Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

CASE BASED DISCUSSION (CBD)


“TINEA CORPORIS ET CRURIS”

Oleh:
Sri Lia Alni
019.06.0088

Pembimbing:
dr. Tjokorda Istri Oka Dwiprasetya Handayani, M.Biomed, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SMF KULIT & KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang penulis miliki, penyusunan laporan Case
Based Discussion dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini membahas
mengenai hasil Case Based Discussion yang berjudul “Tinea corporis et tinea cruris”.
Penyusunan laporan ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak,
maka dari itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Tjokorda Istri Oka Dwiprasetya Handayami, M.Biomed, Sp.KK yang
senantiasa memberikan saran serta bimbingan selama pelaksanaan Case Based
Discussion.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi penulis.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas untuk menyusun
laporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Semarapura, 22 September 2023

Penuli

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur


dermatofita. Jamur dermatofita ini meliputi tiga genus yaitu Trichophyton,
Microsporum dan Epidermophyton. Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung
keratin sebagai sumber nutrisi untuk tumbuh dan berkembang biak, seperti pada kulit,
rambut dan kuku. Berdasarkan tempat predileksinya, dapat dibagi menjadi tinea kapitis,
tinea barbae, tinea corporis, tinea manum, tinea curis, tinea pedis dan tinea unguium.
Tinea corporis merupakan infeksi dermatofitosis pada kulit glabosa kecuali daerah
telapak tangan, telapak kaki, lipat paha, bokong, kuku dan rambut. Tinea cruris
merupakan infeksi dermatofitosis pada daerah lipatan paha dan bokong.
Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, oleh
karena negara Indonesia beriklim tropis dan kelembabannya tinggi. Manifestasi klinis
bervariasi dapat menyerupai penyakit kulit lain sehingga selalu menimbulkan diagnosis
yang keliru dan kegagalan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis dapat ditegakkan
secara klinis dan identifikasi laboratorik. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan
sistemik. Pada masa kini banyak pilihan obat untuk mengatasi dermatofitosis, baik dari
golongan antifungal konvensional tau antifungal terbaru. Pengobatan yang efektif ada
kaitannya dengan daya tahan seseorang, faktor lingkungan dan agen penyebab
(Budimulja, 2011).

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea Corporis merupakan infeksi jamur golongan dermatofita yang terdapat
di daerah kulit tidak berambut/ kulit halus (glabrosa) kecuali telapak tanngan, telapak
kaki dan inguinal. Sedangkan infeksi pada daerah inguinal, pubis, perineum dan
perianal disebut sebagai tinea Cruris.

2.2 Etiologi
Semua genus dermatofita baik Microsporum, Trichopyton maupun
Epidermophyton dapat menyebabkan tinea corporis dan tinea cruris. Trichopyton
rubrum dan Trichopyton mentagrophytes merupakan golomgan jamur dermatofita
yang paling sering menjadi penyebab tinea corporis. Sedangkan tinea cruris juga bisa
disebabkan oleh Epidermophyton floccosum.

2.3 Epidemiologi
Di Indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis
dan tinea corporis dan tinea cruris merupakan dermatofitosis terbanyak. Indonesia
merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembapan
yang tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur
dapat ditemukan hampir di semua tempat. Kasus tinea cruris 3 kali lebih banyak
diderita oleh laki-laki dari pada wanita dan dewasa lebih sering dibandingkan anak-
anak.

2.4 Faktor Risiko


1) Kondisi kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang padat
2) Kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat dan lembab
3) Kontak kulit ke kulit dengan penderita
4) Kontak dengan pakaian, handuk atau apapun yang sudah berkontak dengan
penderita.

4
5) Obesitas dan diabetes mellitus juga merupakan faktor risiko tambahan karena
keadaan tersebut menurunkan imunitas untuk melawan infeksi.

