Dermatofitosis
Oleh:
Fitra Alfani
NIM. 2230912310103
Pembimbing:
BANJARMASIN
September, 2023
DAFTAR ISI
Halaman
A. Definisi ............................................................................... 4
B. Etiologi ................................................................................ 4
D. Patogenesis.......................................................................... 5
F. Diagnosis.......................................................................... ... 17
G. Tatalaksana.......................................................................... 19
H. Prognosis.......................................................................... ... 23
ii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
disebabkan oleh jamur kelompok dermatofita yang terdiri dari Trichophyton sp.,
mengikat dan menginvasi jaringan keratin pada manusia ataupun hewan serta
memanfaatkan produk degradasi untuk menjadi sumber nutrisi pada infeksi jamur
superfisial di kulit, rambut, dan kuku. Dermatofita yang menginfeksi manusia dapat
tinea kapitis (kulit dan rambut kepala), tinea barbae (dagu, jambang, kumis dan
jenggot), tinea kruris (daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah), tinea pedis (kaki), tinea manus (tangan), tinea
unguium (kuku jari tangan dan kaki), tinea korporis (leher atau badan), tinea
imbrikata (seluruh tubuh dengan memberi gambaran klinik khas susunan skuama
yang konsentris), dan tinea inkognito (bentuk klinis tidak khas karena telah diobati
dunia, memiliki angka kejadian yang lebih tinggi kejadian di negara tropis dan
1
Universitas Lambung Mangkurat
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
keratin pada manusia ataupun hewan serta memanfaatkan produk degradasi untuk
menjadi sumber nutrisi pada infeksi jamur superfisial di kulit, rambut, dan kuku.3
B. Etiologi
dermatofita yang hanya berkembang pada host manusia dan transmisi secara kontak
langsung serta telah beradapatasi pada respon non inflamasi tubuh manusia. Kulit
yang terinfeksi atau rambut pada pakaian, topi, sisir, kaus kaki, dan handuk juga
yang menular ke manusia melalui hewan. Kucing, anjing, kelinci, babi, unggas,
kuda, binatang ternak, dan binatang lainnya merupakan sumber infeksi pada
umumnya. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan tersebut
4
Universitas Lambung Mangkurat
5
atau secara tidak langsung melalui rambut hewan terinfeksi. Geofilik merupakan
fungi yang menyebabkan infeksi saat manusia kontak langsung dengan tanah.3
dunia, memiliki angka kejadian yang lebih tinggi kejadian di negara tropis dan
yang bervariasi. Prevalensi infeksi dermatofita pada laki-laki lima kali lebih banyak
dari wanita. Tinea kapitis yang disebabkan tinea tonsurans lebih sering pada wanita
dewasa dibandingkan laki-laki dewasa. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh
kebersihan perorangan, lingkungan yang kumuh dan padat, serta status sosial
D. Patogenesis
yang berperan sebagai faktor virulensi terhadap invasi ke kulit, rambut, kuku, dan
juga memanfaatkan keratin sebagai sumber nutrisi untuk bertahan hidup. Fase
keratin yang diikuti oleh invasi dan pertumbuhan elemen myocelial. Terlepasnya
sebelum hifa mulai berkembang pada jaringan keratin. Tahap pertama adalah
proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur.
Diperlukan waktu 4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum
hifa, sehinggga glucan yang terdapat pada dinding sel jamur tidak terpapar oleh
dectin-1, dan dengan membentuk biofilamen, suatu polimer ekstra sel, sehingga
mengendalikan respons imun mengarah kepada tipe pertahanan yang tidak efektif.
