klinisnya terdapat
lesi pra-existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo
nodularis, sendangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis
ringan, spongiosis variabel, derma eosinofil dan parakeratosis.3

12
Gambar 6. Dermatitis atopik
2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.
Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk
psoriasi tidak tampak lagi karena dapat menghilang, plak-plak
psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.1,2 Psoriasis
mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat
dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetic berperan.
Bila orangtuanya tidak menderita psoriasi, resiko mendapat psoriasi
12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis,
resikonya mencapai 34-39%.1
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Koebner.1

13
Gambar 7. Psoriasis

3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis
ditandai dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh
yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis,
lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada,
antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur,
dan meningkat pada usia 40 tahun.5 Biasanya lebih berat apabila terjadi
pada laki-laki dari pada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang
banyak memakan lemak dan minum alkohol.1
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih
subur. Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar
(ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih
yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.1
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi
epidermis yang meningkat seperti pada psoriasi. Hal ini dapat
menerangkan mengapa terapi dengan sitostisk dapat memperbaikinya.
Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya
dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.

14
Gambar 8. Dermatitis seboroik

2.9. PENATALAKSANAAN
Pada eritroderma yang diakibatkan oleh alergi obat atau golongan
I, obat tersangka sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya
pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednisone 4 x 10 mg.
penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu.
Pada golongan akibat perluasan penyakit kulit atau golongan II
juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15
mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat
dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.
Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis,
makan obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat

15
pula diobati dengan etretinat salah satunya adalah asetretin. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa
bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term),
yakni jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon
darpiada prednison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil
yang baik. Dosis prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary
pengobatan terdiri atas kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau
metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik, biasanya digunakan
klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit juga
perlu diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh
eritema misalnya dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10%.

2.10. KOMPLIKASI
Komplikasi pada eritroderma bisa berupa komplikasi yang ringan
hingga berat. Komplikasi dapat terjadi pada banyak sistem organ selain
epidermis dan dermis. Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar
kasus, Hepatomegali ditemukan pada 20% kasus, spenomegali ditemukan
pada 3% kasus dan semua berkaitan dengan eritroderma yang disebabkan
oleh perluasan penyakit sistemik terutama oleh limfoma pada sindrom
sezary. Komplikasi terjadi belum diketahui secara pasti mekanismenya dan
dapat terjadi pada stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.1,4
Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan
extrarenal water lostkarena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit
yang rusak. Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan
kehilangan panas tubuh yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan
cairan yang menyebabkan dehidrasi.1,2,4 Respon tubuh terhadap dehidrasi
dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan
menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia,

16
sesak, dan edema.Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan
sangatlah penting pada pasien eritroderma.1,4
Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda
dari ketidakseimbangan elektrolit, edema, hipoalbuminemia, dan
hilangnya masa otot. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan
alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku ektropion, hingga
perburukan keadaan umum yang progresif.1,2
Komplikasi yang harus lebih diperhatikann ialah komplikasi
sistemik akibat eritroderma seperti hipotermia, edema perifer, dan
kehilangan cairan dan albumin, dengan takikardia dan kelainan jantung
harus mendapatkan perawatan yang serius.

2.11. PROGNOSIS
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah
penggunaan obat dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan
golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan dengan golongan yang lain.1
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan
dengan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan
mengalami ketergantungan kortikosteroid (corticosteroid dependence).1
Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan
pengobatan, tetapi mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik
adalah kasus yang tidak terduga, dapat bertahan dalam waktu yang lama,
seringkali disertai dengan kondisi yang lemah.5
Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan
meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun.
Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi
mikosis fungoides.1

17
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 1 Juni 1958
Umur : 61 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam

18
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jalan Jaya 3 Kelurahan 16 ULU, Plaju, Palembang
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMP
Tanggal Pemeriksaan : 06-10-2019

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bercak kemerahan pada hampir seluruh tubuh sejak 4 minggu yang
lalu

Keluhan Tambahan
Gatal , nyeri dan terasa panas pada seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang


± 6 minggu yang lalu pasien mengeluhkan bercak kemerahan
dibagian wajah disertai gatal yang menyengat terutama di daerah sekitar
mata. Bercak berwarna kemerahan berjumlah banyak, berukuran sebesar
jarum pentul, bentuknya tidak teratur, berminyak dan sedikit mengelupas,
kulit yang mengelupas berwarna kekuningan. Keluhan tidak mengenai
kuku, sendi dan keluhan lidah berbintil putih tidak ada. Keluhan tidak
dipengaruhi cuaca dan tidak berkurang saat istirahat. Sejak awal muncul
keluhan pasien tidak melakukan pengobatan sampai hari ke 5. Setelah 5-6
hari bercak berwarna kemerahan berjumlah banyak, berukuran sebesar
jarum pentul, bentuknya tidak teratur, berminyak dan sedikit mengelupas,
kulit yang mengelupas berwarna kekuningan dirasakan menyebar ke leher,
dada, perut, punggung, kedua lengan dan kedua kaki. Keluhan tidak
mengenai kuku, sendi dan keluhan lidah berbintil putih tidak ada. Keluhan
tidak dipengaruhi cuaca dan tidak berkurang saat istirahat. Kemudian hari
ke 7 pasien melakukan pengobatan ke dokter umum dan diberikan obat
berupa pil sebanyak 2 buah diminum masing-masing satu kali sehari
namun pasien lupa apa nama obatnya, pasien menyebutkan obat berbentuk

