DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus,
daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea
cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of
the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
II.ETIOLOGI
III EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan
tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan
kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab (Wiederkehr,
Michael. 2008)
III.PATOFISIOLOGI
b.Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih
rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
IV.MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
2.Daerah bersisik
VI.DIAGNOSIS
VII.DIAGNOSIS BANDING
Candidosis intertriginosa
Psoriasis
Dermatitis Seboroik
VIII.PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti
jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia
dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang
tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan
pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar
batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan
terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat
sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut.
Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik
diberikan lebih dari 4 mingggu.
1.Golongan Azol
c.Econazole (Spectazole)
e.Oxiconazole (Oxistat)
f.Sulkonazole (Exeldetm)
a.Naftifine (Naftin)
b. Terbinafin (Lamisil)
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
a. Siklopiroks (Loprox)
b.Haloprogin (halotex)
c.Tolnaftate
a. Ketokonazole
b. Itrakonazole
c.Griseofulfin
c.Terbinafine
3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk
dan mengganti pakaian yang lembab
4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
IX.KOMPLIKASI
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang
lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan
hiperpigmentasi kulit.
X.PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat
asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.
Pendahuluan
Dinegara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara relatif tinggi , akan
menyebabkan mudah berpeluh, memicu terjadinya penyakit jamur.Pada
infeksi kulit karena jamur selain gatal gejalanya berupa bercak putih bersisik
halus atau bintil merah . Tanda awal kulit terkena infeksi jamur adalah rasa
gatal yang hebat saat kulit berkeringat .Gejala penyakit jamur pada kulit juga
bergantung pada bagian kulit yang terkena serta jenis jamur penyebabnya .
Pada dasarnya jamur paling sering menyerang lokasi yang lembab dan orang
yang kurang menjaga kebersihannya Tinea adalah penyakit pada jaringan
yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada
epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita
(jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit kulit
yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan),
sekitar anus, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
1. Etiologi
Jamur atau kulat dermatofita yang sering ditemukan pada kes tinea
kruris adalah, E.Floccosum, T. Rubrum, dan T. Mentagrophytes.
Lelaki lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat
paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan
memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi
dari bagian tubuh lain. Jangkitan juga dapat terjadi melalui sentuhan
langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda
yang mengandung jamur, misalnya tuala, seluar, tempat tidur hotel dan lain-
lain.
2. Patofisiologi
3. Pemeriksaan
3.a) Anamnesis
3.b) Fizik
Bercak pada kulit akibat peradangan dan iretasi yang bewarna merah
atau hitam. Berbatas tegas dengan warna lebih gelap, simetris dan dapat
meyebar ke paha, perut, bgian anus dan testis.lLlaki dewasa lebih sering
terkena berbandinag wanita. Selalunya terasa gatal dan panas.
3.c) Penunjang
Mikroskop
Pemeriksaan mikroskop adalah tunjang kepada diagnosis infeksi tinea. Pada
tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan
mengikis tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang
berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk bahan
pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop)
secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas
pada infeksi dermatofita.
Kultur
Kultur jarang di lakukan karena selalunya mahal dan memakan masa yang
lama.namun,kultur dilakukan apabila pesakit dengan riwayat terapi obat
yang lama tetapi diagnosis masih diragui. Identifikasi spesifik zoofilik
spesies sebagai sumber infeksi dapat membantu mencegah infeksi kembali
ia juga penting untuk menentukan spesifik jamur penyebab karena aktiviti
anti jamur bervariasi.
4. Diagnosis Kerja
Batas kawasan infeksi menjadi lebih merah, kadang wujud nodul atau
pustule di batas batasnya. Infeksi minimum pada testis dan penis. Awalnya
pesakit akan mengeluh kegatalan yang sangat kemudian lesi bertambah gatal
jika maserasi dan superinfesi berlaku.
Cara terbaik untuk diagnosa tinea kruris adalah dengan melihat hifanya
di bawah mikroskop, uji KOH. Kulit yang terkena infeksi di kerok sedikit
dan di letakkan di slide kaca. Tetes sedikit kalium hidroksida KOH dan slide
dipanaskan sekejap. KOH akan menjadikan bahan pada kulit sel terlepas
bersamam hifa tanpa menganggu bentuk dan bahannya. Stain khas seperti
Chlorazol Fungal Stain, Swartz Lamkins Fungal Stain, atau Parker's blue ink
boleh digunakan untuk membantu melihat hifa dengan lebih baik.
5. diagnosis banding
1. Psoriasis Vulgaris
2. Pitiriasis Rosea
3. Kandidiasis
4 . Eritrasma
6.b)Medika mentosa
Terbinafine (Lamisil)
Sering digunakan sebagai obat tinea kruris. Obat spectrum luas anti
jamur yang menghambat pertumbuhan yeast dengan mengubah
permeabilitas membrane sel jamur menyebabkan jamur mati. Diagnosis
diteliti apabila tiada perubahan selepas 4 mingu diguna. Hanya terdapat
dalam bentuk 1% krem,spray dan losion saja.
