Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

MID TEST

ONIKOMIKOSIS

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik


senior (KKS) di bagian ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.RM.
Djoelham Binjai

Disusun Oleh:

Maslihadi Alhafid

102119069

Pembimbing :

dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM

KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD.Dr.R.M.

DJOELHAM BINJAI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BATAM 2021

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur kita panjatkan kepada Alloh SWT dengan
kerodhoannya yang telah memberikan segala nikmat dan rahmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Refarat dengan judul “Onikomikosis” yang diajukan
sebagai persyarat untuk mengikuti KKS Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Hj.
Hervina, Sp.KK, FINSDV,MKM. selaku pembimbing saya sehingga refarat ini
dapat selesai pada waktunya.
Mohon maaf jika dalam penulisan Refarat ini masih terdapat kesalahan.
Kritikan dan saran sangat saya harapkan sebagai penyempurnaan laporan kasus
ini. Atas perhatian dan sarannya saya ucapkan terima kasih.

Binjai, Februari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1. Latar Belakang.........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
ONIKOMIKOSIS
1. Definisi....................................................................................................2
2. Etiologi ...................................................................................................2
3. Epidemiologi...........................................................................................3
4. Faktor resiko............................................................................................4
5. Diagnosis.................................................................................................5
2.5.1 Anamnesis...............................................................................5
2.5.2 Pemeriksaan Fisik...................................................................5
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang..........................................................9
6. Patogenesis............................................................................................11
7. Patofisiologi...........................................................................................13
8. Diagnosis banding.................................................................................14
9. Penatalaksanaan.....................................................................................14
2.9.1 Non Farmakologi .................................................................14
2.9.2 Farmakologi..........................................................................15
10. Komunikasi dan Edukasi.......................................................................17
11. Komplikasi.............................................................................................17
12. Prognosis...............................................................................................17
13. Profesionalisme.....................................................................................18
BAB III KESIMPULAN......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di


Indonesia, oleh karena Negara kita beriklim tropis dan kelembapan tinggi.
Jamur yang bias menyebabkan penyakit pada manusia Antara lain adalah
dermatofita (dermatophyte, Bahasa yunani, yang berarti tumbuhan kulit)
dan jamur serupa ragi candida albican, yang menyebabkan terjadinya infeksi
jamur superfisial pada kulit, rambut, kuku dan selaput lender. Jamur lainnya
dapat menembus jaringan hidup dan menyebabkan infeksi dibagian dalam.
(Emmy, 2016)

Insiden mikosis superfisial sangat tinggi di Indonesia karena


menyerang masyarakat luas, oleh karena itu akan dibicarakan secara luas.
Sebaliknya mikosis profunda jarang terdapat. Yang termasuk kedalam
mikosis superfisial terbagi kepada dua kelompok dermatofitosis dan non
dermatofitosis. Istilah dermatofitosis harus dibedakan disini dengan
dermtomikosis. Dermatofitosis ialah penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut
dan kuku uang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Penyebabnya
adalah dermatofita yang mana golongan jamur ini mempunyai sifat
mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungsi imperfecti yang
terbagi dalam genus, yaitu microsporum, trichophyton, dan
epidermophyton. Selain sifat keratolitik masih banyak sifat yang sama di
Antara dermatofita, mislnya sifat faali, taksonomis, antigenic, kebutuhan zat
makanan untukpertumbuhannya, dan penyebab penyakit. (Melani, 2014)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Onikomikosis adalah infeksi jamur pada lempeng kuku, yang dapat


disebabkan oleh dermatofita, candida dan jamur lain. (Emmy, 2016)

Onikomikosis berasal dari bahasa Yunani yaitu onyx artinya kuku


dan mykes artinya jamur. Jamurnya mengenai bagian kuku yaitu lempeng
kuku, dasar kuku (nail bed) dan matriks kuku.(Siregar,2013)

2. Etiologi

Dermatofita adalah jamur yang paling sering menyebabkan


onikomikosis di Negara-negara barat beriklim. Dermatofita terbagi dalam 3
genus, yaitu Microsporon, Epidermophyton dan Trichophyton.
Trichophyton rubrum menyebabkan sekitar 70% kasus dan Trichophyton
mentagrophytes 20% dari semua kasus. Dermatofita lain yang mungkin
terlibat adalah Trichophyton interdigitale, Epidermophyton floccosum,
Trichophyton violaceum, Microsporum gypseum, Trichophyton tonsurans,
Trichophyton soudanense (dianggap oleh sebagian orang Afrika varian
T.rubrum daripada spesies penuh) dan Trichophyton verrucuosum.