2.5 Patofisiologi
Patogenesis dari tinea ini juga masih belum begitu jelas. Dikatakan bahwa
dermatofit merilis beberapa enzim, termasuk keratinase, yang memungkinkan
mereka untuk menyerang stratum korneum dari epidermis sehingga menyebabkan
kerusakan. Ada juga teori patogenesis yang mengungkapkan adanya invasi
epidermis oleh dermatofit mengikuti pola biasa pada infeksi yang diawali dengan
pelekatan antara artrokonidia dan keratinosit yang diikuti dengan penetrasi melalui
sel dan antara sel serta perkembangan dari respon penjamu.
Perlekatan: Pada stratum korneum, fase pertama dari invasi dermatofit
melibatkan infeksi artrokonidia ke keratinosit. Secara in-vitro, proses ini komplit
dalam waktu 2 jam setelah kontak, dimana stadium germinasi dan penetrasi
keratinosit timbul. Berbagai dermatofit menunjukkan kerja yang sama, yang tidak
terpengaruhi oleh sumber keratinosit. Dermatofit ini harus bertahan dari efek sinar
ultraviolet, temperatur dan kelembaban yang bervariasi, kompetisi dengan flora
normal, dan dari asam lemak yang bersifat fungistatik.
Penetrasi: Diketahui secara luas dermatofit bersifat keratinofilik.
Kerusakan yang ditimbulkan di sekitar penetrasi hifa diperkirakan berasal dari
proses digesti keratin. Dermatofit akan menghasilkan enzim-enzim tertentu
(proteolitik), termasuk enzim keratinase dan lipase, yang dapat mengakibatkan
dermatofit tersebut akan menginvasi stratum korneum dari epidermis. Proteinase
lainnya dan kerja mekanikal akibat pertumbuhan hifa mungkin memiliki peran.
Meskipun demikian, masih sulit untuk membuktikan mekanisme produksi enzim
oleh dermatofit dengan aktivitas keratin-specific proteinase. Trauma dan maserasi
juga memfasilitasi proses penetrasi ini.
Pertahanan tubuh dan imunologi: Deteksi imun dan kemotaktik dari sel-
sel inflamasi terjadi melalui mekanisme yang umum. Beberapa jamur memproduksi
faktor kemotaktik yang memiliki berat molekul yang rendah, seperti yang

5
diproduksi oleh bakteri. Komplemen lainnya yang teraktivasi, membuat
komplemen yang tergantung oleh faktor kemotaktik. Keratinosit mungkin dapat
menginduksi kemotaktik dengan memproduksi IL-8 sebagai respon kepada antigen
seperti trichophytin. Kandungan serum dapat menghambat pertumbuhan
dermatofit, sebagai contohnya antara lain unsaturated transferrin dan asam lemak
yang diproduksi oleh glandula sebasea (derivat undecenoic acid).

2.6 Gejala
Penderita akan mengeluh gatal yang kadang-kadang meningkat waktu
berkeringat serta rasa terbakar memburuk setelah terpapar sinar matahari
(fotosensitivitas).

2.7 Gambaran klinis


Tinea Corporis menunjukkan gambaran klinis lesi berbatas tegas, polisiklik,
tepi aktif karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema,
skuama, dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di bagian tengah lesi (central
healing)
Tinea Cruris menunjukkan lesi berupa makula eritematosa berbatas tegas
disertai papul dan vesikel multipel dengan tepi yang meninggi. Lesi pada fase awal
berupa plakat eritematosa, berbentuk kurva dengan batas yang tegas meluas dari
inguinal/sela paha ke bawah menuju tungkai. Kadang-kadang bisa meluas sampai
skrotum dengan skuama minimal.

2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Hal-hal yang dapat ditemukan pada anamnesis adalah :
a. Rasa gatal, disertai sensasi terbakar dan memburuk setelah terpapar sinar
matahari
b. Ada riwayat kontak dengan hewan peliharaan
c. Ada riwayat kontak lansung dengan penderita dermatofitosis

6
d. Ada riwayat penggunaan bersama barang-barang penderita dermatofitosis,
misalnya handuk
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya gambaran klinis seperti yang sudah
disebutkan diatas. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood,
yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 nm. Beberapa spesies
dermatofit tertentu yang berasal dari genus Microsporum menghasilkan substansi
yang dapat membuat lesi menjadi warna hijau ketika disinari lampu Wood dalam
ruangan yang gelap. Dermatofit yang lain, seperti T. schoenleinii memproduksi
warna hijau pucat. Ketika hasilnya positif, ini akan sangat berguna. Pemeriksaan
sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur
berupa hifa panjang dan artrospora.
Pada sediaan kulit yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi
oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit
lama atau sudah diobati. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk
menyongkong pemeriksaan lansung sediaan basah dan untuk menentukan spesies
jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan agar dekstrosa sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap,
akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam
waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan
pemeriksaan sediaan lansung, (Badimulja, 1983; Djuanda, 2002).

