Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ONIKOMIKOSIS

Oleh:

Wayan Danan Laksetya (2102612152)

Pembimbing:

dr. Indira Dharmasamitha, Sp.KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP PROF. DR. I.G.N.G NGOERAH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
“Onikomikosis” dengan lancar dan tepat waktu. Laporan kasus ini disusun dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya Departemen/KSM Dermatologi dan
Venereologi FK Unud/RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah. Penyusunan laporan kasus
ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang membantu menyelesaikan dan
melengkapi segala kekurangan dalam penyusunannya. Maka dari itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. IGN Darmaputra, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV, selaku Ketua
SMF/Bagian Dermatologi dan Venereologi FK Unud/RSUP Prof. Dr. I.G.N.G
Ngoerah yang telah memfasilitasi dan memberikan penulis kesempatan selama
proses pembelajaran di bagian ini;

2. dr. I Gusti Agung Ayu Elis Indira, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, selaku
Koordinator Pendidikan Dermatologi dan Venereologi FK Unud/RSUP Prof.
Dr. I.G.N.GNgoerah yang telah memberikan kesempatan dan membantu
penulis selama proses pembelajaran di bagian ini;

3. dr. Indira Dharmasamitha, Sp.KK, selaku dokter pembimbing dalam


penyusunan laporan kasus yang telah memberikan saran dan masukan dalam
penyempurnaan tugas ini;

4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.

Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan pada laporan kasus ini. Oleh
karena itu, apabila terdapat hal yang kurang berkenan, penulis mohon maaf dan penulis
berharap agar seluruh pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun

ii
sehingga penulisan selanjutnya menjadi lebih baik. Akhir kata penulis berharap laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Denpasar, 6 Februari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
2.1 Definisi .......................................................................................................... 3
2.2 Epidimiologi .................................................................................................. 3
2.3 Etiologi .......................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 4
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................................... 5
2.6 Diagnosis ....................................................................................................... 6
2.7 Diagnosis Banding ......................................................................................... 7
2.8 Tatalaksana .................................................................................................... 7
2.8.1 Terapi Obat Antijamur Topikal ..................................................... 8
2.8.2 Terapi Obat Antijamur Sistemik ................................................... 8
2.8.3 Terapi Ektraksi Kuku .................................................................... 9
2.9 Prognosis........................................................................................................ 9
BAB III URAIAN KASUS......................................................................................... 10
3.1 Identitas Pasien ............................................................................................ 10
3.2 Anamnesis.................................................................................................... 10
3.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 12
3.4 Diagnosis Banding ....................................................................................... 13
3.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 14
3.6 Diagnosis ..................................................................................................... 14
3.7 Tatalaksana .................................................................................................. 14
3.8 KIE ............................................................................................................... 15
3.9 Prognosis...................................................................................................... 15

iv
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................................... 16
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 20

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kondisi Kuku Kaki Pasien ...................................................................... 13

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis merupakan


penyakit yang sering dijumpai terutama di negara tropis yaitu seperti di Indonesia,
dipengaruhi oleh faktor seperti udara yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat
cocok bagi berkembangnya penyakit jamur khususnya mikosis superfisialis. Salah satu
bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis yaitu infeksi jamur pada kuku.
Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds). Penyakit tersebut bersifat akut dan
sangat resisten terhadap pengobatan. 1
Onikomikosis adalah infeksi jamur superfisial yang ditemukan di seluruh
dunia. Di negara maju didapatkan angkat insiden onikomikosis hingga 30% dari
seluruh kejadian infeksi jamur superfisial, 40% dari seluruh penyakit kuku dan
diperkirakan terjadi 2 hingga 18% pada populasi. Onikomikosis lebih sering terjadi
pada kuku jari kaki dari pada kuku jari tangan. Infeksi jamur ini dapat mengakibatkan
kuku menjadi tidak rata, mudah rapuh atau keras bahkan mudah terkikis. Infeksi ini
dapat menyerang seseorang yang bekerja di tempat kerja yang kondisi lembab dan
kotor.1,2
Onikomikosis disebabkan oleh jamur dermatofita sebesar 76%, oleh ragi
(yeast) sebesar 13,5% dan kapang (moulds) sebesar 5,5%, sisanya sebesar 5% oleh
karena infeksi campuran. Onikomikosis banyak diderita di negara tropis yang
merupakan dermatomikosis superfisial yang sebagian besar penyebabnya adalah
golongan dermatofita, berarti jamur yang keratinolitik, dimana di dalam hidupnya
membutuhkan keratin. 2
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap infeksi dermatofita antara lain iklim
tropis, higienitas yang buruk, adanya sumber penularan, serta penyakit sistemik dan
kronis yang meningkat. Onikomikosis mempengaruhi kualitas hidup penderitanya,
antara lain nyeri, kesulitan memakai sepatu dan melakukan pekerjaan, infeksi