Sementara itu, candida dan jamur non-dermatofita lebih sering


terlibat di daerah tropis dan subtropics dengan iklim panas dan lembab.
Onikomikosis nondermatofita disebabkan oleh jamur (Fusarium spesies,
Scopulariopsis brevicaulis, Aspergilus spesies) menjadi lebih umum di
seluruh dunia, jumlahnya hingga 15% dari kasus di beberapa Negara.
Onikomikosis akibat candida adalah jarang. (Unandar, 2018)

2
Dermatofita Nondermatofita Yeast
Trichophyton rubrum Acremonium sp. Candida albicans
Trichophyton mentagrophytes Fusarium sp. Candida parapsilosis
Epidermophyton floccosum Alternaria sp.
Microsporum canis Aspergillus sp.
Botryodiplodia theobromae
Onycochola Canadensis
Scytalidium dimidiatum
Scytalidium hyalinum
Geotrichum candidum
Cladosporium carrionii
Scopulariopsis brevicaulis
Tabel 1. Kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis

3. Epidemiologi

Perkembangan baru-baru ini infeksi jamur di Amerika Serikat dapat


dilacak ke imigrasi dermatofita besar, terutama Trichophyton rubrum, dari
Afrika Barat dan Asia Tenggara ke Amerika Utara dan Eropa. Insiden
Onikomikosis telah dilaporkan 2-13% di multicenter North America.
Sebuah survey di Kanada menunjukkan prevalensi 6,5% onikomikosis.
Onikomikosis mempengaruhi setengah dari semua gangguan kuku, dan
onikomikosis adalah penyakit kuku yang paling umum pada orang dewasa.
Kuku kaki jauh lebih sering terinfeksi daripada kuku tangan. 30% pasien
dengan infeksi jamur kulit juga memiliki onikomikosis. Insiden
onikomikosis semakin meningkat, karena factor-faktor eperti diabetes,
imunosupresi dan peningkatan umur. Studi di kerajaan Inggris, Spanyol dan
Finlandia menemukan tingkat prevalensi onikomikosis meningkat menjadi
3-8%. (Unandar, 2018)

Onikomikosis mempengaruhi orang dari semua ras. Onikomikosis


mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada perempuan. Namun, infeksi
Candida lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa adalah 30 kali lebih mungkin
untuk memiliki onikomikosis daripada anak-anak. Onikomikosis telah

3
dilaporkan terjadi pada 2,6% anak-anak muda dari 1 tahun, tetapi sebanyak
90% dari orang tua.(Unandar, 2018)

Jamur bisa diperoleh melalui hubungan dengan orang yang terinfeksi


atau berhubungan dengan permukaan seperti lantai kamar mandi dimana
jamur tersebut ada. Orang yang lebih tua, orang yang menderita diabetes,
dan orang yang sedikit sirkulasi pada kakinya yang terutama mudah
terinfeksi jamur. (Unandar, 2018)

4. Faktor Resiko

 Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya onikomikosis yaitu

kelembapan, oklusi, trauma berulang pada kuku serta penurunan

imunitas.

 Gaya hidup tertentu misalnya penggunaan kaos kaki dan sepatu

tertutup terus menerus, olahraga berlebihan, penggunaan tempat

mandi umum, akan memudahkan mendapat onikomikosis.

 Penurunan imunitas dapat terjadi pada orang tua, pasien

immunocompromised, penggunaan obat imunosupresan dan

antibiotik jangka panjang.

