Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

TINEA KRURIS

Dave Abraham Kambey

1361050189

Dosen Pembimbing :

dr. Ruri D Pamela, Sp.KK

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

PERIODE 11 JUNI – 21 JULI 2018


BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya

stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita

(Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp). Ketiga genus jamur ini bersifat

mencerna keratin atau zat tanduk yang merupakan jaringan mati dalam epidermis (Tinea corporis,

Tinea kruris, Tinea manus et pedis), rambut (Tinea kapitis), kuku (Tinea unguinum).1 Oleh karena

satu spesies dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang berbeda-beda pada satu individu

tergantung dari bagian tubuh yang dikenai, dan sebaliknya berbagai jenis dermatofita dapat

menyebabkan kelainan yang secara klinis sama apabila mengenai bagian tubuh yang sama, maka

dari itu klasifikasi dermatofitosis lebih didasarkan pada regio anatomis yang terkena dari jamur

penyebabnya, walaupun sebenarnya pendekatan kausatif lebih rasional.1

Hanya sebagian kecil golongan jamur yang dapat menimbulkan penyakit, dan sebagian

besar lainnya tidak bersifat patogen, namun dapat menjadi patogen apabila terdapat faktor-faktor

predisposisi tertentu baik fisiologis maupun patologis. Faktor-faktor predisposisi fisologis meliputi

kehamilan dan umur, sedangkan yang termasuk faktor predisposisi patologis adalah keadaan

umum yang jelek, penyakit tertentu, iritasi setempat, dan pemakaian obat-obat tertentu seperti

antibiotika, kortikosteroid dan sitostatik.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sinonim : Eksema marginatum, Dhobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin. Tinea

kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat

bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangung seumur hidup.

Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito krural (lipat paha, genitalia eksterna, sekitar anus dan

dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah).1

2.2 Etiologi

Penyebab dari Tinea kruris adalah Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum.

Dapat juga disebabkan oleh Trichopyton mentagrophytes dan Trichopyton verrucosum. Infeksi

Tinea kruris dapat disebabkan oleh infeksi langsung (autoinoculation) misalnya karena penderita

sebelumnya menderita Tinea manus, Tinea pedis, atau Tinea unguium. Dapat juga ditularkan

secara tidak langsung, misalnya melalui handuk. 1,3

2.3 Epidemiologi

Banyak terjadi pada daerah tropis dan ketika musim panas dimana tingkat kelembapannya

cukup tinggi.1 Penyakit ini lebih sering mengenai laki-laki, terutama pada individu dengan obesitas

2
atau pada individu yang sering menggunakan pakaian ketat.3 Penyakit ini lebih banyak ditemukan

pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak.3

2.4 Patogenesis

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.1,3 Penularan langsung

dapat secara fomite, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau

tanah.3 Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian

debu.3 Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau

sprei penderita.1 Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat

memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-

cabangnya didalam jaringan keratin yang mati.1,3 Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang

berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.1 Pertumbuhannya dengan

pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan

meninggi (ringworm).1 Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu

reaksi peradangan.1 Menyebabkan penderita merasa gatal atau sedikit panas di tempat tersebut

akibat timbulnya peradangan dan iritasi.1 Faktor risiko infeksi awal atau kekambuhan adalah

memakai pakaian ketat atau basah.1

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah1:

1. Faktor virulensi dari dermatofita

Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.

Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas

3
terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang

menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian

dalam.

2. Faktor trauma

Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

3. Faktor suhu dan kelembapan

Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau

lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang

penyakit jamur.