1
sekunder, hingga masalah penampilan secara kosmetik. Oleh karena itu penderita
onikomikosis berusaha mengobati keluhannya hingga sembuh.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Onikomikosis adalah semua infeksi jamur pada kuku bersifat superfisial.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh jamur dermatofita, ragi (yeasts), atau kapang
(moulds) yang mempunyai sifat keratonik, sehingga dapat menyebabkan kuku rapuh
dan merusak struktur kuku. Onikomikosis merupakan dermatomikosis superfisial yang
sebagian besar penyebabnya adalah golongan dermatofita, berarti jamur yang
keratinolitik, dimana di dalam hidupnya membutuhkan keratin. Jamur akan mengambil
keratin disekitarnya untuk hidupnya. Kuku tersusun dari keratin, karena keratin diambil
oleh jamur maka seiring berjalan waktu kuku menjadi rapuh dan akhirnya mudah
rusak. 1

2.2 Epidimiologi
Prevalensi onikomikosis berbeda-beda antar negara di dunia. Negara Barat
melaporkan prevalensinya sekitar 2-18% dari populasi dan negara tropis Asia
melaporkan prevalensinya sebesar 8,1%. Di Indonesia, prevalensinya menunjukkan
angka yang lebih rendah, yaitu 3,5-4,7% diantara kasus dermatomikosis. Secara umum,
penyebab onikomikosis yang sering ditemukan adalah dermatofita Trichophyton
rubrum (T.rubrum) dan Trichophyton mentagrophytes (T.mentagrophytes) sekitar 80-
90% kasus. Kasus onimikosis di Indonesia, penyebab terbanyak yang dilaporkan
adalah organisme golongan Candida spp., T.rubrum dan T.mentagrophytes. 3

2.3 Etiologi
Penyebab onikomikosis yang paling sering adalah Trichophyton rubrum, tetapi
dermatofita lain, termasuk Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton
floccosum, juga dapat disebabkan. Dermatofit diidentifikasi pada 90% kuku jari kaki
dan 50% onikomikosis kuku jari tangan. Candida albicans menyumbang 2% dari
onikomikosis, terjadi terutama pada kuku. Onikomikosis jamur nondermatofitik

3
terutama dibiakkan dari kuku kaki. Contoh kapang saprofit ini antara lain Fusarium,
Aspergillus, Acremonium, Scytalidium, dan Scopulariopsis brevicaulis. Mereka
menyumbang sekitar 8% dari infeksi kuku. Ini adalah organisme keratinofilik, dan
dengan demikian, mereka menyerang jaringan keratin, termasuk stratum korneum,
rambut, dan kuku. 4
Sejumlah organisme lain juga mungkin terlibat dalam infeksi kuku, termasuk
beberapa ragi terutama Candida spp, yang paling sering terjadi pada kuku dan paling
sering terlihat di daerah tropis dan beberapa jamur nondermatofita (seperti Fusarium
dan Aspergillus spp). Meskipun ini lebih jarang terjadi daripada infeksi dermatofita,
penting untuk menyadari bahwa jamur ragi dan nondermatofita mungkin ada, terutama
pada kelompok pasien tertentu. Jamur Candida spp dan nondermatophyte cenderung
lebih sulit diobati secara efektif, dan identifikasi dini organisme ini dan inisiasi terapi
yang cepat dapat meningkatkan hasil.5