 Pada anak-anak onikoikosis jarang ditemukan, kemungkinan

dihubungkan dengan pajanan terhadap penyebab relative jarang,

pertumbuhan kuku yang lebih cepat, dan prevalensi tinea pedis yang

rendah. (Unandar, 2018)

4
5. Diagnosis

Diagnosis onikomikosis dapat diperoleh melalui anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.5.1 Anamnesis
Onikomikosis biasanya asimtomatik, karena itu pasien biasanya
pertama kali hadir untuk alasan kecantikan fisik tanpa keluhan. Ketika
penyakit berkembang onikomikosis dapat mengganggu aktivitas berdiri,
berjalan dan berolahraga. Pasien dapat mengeluh parestesia, nyeri,
ketidaknyamanan, dan kehilangan ketangkasan. Mereka juga dapat
melaporkan kehilangan harga diri dan kurangnya interaksi sosial.
Anamnesis yang cermat dapat mengungkapkan banyak faktor-faktor
risiko lingkungan dan pekerjaan. (Piraccini, 2018)

.5.2 Pemeriksaan Fisik


Kuku yang terinfeksi memiliki bentuk yang tidak normal tetapi
tidak gatal atau terasa sakit. Infeksi ringan hanya memberikan sedikit
gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala. Pada infeksi yang lebih
berat, kuku tampak keputihan, menebal dan terlepas dari dasar kuku.
Biasanya sisa-sisa peradangan terkumpul dibawah ujung kuku.
(Piraccini, 2018)
Pada onikomikosis yang disebabkan dermatofita, yakni tinea
unguium, gambaran tersering adalah distrofi dan debris pada kuku
subungual distal. Sedangkan yang disebabkan candida sering didahului
oleh paronikia atau peradangan jaringan sekeliling kuku yang kronik
akibat pekerjaan basah atau iritasi kronik. (Piraccini, 2018)
Semua kuku jari tangan dan kaki. Kuku menjadi rusak dan rapuh
serta suram warnanya permukaan kuku menebal, dibawah kuku tampak
detristus yang mengandung eleman-elemen jamur. Pada infeksi ringan
hanya dijumpai bercak-bercak putih dan kasar di permukaan kuku
(leukonikia).(Permatasari, dkk, 2016)

5
Tanda klinis yang mungkin ditemukan pada kuku yaitu (Zhuol, et
al, 2016):
 Onikolisis
 Debris di bawah
 Hiperkeratosis subungual
 Diskolorasi (biasanya putih atau kuning tidak transparan,
lebih jarang pigmentasi coklat)
 Destruksi seluruh atau sebagian lempeng kuku

Ada empat jenis onikomikosis


a. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral (OSDL)

Gambar 1 : Onikomikosis Subungual distal dan lateral: Hiperkeratosis subungual,


onikolisis dan alur kuning

Onikomikosis subungual distal dan lateral adalah bentuk yang


paling umum dari tinea unguium, biasanya disebabkan oleh
Trichophyton rubrum. Bentuk ini mulai dari tepi distal atau
distolateral. Proses ini menjalar ke proksimal dan dibawah
kuku terbentuk sisa kuku yang hancur. Jamur menyerang dasar
kuku dibawah lempeng kuku melalui hiponikium dan bergerak
kea rah proksimal. Kulit telapak kaki dan tangan merupakan
lokasi infeksi primer. Invasi juga dapat dimulai dari lateral.
Dalam onikomikosis subungual distal dan lateral, kuku
menunjukkan hyperkeratosis subungual dan onikolisis, yang
biasanya berwarna kuning-putih. Coretan kuning dan atau

6
daerahonikolitik kuning dibagian tengah lempeng kuku yang
umumnya diamati. (Siregar, 2015)
b. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)

Gambar 2 Onikomikosis superfisial putih

Disebabkan oleh invasi jamur ke lapisan superfisial lempeng


kuku yang membentuk “pulau-pulau putih” di lempeng.
Terjadi bila jamur menginvasi langsung lapisan superfisial
lempeng kuku. Kuku menjadi kasar dan runtuh dengan mudah.
Jumlahnya hanya 10% dari kasus onikomikosis. Penyebab
tersering T. mentagrophytes. (Siregar, 2015)
c. Onikomikosis Subungual proksimal (OSP)

Gambar 3 Onikomikosis subungual proksimal: Leukonikia proksimal

Infeksi dimulai dari lipatan kuku proksimal melalui kutikula


dan masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak
kearah distal. Muncul daerah leukonikia di lempeng kuku

7
proksimal yang bergerak distal dengan pertumbuhan kuku. Ini
adalah bentuk umum tinea unguium pada orang sehat tapi
ditemukan lebih banyak pada pasien immunocompromised.
(Siregar, 2015)
d. Onikomikosis candida (OK)

Gambar 4 Onikomikosis candida pada pasien dengan kandidiasis mukokutaneus kronis.