19
tablet berwarna kuning dan pil berwarna putih obat diminum setiap hari
selama 1 minggu. Setelah mengonsumsi obat selama 1 minggu (obat
habis) pasien tidak mengalami perbaikan. Setelah kehabisan obat pasien
membeli obat di apotek dengan membawa contoh bungkus obat yang
diberikan sebelumnya dan membeli untuk dikonsumsi selama 1 minggu.
Namun keluhan tidak berkurang. Selama minum obat pasien mengatakan
gatal, bengkak dan berminyak pada kelopak mata atas sebelah kanan dan
kiri. Pasien tidak melakukan pengobatan terhadap matanya.
± 2 minggu yang lalu pasien datang berobat ke IGD RSUD
Palembang BARI dengan keluhan bercak berwarna kemerahan berjumlah
banyak, berukuran sebesar jarum pentul, bentuknya tidak teratur,
berminyak dan sedikit mengelupas, kulit yang mengelupas berwarna
kekuningan diserti rasa gatal yang menyengat pada leher, dada, perut,
punggung, kedua lengan dan kedua kaki, keluhan tidak mengenai kuku,
nyeri sendi dan keluhan lidah berbintil putih tidak ada. Keluhan tidak
dipengaruhi cuaca dan tidak berkurang saat istirahat. Pasien juga mengeluh
gatal, bengkak dan berminyak pada kelopak mata atas sebelah kanan dan
kiri. Selama di IGD pasien diperiksa dan dilakukan pengecekan nilai gula
darah dan didapatkan hasil terjadi peningkatan pada nilai gula darah (>200
mg/dL) dan adanya peningkatan tekanan darah serta kelainan pada kulit.
Atas dasar saran dokter dan persetujuan pasien, pasien dirawat di bangsal
penyakit dalam. Selama dirawat pasien mendapat obat berupa shampo dan
obat yang diminum rutin. Selama pemakaian obat dan minum obat dari
rumah sakit dirasakan berkurang. Setelah 7 hari dirawat pasien boleh
pulang dan harus melakukan kontrol kembali ke dokter kulit. Selama
dirumah pasien tetap mengonsumsi obat yang diberikan dari rumah sakit.
Selama pemakaian obat keluhan dirasakan berkurang.
5 hari setelah pulang dari rumah sakit pasien melakukan kontrol ke
poli kulit.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah menderita riwayat bercak merah

20
seperti ini sebelumnya.
 Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan dan atopi.
 Pasien ada riwayat hipertensi ±, 5 tahun
 Pasien tidak ada riwayat penyakit ginjal
 Pasien memiliki riwayat DM ± 1 bulan
 Pasien tidak memiliki riwayat keganasan

Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluarga pasien tidak memiliki riwayat alergi dan atopi.
 Keluarga pasien tidak pernah memiliki keluhan seperti ini.
 Riwayat keganasan di keluarga tidak ada

Riwayat Higienitas dan Kebiasaan


1. Pasien mandi 2 kali sehari
2. Menggunakan handuk dan pakaian yang terpisah dari keluarga yang
lain

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah :-
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 19 x/menit
Suhu :-
BB : 78 kg
TB : 155 cm

B. Status Generalisata
Keadaan Spesifik
Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

21
- Hidung : sekret (-/-)
- Telinga : sekret (-/-)
Leher
Tidak teraba pembesaran KGB
Thorax
Pulmo
Inspeksi : tidak diperiksa
Palpasi : tidak diperiksa
Perkusi : tidak diperiksa
Auskultasi : tidak diperiksa

Cor
Inspeksi : tidak diperiksa
Palpasi : tidak diperiksa
Perkusi : tidak diperiksa
Auskultasi : tidak diperiksa
Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,
terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,
terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

IV STATUS DERMATOLOGIKUS

makula eritema

makula hiperpigmentasi

\ Skuama putih

22
 Pada regio ekstremitas superior dextra terdapat makula
eritematosa dengan jumlah 16 bentuk irregular, ukuran
(0,4cm-3cm) x (1,5cm-3,5cm) penyebaran universal,
sebagian ditutupi skuama tipis.

 Pada regio ekstremitas superior sinistra terdapat makula


hiperpigmentasi berjumlah 8 ukuran (1,5cm-3,5cm) x
(1,5cm-2cm), penyebaran universal sebagian ditutupi
skuama tipis.