2.4 Patofisiologi
Dalam kebanyakan kasus, yang terjadi onikomikosis didahului oleh tinea pedis
hiperkeratotik yang bersifat asimtomatik. Pada faktor lain, dengan penggunaan sepatu
yang tertutup, dan kondisi yang lembap serta tekanan traumatis mikro pada kuku
mengganggu dan merusak segel hyponychial, memungkinkan penetrasi dermatofita ke
dasar kuku. Paparan berulang kali terhadap air dalam pekerjaan basah membahayakan
kuku. Dermatofita hanya hidup pada keratin korneosit mati di kulit, kuku, dan rambut.
Di kaki, dermatofita menghasilkan keratinase yang memulai infeksi di antara jari-jari
kaki yang lebih rendah, menyebar ke telapak kaki yang hiperkeratotik, dan secara
bertahap meluas ke ruang hiponikial distal unit kuku yang mengalami trauma mikro.
Setelah hyponychium kuku distal ditembus, dermatofit menginfeksi bantalan kuku,
menyebar secara proksimal sebagai onikolisis dan hiperkeratosis subungual.6
Awal dari dari infeksi terjadi pada dasar kuku, di mana infeksi akut terjadi
dengan respon inflamasi tingkat rendah dan berlanjut ke fase kronis dari infeksi dasar
kuku sebagai onikomikosis distrofi total. Secara histologis, lesi akut onikomikosis
bermanifestasi sebagai spongiosis, akantosis, papilomatosis dengan edema, dan

4
hiperkeratosis. Tanda-tanda ini menyerupai patologi psoriasis. Seperti pada
kebanyakan infeksi, infiltrasi inflamasi yang padat berkembang. Onikomikosis
memang menginfeksi matriks kuku yang layak. Onikomikosis secara sekunder
merusak matriks kuku karena alas kuku menjadi hiperkeratotik dan menebal dalam
upaya melepaskan infeksi jamur. Dermatofit juga menyerang lempeng kuku di atasnya,
melepaskan dan mendistorsinya dari waktu ke waktu. Lempeng kuku menjadi
terangkat dan tidak sejajar saat infeksi memasuki tahap klinis distrofi total kronis
onikomikosis (TDO). Pada tahap infeksi kronis ini, terdapat sejumlah besar
hiperkeratosis kompak, hipergranulosis, akantosis, dan papilomatosis dengan infiltrasi
perivaskular yang jarang. Dermatofitosis dan seroma subungual dapat terjadi.7

2.5 Manifestasi Klinis


Berdasarkan manifestasi klinisnya, onikomiosis dipengaruh penyebaran jamur
pada kuku dapat dibagi menjadi 5 klasifikasi yaitu :
1. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral (OSDL) OSDL adalah varian klinis
paling umum yang mempengaruhi kuku jari tangan dan kaki. Jamur masuk
melalui alur kuku subungual dan lateral distal, menginvasi lapisan tanduk
hiponikium dan/atau dasar kuku, dan menyebar secara proksimal melawan
aliran pertumbuhan kuku dan selanjutnya melalui permukaan bawah lempeng
kuku yang menjadi buram. Secara klinis, terdapat onikolisis dan hiperkeratosis
subungual yang bertindak sebagai reservoir mikotik untuk proliferasi
jamur.Spesies penyebab yang paling umum adalah T.rubrum diikuti oleh T.
mentagrophytes, T. tonsurans, Dan Epidermophyton floccosum. 7
2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP) adalah subtipe yang relatif jarang
ditemuka dengan peningkatan frekuensi pada pasien dengan
immunocompromised (AIDS). Ini mempengaruhi kuku tangan dan kaki secara
merata dan biasanya disebabkan oleh T. rubrum, dengan melibatkan T.
megnini, T. schoenleinii, dan Epidermophyton floccosum. Jamur pertama kali
muncul dari bawah lipatan kuku proksimal, bermigrasi ke matriks di bawahnya,
dan kemudian menyebar secara distal di bawah lempeng kuku. Infeksi terjadi