Onikomikosis total dan paronikia

Spesies candida menyerang kuku biasanya terjadi pada orang


yang sering membenamkan tangan mereka di dala air. Dapat
terjadi pada pasien immunocompromised, dan pada orang
dengan kandidiasis mukokutan kronis. Infeksi dapat dibedakan
menjadi 3 kategori yaitu: (1) dimulai sebagai paronikia yang
kemudian menginvasi matriks kuku sehingga memberikan
gabaran klinis depresi transversal kuku sehingga kuku menjdi
cekung, kasar, dan akhirnya distrofi. (2) pada kandidiasis
mukokutan kronis, candida langsung menginvasi lempeng kuku
sehingga baru pada staium lanjut saja tampak sebagai
pembengkakan lipat kuku proksimal dan lateral yang
membentuk gambaran pseudoclubbing atau chicken drumstick.
(3) invasi pada kuku yang telah onikolisis, terutama pada
tangan, tampak sebagai hyperkeratosis subungual dengan masa
abu-abu kekuningan di bawahnya. Pada keadan lanjut keempat
tipe terebut akan menunjukkan gambaran distrofik total.
(Siregar, 2015)

8
.5.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium
 Penyebab pasti ditentukan dengan pemeriksaan kerokan kuku
dengan KOH 20% untuk mempermudah lisis keratin. Zat pewarna
tambahan misalnya tinta Parker blue-black atau perwarna PAS
akan mempermudah visualisasi jamur. Dapat pula dilakukan biakan
untuk menemukan elemen jamur dengan media agar sabouraud.
 Microscopi Langsung
Pemeriksaan mikroskopik langsung pada sampel kuku untuk
konfirmasi diagnosis. Materi keratinaseous dari kerokan kuku
ditempatkan pada kaca slide, ditutupi dengan kaca penutup,
disuspensikan dengan larutan KOH lalu dipanaskan dengan hati-
hati, KOH membantu melarutkan jaringan epitel. Penambahan
dimethyl sulfoxide dan atau tinta Parker Quink pada larutan KOH
dapat memudahkan identifikasi elemen jamur. Identifikasi spesifik
untuk patogen biasanya sulit dengan mikroskopik, tetapi pada
banyak kasus, ragi dapat dibedakan dengan dermatofita dari
morfologinya.(Zhuol, et al, 2016)

Gambar 5: Trichophyton mentagrophytea: putih hingga krem, permukaan


seperti tumpukan kapas. Gambaran mikroskopik mikrokonidia yang
bergerombol, bentuk cerutu yang jarang, terkadang hifa spiral

9
Gambar 6: Trichophyton rubrum:koloni putih bertumpuk ditengah dan
berwarna merah marun pada tepinya, mikroskopik: beberapa mikrokonidia
berbentuk air mata, sedikit makrokonidia berbentuk pensil.

Gambar 7: Epidermophyton Floccosum: koloni seperti bulu datar dengan


lipatan sentral dan warna kuning kehijauan, kuning kecoklatan. Gambaran
mikroskopik: tidak ada mitrokondria, beberapa dinding tipis dan tebal.
Makrokonidia berbentuk ganda

b. Pemeriksaan Histopatologi
Bila secara klinis kecurigaan onikomikosis besar, tetapi hasil
sediaan mikroskopik langsung maupun biakan jamur negative,
pemeriksaan histopatologis dapat membentu. Dapat dilakukan
biopsy kuku atau cukup nail clipping pada OSDL. Pemeriksaan ini
sekaligus membantu memastikan bahwa jamur terdpat dalam
lempeng kuku dan bukan merupakan komensal atau kontaminan di
luar lempeng kuku.(Unandar, 2018)

