PENDAHULUAN
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur, penyakit infeksi
berkeratin seperti stratum korneum, rambut dan kuku dan tidak menginfeksi
permukaan mukosa. Faktor penting yang berperandalam penyebaran dermatofita
ini adalah kondisi kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang
padat, dan kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat atau lembab.3,
Manifestasi klinis tinea krurisadalah rasa gatal atau terbakar pada daerah
lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. Adanya central healing yang
ditutupi skuama halus pada bagian tengah lesi. Tepi yang meninggi dan merah
sering ditemukan pada pasien.3
Terdapatnya hifa pada sediaan mikroskopis dengan potassium hidroksida
(KOH) dapat memastikan diagnosis dermatofitosis. Alat diagnosis lain yang juga
dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan menggunakan lampu wood dan juga
dengan biopsy kulit atau kuku. Tinea kruris biasanya berespon dengan pengobatan
sistemik atau topikal tetapi dapat sering kambuh.3,4
Berikut dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis tinea cruris pada
seorang laki-laki berusia 15 tahun yang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin
RSUD Raden Mattaher Jambi.
II. DEFINISI
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Sinonim untuk penyakit ini adalah eczema marginatum, dhobie itch,
jockey itch, dan ringworm of the groin. 1,5
II. ETIOPATOGENESIS
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Menurut
Budimulja tahun 2010, dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi
dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton,
mempunyai sifat mencerna keratin.1 Penyebab tersering tinea kruris adalah
Epidermophyton floccosum, diikuti Tricophyton rubrum dan Tricophyton
mentagrophytes.2,4
Faktor host yang berperan pada dermatofitosis yaitu genetik, jenis kelamin,
usia, obesitas, penggunaan kortikosteroid dan obat-obat imunosupresif. Kulit di
lipat paha yang basah dan tertutup menyebabkan terjadinya peningkatan suhu dan
kelembaban kulit sehingga memudahkan infeksi. Penjalaran infeksi dari bagian
tubuh lain juga dapat menyebabkan terjadinya tinea kruris, misalnya tinea pedis
pada daerah kaki. Faktor lingkungan, berupa higiene sanitasi dan lokasi geografis
beriklim tropis, merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit jamur.2,4
Gambar 1. Plak eritematosa dan skuama pada regio inguinal yang meluas ke regio pubis 2
Apapun penyebab tinea kruris, keluhan gatal merupakan salah satu gejala
umum yang menonjol. Nyeri juga sering dirasakan pada daerah yang terjadi
maserasi dan infeksi sekunder.2,5 Peradangan di bagian tepi lesi lebih terlihat
dengan bagian tengah tampak seperti menyembuh (central clearing). Pada tepi
lesi dapat disertai vesikel, pustul, dan papul, terkadang terlihat erosi disertai
keluarnya serum akibat garukan. Pada lesi kronis dapat ditemukan adanya
likenifikasi disertai skuama dan hiperpigmentasi (Gambar 2).1,3,10
2. Pemeriksaan kultur
Kultur jamur merupakan metode diagnostik yang lebih spesifik namun
membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki sensitivitas yang
rendah, harga yang lebih mahal Pemeriksaan kultur tidak rutin dilakukan
pada diagnosis dermatofitosis. Biasanya digunakan hanya pada kasus
yang berat dan tidak berespon pada pengobatan sistemik. Kultur
dilakukan untuk mengetahui golongan ataupun spesies dari jamur
penyebab tinea kruris. Kultur perlu dilakukan untuk menentukan
spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik pada
sediaan langsung. Media biakan yang digunakan adalah agar dekstrosa
Sabourraud yang ditambah antibiotik, contohnya kloramfenikol, dan
sikloheksimid untuk menekan pertumbuhan jamur kontaminan/ saprofit
(contohnya jamur non-Candida albicans, Cryptococcus, Prototheca sp.,
P.werneckii, Scytalidium sp., Ochroconis gallopava), disimpan pada suhu
kamar 25-30oC selama tujuh hari, maksimal selama empat pekan dan
dibuang jika tidak ada pertumbuhan.9,12
Tabel 1. Morfologi dan gambaran mikroskopis jamur penyebab tersering tinea kruris 2
Morfologi Koloni
Gambaran
Keterangan
Mikroskopis
T. rubrum
Beberapa
mikrokonidia
berbentuk
air
mata,
E. floccosum
T. interdigitale
Mikrokonidia yang bergerombol, bentuk cerutu
yang jarang, terkadang hifa spiral.
