TINEA KRURIS
1361050189
Dosen Pembimbing :
PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita
(Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp). Ketiga genus jamur ini bersifat
mencerna keratin atau zat tanduk yang merupakan jaringan mati dalam epidermis (Tinea corporis,
Tinea kruris, Tinea manus et pedis), rambut (Tinea kapitis), kuku (Tinea unguinum).1 Oleh karena
satu spesies dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang berbeda-beda pada satu individu
tergantung dari bagian tubuh yang dikenai, dan sebaliknya berbagai jenis dermatofita dapat
menyebabkan kelainan yang secara klinis sama apabila mengenai bagian tubuh yang sama, maka
dari itu klasifikasi dermatofitosis lebih didasarkan pada regio anatomis yang terkena dari jamur
Hanya sebagian kecil golongan jamur yang dapat menimbulkan penyakit, dan sebagian
besar lainnya tidak bersifat patogen, namun dapat menjadi patogen apabila terdapat faktor-faktor
predisposisi tertentu baik fisiologis maupun patologis. Faktor-faktor predisposisi fisologis meliputi
kehamilan dan umur, sedangkan yang termasuk faktor predisposisi patologis adalah keadaan
umum yang jelek, penyakit tertentu, iritasi setempat, dan pemakaian obat-obat tertentu seperti
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinonim : Eksema marginatum, Dhobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin. Tinea
kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat
bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangung seumur hidup.
Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito krural (lipat paha, genitalia eksterna, sekitar anus dan
2.2 Etiologi
Penyebab dari Tinea kruris adalah Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum.
Dapat juga disebabkan oleh Trichopyton mentagrophytes dan Trichopyton verrucosum. Infeksi
Tinea kruris dapat disebabkan oleh infeksi langsung (autoinoculation) misalnya karena penderita
sebelumnya menderita Tinea manus, Tinea pedis, atau Tinea unguium. Dapat juga ditularkan
2.3 Epidemiologi
Banyak terjadi pada daerah tropis dan ketika musim panas dimana tingkat kelembapannya
cukup tinggi.1 Penyakit ini lebih sering mengenai laki-laki, terutama pada individu dengan obesitas
2
atau pada individu yang sering menggunakan pakaian ketat.3 Penyakit ini lebih banyak ditemukan
2.4 Patogenesis
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.1,3 Penularan langsung
dapat secara fomite, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau
tanah.3 Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian
debu.3 Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau
sprei penderita.1 Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati.1,3 Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi (ringworm).1 Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu
reaksi peradangan.1 Menyebabkan penderita merasa gatal atau sedikit panas di tempat tersebut
akibat timbulnya peradangan dan iritasi.1 Faktor risiko infeksi awal atau kekambuhan adalah
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas
3
terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang
menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian
dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau
lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur.
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
Secara subyektif, penderita dengan Tinea kruris mengeluh gatal yang kadang-kadang
4
Kelainan kulit yang tampak pada Tinea kruris pada lipat paha merupakan lesi berbatas
tegas yang bilateral pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau menahun.1,2,3 Mula-
mula sebagai bercak eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal dan membentuk
bangun setengah bulan dengan batas tegas, yang dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan
sampai paha, bokong dan perut bawah.1 Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada
daerah tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak papul
maupun vesikel di sekelilingnya.1,2 Bila penyakit ini menjadi menahun (kronis), dapat berupa
bercak hitam disertai sedikit skuama.3 Erosi dan ekskoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah,
biasanya akibat garukan maupun pengobatan yang diberikan.2 Keluhan sering bertambah sewaktu
2.6 Diagnosis
Dari anamnesis, gambaran klinis dan lokalisasinya, tidak sulit untuk mendiagnosis Tinea
kruris.1,3 Sebagai penunjang diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan
bagian tepi lesi dengan KOH dan biakan, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu
Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao. Pemeriksaan sediaan
langsung dengan KOH 10-20% positif bila memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan
artrospora.1,3
sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.1 Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan.3 Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah
medium agar dekstrosa Sabouraud.3 Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi
5
lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan
sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.3
2.7 Komplikasi
Tinea kruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.3 Pada infeksi
1. Kandidiasis inguinalis
Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan Tinea kruris jika mengenai lipatan paha dan perianal.
Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan berkrusta. Perbedaannya ialah
pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di
sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada
daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi,
Pada wanita, ada tidaknya flour albus biasanya dapat membantu diagnosis.
Pada penderita diabetes mellitus, kandidiasis merupakan penyakit yang sering dijumpai.
6
2. Eritrasma
Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha. Efloresensi yang
sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit ini.
Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi
3. Dermatitis Seboroik
Penyakit keradangan pada kulit yang di pengaruhi faktor konstitusi dan bertempat predileksi
di tempat- tempat seboroik. Efloresensi yang sma, yaitu eritema dan skuama, tetapi pada
2.9 Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan untuk infeksi jamur dermatofitosis secara topikal saja cukup,
kecuali untuk lesi-lesi kronik dan luas serta infeksi pada rambut dan kuku yang memerlukan pula
a. Pengobatan topikal1,2
- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep
(Salep Whitfield).
- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-
4, salep 3-10).
7
- Derivat azol : ketokonazol, mikonazol 2%, klotrimasol 1%, sangat berguna
b. Pengobatan sistemik1,2
untuk anak-anak adalah 10-25 mg/kgBB sehari untuk anak antara 15 sampai
25 kg berat badan, sedangkan untuk anak dengan berat badan lebih dari 25 kg
- Ketokonazol 200 mg sehari untuk dewasa atau 3-6 mg/kgBB sehari untuk anak-
Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin, dapat diberikan griseofulvin dengan dosis
yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama atau bisa juga dipertimbangkan penggunaan derivat
azol seperti itrakonazol, flukonazol dll. Selain pengobatan kausatif tersebut, penting juga
diperhatikan pengobatan simtomatik untuk menanggulangi rasa gatal, panas, maupun nyeri.2,5
2.10 Pencegahan
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada Tinea kruris dan Tinea corporis
a. Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet atau nilon.
