Anda di halaman 1dari 15

TINEA CORPORIS

Suatu Tinjauan Pustaka

dr. Adelina Royhan Siregar


FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul Tinea Corporis ini. Salawat
beriring salam kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang menjadi inspirasi bagi semua
umatnya.

Makalah ini disusun sebagai bahan pengajuan DUPAK (Daftar Usulan Penilaian Angka Kredit)
penulis. Penulis menggunakan tinjauan pustaka sebagai bahan membuat makalah ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada alm. Papa dan alm. Mama, suami Khairul Anhar, SH, dan
ananda tercinta Khairul Azzam Batubara dan Qurrata Aini Batubara yang telah memberikan cinta
kasih yang tak pernah padam. Semoga selalu dirahmati dan diridhai Allah SWT. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Ibu Irma yang telah membimbing dan memotivasi sehingga makalah ini
dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai usaha kita. Aamiin.

P. Pangaraian, Februari 2018

dr. Adelina Royhan Siregar

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................................3
1. Definisi..................................................................................................................................3
2. Patogenesis............................................................................................................................4
3. Gejala Klinis.........................................................................................................................5
5. Diagnosis Banding.................................................................................................................5
6. Pengobatan dan penatalaksanaan...........................................................................................6
7. Prognosis................................................................................................................................7
BAB III.................................................................................................................................................8
KESIMPULAN....................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species microsporum, trichophyton, dan
epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan
rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan
kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku.

Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang diserang,salah
satunya adalah Tinea Korporis yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut
(glabrous skin) pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. Pada tinea korporis yang menahun, tanda
radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropis. Menyerang pria maupun wanita
semua umur terutama dewasa. Kebersihan perorangan memegang peranan penting dalam
pencegahan penyakit ini. faktor lain yang juga mempengaruhi adalah udara yang lembab,
lingkungan yang padat, social ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya,
obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidakterkendali.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi1,2
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,misalnya
stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku yang disebabkan jamur golongan
dermatofita.
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang
diserang,salah satunya adalahTinea Korporis yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah
kulit tak berambut (glabrous skin) pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.

2.2 Epidemiologi4,5
Tinea korporismerupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah tropis,
Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea korporis,
sekitar 47 %. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan
Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 %
menyebabkan tinea korporis.
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan
melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih
sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat
dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. Maserasi
dan oklusi kulit lipatan menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang
memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur,
misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa
berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria
dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia

2
tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang
umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak.

2.3 Etiologi1,3,4
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang
terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton
spp.
Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling
umum adalah Trichophyton Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes.

2.4 Patogenesis1,5,6
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang
terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton
spp.
Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit yang luka, jaringan
parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini disebabkan oleh patogen yang menginvasi
lapisan kulit yang paling atas, yaitu pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim
keratinase dan menginduksi reaksi inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini
dapat menghilangkan patogen dari tempat infeksi sehingga patogen akan mecari tempat
yang baru di bagian tubuh. Perpindahan organisme inilah yang menyebabkan gambaran
klinis yang khas berupa central healing.Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama,
yaitu :
 Adhesi pada keratinosit
pertama ialahperlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai
rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh
keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik.
 Penetrasi
penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan spora harus
berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat
daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan
enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi

3
juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru
muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
 Perkembangan respon host
derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan
peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum pernah
terinfeksi dermatofita sebelumnya menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test
hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses
oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe.
Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk
menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal
menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang
dan lesi secara spontan menjadi sembuh.Selain reaksi hipersensitivitas tipe lambat, infeksi
jamur juga dapat menginduks ireaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1). Mekanisme imun
yang terlibat di dalam pathogenesis infeksi jamur masih perlu diteliti lebih jauh lagi.
Penelitian yang baru menunjukkan bahwa munculnya respon imun berupa reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau tipe lambat (tipe IV) terjadi pada individu yang
berbeda. Antigen dari dermatofita menstimulasi produksi IgE, yang berperan dalam reaksi
hipersensitivitas tipe cepat, terutama pada penderita dermatofitosiskronik. Dalam
prosesnya, antigen dermatofita melekat pada antibody IgE pada permukaan sel mast
kemudian menyebabkan cross-linking dari IgE. Hal ini dapat menyebabkan terpicunya
degranulasi sel mast dan melepaskan histamine serta mediator proinflamasi lainnya.

2.5 Gejala Klinis2,4,5


Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering terjadi pada
bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di daerah yang tertutup
atau oklusif atau daerah trauma.
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulat yang berbatas tegas,
pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh.
Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik.

4
Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai pustula, bergantung pada
spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan
tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai lesi
eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar, selanjutnya bagian tengah
dari lesi akan menjadi bentuk yang anular dan mengalami resolusi.Bentuk lesi menjadi
anularberupa skuama, krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian
tepinya. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya
merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya.
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan. Secara
obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan
berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang
berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan tubuh yang
terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan
ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha.
Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan
oleh Trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan
bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian
tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi
dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris.

2.6 Pemeriksaan Penunjang1,5


Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung
sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan histopatologik dan
imunologik tidak diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis yang berupa kerokan kulit.
Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan kemudian ditambah 1-2
tetes larutan KOH lalu diperiksa langsung dengan mikroskop. Pemeriksaan kerokan kulit
dengan ditambahkan KOH akan dijumpai adanya hifa. Pemeriksaan dengan pembiakan
diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung dengan sediaan basah dan untuk
menentukan spesies jamur. Pembiakan dilakukan pada medium agar Sabouraud karena
dianggap merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan jamur.