4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan

Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit

jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada

golongan ekonomi yang baik

5. Faktor umur dan jenis kelamin

2.5 Tanda dan Gejala Klinis

Secara subyektif, penderita dengan Tinea kruris mengeluh gatal yang kadang-kadang

meningkat waktu berkeringat.1,2,3

4
Kelainan kulit yang tampak pada Tinea kruris pada lipat paha merupakan lesi berbatas

tegas yang bilateral pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau menahun.1,2,3 Mula-

mula sebagai bercak eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal dan membentuk

bangun setengah bulan dengan batas tegas, yang dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan

sampai paha, bokong dan perut bawah.1 Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada

daerah tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak papul

maupun vesikel di sekelilingnya.1,2 Bila penyakit ini menjadi menahun (kronis), dapat berupa

bercak hitam disertai sedikit skuama.3 Erosi dan ekskoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah,

biasanya akibat garukan maupun pengobatan yang diberikan.2 Keluhan sering bertambah sewaktu

tidur sehingga digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.3

2.6 Diagnosis

Dari anamnesis, gambaran klinis dan lokalisasinya, tidak sulit untuk mendiagnosis Tinea

kruris.1,3 Sebagai penunjang diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan

bagian tepi lesi dengan KOH dan biakan, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu

Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao. Pemeriksaan sediaan

langsung dengan KOH 10-20% positif bila memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan

artrospora.1,3

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung

sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.1 Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menanamkan bahan klinis pada media buatan.3 Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah

medium agar dekstrosa Sabouraud.3 Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi

5
lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan

sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.3

2.7 Komplikasi

Tinea kruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.3 Pada infeksi

jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.3

2.8 Diagnosis Banding

1. Kandidiasis inguinalis

Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida.

Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan Tinea kruris jika mengenai lipatan paha dan perianal.

Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan berkrusta. Perbedaannya ialah

pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di

sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada

daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi,

blastospora atau hifa semu.4

Pada wanita, ada tidaknya flour albus biasanya dapat membantu diagnosis.

Pada penderita diabetes mellitus, kandidiasis merupakan penyakit yang sering dijumpai.

6
2. Eritrasma

Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha. Efloresensi yang

sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit ini.

Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi

merah ( red coral ).4

3. Dermatitis Seboroik

Penyakit keradangan pada kulit yang di pengaruhi faktor konstitusi dan bertempat predileksi

di tempat- tempat seboroik. Efloresensi yang sma, yaitu eritema dan skuama, tetapi pada

dermatitis seboroik lesi dapat berkrusta, dan cenderung residif.

2.9 Penatalaksanaan

Pada umumnya pengobatan untuk infeksi jamur dermatofitosis secara topikal saja cukup,

kecuali untuk lesi-lesi kronik dan luas serta infeksi pada rambut dan kuku yang memerlukan pula

pengobatan sistemik, oleh karena dermatofitosis merupakan penyakit jamur superfisial.2

a. Pengobatan topikal1,2

- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep

(Salep Whitfield).

- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-

4, salep 3-10).

7
- Derivat azol : ketokonazol, mikonazol 2%, klotrimasol 1%, sangat berguna

terhadap kasus-kasus yang diragukan penyebabnya dermatofita atau candida.

b. Pengobatan sistemik1,2

- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa selama 3 minggu, sedangkan dosis

untuk anak-anak adalah 10-25 mg/kgBB sehari untuk anak antara 15 sampai

25 kg berat badan, sedangkan untuk anak dengan berat badan lebih dari 25 kg

dapat diberikan antara 125/250 mg per hari.

- Ketokonazol 200 mg sehari untuk dewasa atau 3-6 mg/kgBB sehari untuk anak-

anak lebih dari 2 tahun.

- Antihistamin diberikan untuk mengurangi gejala gatal.

- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder.

Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin, dapat diberikan griseofulvin dengan dosis

yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama atau bisa juga dipertimbangkan penggunaan derivat

azol seperti itrakonazol, flukonazol dll. Selain pengobatan kausatif tersebut, penting juga

diperhatikan pengobatan simtomatik untuk menanggulangi rasa gatal, panas, maupun nyeri.2,5

2.10 Pencegahan

Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada Tinea kruris dan Tinea corporis

harus dihindari atau dihilangkan antara lain : 1,5

a. Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet atau nilon.