Makula hiperpigmentasi

Skuama tipis

Makula eritem

Pada regio thorakalis posterior terdapat


makula eritematosa berjumlah 14,
bentuk ireguler, ukuran (0,4cm-3cm) x
(1,5cm-3,5cm) sebagian ditutupi skuama
tipis, penyebaran universal

Makula eritem

makula hiperpigmentasi

Skuama putih

Pada regio cruris dextra tampak makula eritematosa, jumlah 8, dengan ukuran
(0,4cm-2,5cm) x (1,5cm-3,5cm), bentuk ireguler. penyebaran universal.

23
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Post eritroderma ec susp dermatitis seboroik
2. Post eritroderma ec susp psoriasis vulgaris
3. Post eritroderma ec susp dermatitis atopik

 DIAGNOSIS KERJA
Post eritroderma ec susp dermatitis seboroik

 PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
• Edukasi tentang penyakit eritroderma, pencetus dan perjalanannya
yang kronik, residif, dan pengobatannya.
• Anjuran untuk tidak menggaruk atau mengelupas kulit.
• Menghindari faktor pencetus.
• Menjelaskan pasien agar teratur dalam mengkonsumsi obat dan
pemakaian obat salep.
• Menjelaskan prognosis penyakit.
• Pemantauan efek samping obat.

Medikamentosa
• Prednison 4 x 10 mg per hari selama 10 hari
• Cetirizine 1 x 10 mg 1 minggu
• Salep hydrocortisone acetate 1% 8.6gr 1 x 1 selama 4 minggu

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan histopatologi

 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungtionam : Bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad kosmetik : dubia ad bonam

24
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien diketahui Ny. S seorang wanita berusia 61 tahun. Pada teori


dikatakan bahwa dermatitis seboroik yang prevalensi secara umum sekitar 3-5%
pada populasi umum dan sering di jumpai pada usia 40-61 tahun
Pada pasien bercak kemerahan dibagian wajah disertai gatal yang
menyengat terutama di daerah sekitar mata. Bercak berwarna kemerahan
berjumlah banyak, berukuran sebesar jarum pentul, bentuknya tidak teratur,
berminyak dan sedikit mengelupas, kulit yang mengelupas berwarna kekuningan.
Pasien juga mengeluh gatal, bengkak dan berminyak pada kelopak mata atas
sebelah kanan dan kiri. Keluhan tersebut sesuai dengan kepustakaan yang ada
tentang dermatitis seboroik dengan lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit
kepala berambut: alis, lipat nasolabial, side burn, telinga, liang telinga, bagian
atas-tengah dada dan punggung. Dengan efloresensi eritema, skuama kuning dan
berminyak, gatal. Keluhan mata gatal, bengkak dan berminyak pada kelopak mata
atas sebelah kanan dan kiri mengarah pada blefaritis, dimana pada pasien dengan
dermatitis seboroik apabila lesi terbentuk di sekitar kelopak mata maka keluhan
blefaritis dapat terjadi.
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena
tetesan lilin, Auspitz, dan Koebner. 1 Faktor genetic berperan. Bila orangtuanya
tidak menderita psoriasi, resiko mendapat psoriasi 12%, sedangkan jika salah

25
seorang orang tuanya menderita psoriasis, resikonya mencapai 34-39%.1 Pada
pasien bercak berwarna kemerahan berjumlah banyak, berukuran sebesar jarum
pentul, bentuknya tidak teratur, berminyak dan sedikit mengelupas, kulit yang
mengelupas berwarna kekuningan. Keluhan tidak mengenai kuku, sendi dan
keluhan lidah berbintil putih tidak ada. Pasien menyangkal adanya keluhan serupa
pada anggota keluarganya. Maka keluhan diagnosis psoriasis dapat disingkirkan.
Setelah 5-6 hari bercak berwarna kemerahan di wajah berjumlah banyak,
berukuran sebesar jarum pentul, bentuknya tidak teratur, berminyak dan sedikit
mengelupas, kulit yang mengelupas berwarna kekuningan dirasakan menyebar ke
leher, dada, perut, punggung, kedua lengan dan kedua kaki. Keluhan tidak
dipengaruhi cuaca dan tidak berkurang saat istirahat. Pada dermatitis atopi dewasa
predileksi dapat terjadi pada wajah diikuti kedua pipi dan tersebar simetri serta
dapat meluas ke dahi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan, jari, bibir dan
telapak tangan. Dermatitis atopi dipengaruhi oleh cuaca dan genetik serta faktor
atopi, pada pasien tidak terdapat faktor tersebut sehingga diagnosis dermatitits
atopi dapat disingkirkan.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bercak berwarna
kemerahan di wajah berjumlah banyak, berukuran sebesar jarum pentul,
bentuknya tidak teratur, berminyak dan sedikit mengelupas, kulit yang
mengelupas berwarna kekuningan dirasakan menyebar ke leher, dada, perut,
punggung, kedua lengan dan kedua kaki di mana sesuai dengan kepustakaan yang
ada tentang gejala suatu eritroderma yaitu terdapatnya eritem dan skuama di
seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh. Eritroderma dapat disebabkan oleh
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik. Eritroderma akibat perluasan
penyakit kulit paling sering disebabkan oleh karena kelainan kulit yang mendasari
( seperti psoriasis, dermatitis, iktiosis, pemfigus foliaseous, dan skabies). 1 Pada
kasus ini eritroderma terjadi akibat perluasan dari dermatitis seboroik.