10
6. Patogenesis
Patogenesis onikomikosis diawali dengan masuknya fungi lewat
permukaan lempeng kuku, celah lipat kuku lateral, dan proksimal serta
hiponikium. Setelah terjadi perlekatan awal, selanjutnya jamur mengalami
pertumbuhan, germinisasi dan penetrasi pada jaringan kuku. (Perdoski,
2019)
Invasi jamur pada kuku masih sangat sedikit diteliti. Namun faktor-
faktor yang terkait dengan infeksi kuit sudah banyak diteliti. Faktor
mekanik dan kimia berperan dalam keseluruhan proses. Proses adhesi
diikuti invasi ke dalam lapisan bawah sangat penting. Lokasi dan pola
invasi membuat gambaran klinis onikomikosis yang berbeda. Proses pada
kuku terjadi oleh penetrasi elemen jamur dan sekresi enzim yang
mendegradasi komponen kulit. Jamur dermatofitik memiliki aktivitas
keratolitik, proteolitik, dan lipolitik. Hidrolisis keratin oleh proteinase
tidak hanya memfasilitasi invasi ke jaringan tetapi juga menyediakan
nutrisi untuk jamur. (Zhuol, et al, 2016)
Secara struktur, bagian-bagian kuku terpapar dengan lingkungan
dan mudah mengalami kerusakan dan invasi berbagai organisme, terutama
melalui lipatan kuku proksimal dan distal. Namun terdapat kutikula dan
distal solehorn sebagai proteksi. Imunologis daerah kuku sedikit berbeda
dengan kulit. Struktur kuku terisolasi dari cell-mediated immunity (CMI)
akibat rendahnya ekspresi MHC (Majorhistocompatibility) Class 1a
antigens, produksi lokal agen imunosupresif potent, disfungsi antigen
presenting cells (APC) dan inhibisi aktivitas Natural Killer (NK).
3.Selain itu dermatofita adalah organisme keratinofilik yang kuat
karena mampu membentuk perforasi pada organ dengan mendigesti
keratin dengan cepat. Kuku juga memiliki imunitas alamiah yang kuat.
(Jungtae,2019)
4.Penelitian oleh Dorschner menunjukkan peningkatan lokal
peptide antimikroba (human cathelicidin LL-37). Cathelicidin LL-37 tidak
diekspresikan pada keadaan kulit normal, namun akan meningkat jika

11
terpapar infeksi atau inflamasi. Namun peptide tersebut terekspresikan
secara kuat pada struktur kuku dan memliki potensi melawan
Pseudomonas aeruginosa dan Candida albicans.(Zhuol, et al, 2016)
5.Distibusi sel imun juga terlihat berbeda pada beberapa bagian
kuku. Pada lipatan proksimal kuku (PNF) sel T CD4+ tinggi dan pada
matriks kuku proksimal (PNM) densitas sangat rendah.Sel T CD8+ jarang
di sekitar PNF, dasar kuku, dan PNM. Densitas sel Langerhans lebih tinggi
pada epitelium PNF dan dasar kuku daripada matriks kuku.Sel Langerhans
dan makrofag pada matriks kuku secara fungsional terganggu dengan
kemampuannya mempresentasikan antigen.(Zhuol, et al, 2016)
6.Akibat kurangnya efektivitas CMI, bagian kuku menjadi rentan
terhadap invasi jamur, jika terpapar faktor-faktor predisposisi.
Onikomikosis biasanya merupakan infeksi kronis yang tidak berhubungan
dengan inflamasi. Lempeng kuku adalah tempat yang baik bagi jamur
untuk bertahan dalam waktu lama. Faktor prediposisi antara lain penyakit
vaskular, atopi, obesitas, diabetes, olahraga, dan sebagainya.(Zhuol, et al,
2016)
7.Dermatofita sering kali mempengaruhi lapisan vental dan tengah
lempeng kuku, dimana keratin cukup halus. Pada permukaan ventral,
topografi ireguler dan taut antar sel lebih fleksibel daripada taut bagian
dorsal sehingga menjadi kanal hifa untuk berpenetrasi ke dalam lempeng
kuku. Lapisan intermediat lebih jarang terkena, sedangkan lempeng kuku
dorsal terkena pada white superficial onychomycosis. Lempeng kuku
dorsal adalah bagian terkeras dan berisi kalsium yang tinggi. Patogenisitas
jamur berbeda antara spesies. Trichophyton mentagrophytes merusak kuku
lebih parah daripada Trichophyton rubrum akibat proses mekanik dan
enzimatik.(Zhuol, et al, 2016)
8.Pada DLSO jamur menyebar dari kulit plantar dan menginvasi
dasar kuku melalui hiponikia. Inflamasi yang terjadi pada daerah ini
menyebabkan gambaran klinis khas DLSO. Pada WSO jamur secara
langsung menginvasi permukaan lempeng kuku. Pada proksimal