8
b. Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air misalnya perenang.

c. Kegemukan : selain faktor kelembaban, gesekan yang kronis dan keringat berlebihan disertai

higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi.

2.11 Prognosis

Prognosis tergantung penyebab, disiplin pengobatan, status imunologis dan sosial

budayanya, tetapi pada umumnya baik.1,5

9
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien

Nama : Tn. WS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 56 tahun

Pendidikan : SMA

Suku : Batak

Agama : Kristen

Hobi :

Alamat : Jl. Nusa Indah Jakarta Timur

2. Anamnesa

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 12 Juni 2018

Keluhan Utama : Gatal pada selangkangan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia

dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan. Pasien mengatakan keluhan tersebut sudah

10
dirasakan sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan merasa

semakin gatal pada saat berkeringat, pasien merasa lebih enak apabila di garuk. Pasien belum

pernah berobat untuk mengatasi keluhan tersebut. Awal mulanya pasien mengatakan keluhan

tersebut muncul tiba-tiba terutama saat pasien berkeringat, tidak ada riwayat gatal yang muncul

setelah mengkonsumsi makanan maupun obat-obatan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Disangkal oleh pasien

Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal oleh pasien

Riwayat Alergi : Disangkal oleh pasien

Riwayat Kebiasaan Pasien : Pasien mengatakan pasien sangat mudah untuk berkeringat

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Suhu : 36,5 C

Nadi : 98 x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Kepala : Normocephali

11
Mata : Sklera ikterik -/- , Konjungtiva anemis -/-

Leher : Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening

Paru : Pergerakan dinding dada simetris, Bunyi nafas vesikuler, Wh -/-,

Rh -/-

Jantung : BJ I&II normal

Abdomen : Bising usus 4x/menit, nyeri tekan -, nyeri ketok –

Efloresensi : Pada regio inguinal sinistra tampak patch hiperpigmentasi dengan

tepi aktif dan central healing disertai dengan skuama diatasnya

4. Resume

Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Universitas Kristen

Indonesia dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan. Pasien mengatakan keluhan

12
tersebut sudah dirasakan sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan hilang

timbul dan merasa semakin gatal pada saat berkeringat, pasien merasa lebih enak apabila

di garuk. Pasien belum pernah berobat untuk mengatasi keluhan tersebut. Awal mulanya

pasien mengatakan keluhan tersebut muncul tiba-tiba terutama saat pasien berkeringat,

tidak ada riwayat gatal yang muncul setelah mengkonsumsi makanan maupun obat-obatan.

Tidak ada keluhan lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TTV dan status generalis dalam

batas normal, pada status dermatologik didapatkan pada regio inguinal sinistra tampak

patch hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan central healing disertai dengan skuama

diatasnya.

5. Diagnosis

Pemeriksaan penunjang

 Mikroskopik dengan KOH 10% :

o Ditemukan gambaran hiva sejati

13
Diagnosis Banding

 Tinea Kruris

 Kandida Intertrigenosa

 Dermatitis Intertrigenosa

 Dermatitis Kontak Iritan

 Psoriasis Inversa

Diagnosis Kerja

Tinea Kruris

6. Penatalaksaan

 Non medikamentosa :

o Edukasi kepada pasien agar mengganti seluruh pakaian apabila pakaian basah

karena keringat

o Edukasi agar tidak digaruk karena dapat menyebabkan terjadinya lecet dan

meningkatkan risiko muncul infeksi sekunder

o Edukasi untuk memakai obat sesuai resep dengan teratur dan melakukan kontrol

apabila keluhan tidak berkurang

 Medikamentosa :

o Topikal

Mikonazol krim, oles 2 – 3 x sehari

o Sistemik

14
Cetirizine tablet, 1 x 10 mg

7. Prognosis

 Ad Vitam : Bonam

 Ad Fungtionam : Bonam

 Ad Sanationam : Dubia ad bonam

 Ad Kosmetikum : Dubia ad bonam

15
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia

dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan. Pasien mengatakan keluhan tersebut sudah