26
Tabel. 4.1 Penyakit Penyerta pada Eritroderma
Penyakit Kulit Penyakit Sistemik Obat-obatan

Dermatitis atopik Mikosis fungoides Sulfonamid

Dermatitis kontak Penyakit Hodgkin Antimalaria

Dermatofitosis Limfoma Penisilin

Penyakit Leiner Leukemia akut dan Sefalosporin


kronis
Liken planus Arsen
Multipel mieloma
Mikosis fungoides Merkuri
Karsinoma paru
Pemfigus foliaceus Barbiturat
Karsinoma rektum
Pitiriasis rubra Aspirin
Karsinoma tuba
Psoriasis Kodein
falopii
Sindrom Reiter Difenilhidantoin
Dermatitis
Dermatitis seboroik papuloskuamosa Yodium
pada AIDS
Dermatitis statis Isoniazid

Kuinidin

Kaptopril

27
Sumber: Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.

Tabel 4.2 Perbandingan Diagnosis banding causa

Dermatitis Psoriasis vulgaris Dermatitis Atopi


seboroik tipe dewasa
Etiologi Masih belum Faktor genetic Faktor genetik,
diketahui diduga berperan. Bila imunitas, atopi,
dapat orangtuanya tidak lingkungan.
berhubungan menderita psoriasi,
dengan jamur resiko mendapat
malasezia, system psoriasi 12%,
imun, psikis, sedangkan jika
musim. salah seorang orang
tuanya menderita
psoriasis, resikonya
mencapai 34-39%.1
Epidemiol Prevalensi secara Dapat dialami oleh Diturunkan secara
ogi umum sekitar 3- semua orang dari genetik. Bisa anak
5% pada populasi berbagai golongan bia dewasa
umum dan sering umur, ras dan jenis
di jumpai pada kelamin
usia 40-61 tahun

28
Predileksi Lokasi yang siku, lutut, sakrum , Lesi dapat tombul
terkena seringkali kepala, genitalia. dimana saja, biasa
di daerah kulit Psoriasis juga dapat ditemukan pada
kepala berambut : menyerang wajah diikuti kedua
alis, lipat permukaan kuku, pipi dan tersebar
nasolabial, side mukosa, dan sendi- simetri serta dapat
burn, telinga, sendi kecil. meluas ke dahi,
liang telinga, kulit kepala, leher,
bagian atas- pergelangan
tengah dada dan tangan, jari, bibir
punggung. dan telapak tangan.
Lesi Eritema, skuama bercak-bercak, Lesi bersifat kronis
kuning dan eritema berbatas berupa plak
berminyak, gatal tegas dengan hiperpigmentasi,
yang menyengat. skuama yang kasar, hiperkeratosis,
berlapis-lapis dan likenifikasi, erosi
transparan disertai dan skuama.
fenomena tetesan
lilin, Auspitz, dan
Koebner

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan pada kasus ini yaitu :


 Histopatologi
Pada Dermatitis seboroik : DS akut akan memberikan gambaran
spongiosis, dengan infiltrate limfositik perifolikular dan perivaskular
superficial. DS yang sudah lama, memberikan gambaran akantosis
irregular dan parakeratosis fokal. Gambaran yang terakgir ini menyerupai
psoriasis, bedanya pada DS tidak ditemui eksositosis neutrofil, mikroabses
Munro, dan parakeratosis.3
Pada Psoriasis : pada lesi awal ditemukan akantosis ringan,
sedangkan hyperplasia psoriasiform tampak pada lesi yang lama. Neutrofil
mengalami migrasi dari pembuluh darah pada dermis ke epidermis.

29
Mitosis keratinosit, fibrolas dan sel endothelial meningkat. Terdapat
parakeratosis (adanya inti sel didalam stratum korneum).3

Pengobatan yang diberikan pada kasus ini yaitu :