12
subungual onikomikosis jamur melakukan penetrasi matriks kuku melalui
lipatan proksimal kuku dan berkolonisasi di bagian yang dalam dari
lempeng proksimal kuku. Pada endonyx onikomikosis jamur menginvasi
kuku melalui kulit dan secara langsung menginvasi lempeng kuku.
(Zhuol,et al,2016)

7. Patofisiologi

Patofisiologi onikomikosis tergantung pada subtype klinis. Dalam


onikomikosis subungual distal dan lateral, bentuk yang paling umum dari
onikomikosis, jamur menyebar dari plantar kulit dan menyerang melalui
hiponikium kuku. Peradangan yang terjadi pada bagian kuku ini
menyebabkan tanda-tanda fisik onikomikosis subungual distal dan lateral
yang khas. Onikomikosis superfisil putih jarang terjadi, disebabkan oleh
invasi langsung dari permukaan lempeng kuku. Pada onikomikosis
subungual proksimal jamur menembus malalui matriks kuku-kuku
proksimal dan menginvasi sebagian lempeng kuku proksimal dalam.
Endonyx onikomikosis adalah varian dari onikomikosis subungual distal
dan lateral dimana jamur menginfeksi melalui kulit dan langsung
menyerang lempeng kuku. (Wolff K, 2017)

Invasi jamur oleh candida tidak umum terjadi karena jamur


membutuhkan respon imun yang menurun sebagai faktor predisposisi untuk
dapat menembus kuku. Meskipun candida sering terdapat pada lipat kuku
proksimal atau ruang subungual pada pasien dengan paronikia kronis atau
onikolisis, pada pasien infeksi candida hanya terjadi sekunder. Pada
mukokutan kandidiasis kronis, jamur menginfeksi lempeng kuku (nail plate)
dan akhirnya lempeng kuku proksimal dan lateral lipatan kuku. (Wolff,
2017)

13
8. Diagnosis Banding

a. Liken planus kuku

Liken Planus kuku adalah perubahan pada kuku berupa belah

longitudinal, lipatan kuku yang mengembung (pterigium kuku), dan

kadang-kadang anonikia. Pada liken planus kuku lempeng kuku menipis

dan papul liken planus dapat mengenai lempeng kulit. (Djuanda, 2018)

b. Psoriasis kuku

Psoriasis kuku adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar

genetik yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan

diferensiasi sel epidermis dimana lesi psoriasis nya terlokalisasi di kuku.

Pada psoriasis terdapat nail plate/bed yang mengalami penebalan

mencakup beberapa kuku. (Melani, 2014)

9. Penatalaksanaan

2.1.11.9.1 Non Farmakologi

a. Debridemen: yaitu mengangkat jaingan kuku yang distropik, pasien

seharusnya didebridemen setiap satu minggu. Pada onikomikosis

subungual distal, hyperkeratotik harus diangkat. Pada onikomikosis

superfisial putih, kuku diangkat dengan cara dikuret.

b. Terapi Novel laser

Telah ditemukan terapi laser untuk mengobati onikomikosis total

distropi, proksimal subungual onikomikosis, distal subungual

onikomikosis dan oonikomikosis endoniks). Terapi laser

14
dikembangkan kareta terapi dengan farmakologi dianggap

membutuhkan waktu yang lama. Terapi bedah laser juga

mempunyai efek bakterisidal. Karena cahaya lokal laser sangat

panas yang dapat membunuh mikroorganisme dan sebagai simulasi

proses penyembuhan. Pada studi laser yang digunakan adalah VSP

NdYAG 1066 nm, yang penetrasi sampai ke plat kuku, dermis dan

jaringan kuku lainnya. (Zhuol,2016)

