Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

MID TEST

PAKIONIKIA KONGENITAL

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik

senior (KKS) di bagian ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.RM.

Djoelham Binjai

Disusun Oleh:

Maslihadi Alhafid

102119069

Pembimbing :

dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM

KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD.Dr.R.M.

DJOELHAM BINJAI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BATAM 2021

0
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur kita panjatkan kepada Alloh SWT dengan

kerodhoannya yang telah memberikan segala nikmat dan rahmatnya sehingga

penulis dapat menyelesaikan Refarat dengan judul “Leukonikia” yang diajukan

sebagai persyarat untuk mengikuti KKS Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Hj.

Hervina, Sp.KK, FINSDV,MKM. selaku pembimbing saya sehingga refarat ini

dapat selesai pada waktunya.

Mohon maaf jika dalam penulisan Refarat ini masih terdapat kesalahan.

Kritikan dan saran sangat saya harapkan sebagai penyempurnaan laporan kasus

ini. Atas perhatian dan sarannya saya ucapkan terima kasih.

Binjai, Februari 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ 1

DAFTAR ISI .............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 3

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 3

BAB II LEUKONYCHIA ........................................................................ 4

2.1 Definisi ................................................................................................ 4

2.2 Etiologi................................................................................................. 6

2.3 Epidemiologi ....................................................................................... 7

2.4 Faktor Risiko ....................................................................................... 7

2.5 Cara Penegakkan Diagnosis ................................................................ 8

2.5.1 Anamnesis .......................................................................................... 8

2.5.2 Pemeriksaan Dermatologi/ Fisik ........................................................ 8

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 8

2.6 Patogenesis .......................................................................................... 9

2.7 Patofisiologi ........................................................................................ 10

2.8 Diagnosis Banding .............................................................................. 10

2.9 Penatalaksanaan .................................................................................. 11

2.10 Komunikasi dan Edukasi .................................................................... 12

2.11 Komplikasi .......................................................................................... 12

2.12 Prognosis ............................................................................................. 12

2
2.13 Profesionalisme ................................................................................... 12

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pakionikia kongenital (PK) merupakan kelompok kelainan displasia

ektodermal ditandai dengan distrofi kuku berasal hipertrofik, keratoderma

palmoplantar dan leukokeratosis oral, serta defek ektodermal lain sesuai dengan

sub tipe yang terjadi. Defek keratin pada bantalan kuku ditemukan sebagai

penyebab sindrom pakionikia kongenital tipe-1 (PK-1) dan tipe-2 (PK-2). Pada

PK-1 (Jadassohn-Lewandowsky, MIM 167200), terdapat distrofi kuku disertai

palmoplantar keratoderma fokal, keratosis folikular dan leukokeratosis oral. Pada

PK-2 (sindroma Murray-Jackson-Lawler, MIM 167210)4, selain distrofi kuku

disertai pula gigi natal, kista pilosebaseus multipel, palmoplantar keratoderma

fokal, keratosis folikular, bushy eyebrows (alis tebal) dan unruly hair (rambut

kusut).1,5,6 Sindrom PK-1 disebabkan mutasi keratin K6a atau K16 dan mutasi

pada keratin K6b atau K17 menyebabkan PK-2.7,8 Sindrom ini dilaporkan

pertama kali oleh Muller (1904) dan Wilson (1905), dan dibahas lebih mendalam

oleh Jadassohn dan Lewandowsky (1906).2 Sejak tahun 1904-1997 ditemukan

250 kasus 2 dan sampai tahun 2005 telah dilaporkan 457 kasus di berbagai

literatur. 4 Sedangkan di RS dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilaporkan

sebelumnya. Penegakkan diagnosis penting dilakukan sehingga intervensi dini

secara tepat dan komprehensif dapat diberikan. (Munro CS, 2016).

4
BAB II

2.1 Definisi

Pakionikia kongenital (PK) merupakan kelompok kelainan displasia

ektodermal ditandai dengan distrofi kuku berasal hipertrofik, keratoderma

palmoplantar dan leukokeratosis oral, serta defek ektodermal lain sesuai dengan

sub tipe yang terjadi. Defek keratin pada bantalan kuku ditemukan sebagai

penyebab sindrom pakionikia. kongenital tipe-1 (PK-1) dan tipe-2 (PK-2).