Kortikosteroid Sistemik
Pemilihan prednison karena pada kasus eritroderma, korstikosteroid yang
dianjurkan adalah yang kekuatannya sedang. Dexamethasone, memiliki efek 20-
30 kali lebih kuat daripada Hydrocortisone dan 5-7 kali lebih kuat
daripada prednison. Maka dari itu pada kasus ini dipilih predison.
Prednisone mengurangi inflamasi dengan cara menginhibisi migrasi sel
polimorfonuklear (PMN) dan mengurangi peningkatan permeabilitas kapiler,
prednisone mensupresi sistem imun dengan cara mengurangi aktifitas dan volume
sistem limfe. Prednisone di dalam darah akan berubah menjadi bentuk aktif, dan
di dalam inti sel akan mengikatkan diri dan mengaktivasi reseptor-reseptor
sitoplasmik nuklear spesifik dengan afinitas yang tinggi, sehingga mengakibatkan
ekspresi genetik yang berubah dan menginhibisi produksi sitokin pro-inflamatori.
Prednison diberikan 40 mg perhari selama 10 hari karena dosis tersebut
merupakan dosis maksimal harian dan apabila masa krisis telah teratasi, keadaan
membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama tampak involusi.
Dosisnya segera diturunkan secara bertahap, setiap hari diturunkan 5 mg, setelah
dosis mencapai 5 mg sehari lalu obat tersebut dihentikan. Sehingga menyebabkan
lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid (KS) bersifat anti inflamasi, imunosupresif dan
antiproliferasi sehingga dapat menghambat proliferasi keratinosit dan fibroblas
dan menyebabkan vasokonstriksi. Pemilihan kortikosteroid berdasarkan tipe,
lokasi, keparahan dan perluasan penyakit serta usia pasien. Kortikosteroid
dianggap sebagai pendekatan terapi lini pertama dan kedua pada DS skalp/ kulit
kepala dan non skalp/ kulit tidak berambut.

Tabel 4.3 Klasifikasi Kortikosteroid Topikal


Kelas I (Superpoten) Kelas V (potensi sedang)

30
Betametason dipropionat 0,05% (krim & Betametason dipropionat 0,05% (lotio)
salap)
Klobetasol propionate 0,05% (krim & salap) Betametason valerat 0,1% (krim)
Diflorason diasetat 0,05% (salap) Flutikason asetonid 0,025% (krim)
Halobetasol Propionat 0,05% (krim & salap) Flutikason propionat 0,05% (krim)
Flurandrenolid 0,05% (krim)
Hidrokortison valerat 0,2% (krim)
Prednikarbat 0,1% (krim)
Kelas II (potensi sangat tinggi) Kelas VI (potensi rendah)
Amsinonid 0,1% (salap) Aklometason dipropionat 0,05% (krim &
salap)
Betametason dipropionat 0,05% (krim, & Betametson valerat 0,05% (lotio)
salap)
Desoksimetason 0,25% (krim, jel, salap) Desonid 0,05% (krim)
Fluosinonid 0,05% (krim, jel, salap, solutio) Flusinolom asetonid 0,01% (krim, oil,
solutio)
Mometason furoat 0,1% (salap) Triamsinolon asetonid 0,1% (krim)
Kelas III (potensi tinggi) Kelas VII (potensi sangat rendah)
Amsinonid 0,1% (krim & lotio) Hidrokortison hidroklorida 1% (krim &
salap)
Betametason dipropionat 0,05% (krim) Hidrokortison hidroklorida 2,5% (krim &
salap)
Deskosimetason 0,05% (krim) Hidrokortison asetat 1% (krim & salap)
Diflorason diasetat 0,05% (krim) Hidrokortison asetat 2,5% (krim, lotio, salap)
Flousinonid 0,05% (krim) Pramoxin hdroklorida 0,1% (krim, lotio,
salap)
Flutikason propionate 0,005% (salap) Pramoxin hidroklorida 2,5% (krim, lotio,
salap)
Halsinonid 0,1% (salap & solutio)
Triamsinolon asetonid 0,1% (salap)
Kelas IV (potensi sedang-tinggi)
Hidrokortison valerat 0,2% (salap) Triamsinolon 0,1% (krim)
Flurandrenolid 0,05% (salap)
Fluosinolon asetonid 0,025% (salap)
Mometason furoat 0,1 % (krim)

Alasan pemberian KT potensi lemah yaitu Salep hydrocortisone acetate


1% dalam sediaan salep pada kasus ini karena jika diberikan KT golongan yang
lebih tinggi dan dengan pemberiaan dalam bentuk salep yang membuat obat
mengalami penetrasi kuat pada kulit terutama jika diberikan pada daerah yang
luas dan digunakan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menyebabkan
peningkatan penetrasi obat melalui kulit yang dapat meningkatkan risiko efek
samping dari penggunaan kortikosteroid topikal.
Pemilihan hydrocortisone acetate 1% potensi lemah pada kasus ini karena
merupakan agen paling aman untuk penggunaaan jangka panjang dan pada area
permukaan besar pada kasus dibandingkan dengan obat potensi rendah lainnya.

31
Formulasi potensi sedang dan tinggi direkomendasikan hanya untuk penggunaan
jangka pendek dan diperlukan area seperti telapak tangan dan telapak kaki dan
juga untuk kronis atau lesi hiperkeratosis.
Untuk menghitung jumlah KT yang diresepkan, sebaiknya menggunakan
ukuran “fingertip unit” yang dibuat oleh Long dan Finley.1 Satu “fingertip unit”
setara dengan 0,5 gram krim atau salep. Pada dewasa dianjurkan pemberian KT
poten tidak melebihi 45 gram per minggu atau KT potensi menengah tidak
melebihi 100 gram per minggu. Pada laki-laki satu fingertip unit setara dengan 0,5
gram, sedangkan pada perempuan setara dengan 0,4 gram.