memasuki pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau protease. Jamur
menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan proses invasi oleh jamur, dan
memproduksi siderospore (suatu molekul penangkap zat besi yang dapat larut) yang
Pertahanan non spesifik atau juga dikenal sebagai pertahanan alami terdiri
imun yang dimediasi sel T.2) Adanya akumulasi netrofil di epidermis, secara
dermatofit melalui mekanisme oksidatif. 3) Adanya substansi anti jamur, antara lain
korneum pada bagian yang terinfeksi. Kekurangan CMI dapat mencegah suatu
berulang.11
rambut kepala), tinea barbae (dagu, jambang, kumis dan jenggot), tinea kruris
(daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian
bawah), tinea pedis (kaki), tinea manus (tangan), tinea unguium (kuku jari tangan
dan kaki), tinea korporis (leher atau badan), tinea imbrikata (seluruh tubuh dengan
memberi gambaran klinik khas susunan skuama yang konsentris), dan tinea
inkognito (bentuk klinis tidak khas karena telah diobati dengan steroid topikal
kuat).1
1. Tinea Kapitis
dengan berbagai derajat respon inflamasi.1 Penyakit ini terutama disebabkan oleh
dermatologis yang umum. Tinea kapitis ditemukan hampir di seluruh dunia dan
dapat menyerang anak laki-laki maupun perempuan. Tinea kapitis lebih banyak
Rambut biasanya terinfeksi melalui salah satu dari tiga cara utama yaitu: 1)
akar – contoh jenis ini: Microsporum canis; 3) Favus dimana terjadi reaksi
peradangan, pengerasan kulit atau scutula, dan rambut rontok – contoh jenis ini:
Trichophyton schoenleinii.6 Sebagian besar bentuk tinea kapitis bermula dari satu
atau beberapa bercak bulat berskuama atau alopesia. Lesi primer berupa plak,
papul, pustul atau nodus pada skalp (umumnya di oksipital). Lesi sekunder yaitu
pruritus di skalp. Pada anamnesis, keluhan pasien beisa berupa kepala gatal, kulit
kepala berisisik, ataupun kebotakan. Pada lesi inflamasi, pasien dapat mengeluhkan
berwarna abu-abu, mudah patah di atas permukaan skalp. Lesi bisa soliter
yang lebih besar.1,7 Alopesia tidak jelas terlihat, tetapi pada kasus yang lebih
patah (“gray patch” type). Apabila mengenai ektotriks, rambut yang terinfeksi
b. “Black Dot”
violaceum. Pada tipe ini, rambut mudah patah pada permukaan skalp,
dengan pinggiran seperti jari. Kadang masih terdapat sisa rambut normal di
c. Inflammatory type
d. Favus
jarang dibandingkan tipe yang lain, dan bersifat sporadis. Awalnya berupa
membentuk plak besar dengan mousy odor. Plak akan meluas meninggalkan
2. Tinea Barbae
Tinea barbae adalah infeksi dermatofita yang menyerang kulit, rambut, dan
folikel rambut di daerah wajah, unilateral, lebih sering mengenai area janggut
daripada kumis dan bibir bagian atas.1 Tinea barbae disebabkan oleh dermatofit
Epidermophyton floccosum. Karena tinea barbae adalah infeksi pada rambut dan
folikel rambut di area janggut dan kumis, penyakit ini hanya terjadi pada remaja
laki-laki remaja dan dewasa, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada
a. Tipe Superfisial
menyerupai tinea korporis atau folikulitis akibat bakteri. Bagian tepi yang
aktif terdiri atas papul folikular dan pustul multipel disertai eritema ringan.
b. Tipe Inflamatori
Analogis dengan bentuk kerion pada tinea kapitis berupa plak berkrusta,
basah dan sekret seropurulen. Rambut kusam, rapuh, mudah dicabut, tampak
sikatrisial.1.2
3. Tinea Fasialis
Tinea fasialis adalah infeksi dermatofita superfisial yang jarang terjadi dan
terjadi pada daerah halus di wajah dan dapat menyerang kedua jenis kelamin dan
merah meninggi yang gatal di wajah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan plak
eritematosa anular atau sirsinar, tepi meninggi, dan adanya central healing. Pada
anak-anak dan perempuan dewasa, dapat ditemukan pustul, tanpa central healing,
sedangkan pada laki-laki dewasa ditemukan lesi eritematosa, bentuk anular atau
4. Tinea Korporis
pada daerah badan dan leher, serta tidak termasuk dari daerah tangan, kaki, kuku,
kulit kepala, daerah berjanggut, dan selangkangan. Tinea korporis paling sering
tinea korporis di Asia Tenggara. Tinea korporis paling banyak terjadi sering terjadi
dan ekstermitas tapi tidak mengenai telapak tangan atau kaki. Pada pemeriksaan
fisik, dapat ditemukan lesi berbatas tegas, berbentuk bulat atau lonjong (ringworm-
like), polisiklik dengan tepi aktif yang polimorf terdiri dari eritema, skuama, kadang
dengan vesikel dan papul, bagian tengah tampak normal (central healing).1 15
Diagnosis banding dari tinea korporis yaitu pitiriasis rosea, psoriasis vulgaris,
5. Tinea Imbrikata
tinea korporis yang dimulai dengan papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan
menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan
melebar. Proses ini, setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga
penderita dapat merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak
menimbulkan keluhan pada penderita. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang-
kadang dapat menyerupai iktiosis.2 15 Diagnosis banding dari tinea imbrikata yaitu
tinea korporis.