Penebalan pada lempeng kuku, Pachyonychia congenita ditandai dengan

menebalnya kulit telapak tangan dan telapak kaki, kuku menebal , dan bercak

putih pada selaput lendir. Ciri spesifik tergantung pada gen keratin mana

yang terpengaruh. (Carroll MA, Kim HJ, Skidmore RA.,2016)

2.2 Etiologi

Secara fenotip PK dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu PK-1 (sindrom

Jadassohn-Lewandowski) disebabkan karena mutasi gen K6a atau K16 dan PK-2

5
(sindrom Murray-Jackson-Lawler) disebabkan karena mutasi gen K6b atau K17.

Kedua tipe tersebut dibedakan dengan terjadinya leukokeratosis yang lebih berat

pada PK-1 dan ditemukannya kista stearokistoma/pilosebaseus, kista hair vellus,

abnormalitas rambut berupa alopesia dan pili torti, serta gigi pada awal lahir pada

PK-2.

Jadassohn dan Lewandowsky menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara trauma dengan patogenesis PK. Keratin K6, K16 dan K17 tidak terus

menerus diekspresi-kan pada keratinosit interfolikular, namun ekspresi gen - gen

tersebut meningkat dengan cepat bila sel keratinosit mengalami trauma. Meskipun

ekspresi K16 yang di-induksi trauma belum diketahui mekanismenya, namun

berhubungan dengan sinyal reseptor epidermal growth factor. Lesi pada dahi dan

glutes bertambah banyak diduga disebabkan garukan akibat gatal. (Connor IB,

Rahil AK, 2018)

2.3 Epidemiologi

Pakionikia Kongenital merupakan suatu kelianan kuku yang didapat dari

idiopatik serta insidennya sangat jarang terjadi. Kelainan ini sering ditemukan

sejak bayi, namun pernah dilaporkan timbul setelah dewasa muda yang disebut

pakionikia kongenital tarda.

Berdasarkan peneltian – penelitian sebelumnya menyatakan bahwa

Sindrom ini dilaporkan pertama kali oleh Muller (1904) dan Wilson (1905), dan

dibahas lebih mendalam oleh Jadassohn dan Lewandowsky (1906). Sejak tahun

1904-1997 ditemukan 250 kasus dan sampai tahun 2005 telah dilaporkan 457

kasus di berbagai literatur. (Carroll MA & Kim HJ. 2017).

6
Jumlah pasien di seluruh dunia yang menderita pachyonychia congenita

diperkirakan antara 1.000 dan 10.000. International Pachyonychia Congenita

Research Registry (IPCRR) melaporkan 977 individu dengan pachyonychia

congenita yang dikonfirmasi secara genetik pada Januari 2020. (Kaspar RL. 2020)

2.4 Faktor Risiko (Connor IB, Rahil AK,2016)

1. Genetika

2. Trauma

3. Idiopatik

2.5 Cara Penegakkan Diagnosis

2.5.1 Anamnesis

Pada pemeriksaan anamnesis pasien datang dengan keluhan semua

kuku jari tangan dan jari kaki menebal sejak lahir, seluruh kuku tangan

dan kaki tebal berwarna coklat kekuningan. (Suci Widhiati, Novita

Hadjanti, dan Retno Danarti 2020).

7
2.5.2 Pemeriksaan Fisik/Dermatologi

Pada pemeriksaan fisis keadaan umum baik, kesadaran kompos

mentis, tanda vital dalam batas normal.

Pemeriksaan status dermatologis ditemukan hiperkeratosis

subungual dan diskolorisasi kecoklatan kuku jari tangan dan kaki,

palmoplantar keratoderma fokal, siku, lutut, dan glutes terdapat papul

folikular dan verukosa sewarna kulit, multipel, diskret (keratosis

folikular). Pada dahi dan hidung terdapat papul miliar multipel sewarna

kulit dan hiperpigmentasi, berkelompok, sebagian membentuk plak

hiperpigmentasi. Pada lengan bawah terdapat makula hipopigmentasi

multipel diskret, dan pada lidah didapat-kan leukokeratosis. (Suci

Widhiati, Novita Hadjanti, dan Retno Danarti 2020).