Pembawa yang digunakan dalam sediaan steroid topikal juga merupakan


hal penting yang sangat perlu diperhatikan. Sama halnya dengan penggunaan
emultion, bentuk sediaan salep lebih baik dipilih dalam penggunaan steroid sebab
sediaan salep lebih baik dalam mengoklusi epidermis sehingga dapat
meningkatkan absorbsi perkutan dari kortikosteroid dibandingkan sediaan krim
dengan kekuatan yang sama. Hal tersebut dapat menjadi pilihan untuk lesi yang

32
menebal atau untuk ruam sebab kondisi tersebut membutuhkan tingkat oklusi
yang tinggi guna menunjang absorbsi.
Biasanya kebanyakan kortikosteroid digunakan satu hingga beberapa
kali sehari walaupun belum ada manfaat yang jelas dengan penggunaan
lebih dari sekali sehari. Dalam meracik kortikosteroid jumlah yang pas
penggunaan sekali dewasa untuk seluruh tubuh umumnya berkisar antara 30gr
cream atau salep. Oleh karena itu jika terapi dua kali sehari ke seluruh tubuh
selama 4 minggu jumlah rata –rata yang dibutuhkan adalah 2kg. Kegagalan terapi
biasanya disebabkan oleh jumlah yang tidak memadai.
Pengolesan KT yang dianjurkan adalah 1-2 kali per hari tergantung
dermatosis dan area yang dioles. Namun berdasarkan teori diatas pada pasien
ini hanya diberikan satu kali pemberian dalam sehari. Perlu diingat juga
bahwa makin sering dioleskan makin mudah terjadi takifilaksis. Teknik aplikasi
pengolesan KT, aplikasi sederhana oleskan salep tipis merata, pijat perlahan-
lahan. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak melibihi 4-6
minggu untuk steroid potensi lemah. Sehingga pada paisen ini berikan selama 4
minggu. Pasien seorang perempuan dewasa mengoleskan bagian badan satu kali
sehari, dia membutuhkan 21,5 FTU per hari atau 21,5 x 0,4 gr = 8,6 gram perhari.
Jika satu minggu diperlukan 60,2 gram dan untuk 4 minggu maka dibutuhkan
240,8 gram berdasarkan perhitungan dengan rumus FTU.
Dengan teori bahwa kortikosteroid jumlah yang pas penggunaan sekali
dewasa untuk seluruh tubuh umumnya berkisar antara 30gr cream atau salep maka
pada pasien ini diperlukan 210gr selama 1 minggu, dan 840gr selama 4 minggu.

Antihistamin
Untuk mengatasi gejala simptomatiknya, maka pada kasus ini diberikan
obat anti histamin berupa cetirizin tab 10 mg 1 x sehari selama 1 minggu atau
sampai gejala pruritus hilang. Antihistamin banyak digunakan pada berbagai
penyakit kulit eksematosa demikian juga pada penyakit alergi karena keluhan
pruritusnya. Antihistamin bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap histamin
pada reseptor jaringan. Dipilih anihistamin 1 karena merupakan golongan
antihistamin yang terbanyak digunakan, menyusul antihistamin 2, sedangkan

33
antihistamin 3 tidak digunakan khususnya dalam bidang dermatologi. Penggunaan
antihistamin 2 dalam bidang dermatologi dapat digunakan secara kombinasi
dengan antihistamin 1 apabila pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal. Di
pilih antihistamin 1 generasi kedua karena memiliki efek antihistamin yang tinggi,
efek sedasi minimal atau tidak ada karena tidak dapat menembus sawar darah
otak. Antihistamin 1 generasi kedua kerjanya lebih lama dibangingkan
antihistamin 1 generasi satu.3Di pilih cetirizine karena masa kerja lebih lama dan
efek sedasi lebih minimal. Sedangkan loratadine juga mempunyai efek sedasi dan
antikolinergik minimal akan tetapi kurang efektif dalam menghambat pelepasan
histamin. Obat astemizol dan feksofenadin tidak dipilih karena mulai kerjanya
lambat juga dapat menyebabkan gangguan metabolisme hati walaupun risiko
aritmia lebih rendah.7 Diberikan secara oral karena penggunaan antihistamin
topikal tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan sensitasi pada kulit. Sediaan
cetirizine yaitu 5 mg dan 10 mg. Diberikan 10 mg karena dosis cetirizine usia 2-6
tahun 5 mg sedangkan usia ≥ 6 tahun diberikan 5-10 mg. Cetirizine diberikan 1 x
sehari karena lama kerja cetirizine yaitu 12-24 jam.2