.9.2 Farmakologi
a. Terapi Topikal
Obat topikal berbentuk krim dan solusio sulit untuk
penetrasi ke dalam kuku, sehingga tidak efektif untuk pengobatan
onikomikosis. Obat topikal formulasi khusus dapat meningkatkan
penetrasi obat ke dalam kuku, yaitu :
 Bifonazol-urea : kombinasi derivat azol, yaitu bifonazol 1 %
dengan urea 40 % dalam bentuk salep. Urea untuk
melisiskan kuku yang rusak sehingga penetrasi obat jamur
meningkat. Namun dapat terjadi iritasi kulit di sekitar kuku
oleh karena urea.
 Amorolfine : merupakan derivat morfolin yang bersifat
fungisidal. Digunakan dalam bentuk cat kuku konsentrasi 5
%.
 Ciclopiroxolamin 8 %: suatu derivat piridon dengan
spectrum anti jamur luas, juga digunakan dalam bentuk cat
kuku.
Diperlukan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan
panjang. Meskipun penggunaan obat topikal mempunyai
keterbatasan, namun masih mempunyai tempat untuk pengobatan
onikomikosis karena tidak adanya risiko sistemik, relatif lebih

15
murah, dan dapat sebagai kombinasi dengan obat oral untuk
memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku mudah
digunakan. (Ghannoum, 2018)

b. Terapi Sistemik
Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan
onikomikosis adalah flukonazol, itrakonazol, dan terbinafin. 5
Griseofulvin tidak lagi merupakan obat pilihan untuk tinea
unguium karena memerlukan waktu lama, sehingga kemungkinan
terjadi efek samping lebih besar, serta kurang efektif. 1,5 Derivat
azol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum antijamur
yang luas, sedangkan terbinafin bersifat fungisidal tetapi efektivitas
terutama pada dermatofita.
 Itrakonazol 200 mg/hari selama 3-4 bulan, atau 400 mg per
hari selama seminggu tiap bulan selama 3-4 bulan, baik
untuk penyebab dermatofita maupun kandida.
 Griseofulvin: obat ini bersifat fungistatik yang efektif untuk
jamur. Dosis yang digunakan adalah 0,5-1 g untuk dewasa
dan 0,23-0,5 untuk anak-anak dalam sehari atau 10-25
mg/kgbB
 Ketokonazol: Obat ini bersifat fungistatik dan juga
digunakan jika resisten terhadap pemberian griseofulvin
dengan dosis 200 mg/hari selama 10-14 hari pada pagi hari
setelah makan.
 Dapat pula diberikan flukonazol, flukonazol masih jarang
digunakan, penggunaan dosis kontinyu 100 mg per hari atau
dosis mingguan 150 mg, dengan hasil bervariasi. Sumber
lain mengatakan dosis 150-300 mg/hari.

16
 Terbinafin: obat ini bersifat fungisidal dan dapat diberikan
sebagai pengganti dari griseofulvin dengan dosis 62,5-250
mg sehari tergantung berat badan selama 2-3 minggu.
(Ghannoum, 2014)

c. Edukasi dan Komunikasi

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentaang kondisi


penyakit pasien dan pengobatan yang harus dijalani
 Menghindari penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus.
 Mengeringkan kaki dan tangan setelah mandi
 Menjaga kebersihan kamar mandi karena jamur dapat tumbuh di lantai
kamar mandi
 Menjaga kebersihan tubuh dan pakaian sehari-hari
 Hindari berbagi penggunaan barang pribadi seperti handuk, sepatu, atau
gunting kuku dengan orang lain.

d. Komplikasi
Onikomikosis yang sudah parah dapat menyebabkan kerusakan permanen
pada kuku. Kerusakan itu dapat menyebabkan infeksi serius yang bias
menyebar ke kulit kaki atau tangan, terutama jika penderitanya memiliki
daya tahan tubuh yang melemah, misalnya akibat penggunaan obat-obatan
imunosupresan dan diabetes. (Ghannoum, 2014)

e. Prognosis

Meskipun diterapi dengan obat dosis optimal, 1 di antara 5 kasus

onikomikosis ternyata tidak memberi respon baik. Penyebab kegagalan

diduga adalah diagnosis yang tidak akurat, salah identifikasi penyebab,

adanya penyakit yang lain. Pada beberapa kasus, karakteristik kuku tertentu,

yaitu pertumbuhan lambat serta sangat tebal juga merupakan penyulit, selain

17
faktor predisposisi terutama keadaan immunocompromised. (Piraccini,

2018).