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mendukung untuk penegakkan

diagnosis PK adalah biopsi pada kuku dan pemeriksaan genetik dengan

menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Tidak terdapat gambaran

histologis atau imuno-histokimia yang khas untuk PK sehingga

pemeriksaan yang paling obyektif untuk mengetahui subtipe PK adalah

dengan analisis mutasi gen keratin. Pada kasus ini peme-riksaan genetik

belum dapat dilakukan, sehingga belum dapat diketahui secara pasti

daerah mutasi gen keratin yang terjadi (Murugesh SB, 2017).

8
2.6 Patogenesis

Jadassohn dan Lewandowsky menyatakan bahwa terdapat

hubungan antara trauma dengan patogenesis PK. Keratin K6, K16 dan

K17 tidak terus menerus diekspresi-kan pada keratinosit interfolikular,

namun ekspresi gen-gen tersebut meningkat dengan cepat bila sel

keratinosit mengalami trauma. Meskipun ekspresi K16 yang di-induksi

trauma belum diketahui mekanismenya, namun berhubungan dengan

sinyal reseptorepidermal growth factor. Lesi pada dahi dan glutes

bertambah banyak diduga disebabkan garukan akibat gatal. (Connor IB,

Rahil AK, 2016).

2.7 Patofisiologi

Penebalan lempeng kuku Tebal kuku jari tangan normal : 0,5 mm,

kuku jari kaki 2x lebih tebal. Penebalan kuku terjadi karena adanya

hiperkeratosis dari dasar kuku atau karena perubahan matriks kuku ( El-

Darouti MA. 2016).

2.8 Diagnosis Banding

1. Onikomikosis

Onikomikosis adalah infeksi jamur pada lempeng kuku, yang dapat

disebabkan oleh dermatofita, candida dan jamur lain. Onikomikosis berasal

dari bahasa Yunani yaitu onyx artinya kuku dan mykes artinya jamur.

9
Jamurnya mengenai bagian kuku yaitu lempeng kuku, dasar kuku (nail bed)

dan matriks kuku. (Piraccini, 2018)

Onikomikosis biasanya asimtomatik, karena itu pasien biasanya

pertama kali hadir untuk alasan kecantikan fisik tanpa keluhan. Ketika

penyakit berkembang onikomikosis dapat mengganggu aktivitas berdiri,

berjalan dan berolahraga. Pasien dapat mengeluh parestesia, nyeri,

ketidaknyamanan, dan kehilangan ketangkasan. Mereka juga dapat

melaporkan kehilangan harga diri dan kurangnya interaksi sosial.

Anamnesis yang cermat dapat mengungkapkan banyak faktor-faktor risiko

lingkungan dan pekerjaan. (Piraccini, 2018)

Gambar 2 Onikomikosis

2. Liken Planus kuku

Liken Planus kuku adalah perubahan pada kuku berupa belah

longitudinal, lipatan kuku yang mengembung (pterigium kuku), dan

kadang-kadang anonikia. Pada liken planus kuku lempeng kuku menipis

dan papul liken planus dapat mengenai lempeng kulit. (Djuanda, 2018).

Liken planus kuku dapat mengenai beberapa kuku atau seluruh

kuku pada satu tangan, dapat juga mengenai kedua tangan, biasanya

10
pada jempol memiliki klinis yang paling buruk. Jari tangan biasanya lebih

sering terkena dibandingkan jari kaki. Lesi inflamasi dapat mengenai

satu komponen kuku atau beberapa komponen penyusun kuku

seperti nail plate, nail bed (bantalan kuku) dan matriks kuku.