Prognosis
Menurut kepustakaan prognosis eritroderma buruk pada pasien yang
sangat muda dan juga orang tua, selain itu prognosis eritroderma yang disebabkan
oleh keganasan buruk, dan yang diakibatkan oleh reaksi obat lebih baik 1 .Pada
kasus ini eritroderma terjadi pada usia dewasa dan diakibatkan oleh perluasan
suatu penyakit sehingga prognosis baik.
Prognosis pada kasus ini adalah untuk quo ad vitam dan quo ad fungsional
adalah bonam karena predileksi bagian-bagian yang kaya kelenjar sebum, seperti
pada kulit kepala, garis batas rambut, alis mata, glabela, lipatan nasolabial,
telinga, dada atas, punggung, ketiak, pusar dan sela paha dengan gejala klinis
eritema dan skuamanya berminyak dan agak kekuningan, sehingga tidak
mengacam nyawa dan tidak menyebabkan gangguan organ tubuh. Sedangkan
untuk quo ad sanationam adalah dubia ad bonam karena dermatitis seboroik
dewasa sering kambuh dan kronis.1Kambuh dan remisi, terutama pada kulit
kepala, mungkin terkait dengan alopesia pada kasus yang parah. Dermatitis
seboroik sangat umum, mempengaruhi sebagian besar individu pada suatu saat

34
selama hidup. Prognosis quo ad cosmetic adalah dubia ad bonam karena karena
kondisi membaik di musim panas dan menyala di musim gugur.1

35
BAB V
SIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien Ny. S Post eritroderma ec suspect dermatitis seboroik


2. Penegakan diagnosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinik dan pemeriksaan fisik.
3. Pada terapi non medikamentosa yang terpenting adalah mengindari faktor
pencetus terjadinya lesi. Sedangkan terapi farmakologi diberikan prednison
4 x 10 mg per hari selama 10 hari dan cetirizine 1 x 10 mg per hari selama 7
hari dan salep hidrokrtison asetat 1% 8.6gr 1 x sehari selama 4 minggu
4. Prognosis pada pasien ini quo et vitam, quo et fungsional adalah bonam,
quo et sanationam dan quo ad kosmetika adalah dubia ad bonam.

36
LAMPIRAN
HASIL DISKUSI

Pertanyaan beserta jawaban hasil diskusi:


1. Mengapa prognosis sanationam dan cosmetic dubia ad bonam?
• Untuk quo ad sanationam adalah dubia ad bonam karena dermatitis
seboroik dewasa sering kambuh dan kronis. Dermatitis seboroik sangat
umum, mempengaruhi sebagian besar individu pada suatu saat selama
hidup.
• Untuk quo ad cosmetic adalah dubia ad bonam karena lesi pada dermatitis
seboroik dapat timbul kembali di daerah yang sama atau sekitarnya.

2. Mengapa di diagnosis banding causa dengan suspect dermatitis seboroik,


psoriasis vulgaris dan dermatitis atopik?
Berdasarkan anamnesis didapatkan:
Kasus Dermatitis seboroik
Epidemiologi Pada kasus, usia 61 tahun Mempunyai 2 puncak usia yaitu puncak usia ke-
Jenis kelamin perempuan
1 pada bayi usia 3 bulan dan puncak ke-2 pada
usia antara dekadeke-4 sampai ke-7. Laki-laki
dominan daripada perempuan.
Anamnesis - Terdapat bercak merah -Skuama kuning berminyak, plak eritema
sebesar ujung jarum pentol. berkonfluensi,
- disertai rasa gatal dan kulit - berketombe & rambut rontok
- Sering ditemukan pada bagian tubuh dengan
berminyak pada bagian lesi
- berada didaerah wajah konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan
terutama bagian kelopak aktif
mata
- terdapat kulit mengelupas
dan berwarna kekuningan
Predileksi Hampir seluruh tubuh wajah, alis, lipatan nasolabial, side burn, telinga
dan liang telinga, bagian di atas-tengah dada dan
punggung, lipat gluteus, ingiuinal, genital, dan
ketiak

Kasus Psoriasis vulgaris


Epidemiologi Pada kasus, usia 61 tahun  Dapat timbul mulai usia kapan saja dari bayi-
Jenis kelamin perempuan
dekade-8.
Anamnesis - Terdapat bercak merah  macula papul eritema diliputi skuama putih
sebesar ujung jarum pentol. disertai titik perdarahan bila dilepas, ukuran

37
- disertai rasa gatal dan kulit lentikular-numular menyebar sentrifugal.
berminyak pada bagian lesi
- berada didaerah wajah
terutama bagian kelopak
mata
- terdapat kulit mengelupas
dan berwarna kekuningan
Predileksi Hampir seluruh tubuh  Siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki &
tangan,punggung, tungkai atas dan bawah,
serta kuku.