2.9 Tatalaksana
Pengobatan Topikal

1) Imidazol
Mikonazol, klotrimazol, ekonazol, isokonazol, sertakanazol dioleskan 2 kali
sehari, sedangkan tiokonazol, ketokonazol, bifonazol, oksinazol dioleskan
1 kali sehari. Diberikan selama 2-4 minggu
2) Alilamin
Naftifin, terbinafin, butenafin. Dioleskan 1 kali sehari selama 1-2 minggu

7
3) Tolnaftat/ tolsiklat
Dioleskan 2-3 kali sehari selama 2-4 minggu
4) Siklopiroksolamin 1%
Dioleskan 2 kali sehari selama 2-3 minggu
5) Salep whitfield/ Antifungi DOEN
Berisi asidum salsisikum 3% dan asidum benzonikum 6% vaselin album,
dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu
6) Salep 2-4/ 3-10
Berisi asidum salsisikum 2-3% dan sulfur presipitatum 4-10% dalam
vaselin album, dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu

Pengobatan Sistemik

1) Griseofulvin (fungistatik) 500mg per hari atau 10 mg/kgBB/hari untuk


semua umur selama 2-6 minggu
2) Terbinafine (fungisidal) 250mg per hari sampai 2 minggu
3) Itrakonazol (fungistatik) 100mg per hari sampai 15 hari atau terapi denyut
200mg per hari selama 7 hari

2.10 Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi pada pasien dengan tinea corporis dan tinea
cruris, kecuali pasien yang memiliki gangguan imun. Beberapa komplikasi yang
dapat terjadi, antara lain infeksi bakteri sekunder, granuloma majocchi,penebalan
dan hiperpigmentasi pada area kulit yang terdampak, tinea incognito dan reaksi
dermatofitid.

2.11 Edukasi
a. Menjaga kebersihan diri
b. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat
c. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan
terinfeksi jamur

8
d. Hindari penggunaan handuk atau pakaian yang bergantian dengan orang lain,
cuci handuk yang kemungkinan terkontaminasi
e. Menggunakan pakaian yang tidak ketat
f. Tatalaksana linen infeksius : tatalaksana linen infeksius : pakaian, sprei, handuk
dan linen lainnya direndam dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh
jamur atau menggunakan desinfektan lain (PPK Perdoski, 2017)

9
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. IMA
Tanggal Lahir : 10 Juni 1980
Usia : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn Selat Banjarangkan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Buruh Ayam
Status Pernkahan : Sudah Menikah
No. RM : 228912

3.2 Anamnesis
Telah dilakukan anamnesis secara autoanamnesis pada tanggal 19
September 2023.
a) Keluhan Utama
Gatal di lengan kiri atas, ketiak dan selangkangan
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke poliklinik kulit & kelamin
dengan keluhan gatal pada lengan kiri atas, ketiak dan selangkangan. Gatal
dirasakan sekitar 4 bulan yang lalu, gatal dirasakan hilang timbul sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari. Gatal dirasakan semakin memberat apabila
berkeringat, pasien pernah melakukan pengobatan sebelumnya tapi keluhan
yang dirasakan tidak membaik. Lesi pertama muncul pada daerah selangkangan,
setelah beberapa bulan lesi muncul pada daerah lengan dan ketiak.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama: +

10
Riwayat hipertensi: Disangkal
Riwayat diabetes mellitus: Disangkal
Riwayat penyakit jantung: Disangkal
Riwayat asma: Disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama: (+) Ibu pasien
Riwayat hipertensi: Disangkal
Riwayat diabetes mellitus: Disangkal
Riwayat penyakit jantung: Disangkal
Riwayat asma: Disangkal Riwayat alergi makanan: Disangkal
Riwayat alergi obat-obatan: Disangkal
e) Riwayat Alergi
Obat-Obatan: Disangkal
Makanan: Disangkal
f) Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah melakukan pengobatan, namun keluhan yang
dirasakan masih tetap sama
g) Riwayat Pribadi dan Sosial
Merokok: Disangkal
Alkohol: Disangkal
Olahraga: Disangkal, hanya beraktivitas ringan
3.3 Pemeriksaan Fisik
a) Status Present
Keadaan umum: Baik
Kesadaran/GCS: E4V5M6 (Compos Mentis)
Tanda Vital:
1) Tekanan Darah: 120/70 mmHg
2) Nadi: 80x/menit
3) Frekuensi Nafas: 16x/menit