Butenafine (Mentax)
Ketoconazole (Nizoral)
Naftifine (Naftin)
Oxiconazole (Oxistat)
1. Definisi
Tinea corporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik
lesi inflamasi maupun noninflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang
tidak berambut) seperti: bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan
gluteal.. Sinonim untuk penyakit ini adalah tinea sirsinata, tinea glabrosa,
Scherende Fiechte, kurap, herpes sircine trichophytique.1,2,3,4,5
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Sinonim untuk penyakit ini adalah eczema marginatum, dhobie
itch, jockey itch, dan ringworm of the groin.
2. Epidemiologi
Tinea corporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan
iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi yang
hangat dan lembab membantu penyebaran infeksi ini. Oleh karena itu,
daerah tropis dan subtropis memiliki insien yang tinggi terhadap tinea
corporis. Tinea corporis dapat terjadi pada semua usia. Bisa didapatkan pada
orang yang bekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.5,6 Maserasi
dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban
kulit yang akan memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui
benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi,
tempat tidur hotel dan lain-lain.7
Pada tinea cruris, onsetnya biasanya pada orang dewasa, laki-laki lebih
sering terjangkiti daripada wanita. Faktor predisposisinya antara lain
lingkungan yang hangat dan lembab, pakaian yang ketat, kegemukan dan
penggunaan obat glukokortikoid.
3. Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita
termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Walaupun semua
dermatofita bisa menyebabkan tinea corporis, penyebab yang paling umum
adalah T. rubrum, T. mentagrophytes, T. canis dan T. tonsurans.1,2,3,5
Pada tinea cruris penyebabnya hampir sama dengan tinea corporis. Penyebab
tinea cruris yang tersering yaitu: T. rubrum, T. mentagrophytes, atau E.
Floccosum.
4. Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit,
penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk
bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban,
kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh
keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat
fungistatik
2. Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan
menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada
proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan
enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan
maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan
didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi
keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan
terdalam dari epidermis.
3. Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status
imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV,
atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat
penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah
terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi
minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit
eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans
epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T
melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk
menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier
epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi
sembuh.2,3,4
5. Gejala Klinis
Penderita merasa gatal, dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-
macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas
tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. wujud lesi yang beraneka
ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi, menahun.1,2
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong,
berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel
dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang
di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan
sentral healing1,2
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga
dapat terlihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.
Lesi dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada
pasien imunodefisiensi.Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang
mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap
bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal
ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.1,2
Pada tinea cruris kelainannya dapat bersifat akut dan menahun, bahkan
seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas tegas pada daerah genito-krural, atau
meluas ke sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian
tubuh lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi
berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada didaerah
tengahnya. Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer
dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa
bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya
akibat garukan. Tinea cruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering
dilihat di Indonesia.5
6. Diagnosis1,5,8
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang
diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan,
tungkai, dada, perut atau punggung. Infeksi dapat terjadi setelah kontak
dengan orang yang terinfeksi atau hewan atau objek yang baru terinfeksi.
Pasien mungkin mengalami gatal-gatal, nyeri atau pasien dapat merasa
sensasi terbakar.1,5
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood, yang
mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao, yang jika
didekatkan pada lesi akan timbul warna kehijauan. Pemeriksaan sediaan
langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur
berupa hifa panjang dan artrospora. Sediaan basah dibuat dengan
meletakkan bahan diatas bahan alas (objek glass), kemudian ditambah 1-2
tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah
10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan
larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan
jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemnasan
sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan
tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka akan
terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai.
Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada
sediaan KOH, misalnya tinta Parker superchroom blue black.1
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang
dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa
Sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih
sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih
lama dan sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara
pemeriksaan sediaan langsung.8
7. Diagnosa Banding
Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada
umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan
diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis
rosea.1,5
Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di
kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah
nasolabial, dan sebagainya.. Kulit kepala berambut juga sering terkena
penyakit ini. Gambaran klinis yang khas dari dermatitis seboroika adalah
skuamanya yang berminyak dan kekuningan. 1
Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan gambaran eritema pada
bagian pinggir sehingga menyerupai tinea. Perbedaannya ialah pada
psoriasis terdapat tanda-tanda khas yakni skuama kasar, transparan serta
berlapis-lapis, fenomena tetes lilin, dan fenomena auspitz. Psoriasis dapat
dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor,
misalnya lutut, siku, dan punggung. 1
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada
tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea
korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan
tinea korporis. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat
seperti pada tinea korporis, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis
kasar. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.
1,5
8. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan pada pasien bervariasi tergantung derajat lesi
yang ada. Prinsip pengobatan pada tinea kruris lebih kurang sama dengan
prinsip pengobatan tinea korporis