5
di dalam substansi lempeng kuku, tetapi permukaannya tetap utuh. Secara
klinis, terdapat hiperkeratosis subungual, leukonikia transversal, dan onikolisis
proksimal dan akhirnya destruksi lempeng kuku proksimal. Peradangan
periungual dapat ditandai, nyeri, dan berhubungan dengan keluarnya cairan
bernanah.7
3. Onikomikosis Superfisial (OS) Varian klinis ini jarang ditemukan dan sering
terdapat pada pasien immunocompromised. Ini adalah pola khas yang terutama
mempengaruhi kuku jari kaki, di mana lempeng kuku adalah tempat invasi
utama. T. mentagrophytes var. interdigitale bertanggung jawab untuk sebagian
besar kasus (> 90%). Ini mungkin disebabkan oleh T. rubrum dan kadang-
kadang oleh NDM seperti spesies Acremonium, Aspergillus terreus, dan
Fusarium oxysporum. 8
4. Onikomikosis Endoniks (OE) adalah invasi lempeng kuku dimana infeksi
dimulai dari pulpa seperti pada DLSO, tetapi bukannya menginfeksi dasar
kuku, jamur menembus keratin kuku distal lempeng kuku dimana membentuk
bercak putih susu tanpa hiperkeratosis subungual atau onikolisis. Telah
dijelaskan dengan infeksi T. soudanense dan T. violaceum.7,8
5. Onikomikosis Total Distrofik (OTD) Terbagi menjadi dua varian, antara lain
onikomikosis total distrofik primer yang ditemukan pada kandidiasis
mukokutan kronik atau imunokompromais dan onikomikosis total distrofik
sekunder merupakan kondisi lanjut dari keempat bentuk onikomikosis
sebelumnya. Pada OTD, kuku tampak penebalan difus, warna kuning
kecoklatan, disertai pembengkakan falangs distal.7,8

2.6 Diagnosis
Pada kasus pasien dengan onikomikosis dari hasil anamnesis (subjektif )
ditemukannya keluhan seperti karena kerusakan kuku, perubahan warna kuku,
penebalan (hiperkeratosis), lapuk dan mudah rapuh (onikolisis), dapat bergantung pada
penyebabnya, destruksi kuku dapat mulai dari distal, lateral, ataupun keseluruhan.

6
Bagian yang bebas tampak menebal, bila disertai paronikia (cantengan), sekitar kuku
akan terasa nyeri dan gatal.7
Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan
diagnosis, maka diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dan
mengetahui penyebab onikomikosis. Pemeriksaan penunjang tersebut yaitu
pemeriksaan mikroskopik langsung dan pemeriksaan kultur untuk identifikasi jamur
penyebab, pemeriksaan dengan dermoskopi dan histopatologi. 9
Pemeriksaan mikroskopik sampel yang digunakan adalah dari kerokan kuku
yang terinfeksi dan menggunakan media preparate KOH 20% dalam air untuk
mempermudah lisis keratin sehingga dari hasil pemeriksaan tersebut dapat melihat
adanya hifa, spora, dan sel ragi.9
Pemeriksaan kultur pada onikomikosis adalah salah satu pemeriksaan gold
standard untuk membedakan tiga jenis golongan jamur seperti : Dermatofita, Non
dermatofitta, dan Candida. Jika dari hasil pemeriksaan mikrokopik dan kultur
ditemukan dengan hasil negatif dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya sepeti
hispatologi dan juga biopsi.8,9

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada onimikosis yang sering ditemukan yaitu meliputi
gangguan inflamasi seperti psoriasis kuku, lichen planus,trauma berulang, obat-obatan,
infeksi bakteri, dan penyakit sistemik. Pada psoriasis kuku biasanya ditemukan ada
tanda onikolisis seperti bercak berwarna coklat kemerahan disertai nail pitting, pada
kasus ini tidak ditemukannya mengarah pada onikomikosis. Pada lichen planus
penyakit autoimun disertai adanya inflamasi pada kulit, mukosa dan kuku, kondisi
kuku pada lichen planus seperti lesi yang berupa kuku yang melengkung dan kuku
menjadi menipis.9

2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan onikomikosis bergantung pada beberapa faktor, seperti tingkat
keparahan struktur kuku yang terinfeksi, potensi efek samping, dan pencegahan infeksi

7
sekunder. Pilihan terapi pada onikomikosis terdiri dari terapi farmakologis topikal dan
sistemik, serta intervensi mekanik. Pengobatan sistemik selalu diperlukan pada
pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal) dan subtipe OSD
(Onikomikosis Subungual Distal) yang melibatkan daerah lunula. OSPT
(Onikomikosis Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang
terbatas pada distal kuku dapat diobati dengan agen topikal. Kombinasi pengobatan
sistemik dan topikal akan meningkatkan kesembuhan. 10,11

2.8.1 Terapi Obat Antijamur Topikal


Struktur keras keratin dan stuktur kuku menghalangi difusi obat topikal ke
dalam dan melalui lempeng kuku. Penggunaan obat topikal harus sesuai dosis pada
kasus-kasus yang melibatkan kurang dari setengah lempeng kuku distal atau jika tidak
dapat mentoleransi pengobatan sistemik. Obat topikal yang dapat diberikan termasuk
amorolfine, ciclopirox, tioconazole, dan efinaconazole seperti 11:
- Amorolfine 5% laquer dioleskan dua kali dengan jangka penggunaan 1 minggu
- Ciclopirox 8% lacquer, dioleskan setiap hari dengan jangka penggunaan 6
bulan.
- Tioconazole dioleskan setiap 12 jam dengan jangkan penggunaan 6-12 bulan.
- Efinaconazole 10%, dioleskan 1 kali sehari, dengan jangka penggunaan 48
minggu.