11
4) Suhu Axilla: 36 C
5) CRT: <2 detik
6) Berat Badan : 57 kg
7) Tinggi Badan : 168 cm
b) Status Generalis

Kepala : Normocephali, warna rambut hitam distribusi


merata, tidak ditemukan cedera kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat isokor (3mm x 3mm), refleks pupil
(+/+)
Hidung : Deformitas (-/-), peradangan (-/-), massa (-/-),
septum deviasi (-/-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia, otorea (-/-), nyeri tekan tragus dan
mastoid (-/-), nyeri ketok mastoid (-/-),
discharge (-/-)
Tenggorokan : Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis,faring hiperemis (-)
Mulut : Mulut simetris, bibir pucat (-), sianosis (-),
lidah kotor (-), mukosa hiperemi (-)
Leher : Peradangan (-), nyeri tekan (-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Normochest, simetris kanan dan kiri
1) Inspeksi: Peradangan (-), massa (-), barrel
cheast (-), pigeon cheast (-), ictus cordis
tidak tampak
2) Palpasi: Nyeri (-), vocal fremitus simetris
kanan dan kiri, ictus cordis teraba kuat
angkat di ICS 5

12
3) Perkusi: Sonor (+) seluruh lapang paru
4) Auskultasi:
a) Pulmo: Vesikuler (+) seluruh lapang
paru, ronkhi (-), wheezing (-)
b) Cor: BJ I & II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : 1) Inspeksi : Massa (-), distensi(-), tanda
inflamasi (-)
2) Auskultasi : Bising usus (+)
3) Perkusi : Timfani Seluruh lapang perut
4) Palpasi : Defans Muscular (-), massa (-),
Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : a) Atas: Akral teraba hangat kanan dan kiri,


CRT < 2 detik, edema (-), nyeri tekan (-)
b) Bawah: Akral teraba hangat kanan dan
kiri, edema (-), pitting edema (-)

c) Status Lokalis
1. Inspeksi : macula hiperpigmentasi, batas tegas, polisiklik, edema (-)
2. Palpasi : nyeri tekan (-), teraba hangat (+)
3. Status Dermatologis :
1) Lokasi : Humerus (Sinistra)
a) Efloresensi : makula hiperpigmentasi
b) Ukuran : plakat
c) Bentuk : tidak teratur
d) Susunan : polisiklik
e) Distribusi : regional
f) Batas : tegas
2) Lokasi : Axila Sinistra

13
1) Efloresensi : makula hiperpigmentasi
2) Ukuran : plakat
3) Bentuk : teratur
4) Susunan : polisiklik
5) Distribusi : regional
6) Batas : tegas

3.4 Diagnosis Banding


Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien,
adapun usulan diagnosis banding berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik, yaitu:
1) Tinea Corporis
2) Tinea Cruris
3) Psoriasis vulgaris
4) Morbus Hansen
5) Dermatitis Numularis
6) Pitiriasis rosea

14
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah hasil dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
mikrobiologi berupa kerokan kulit (19/09/2023):
a) Pemeriksaan mikrobiologi (kerokan kulit)

Hasil : Hifa bersepta dengan Arthoconidia

3.6 Diagnosis Kerja


Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang pasien pada kasus ini mengalami Tinea corporis et cruris

3.7 Terapi

7) Ketoconazole 200 mg tab dengan dosis 1x1


8) Loratadine 10 mg tab dengan dosis 1x1
9) Ketoconazole 2% 15g cream dengan dosis 2xue