6. Tinea Kruris
dilaporkan sebagai dermatofit penyebab tinea cruris yang paling sering, tapi tidak
lingkungan yang ramah bagi jamur, dengan keringat, maserasi, dan pH basa yang
anamnesis, pasien mengeluhkan ruam yang gatal pada daerah genitokrural seperti
inguinal sampai lipat paha bagian dalam, daerah pubis, perianal, bokong dan perut
bagian bawah.17 Pada pemeriksaan fisik, didapatkan lesi plak eritema berbentuk
anular berbatas tegas dengan tepi yang meninggi dan skuama yang serupa dengan
tinea korporis, dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tepinya bisa terdapat
papul, vesikel, atau pustule, bisa disertai nyeri bila ada maserasi atau infeksi
7. Tinea Pedis
Tinea pedis merupakan infeksi jamur superfisial pada kulit kaki yang
disebabkan oleh dermatofita. Agen etiologi yang paling umum adalah Trichophyton
bervariasi menurut geografis lokasi (terkait dengan karakteristik iklim dan social
faktor) dan berubah seiring berjalannya waktu. Penyebab lain yang kurang umum
umumnya gejala yang dikeluhkan berupa gatal di kaki terutama sela-sela jari. Kulit
pada kaki dapat berupa ruam bersisik, basah dan mengelupas. Tinea pedis
a. Tipe Interdigital
Tipe ini merupakan bentuk klinis tinea pedis yang paling umum ditemukan.
Gejala awal biasanya berupa ruam kemerahan disertai skuama, maserasi pada
area interdigiti dan subdigiti pada kaki, terutama diantara digiti III dan IV
serta antara digiti IV dan V pedis. Penyebaran infeksi bisa terjadi ke area
telapak kaki, punggung kaki serta kuku. Adanya oklusi dan koinfeksi dengan
menyebabkan erosi pada kulit, gatal disertai bau tidak sedap yang biasanya
Bentuk klinis dari tipe ini berupa patch eritem yang difus pada area telapak
kaki, serta area medial dan lateral dari kaki sehingga disebut juga tipe
moccasin atau bentuk kering (dry type). Penyebab yang paling umum adalah
Tinea pedis dapat disertai dengan tinea manum karena kontak pada saat
c. Tipe Vesikobulosa
mm, vesikopustul pada area plantar dan periplantar pedis. Vesikel yang pecah
Tipe ini adalah bentuk yang paling jarang. Gejala klinis berupa vesikel,
pustule dan ulkus purulent pada area plantar pedis, karena adanya
8. Tinea Manus
sela-sela jari tangan. Tinea manus disebabkan oleh dermatofita T. rubrum (yang
manus meliputi lesi di telapak tangan dan sela-sela jari tangan. Lesi biasanya non-
inflamatorik dengan skuama difus dan garis tangan menjadi semakin jelas. Vesikel,
pustul, dan eksfoliasi dapat dijumpai terutama pada kasus dermatofita zoofilik.
Tinea manus umumnya berkaitan dengan tinea pedis tipe mokasin dan
9. Tinea Unguium
Tinea unguium merupakan dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
Sekitar 90% tinea unguium kuku jari kaki dan 75% kuku jari disebabkan oleh
kuku menjadi putih atau kuning kecokelatan. Manifestasi klinis lainnya termasuk
penebalan lempeng kuku (onychauxis). Secara umum, tinea unguium pada kuku
kaki 7-10 kali lebih sering dibandingkan kuku tangan. Umumnya, beberapa kuku
kaki terkena yang terkena disertai dengan tinea pedis.20 Diagnosis banding dari tinea
akrodermatitis persisten.
halus (glabrosa) yang memberikan gambaran klinis tidak khas sebagai infeksi
sebelumnya. Gambaran klinisnya berupa batas lesi tidak tegas, skuama dan
concentric rings dengan eritema, adanya atrofi dan telangiektasi seiring dengan
F. Diagnosis
alcohol/spiritus 70%. Untuk pengambilan spesimen pada kulit tidak berambut (kulit
glabrosa) pengerokan dilakukan dari bagian tepi lesi sampai ke bagian sedikit di
luar kelainan sisik kulit menggunakan skapel tumpul steril. Untuk pengambilan
spesimen di kulit berambut, rambut pada kulit yang mengalami kelainan dicabut
dan kulit di bagian itu dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit dan pus. Dalam
pengambilan spesimen di kuku, spesimen diambil dari permukaan kuku yang sakit
dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku dan bahan
di atas gelas alas kemudian di tambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan
KOH untuk sediaan rambut adalah 10%, untuk kulit 20% dan untuk kuku 30%.