2.8.2 Terapi Obat Antijamur Sistemik


Obat antijamur sistemik merupakan salah satu pilihan terapi dermatofitosis
terutama pada kasus infeksi luas atau kegagalan terapi topikal. Obat sistemik utama
yang diindikasikan dan secara luas digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah
terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin juga diindikasikan, tetapi lebih jarang
digunakan 11:
- Itrakonzol : Pulse therapy, Dosis : 2 x 200 mg/ hari
- Terbinafine : Dosis, 1x250 mg/ hari, penggunan selama 6 minggu pada infeksi
pada kuku tangan dan 12 minggu pada infeksi kuku kaki.

8
- Griseofulvin : Dosis 1x500 mg/hari

2.8.3 Terapi Ektraksi Kuku


Ekstraksi kuku dapat mengurangi massa jamur dan meningkatkan penetrasi
terapi antijamur sehingga menjadi pilihan bagi lesi yang resisten terhadap antijmaur
topikal dan sistemik. Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila kelainan hanya pada
1 sampai 2 kuku, terdapat kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan telah resisten
terhadap obat. Tindakan bedah ini sebaiknya tetap dikombinasi dengan obat antijamur
sistemik. 10,11

2.9 Prognosis
Prognosis onikomikosis tergantung respon buruk terhadap pemberian tata
laksana yang diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
- Karakteristik pasien meliputi usia lanjut, trauma pada kuku yang telah terinfeksi
dan riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya.
- Morbiditas pasien meliputi pada pasien dengan riwayat diabetes melitus dan
tidak memiliki riwayat diabetes melitus mempunyai tingkat kesembuhan yang
setara, dengan jangka terapi yang lebih lama dan pada riwayat pasien dengan
immunocompromised.
- Tipe organisme yang menginfeksi menjadi salah faktor untuk pemberian terapi
sesuai yang diberikan, infeksi campuran bakteri dan fungi, infeksi ragi dan juga
nondermatofita lebih sulit untuk diobati.
Onimikosis dapat ditangani jika penegakan diagnosis dan pemberian terapi yang
sesuai dapat mencegah terjadi kekambuhan kembali. 13

9
BAB III
URAIAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : ASD
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 43 Tahun
Agama : Hindu
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Perumahan Permai Darmasaba, Badung
Tanggal Pemeriksaan : 03 Februari 2023

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Kuku kaki ibu jari berubah warna dan rapuh

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien rujukan RS Surya Husada, datang ke polikinik kulit dan kelamin RSUP
Prof I.G.N.G Ngoerah pada tanggal 3 Februari 2023, dengan keluhan kuku pada ibu
jari kaki kanan dan kiri, mudah rapuh dan berwarna kuning kecoklatan. Keluhan saat
ini yang sudah dialami pasien 5 tahun lalu dan keluhanya hanya terjadi pada kuku ibu
jari kanan dan kiri kaki pasien. Awal mula keluhan terjadi pada kuku jari kanan hingga
mulai terjadi pada kuku kaki kiri. Keluhan yang dialami tidak menganggu aktivitas
pasien, namun kondisi kuku kaki menyebabkan pasien terganggu dengan
penampilannya dan kuku terlihat tidak rapi. Pasien mengatakan keluhan terjadi dengan
adanya perubahan warna pada kuku kemudian menyebar dan akhirnya kuku menjadi
menebal, berubah warna dan mudah rapuh. Sebelumnya pasien sempat memberi obat
sendiri dan digunakan kurang lebih selama 4 hari, namun tidak ada perbaikan. Pasien

10
sebelumnnya mengatakan ada riwayat pencabutan kuku, namun kuku tetap berwarna
kuning kecoklatan. Riwayat gatal, nyeri dan bengkak pada kuku disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit pada kulit,
kuku, dan rambut sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, dan gangguan ginjal disangkal. Pasien mengatakan
memiliki Riwayat alergi terhadap obat dengan merk decolgen, Riwayat alergi terhadap
makanan maupun minuman disangkal.