3.8 Prognosis
Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh,
kecuali bila terpajan ulang dengan jamur penyebab.

a) Quo ad vitam : bonam


b) Quo ad functinam : bonam
c) Quo ad sanationam: bonam

15
16
BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien adalah seorang laki-
laki berusia 43 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin RSUD Klungkung dengan
keluhan gatal-gatal pada lengan kiri atas, ketiak dan selangkangan. Keluhan tersebut
dirasakan sekitar 4 bulan yang lalu. Ibu pasien sebelumnya lebih dulu memiliki keluhan
yang serupa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status
generalis pasien dalam keadaan normal. Pada status lokalis Humerus Sinistra tampak
makula hiperpigmentasi berbatas tegas, polisiklik, dan bentuk tidak teraktur. Status
lokalis Regio Axila Sinistra tampak makula hiperpigmentasi berbatas tegas, polisiklik,
dan bentuk teratur. Pada hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologi dari hasil
pemeriksaan kerokan jamur KOH 10% ditemukan hasil gambaran hifa panjang bersepta
(hifa sejati) dan arthoconidia. Sehingga dalam kasus ini pasien di diagnosis sebagai
Tinea Corporis et Tinea Cruris.
Tinea Corporis merupakan infeksi jamur golongan dermatofita yang terdapat di
daerah kulit tidak berambut/kulit halus (glabrosa) Sedangkan infeksi pada daerah
inguinal, pubis, perineum dan perianal disebut sebagai tinea Cruris. Dermatofita dapat
tumbuh dengan optimal pada suhu 15-35℃ pada kulit manusia yang hangat dan
lembab, sehingga dermatofitosis umumnya lebih banyak ditemukan pada negara tropis
dan subtropis. Dermatofitosis dapat juga diperberat oleh penggunaan pakaian yang
tertutup rapat, kelembapan tinggi, lingkungan tempat tinggal yang padat dan hygiene
yang rendah (Yuwita et al, 2016).
Berdasarkan pemeriksaan kerokan kulit KOH 10% pada psien menunjukkan
hasil positif jamur. Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan yang sederhana, murah,
cepatdan efisien untuk melakukan skrining. Pada pemeriksaan KOH yang dilakukan

17
oleh pasien sudah sesuai dengan kepustakaan dimana sediaan yang diambil berada pada
tepi lesi yang masih aktif, dan ditetesi KOH 10%. Pemberian KOH 10-20% ini
bertujuan untuk melarutkan keratin sehingga hifa dan spora lebih mudah untuk dilihat.
Hasil pemeriksaan kerokan kulit KOH positif berarti ditemukan hifa pada spesimen
tersebut (Sari & Anjasmara, 2023).

18
BAB 5
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 43 tahun datang dengan keluhan gatal-gatal pada


lengan kiri atas, ketiak dan selangkangan. Keluhan tersebut dirasakan sekitar 4
bulan yang lalu. Pasien sebelumnya pernah melakukan pengobatan namun
keluhan yang dirasakan masih tetap sama. Setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium sediaan KOH 10% ditemukan hasil gambaran hifa panjang
bersepta (hifa sejati) dan arthoconidia sehingga pasien didiagnosis mengalami
tinea corporis et tinea cruris.
Tinea corporis adalah infeksi jamur golongan dermatofita yang terdapat
di daerah kulit tidak berambut/kulit halus (glabrosa) Sedangkan Tinea Cruris
adalah infeksi pada daerah inguinal, pubis, perineum dan perianal. Tinea cruris
3 kali lebih banyak diderita oleh laki-laki dari pada wanita dan dewasa lebih
sering dibandingkan anak-anak. Trichopyton rubrum dan Trichopyton
mentagrophytes merupakan golomgan jamur dermatofita yang paling sering
menjadi penyebab tinea corporis. Sedangkan tinea cruris juga bisa disebabkan
oleh Epidermophyton floccosum.

19
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.

Perdoski. 2017. Panduan Praktik Klinis Perdoski. Jakarta.

Putri, Minerva Nadia., Burnama, Fitrianisa,. Nusadewi, Azelia. 2017.


Penatalaksanaan dan Penceahan Tinea Korporis Pada Pasien Wanita dan Anggota
Keluarga. J AgromedUnila.

Sari, Ida Ayu Diah Purnama & Anjasmara, I Kadek Dwiki. 2023. Tinea
Korporis Et Kruris Et Fasialis Dengan Terapi Kombinasi Anti Jamur. Ganesha
Medicine Journal, Vol.3 No.1

Wirya Duarsa. 2000. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Kulit Dan
Kelamin RSUP Denpasar. Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.

Yuwita, Wulan., Ramali, Lies Marlysa., Miliawati, Risa. 2016. Karakteristik


Tinea Kruris dan/atau Tinea Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin-Periodical of Dermatology and Venereology Vol.28
No.27

20

Anda mungkin juga menyukai