Umumnya liken planus kuku mengenai matriks kuku. (Piraccini, 2018)

Gambar 3. Liken planus kuku

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PK adalah mengatasi 4 kelainan utama

yang timbul; yaitu (1) akumulasi keratin berlebihan pada unit kuku, kulit

atau membran mukosa; (2) bula; (3) nyeri yang disebabkan karena bula

atau yang disebabkan karena daerah yang mengalami hiperkeratotik; (4)

kista keratin yang timbul di dermis. Perlu diingat bahwa menghindari

trauma harus merupakan bagian dar edukasi yang diberikan pada pasien

yang mempunyai manifestasi pada palmoplantar atau interfolikular,

meskipun hal ini kurang membantu pada kista dan kuku hipertrofi.

(Swaerling C, Vahlquist A. 2017)

Penatalaksanaan PK adalah dengan pemberian emolien. Bahan-

bahan keratolitik antara lain retinoid topikal sering diberikan untuk

palmoplantar hiperkeratosis. Preparat lain yang telah dilaporkan efektif

11
dalam mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman pada daerah plantar

adalah salap aluminum klorida dan asam salisilat, sediaan pasta urea 40%,

dan injeksi toksin botulinum. Asam retinoat oral diketahui dapat

mengurangi lesi kulit hiperkeratotik. Mahajan (2003) melaporkan

efektivitas pemberian vitamin A dan vitamin E secara bersamaan dan

meng-alami perbaikan setelah 3 bulan terapi. Pemberian kera-tolitik

topikal pada kasus ini hanya sedikit memberikan perbaikan klinis,

sehingga direncanakan pemberian vitamin A 20.000 IU/hari (Milstone

LM, Fleckman P, Leachman SA, 2016).

2.10 Komunikasi dan Edukasi (Milstone LM 2019)

1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan penyakit

keturunan.

2. Hindarilah trauma atau benturan pada kuku.

3. Kenakanlah sarung tangan saat beraktivitas untuk melindungi kuku dari

benturan atau senyawa-senyawa keras yang dapat merusak kuku.

4. Menjaga kesehatan kuku agar tetap lembab sehingga tidak mudah rusak

oleh benturan.

5. Hindari kebiasaan menggigit - gigit kuku.

6. Kurangi penggunaan cat kuku yang terlalu sering tanpa merawat kuku

dapat membuat kuku rapuh.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi Pakionikia Kongenital, antara lain

osteolisis, peni- pisan dan penyempitan epifisis secara prematur dan pe-

12
ningkatan kurvatura pada tulang panjang dengan osteo- penia. (Takayama

M, 2020).

2.12 Prognosis

Prognosis Pakionikia Kongenital tergantung dari

Penatalaksanaan menggunakan bahan-bahan keratolitik memberikan

perbaikan klinis yang minimal (Mahajan BB, 2018).

2.13 Profesionalisme (El-Darouti MA, 2016).

1. Membantu mengontrol kesembuhan penyakit

2. Kontrol ulang, bila terjadi komplikasi pada dokter spesialis kulit dan

kelamin.

13
BAB III

KESIMPULAN

1. Definisi : Pakionikia kongenital (PK) merupakan kelompok kelainan displasia

ektodermal ditandai dengan distrofi kuku.

2. Penegakan Diagnosis : penegakkan diagnosa biasanya ditentukan melaui

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis

Berdasarkan aloanamnesis dengan ibu pasien, diketahui bahwa sejak lahir

seluruh kuku tangan dan kaki tebal berwarna coklat kekuningan.. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan ditemukan hiperkeratosis subungual dan

diskolorisasi kecoklatan kuku jari tangan dan kaki, palmoplantar keratoderma

fokal, siku, lutut, dan glutes terdapat papul folikular dan verukosa sewarna

kulit, multipel, diskret (keratosis folikular). Pada pemeriksaan penunjang

Pada kasus ini peme-riksaan genetik belum dapat dilakukan, sehingga belum

dapat diketahui secara pasti daerah mutasi gen keratin yang terjadi. Pada

pemeriksaan histopatologi Tidak terdapat gambaran histologis atau imuno-

histokimia yang khas untuk PK sehingga pemeriksaan yang paling obyektif

untuk mengetahui subtipe PK adalah dengan analisis mutasi gen keratin..