Riwayat Pengobatan :
Pasien mengatakan sempat menggunakan obat kurang lebih selama 4 hari
namun pasien tidak ingat dengan jenis obat yang digunakan. Pasien memiliki riwayat
Tindakan ekstraksi kuku sebanyak 1 kali namun tidak ada perbaikan, kuku yang
tumbuh tetap dalam kondisi berwarna kekuningan dan menebal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit pada kulit,
kuku, dan rambut sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, dan gangguan ginjal disangkal. Pasien mengatakan
memiliki Riwayat alergi terhadap obat decolgen, Riwayat alergi terhadap makanan
maupun minuman disangkal.

Riwayat Sosial :
Pasien merupakan seorang karyawan swasta dan seorang ibu rumah tangga.
Pasien memiliki kegiatan sehari hari seperti mencuci piring dan baju. Pasien
menyangkal memelihara hewan peliharaan. Riwayat keluhan serupa pada keluarga dan
teman di lingkungan sekitar pasien tidak diketahui. Riwayat merokok dan
mengonsumsi alkohol disangkal.

11
3.3 Pemeriksaan Fisik
A. Status General
- Keadaan Umum : Baik
- Status Gizi : Baik
- Kesadaran : Composmentis

B. Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Respirasi : 18x/menit
- Suhu : 36,5 C

Status General :
- Kepala : Normocephali
- Mata : Refleks pupil (+/+) isokor, konjungtiva anemis (-/-),
ikterus (-/-)
- THT : Sekret (-/-), Kesan tenang
- Leher : Nyeri (-), Memar (-)
- Thorax : Simetris, Retraksi (-)
- Jantung : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)
- Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
- Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) Normal
- Ekstremitas : Akral hangat (++/++), Edema (- -/- -)

12
Status Dermatologis :
- Lokasi : Regio pedis digiti I dextra et sinistra
- Effloresensi : Didapatkan adanya onikodistrofi (+), Berwarna
kuning kecokelatan atau diskormia (+), Onikolisis (+), subungual
hiperkeratosis (-)
- Stigma Atopi : Tidak ada stigmata atopi
- Mukosa : Hiperemis (-)
- Rambut : Warna hitam, Rambut rontok (-)
- Kuku : Regio digiti I pedis dextra et sinistra sesuai
effloresensi
- Fungsi kelenjar keringat : Hiperhidrosis (-), Anhidrosis (-)
- Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran KGB
- Saraf : Penebalan saraf (-), Parestesi (-)

Gambar 3.1 Kondisi Kuku Kaki Pasien

13
3.4 Diagnosis Banding
- Onikomikosis
- Psoriasis kuku
- Linken Planus

3.5 Pemeriksaan Penunjang :


- Pemeriksaan mikroskopik preparate KOH 20%: hifa panjang bersepta (+)
- Pemeriksaan kultur kuku

3.6 Diagnosis :
- Onikomikosis tipe ODSL digiti I pedis dextra et sinistra

3.7 Tatalaksana :
A. Non Medikamentosa :
- Edukasi menjaga higienitas kaki seperti mencuci kaki secara teratur
- Edukasi merawat kuku dengan cara memotong kuku secara lurus, kemudian
menghaluskan tepinya
- Edukasi tentang penggunakan kaus kaki yang menyerap keringat, atau
mengganti kaus kaki secara berkala, sepanjang hari
- Edukasi pasien konsumsi obat secara berkala, dan kontrol keluhan

B. Medikamentosa :
- fluconazole 150 mg tablet peroral 1 minggu sekali, selama pemberian 24
minggu
- mikonazole 2% krim + asam salisilat 3% / 12 jam topikal pada area lesi

14
3.8 KIE
- Menjelaskan hasil temuan pemeriksaan, diagnosis, rencana terapi dan
prognosis kepada pasien
- Menjaga kondisi higenitas kuku kaki, dengan cara mencuci kaki dengan air
mengalir dan sabun, serta perawat kuku secara berkala
- Mengganti penggunaan kaus kaki secara berkala dan mengganti sepatu lama
dengan yang baru
- kontrol keluhan yang dialami, serta konsumsi obat-obatan yang diberikan
sesuai anjuran