Setelah sediaan dicampurkan dengan larutan KOH, sediaan ditunggu 15-20 menit
dilakukan pemanasan sediaan basah dia atas api kecil sehingga berlaku penguapan.
Untuk melihat elemen jamur ditambahkan zat pewarna pada sediaan KOH, tinta
dengan pembesaran 100x dan 400x. Pada sediaan kuku dan kulit dapat dilihat hifa
sebagai garis sejajar terbahagi oleh sekat lengkap dan bercabang. Terlihat juga
spora berderet (artrospora). Pada sediaan rambut terlihat spora kecil (mikrospora)
dan spora besar (makrospora). Spora yang kelihatan bisa tersusun di luar rambut
dengan menanam bahan klinis dalam media buatan, medium agar dekstrosa
dan methenamine perak Grocott untuk mendeteksi elemen jamur dalam bagian
jaringan. Tampak hifa di sekitar dan di dalam batang rambut. Pada lesi kerion,
jamur penyebab dapat tidak tampak karena respon pejamu yang kuat
rambut distrofi (comma hair, black dot, short-broken hair). Pada infeksi T.
distrofi skalp dan elbow-shaped hairs, dan berbagai tingkat ketinggian rambut yang
patah. Jika hasil kultur tidak dapat dinilai dapat dipertimbangkan pemeriksaan
G. Tatalaksana
1. Tinea kapitis
Terapi topikal hanya sebagai terapi ajuvan terhadap terapi sistemik dan tidak
disarankan pemberian terapi topikal saja. Rambut dicuci dengan sampo selenium
sulfida 1% atau 2,5% atau sampo ketokonazol 2% 2-3 kali/minggu selama 2-4
minggu.4
Pilihan obat untuk terapi sistemik antara lain: Griseofulvin 20-25 mg/kg/hari,
selama 6-8 minggu; Terbinafin 250 mg/hari, selama 2-8 minggu; Itrakonazol 5
minggu.1 17 Sementara pilihan obat untuk terapi sistemik pada anak antara lain 17:
o Itrakonazol
inflamasi berat.1
2. Tinea barbae
Terapi topikal disini hanya sebagai terapi ajuvan dari terapi sistemik. Zinc
terdiri dari: Griseofulvin 1 g/hari selama 6 minggu; Terbinafin 250 mg/hari selama
2-4 minggu; Itrakonazol 200 mg/hari selama 2-4 minggu; Flukonazol 200 mg/hari
3. Tinea fasialis
Terapi topikal terdiri dari: golongan alilamin (terbinafin) sekali sehari, selama
3-4 minggu; golongan azol (mikonazol, ketokonazol, klotrimazol) dua kali sehari,
selama 4-6 minggu.2 Untuk terapi sistemik diberikan jika dengan pengobatan
topikal tidak memberikan perbaikan atau sesuai indikasi: Terbinafin oral 1x250
Terapi topikal yang bisa diberikan berupa golongan alilamin (krim terbinafin)
1-2 kali sehari selama 1-2 minggu. Obat alternative meliputi: golongan imidazol
minggu; Tolnaftat, 2 kali sehari selama 2-4 minggu; Butenafin (sintetik alilamin),
1-2 kali sehari selama 1-4 minggu; Siklopirok (menghambat DNA, RNA, dan
sintesis protein) 2 kali sehari; Gentian violet (antifungal, antibiotik) 1-2 kali sehari,
Sedangkan untuk terapi sistemik dapat diberikan bila lesi kronik, luas, atau
sesuai indikasi dengan obat pilihan Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis
membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2-4 minggu atau 3-6
mg/kg/hari selama 2 minggu. Untuk obat alternative terdiri dari: Itrakonazol 100
mg/hari selama 4-6 minggu; Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25
5. Tinea imbrikata
Pilihan terapi sistemik yang dapat digunakan yaitu terbinafin 250 mg/hari
(125 mg/ hari pada anak-anak) selama 4 minggu atau dengan Griseofulvin 1 gr/hari
6. Tinea inkognito
Terapi topikal yang diberikan sesuai dengan tinea korporis namun jika
terdapat penebalan perlu ditambahkan asam salisil 3-6%. Untuk terapi sistemik
yang digunakan adalah Terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu atau bisa juga
7. Tinea pedis
terbinafin) sekali sehari selama 1-2 minggu. Untuk obat alternatifnya meliputi:
selama 2-6 minggu; Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali
sehari selama 4 minggu untuk tinea pedis dan tinea interdigitalis. Untuk terapi
sistemik dapat diberikan Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu, untuk anak-anak
8. Tinea manus
terbinafine) sekali sehari selama 1-2 minggu.1,23 Golongan obat yang bisa jadi
klotrimazol 2 kali sehari selama 2-6 minggu. Untuk terapi sistemik dapat diberikan
selama 2 minggu. Golongan obat yang bisa jadi alternatif yaitu; Itrakonazol 100-
200mg/hari selama 1-4 minggu; Flukonazol 150 mg/minggu selama 3-4 minggu.1
16
9. Tinea unguium
Terapi antijamur oral dianggap sebagai standar emas untuk tinea unguium
baik pada anak-anak maupun orang dewasa karena pengobatan yang lebih singkat
dan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi
antijamur topikal. Agen antijamur oral yang digunakan untuk pengobatan tinea
H. Prognosis
BAB III
PENUTUP
disebabkan oleh jamur kelompok dermatofita yang terdiri dari Trichophyton sp.,
keratin pada manusia ataupun hewan serta memanfaatkan produk degradasi untuk
menjadi sumber nutrisi pada infeksi jamur superfisial di kulit, rambut, dan kuku.
Dermatofitosis diklasifikasikan menurut lokasi yaitu tinea kapitis (kulit dan rambut
kepala), tinea barbae (dagu, jambang, kumis dan jenggot), tinea kruris (daerah
bawah), tinea pedis (kaki), tinea manus (tangan), tinea unguium (kuku jari tangan
dan kaki), tinea korporis (leher atau badan), tinea imbrikata (seluruh tubuh dengan
memberi gambaran klinik khas susunan skuama yang konsentris), dan tinea
inkognito (bentuk klinis tidak khas karena telah diobati dengan steroid topikal
kuat).1
seluruh dunia, memiliki angka kejadian yang lebih tinggi kejadian di negara tropis
dan subtropis karena tingginya kelembaban dan suhu lingkungan. 3 Penyakit infeksi
2. Hay RJ, Ashbee HR. Fungal infections. Dalam: Griffiths CEM, Barker J,
Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, editors. Rook’s textbook of fermatology.
9th edition. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd; 2016.
6. Barlow J. Observations on the Mode of Curing the Tinea Capitis. Med Phys
J. 1805 Dec;14(82):496.
7. Gupta PS, Mbuyi N, Rivera A. Tinea capitis. Dalam: Fred FF. Ferri’s clinical
advisor 2022. 1484-85.
10. Putri AI, Astari L. Profil dan evaluasi pasien dermatofitosis. Jurnal Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2017;29(5):135-41.
27
Universitas Lambung Mangkurat
28
12. Duarte B, Galhardas C, Cabete J. Adult tinea capitis and tinea barbae in a
tertiary Portuguese hospital: A 11-year audit. Mycoses. 2019
Nov;62(11):1079-1083. [PubMed: 31441119]
15. Leung AKC, Lam JM, Leong KF, Hon KL. Tinea corporis: an updated
review 2020
16. Sahoo AK, Mahajan R. Management of tinea corporis, tinea cruris, and tinea
pedis: A comprehensive review. Indian Dermatol Online J. 2016 Mar-
Apr;7(2):77-86.
18. Nigam PK, Saleh D. Tinea pedis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island,
FL: StatPearls Publishing; 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470421/.
19. Youssef A.B., Kallel A., Azaiz Z., Jemel S., Bada N., Chouchen A., et al.
Onychomycosis: Which fungal species are involved? Experience of the
Laboratory of Parasitology-Mycology of the Rabta Hospital of Tunis. J.
Mycol. Med. 2018;28(4):651–654. doi: 10.1016/j.mycmed.2018.07.005.
20. Lipner S.R., Scher R.K. Onychomycosis: Clinical overview and diagnosis. J.
Am. Acad. Dermatol. 2019;80(4):835–851. doi: 10.1016/j.jaad.2018.03.062.