3. Penatalaksanaan: Penatalaksanaan PK adalah dengan pemberian emolien.

Bahan-bahan keratolitik antara lain retinoid topikal sering diberikan untuk

palmoplantar hiperkeratosis.

14
4. Edukasi: Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan penyakit

keturunan. Hindarilah cedera atau benturan pada kuku. Kenakanlah sarung

tangan saat beraktivitas untuk melindungi kuku dari benturan atau senyawa-

senyawa keras yang dapat merusak kuku. Menjaga kesehatan kuku agar tetap

lembab sehingga tidak mudah rusak oleh benturan. Hindari kebiasaan

menggigit - gigit kuku.

5. Komplikasi : Komplikasi yang dapat terjadi Pakionikia Kongenital, antara lain

osteolisis, peni- pisan dan penyempitan epifisis secara prematur dan pe-

ningkatan kurvatura pada tulang panjang dengan osteo- penia.

6. Prognosis : Prognosis Pakionikia Kongenital tergantung dari Penatalaksanaan

mengguna-kan bahan-bahan keratolitik memberikan perbaikan klinis yang

minimal (Mahajan BB, 2018).

7. Profesionalisme : Membantu mengontrol kesembuhan penyakit. Kontrol

ulang, bila terjadi komplikasi pada dokter spesialis kulit dan kelamin.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Carroll MA, Kim HJ, Skidmore RA. What syndrome is this? Pediatric

Dermatol 2017;14: 491-3.

2. Connor IB, Rahil AK, Smith FJD, Mc Lean WHI, Milstone LM. Delayed

onset pachyonychia congenita associated with a novel mutation in the

central 2B domain of keratin 16. Br J Dermatol 2016;144: 1058-62

3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018

4. El-Darouti MA, Marzouk SA, Nabil N, Abdel-Halim MRE, El-Komy

MHM dkk. Pachyonychia congenita: Treatment of the thickened nails and

palmoplantar circumscribed callosities with urea 40% paste.J Eur Acad

Dermatol Venereol 2016; 18: 615-18.

5. Kaspar RL. Tantangan dalam mengembangkan terapi untuk penyakit

langka termasuk pachyonychia congenita. J Investig Dermatol Symp Proc

2005; 10: 62–6. DOI: 10.1111 / j.1087-0024.2005.10208.x. PubMed

6. Mahajan BB, Pali A, Garg G, Gupta RR. Pachyonychia congenita-like nail

changes treated successfully with combination of vitamins A and E: A

case report. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2018; 69: 338-9

16
7. Milstone LM, Fleckman P, Leachman SA, Leigh IM, Paller AS. Treatment

of pachyonychia congenita. J Investig Dermatol Symp Proc 2019;10:18-

20.

8. Munro CS. Pachyonychia congenita: Mutations and clinical presentations.

Br J Dermatol 2016; 144: 929-30.

9. Murugesh SB, Reddy S, Ragunatha S Faisal, M, Shashikala P.

Acroosteolysis: a complication of Jadassohn-Lewandowsky syndrome. Int

J Dermatol 2017; 46:202-5.

10. Piraccini BM and Alessandrini. Onychomycosis: A Review. J Fungi

2018 ; 1: 30-43.

11. Siregar, R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi #. Jakarta: EGC
2016

12. Suci Widhiati, Novita Hadjanti, Retno Danarti, Pakionikia Kongenital Ilmu

Kesehatan Kulit Dan Kelamin, Universitas Gadjah Mada, 2020

13. Swaerling C, Vahlquist A. Treatment of pachyonychia congenita with

plantar injections of botulinum toxin. Br J Dermatol 2016; 154: 763-5.

14. Takayama M, Okuyama R, Sasaki Y, Ohura T, Tagayami H dkk.

Alleviation of the plantar discomfort caused by pachyonychia congenita

with topical applications of aluminum chloride and salicylic acid

ointments. Dermatol 2020; 211: 302

17

Anda mungkin juga menyukai