5
2.7 Diagnosis Banding1,7
 Psoriasis
Merupakan penyakit kulit yang bersifat kronik,residif,dan tidak infeksius. Efloresensi :
plak eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama tebal,berlapis-lapis dan berwarna putih
mengkilat.Terdapat tiga fenomena,yaitu bila di gores dengan benda tumpul menunjukkan
tanda tetesan lilin. Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu sampai dasarnya akan
tampak bintik-bintik perdarahan,dikenal dengan nama Auspitz sign.Adanya fenomena
Koebner / reaksi isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama dengan kelainan psoriasis akibat
bekas trauma / garukan.
 Pitiriasis rosea
Merupakan keradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada badan,lengan atas
bagian proksimal dan paha atas. Efloresensi:papul / plak eritematosa berbentuk oval dengan
skuama collarette(skuama halus di pinggir).Lesi pertama (Mother patch/Herald patch)
berupa bercak yang besar,soliter,oval dan anular berdiameter dua sampai enam cm.Lesi
tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan gambaran menyerupai pohon cemara
(Christmas tree).

Tabel 1. Diagnosis banding tineakorporis

6
Diagnosis Tinea korporis Psoriasis Pitiriasis rosea
banding
Definisi Dermatofitosis pada Penyakit autoimun Penyakit kulit yang
glabrous skin dan bersifat kronik belum diketahui
sela paha. residif. penyebabnya.
Etiologi Jamur trichophyton Faktor genetik, Belum diketahui
rubrum imunologik, dan (hipotesis : virus)
faktor pencetus karna penyakit self
seperti stress psikis, limiting disease.
infeksi fokal,
trauma, endokrin,
metabolik, obat,
alkohol dan
merokok
Predileksi kulit tak berambut Scalp, perbatasan Badan, lengan atas
(glabrous skin) pada daerah tersebut bagian proksimal
wajah, badan, lengan, dengan muka, siku, dan paha atas,
dan tungkai. lutut, dan daerah seperti pakaian
lumbosakral. renang wanita
zaman dahulu.
Efloresensi Lesi bulat Plak eritema, Dimulai dengan lesi
sirkumskrip, makula sirkumskrip dan pertama (herald
eritem, skuama merata. Skuama patch) berbentuk
bahkan sampai erosi, berlapis-lapis, pohon cemara
vesikel/papul di tepi kasar,dan berwarna terbalik, berbentuk
dengan daerah tengah putih seperti mika, soliter, oval dan
nya lebih tenang. serta transparan. anular, serta skuama
halus,
Khas Pemeriksaan kerokan Fenomena tetes lilin, Pemerksaan keroan
kulit dengan KOH Auspitz dan koebner kulit dengan KOH
20% ditemukan hifa. (+) (-)

7
2.8 Penatalaksanaan1,5,6
A. Non medikamentosa
 Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terinfeksi untuk mencegah
penyebaran infeksi kebagian tubuh lainnya
 Jangan menggunakan handuk, baju, secara bergantian dengan orang yang terinfeksi
 Cuci handuk danbaju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk mencegah
penyebaran jamur tersebut
 Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-sisa
kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh
 Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan kulit
selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintesis yang dapat menghambat
sirkulasiudara
 Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur

B. Medikamentosa
a. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada
jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai
formulasi. Dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal
digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal
azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.
Berikut obat yang sering digunakan :
 Topical azol terdiri atas :
a. Econazol 1 %
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada
pembentukan ergosterol membran sel jamur.
 Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran
sel jamur. yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti
inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari
berturut-turut.

8
 Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya
bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel
jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan
anti bakteri serta berspektrum luas.
 Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen anti
jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan pada beberapa
hari pertama dari terapi.

b. Terapi sistemik
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology
menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus
hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien
imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal.
 Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas pada
pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum,
Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium metafase.
 Ketokonazol
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk
golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.
 Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak
dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
 Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik
dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea. Absorbsi
maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan.
 Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus.
Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan
jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi
jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.

9
2.9 Prognosis
Untuk dermatofitosisyang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan
menggunakan anti jamur sistemik.

10
BAB III
KESIMPULAN

Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species microsporum, trichophyton, dan
epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan
rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan
kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku.
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang diserang,salah
satunya adalahTinea Korporis yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut
(glabrous skin) pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. Pada tinea korporis yang menahun, tanda
radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropis.Menyerang pria maupun wanita semua
umur terutama dewasa. Kebersihan perorangan memegang peranan penting dalam pencegahan
penyakit ini. faktor lain yang juga mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang
padat, social ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan d isekitarnya, obesitas, penyakit
sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali.

11
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis. In : Budimulja


U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis
superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2011.
2. Siregar, RS. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta: EGC; 2013
3. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2013
4. Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2011 June 29; available
from;http://www.emedicine.com/asp/tineacorporis/article/pagetype=Article.htm
5. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010
6. Budimulja, U.: Infeksi Jamur. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. 2009
7. Gupta, Aditya K.; Chaudhry, Maria; Elewski, Boni (July 2008). “Tinea coeporis, tinea cruris,
tinea nigra, and piedra”. Dermatologic Clinics (Philadelphia;Elsevier Health Sciences
Division) 21 (3); 395-400.

12

Anda mungkin juga menyukai