38
Kasus Dermatitis Atopi
Epidemiologi Pada kasus, usia 61 tahun  Kerap terjadi pada bayi dan anak, skitar
Jenis kelamin perempuan
50% menghilang pada masa remaja, kadang
menetap atau bahkan baru mulai muncul
saat dewasa
Anamnesis - Terdapat bercak merah  Rasa gatal hebat bersifat kronis-residif
sebesar ujung jarum pentol.  Terdapat faktor interna berupa faktor
- disertai rasa gatal dan kulit predisposisi genetic dan faktor eksogen
berminyak pada bagian lesi berupa allergen.
- berada didaerah wajah  Plak hiperpigmentasi, hyperkeratosis,
terutama bagian kelopak likenifikasi, ekskoriasi dan skuamasi.
mata
- terdapat kulit mengelupas
dan berwarna kekuningan
Predileksi Hampir seluruh tubuh  Wajah, kedua telapak tangan, jari-jari,
pergelangan tangan, bibir, leher bagian
anterior,scalp dan putting susu.

3. Mengapa memilih sediaan salep pada kortikosteroid topikalnya?


Pemilihan bentuk sediaan disesuaikan dengan keadaan, di antaranya
lokasi dermatosis. Perhatikan kenyamanan pasien karena dapat
mempengaruhi kepatuhan. Salep lebih meningkat kan potensi dibandingkan
dengan kemasan krim, karena salep bersifat lebih oklusif. Salep tidak
dianjurkan pada daerah intertriginosa dan pada daerah berambut karena dapat
menimbulkan maserasi dan folikulitis. Krim lebih disukai terutama jika
digunakan pada bagian tubuh yang terbuka, karena tidak tampak berkilat
setelah dioleskan. Selain nyaman, krim tidak iritatif, juga dapat digunakan
pada lesi sedikit basah atau lembap dan di daerah intertriginosa. Krim lebih
baik untuk efeknya yang nonoklusif dan cepat kering. Lotion dan gel paling
sedikit berminyak dan oklusif dari semua sediaan KT. Konsistensi lotion lebih
ringan, mudah diaplikasikan dan nyaman dipakai di daerah berambut,
misalnya kulit kepala.1
Maka pada kasus ini dipilih sediaan salep karena lebih baik dalam
mengoklusi epidermis sehingga dapat meningkatkan absorbsi perkutan dari
kortikosteroid dibandingkan sediaan krim dengan kekuatan yang sama. Hal
tersebut dapat menjadi pilihan untuk lesi yang menebal atau untuk ruam

39
sebab kondisi tersebut membutuhkan tingkat oklusi yang tinggi guna
menunjang absorbsi.
4. Mengapa memilih Hidrokortison asetat 1% sebagai kortikosteroid topikalnya?
Alasan pemberian KT potensi lemah yaitu Salep hydrocortisone
acetate 1% dalam sediaan salep pada kasus ini karena jika diberikan KT
golongan yang lebih tinggi dan dengan pemberiaan dalam bentuk salep yang
membuat obat mengalami penetrasi kuat pada kulit terutama jika diberikan
pada daerah yang luas dan digunakan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini
menyebabkan peningkatan penetrasi obat melalui kulit yang dapat
meningkatkan risiko efek samping dari penggunaan kortikosteroid topikal.
Pemilihan hydrocortisone acetate 1% potensi lemah pada kasus ini
karena merupakan agen paling aman untuk penggunaaan jangka panjang dan
pada area permukaan besar pada kasus dibandingkan dengan obat potensi
rendah lainnya. Formulasi potensi sedang dan tinggi direkomendasikan hanya
untuk penggunaan jangka pendek dan diperlukan area seperti telapak tangan
dan telapak kaki dan juga untuk kronis atau lesi hiperkeratosis.

5. Mengapa diberikan prednison 40 mg perhari?


Prednison diberikan 40 mg perhari selama 10 hari karena dosis
tersebut merupakan dosis maksimal harian dan apabila masa krisis telah
teratasi, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama
tampak involusi. Dosisnya segera diturunkan secara bertahap, setiap hari
diturunkan 5 mg, setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu obat tersebut
dihentikan. Sehingga menyebabkan lama pengobatan kira-kira 10 hari.

6. Mengapa pada kasus ini tidak di DD dengan suspect alergi obat sistemik?
Pada kasus ini tidak di DD dengan suspect alergi obat sistemik karena
pada anamnesis didapat bahwa pasien mengalami keluhan bukan karena
akibat dari konsumsi obat. Pasien mengalami keluhan terlebih dahulu barulah
pasien menjalani pengobatan dan minum obat namun tidak mengetahui obat
apa yang dimunum dan selama pengobatan tersebut pasien tidak mengalami
perbaikan.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
2. Umar, H Sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis), diunduh
dari: www.emedicine.com,pada 9 Oktober 2019.
3. Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC, 2004.
4. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7 th eds. New York: McGraw-
Hill, 2001.
5. Bandyopadhyay debabrata, Associate Professor and Head Department of
Dermatology, diunduh dari: www.tripodindonesia.com, pada tanggal 9
Oktober 2019

41

Anda mungkin juga menyukai