3.9 Prognosis :
- Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad bonam
- Ad Functionam : Dubia ad bonam

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds). Pada kasus ini, seorang pasien
mengeluhkan kuku ibu jari kaki kanan dan kiri mengalami perubahan warna menjadi
kuning kecoklatan disertai kuku menebal dan mudah rapuh yang dialami sejak 5 tahun
yang lalu sebelum pemeriksaan. Hal tersebut sesuai dengan sumber kepustakaan yang
didapatkan pada salah satu gejala onikomikosis yaitu kuku mengalami penebalan
1
disertai dengan adanya perubahan warna pada kuku. Dari hasil anamnesis juga
didapatkan bahwa pasien kesehariannya beraktivitas ditempat yang lembab seperti
mencuci piring dan baju serta pasien beraktivitas menggunakan sepatu setiap hari, hal
ini berkaitan menjadi satu faktor risiko dari onikomikosis.
Pada hasil pemeriksaan fisik, didapatkan gambaran klinis pada pasien ini yaitu
adanya perubahan warna kuning kecoklatan pada kuku (onikodiskromia) pada digiti I
pedis dextra et sinistra, onikolisis, dan juga temuan adanya debris dibawah kuku.
Keluhan awal yang dialami yaitu mengatakan perubahan warna kuku dimulai dari
bagian ujung dari kuku. Sesuai dengan sumber kepustakaan, gambaran klinis pada
pasien ini mengarah kepada tipe onikomikosis subungual distal dan lateral
(OSDL).Sesuai hasil tersebut ,pemeriksaan selanjutnya dengan melakukan
pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan preparat KOH 20%. Dari hasil
pemeriksaan KOH 20% didapatkan temuan gambaran hifa panjang bersepta yang
merupakan bagian dari mikroorganisme fungi. 1
Pemberian tatalaksana dari pasien ini yaitu terdiri dari non medikamentosa dan
juga medikamentosa. Tatalaksana non medikamentosa berfokus kepada edukasi
kepada pasien mengenai penggunaan aturan pakai obat, menjaga kebersihan terutama
pada daerah kaki dan juga menjaga kaki agar tetap kering, dikarenakan pada kondisi
yang lembab dapat memperburuk dan memperlambat proses penyembuhan pasien.8
Terapi Medikamentosa yang dilakukan pada pasien ini berupa pemberian obat
sistemik dan obat topikal, hal tersebut dikarenakan penyebaran jamur pada kuku yang

16
cukup luas dan penebalan pada kuku menghambat penetrasi dari obat topikal sehingga
diberikan terapi kombinasi. Penggunaan obat yang diberikan yaitu fluconazole 150 mg
tablet peroral 1 minggu sekali, selama pemberian 24 minggu dan mikonazole 2% krim
+ asam salisilat 3% / 12 jam topikal pada area lesi.11
Prognosis pasien onikomikosis ada beberapa faktor yaitu karakteristik meliputi
usia lanjut, trauma pada kuku yang telah terinfeksi dan riwayat mengalami keluhan
serupa sebelumnya, tidak adanya keluhan penyakit komorbid seperti riwayat diabetes
melitus dan tipe organisme yang menginfeksi pada kuku. Pasien saat ini diberikan
tatalaksana secara sistemik dan topikal hal tersebut dilakukan untuk memberikan
tingkat efektivitas penyembuhan yang lebih baik, sehingga prognosis pasien ini bisa
dikatakan baik.