8
b. Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air misalnya perenang.
c. Kegemukan : selain faktor kelembaban, gesekan yang kronis dan keringat berlebihan disertai
2.11 Prognosis
9
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas pasien
Nama : Tn. WS
Usia : 56 tahun
Pendidikan : SMA
Suku : Batak
Agama : Kristen
Hobi :
2. Anamnesa
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia
dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan. Pasien mengatakan keluhan tersebut sudah
10
dirasakan sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan merasa
semakin gatal pada saat berkeringat, pasien merasa lebih enak apabila di garuk. Pasien belum
pernah berobat untuk mengatasi keluhan tersebut. Awal mulanya pasien mengatakan keluhan
tersebut muncul tiba-tiba terutama saat pasien berkeringat, tidak ada riwayat gatal yang muncul
Riwayat Kebiasaan Pasien : Pasien mengatakan pasien sangat mudah untuk berkeringat
3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 36,5 C
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Kepala : Normocephali
11
Mata : Sklera ikterik -/- , Konjungtiva anemis -/-
Rh -/-
4. Resume
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Universitas Kristen
Indonesia dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan. Pasien mengatakan keluhan
12
tersebut sudah dirasakan sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan hilang
timbul dan merasa semakin gatal pada saat berkeringat, pasien merasa lebih enak apabila
di garuk. Pasien belum pernah berobat untuk mengatasi keluhan tersebut. Awal mulanya
pasien mengatakan keluhan tersebut muncul tiba-tiba terutama saat pasien berkeringat,
tidak ada riwayat gatal yang muncul setelah mengkonsumsi makanan maupun obat-obatan.
Tidak ada keluhan lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TTV dan status generalis dalam
batas normal, pada status dermatologik didapatkan pada regio inguinal sinistra tampak
patch hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan central healing disertai dengan skuama
diatasnya.
5. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
13
Diagnosis Banding
Tinea Kruris
Kandida Intertrigenosa
Dermatitis Intertrigenosa
Psoriasis Inversa
Diagnosis Kerja
Tinea Kruris
6. Penatalaksaan
Non medikamentosa :
o Edukasi kepada pasien agar mengganti seluruh pakaian apabila pakaian basah
karena keringat
o Edukasi agar tidak digaruk karena dapat menyebabkan terjadinya lecet dan
o Edukasi untuk memakai obat sesuai resep dengan teratur dan melakukan kontrol
Medikamentosa :
o Topikal
o Sistemik
14
Cetirizine tablet, 1 x 10 mg
7. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungtionam : Bonam
15
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia
dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan. Pasien mengatakan keluhan tersebut sudah
dirasakan sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan merasa
semakin gatal pada saat berkeringat, pasien merasa lebih enak apabila di garuk. Pasien belum
pernah berobat untuk mengatasi keluhan tersebut. Awal mulanya pasien mengatakan keluhan
tersebut muncul tiba-tiba terutama saat pasien berkeringat, tidak ada riwayat gatal yang muncul
setelah mengkonsumsi makanan maupun obat-obatan. Tidak ada keluhan lain. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TTV dan status generalis dalam batas normal, pada status dermatologik
didapatkan pada regio inguinal sinistra tampak patch hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan central
Gejala yang dialami oleh pasien sesuai dengan kepustakaan1,3,5, yaitu keluhan utama
berupa gatal-gatal di daerah lipatan paha, semakin gatal saat berkeringat. Dari kepustakaan
disebutkan bahwa Tinea kruris sering ditemukan pada lipatan paha dan dapat meluas hingga
meliputi skrotum, bokong, pubis, dan perut bawah.1,5 Mula-mula lesi timbul sebagai bercak
eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal dan membentuk bangun setengah
bulan dengan batas tegas.1,5 Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak papul maupun
vesikel di sekelilingnya.1,5
16
Berdasarkan kesesuaian effloresensi penderita dengan kepustakaan maka diagnosis kerja
mengarah pada Tinea kruris. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dan menegakkan diagnosis,
dilakukan pemeriksaan KOH dengan spesimen dari kerokan kulit pada lesi bagian tepi. Dikatakan
positif bila memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. 1,5
Pada pasien ini diberikan obat topical anti jamur dan obat oral anti histamin untuk
mengurangi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien. Pasien juga di edukasi untuk menjaga
higienitas dengan mengantti pakaian apabila basah karena keringat, tidak menggaruk agar terjadi
infeksi sekunder dan menggunakan obat-obatan yang diberikan sesuai dengan instruksi serta
17
BAB V
KESIMPULAN
Tinea kruris adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita dimana predileksinya adalah
pada daerah pelipatan paha, bilateral kanan kiri sekitar ano-genital dan dapat meluas ke bokong
Gambaran klinis bermula sebagai bercak/patch eritematosa yang gatal dan lama kelamaan
semakin meluas dengan tepi lesi yang aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya), central healing, batas tegas, bentuk bervariasi, ditutupi skuama, dan kadang-kadang
terjadinya Tinea kruris adalah kelembapan dan kurangnya higienitas perorangan. Prognosis
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p. 94-105.
2. Adiguna MS, Rusyati LM. Recent Treatment of Dermatomycosis. In: Kumpulan Makalah
Pemakaian Anti Mikrobial yang Bijak. Denpasar: Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit &
2011. p. 37-38.
Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ (editor).
4. Kuswadji. Kandidosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI 2010. p. 106-109.
5. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea Corporis, Tinea Cruris, Tinea Nigra, and Piedra.
19