dirasakan sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan merasa

semakin gatal pada saat berkeringat, pasien merasa lebih enak apabila di garuk. Pasien belum

pernah berobat untuk mengatasi keluhan tersebut. Awal mulanya pasien mengatakan keluhan

tersebut muncul tiba-tiba terutama saat pasien berkeringat, tidak ada riwayat gatal yang muncul

setelah mengkonsumsi makanan maupun obat-obatan. Tidak ada keluhan lain. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan TTV dan status generalis dalam batas normal, pada status dermatologik

didapatkan pada regio inguinal sinistra tampak patch hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan central

healing disertai dengan skuama diatasnya.

Gejala yang dialami oleh pasien sesuai dengan kepustakaan1,3,5, yaitu keluhan utama

berupa gatal-gatal di daerah lipatan paha, semakin gatal saat berkeringat. Dari kepustakaan

disebutkan bahwa Tinea kruris sering ditemukan pada lipatan paha dan dapat meluas hingga

meliputi skrotum, bokong, pubis, dan perut bawah.1,5 Mula-mula lesi timbul sebagai bercak

eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal dan membentuk bangun setengah

bulan dengan batas tegas.1,5 Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah

tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak papul maupun

vesikel di sekelilingnya.1,5

16
Berdasarkan kesesuaian effloresensi penderita dengan kepustakaan maka diagnosis kerja

mengarah pada Tinea kruris. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dan menegakkan diagnosis,

dilakukan pemeriksaan KOH dengan spesimen dari kerokan kulit pada lesi bagian tepi. Dikatakan

positif bila memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. 1,5

Pada pasien ini diberikan obat topical anti jamur dan obat oral anti histamin untuk

mengurangi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien. Pasien juga di edukasi untuk menjaga

higienitas dengan mengantti pakaian apabila basah karena keringat, tidak menggaruk agar terjadi

infeksi sekunder dan menggunakan obat-obatan yang diberikan sesuai dengan instruksi serta

kontrol kembali apabila keluhan tidak berkurang.

17
BAB V

KESIMPULAN

Tinea kruris adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita dimana predileksinya adalah

pada daerah pelipatan paha, bilateral kanan kiri sekitar ano-genital dan dapat meluas ke bokong

dan perut bagian bawah.

Gambaran klinis bermula sebagai bercak/patch eritematosa yang gatal dan lama kelamaan

semakin meluas dengan tepi lesi yang aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah

tengahnya), central healing, batas tegas, bentuk bervariasi, ditutupi skuama, dan kadang-kadang

dengan banyak papul dan vesikel kecil-kecil.

Pengobatan dapat diberikan secara topikal dan sistemik. Faktor-faktor predisposisi

terjadinya Tinea kruris adalah kelembapan dan kurangnya higienitas perorangan. Prognosis

penyakit ini adalah baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p. 94-105.

2. Adiguna MS, Rusyati LM. Recent Treatment of Dermatomycosis. In: Kumpulan Makalah

Lengkap Peningkatan Profesionalisme di Bidang Infeksi Kulit dan Kelamin Serta

Pemakaian Anti Mikrobial yang Bijak. Denpasar: Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit &

Kelamin FK UNUD/RS Sanglah, Bagian Mikrobiologi Klinik FK UNUD/RS Sanglah

2011. p. 37-38.

3. Verma S, Hefferman MP. Tinea Cruris. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ (editor).

7th ed. New York: McGraw-Hill 2008. p. 1807-1821.

4. Kuswadji. Kandidosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p. 106-109.

5. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea Corporis, Tinea Cruris, Tinea Nigra, and Piedra.

Dermatologic Clinics 2003; vol (21). p. 395-400.

19

Anda mungkin juga menyukai