17
BAB V
KESIMPULAN
Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds). Onikomikosis disebabkan oleh jamur
dermatofita sebesar 76%, oleh ragi (yeast) sebesar 13,5% dan kapang (moulds) sebesar
5,5%, sisanya sebesar 5% oleh karena infeksi campuran. Onikomikosis banyak diderita
di negara tropis yang merupakan dermatomikosis superfisial yang sebagian besar
penyebabnya adalah golongan dermatofita, berarti jamur yang keratinolitik, dimana di
dalam hidupnya membutuhkan keratin. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
infeksi dermatofita antara lain iklim tropis, higienitas yang buruk, adanya sumber
penularan, serta penyakit sistemik dan kronis yang meningkat. Onikomikosis
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, antara lain nyeri, kesulitan memakai
sepatu dan melakukan pekerjaan, infeksi sekunder, hingga masalah penampilan secara
kosmetik.
Berdasarkan manifestasi klinisnya, onikomiosis dipengaruhi oleh penyebaran
jamur pada kuku yaitu meliputi : Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral (OSDL),
Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP), Onikomikosis Superfisial (OS),
Onikomikosis Endoniks (OE) dan Onikomikosis Total Distrofik (OTD). Hasil
pemeriksaan dan diagnosis pada pasien onikomikosis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik untuk melihat gamabaran klinis, pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan histopatologi. Diagnosis banding dari
onikomikosis antara lain psoriasis kuku dan lichen planus. Tatalaksana pada kasus
onikomikosis meliputi antifungal oral, antifungal topikal, dan terapi pembedahan kuku.
Prognosis dari onikomikosis sebagian besar baik.
Pada laporan kasus ini merupakan seorang perempuan berusia 43 tahun yang
didiagnosis dengan Onikomikosis tipe DLSO digiti I pedis dextra et sinistra. Pasien
mengeluhkan kuku ibu jari kaki kanan dan kiri mengalami erubahan warna menjadi
kuning kecoklatan disertai kuku menebal dan mudah rapuh yang dialaminya sejak 5
tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik pada kuku ibu jari kaki kanan dan kiri
didapatkan adanya onikodistrofi, onikodiskromia dengan warna kuning kecokelatan,

18
dan subungual debris. Dari hasil pemeriksaan penunjang dengan preparat KOH, adanya
temuan hifa panjang bersepta. Pasien ini diberikan terapi antifungal oral berupa yang
diberikan yaitu fluconazole 150 mg tablet peroral 1 minggu sekali, selama pemberian
24 minggu dan antifungal topikal yaitu dan mikonazole 2% krim + asam salisilat 3% /
12 jam topikal pada area lesi. Prognosis dari pasien ini baik.

DAFTAR PUSTAKA

19
CDC. Fungal Nail Infections. 2017. https://www.cdc.gov/fungal/nail-infections.html
Asz-Sigall, D., Tosti, A. & Arenas, R. Tinea Unguium: Diagnosis and Treatment
in Practice. Mycopathologia 182, 95–100 (2017). https://doi.org/10.1007/s11046-016-
0078-4
Bramono K. Onikomikosis. Dalam: Bramono K, Suyoso S, Indriatni W, Ramali
LM, Widaty S, Ervianti E, editor. Dermatomikosis Superfisialis Pedoman untuk Dokter
dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2013.p.86-99.
Youssef AB, Kallel A, Azaiz Z, Jemel S, Bada N, Chouchen A, Belhadj-Salah
N, Fakhfakh N, Belhadj S, Kallel K. Onychomycosis: Which fungal species are
involved? Experience of the Laboratory of Parasitology-Mycology of the Rabta
Hospital of Tunis. J Mycol Med. 2018 Dec;28(4):651-654.
The epidemiology, etiology, and pathophysiology of onychomycosis Richard
K. Scher, Phoebe Rich, David Pariser and Boni Elewski Family Practice News. 43.14
(Sept. 1, 2013)
Drago L, Micali G, Papini M, Piraccini BM, Veraldi S. Management of mycoses
in daily practice. G Ital Dermatol Venereol. 2017 Dec;152(6):642-650.
Maddy AJ, Tosti A. Hair and nail diseases in the mature patient. Clin
Dermatol. 2018 Mar-Apr;36(2):159-166.
Singal A, Khanna D. Onychomycosis: Diagnosis and management. Indian J
Dermatol Venereol Leprol 2019;77:659-672
Anugrah, R., 2016. Diagnostik dan tatalaksana Onikomikosis. Cermin Dunia
Kedokteran, 43(9), pp.675-678.
Shari R. Lipner;Richard K. Scher;Neda Ashourian March 13, 2019
Onychomycosis (Tinea unguium, Nail fungal
infection)https://www.dermatologyadvisor.com/home/decision-support-in-
medicine/dermatology/onychomycosis-tinea-unguium-nail-fungal-infection/
Wolff K, Johnson R, Saavedra A, Roh E. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology, 8th Edition. New York, N.Y.: McGraw-Hill Education LLC.;
2017. Pp 824-827.

20
Widaty S. dan Budimulja U. Dermatofitosis. Dalam: Menaldi SL, Bramono K,
Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2016. p.111.

Piraccini BM, Alessandrini A. Onychomycosis: A Review. J. Fungi. 2015;1:30-

21

Anda mungkin juga menyukai