f. Profesionalisme
 Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan pemberian dosis,
dan penjelasan tata cara pengobatan dengan benar
 Kontrol ulang, bila ada keluhan tambahan, dan bisa di rujuk ke dokter
spesialis kulit dan kelamin untuk dilakukan terapi lebih lanjut

18
BAB III

KESIMPULAN

1. Definisi : Onikomikosis adalah infeksi jamur pada lempeng kuku, yang dapat
disebabkan oleh dermatofita, candida dan jamur lain.
2. Penegakan Diagnosis : penegakkan diagnosa biasanya ditentukan melaui
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
Onikomikosis biasanya asimtomatik, karena itu pasien biasanya pertama kali
hadir untuk alasan kecantikan fisik tanpa keluhan. Ketika penyakit
berkembang onikomikosis dapat mengganggu aktivitas berdiri, berjalan dan
berolahraga.. Pada pemeriksaan fisik Kuku yang terinfeksi memiliki bentuk
yang tidak normal tetapi tidak gatal atau terasa sakit. Infeksi ringan hanya
memberikan sedikit gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala. Pada
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium ditemukan
Trichophyton mentagrophytea: putih hingga krem, permukaan seperti
tumpukan kapas. Gambaran mikroskopik mikrokonidia yang bergerombol,
bentuk cerutu yang jarang, terkadang hifa spiral. Pada pemeriksaan
histopatologi Dapat dilakukan biopsy kuku atau cukup nail clipping pada
OSDL. Pemeriksaan ini sekaligus membantu memastikan bahwa jamur
terdpat dalam lempeng kuku.
3 Penatalaksanaan: Non Farmakologi berupa Debridemen, farmakologi
berupa terapi topical : Bifonazol-urea dan terapi sistemik : Itrakonazol
4 Edukasi: Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentaang kondisi
penyakit pasien dan pengobatan yang harus dijalani. Menghindari
penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus.
3. Komplikasi : Onikomikosis yang sudah parah dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada kuku. Kerusakan itu dapat menyebabkan infeksi serius yang
bias menyebar ke kulit kaki atau tangan, terutama jika penderitanya memiliki
daya tahan tubuh yang melemah, misalnya akibat penggunaan obat-obatan
imunosupresan dan diabetes.

19
4. Prognosis : Meskipun diterapi dengan obat dosis optimal, 1 di antara 5 kasus
onikomikosis ternyata tidak memberi respon baik
5. Profesionalisme : Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan
pemberian dosis, dan penjelasan tata cara pengobatan dengan benar. Kontrol
ulang, bila ada keluhan tambahan, dan bisa di rujuk ke dokter spesialis kulit
dan kelamin untuk dilakukan terapi lebih lanjut.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda., A. (2018) Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 204-08

2. Emmy Sjamsoe D, Sri Linuwih M, I Made Wisnu (2016) Penyakit Kulit


yang Umum di Indonesia. Jakarta : PT Medical Multimedia Indonesia.

3. Ghannoum,M. 2014. Fungal Nail Infection (Onychomycosis): ANever-


Ending Story?PloS Pathog., doi: 10.1371/journal.ppat.1004105

4. Ken IOZUMI. Masatoshi ABE(2019).ʺ Efficacy of long-term treatment


with efinaconazole 10% solution in patients with onychomycosis,
including severe cases: A multicenter, single-arm studyʺ Journal of
Dermatology 2019; 46: 641–651

5. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, Dick Suurmond (2017) Fitzpatrick’s


The Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Fifth Edition. The
McGraw-Hill Companies. 

6. Melanie, A., Wiraputanto, M. C., Wijaya, L. 2014. Kelainan bentuk KuKu,


Cerminan Dunia Kedokteran Volume 42, Nomor 12
7. Piraccini,Bianca maria. (2018). Onychomychosis. Springer international
publishing AG
8. Siregar, R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi #. Jakarta: EGC

9. Unandar Budimulja (2018) Mikosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan


kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
10. Yan Li1, Jing Xu2, Jun-Ying Zhao1, Feng-Lin Zhuo1(2016). ʺSelf-
controlled Study of Onychomycosis Treated with Long-pulsed Nd:YAG
1064-nm Laser Combined with Itraconazoleʺ Chinese Medical
Journal.Volume 129.16.

21

Anda mungkin juga menyukai