Pewarnaan yang paling sering digunakan adalah dengan periodic acidSchiff (PAS), jamur akan tampak merah muda dan methenamine silver
stains, jamur akan tampak coklat atau hitam.2,12
V. DIAGNOSIS BANDING
Gambaran klinis tinea kruris dapat menyerupai infeksi oleh Candida
albicans. Namun, pada kandidosis, lebih sering ditemukan pada wanita dan lesi
yang ditemukan lebih meradang dan lembab disertai sejumlah lesi satelit (makula
dan pustul putih) yang berukuran kecil dan banyak.3,5
Lokasi di lipat paha, tinea kruris dapat didiagnosis banding dengan
eritrasma, dermatitis seboroik, pemfigus vegetans, dan psoriasis intertriginosa.
Eritrasma dapat dibedakan dari pemeriksaan penunjang menggunakan lampu
Wood yang akan memberikan warna merah bata yang dihasilkan oleh bakteri
Corynebacterium minutissimum. Sedangkan, pada infeksi jamur golongan
dermatofita, biasanya tidak menampakkan floresensi pada pemeriksaan lampu
Wood.3,10,13 Dermatitis seboroik bisa mengenai lipat paha, dan terkadang meluas
hingga ke daerah lain yang banyak mengandung kelenjar sebasea, seperti dada
dan ketiak. Pada pemfigus vegetans, lesi disertai maserasi dan erosi. Psoriasis
intertriginosa menunjukkan gambaran skuama dan pustul pada tepi lesi. Namun,
pada psoriasi intertriginosa, lesi yang khas juga dapat ditemukan di bagian tubuh
lain. Biopsi dapat dilakukan untuk psoriasis dengan lesi yang kurang khas.3,5
Eritema intertrigo dan dermatitis kontak juga dapat terjadi di lipat paha.
Eritema intertrigo disebabkan oleh kolonisasi bakteri di lipat paha. Biasanya
ditemukan pada pasien dengan obesitas, baik perempuan maupun laki-laki. Lesi
berbatas tegas dengan maserasi di bagian tengah lesi. Dermatitis kontak
(alergi/iritan) yang muncul di lipat paha mungkin dapat disebabkan oleh bahan
pakaian dan juga akibat pemakaian deodaran.5,11
VI. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis tinea kruris ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, tinea kruris umumnya
ditandai dengan adanya keluhan gatal. Sifat keluhan dapat terjadi secara akut,
namun umumnya subakut atau kronis, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup.
Gejala klinis tinea kruris yang khas adalah gatal yang meningkat saat
berkeringat, dengan bentuk lesi polisiklik/bulat berbatas tegas, efloresensi
polimorfik, dan tepi lebih aktif. Dari pemeriksaan penunjang, terdapatnya hifa
pada sediaan mikroskopis pemeriksaan elemen jamur dengan KOH. Dan
pemeriksaan metode kuktur jamur dapat dilakukan, namun membutuhkan waktu
yang lama.
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tinea kruris dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana umum
dan khusus. Tatalaksana khusus tinea kruris juga dibagi menjadi dua, yaitu
tatalaksana topikal dan sistemik.
Tatalaksana Umum
Secara umum, tatalaksana tinea kruris berupa edukasi untuk mencegah
infeksi berulang. Daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar
dari sumber infeksi serta mencegah pemakaian peralatan mandi bersama. 4,5,10
Pengurangan keringat dan penguapan dari daerah lipat paha, seperti penggunaan
pakaian yang menyerap keringat dan longgar juga penting dalam pencegahan agar
daerah lipat paha tetap kering. Daerah lipat paha harus benar-benar dikeringkan
setelah mandi dan diberikan bedak. Pencucian rutin pakaian, sprei, handuk yang
terkontaminasi dan penurunan berat badan pada seorang dengan obesitas juga
dapat dilakukan. Infeksi berulang pada tinea kruris dapat terjadi melalui proses
autoinokulasi reservoir lain yang mungkin ada di tangan dan kaki (tinea pedis,
tinea unguium) sehingga penting untuk dilakukan eradikasi.4,11
Tatalaksana Khusus
Untuk lesi yang ringan dan tidak luas cukup diberikan terapi topikal saja.
Terapi sistemik diberikan untuk lesi yang lebih luas dan meradang, sering kambuh
dan tidak sembuh dengan obat topikal yang sudah adekuat. 9,10 Beberapa pilihan
obat antijamur topikal dapat dilihat pada Tabel 2.
Golongan Imidazol
Golongan Alilamin
Golongan Naftionat
Golongan lain
mikonazol 2%
naftitin 1%
tolnaftat 1%
siklopiroksolamin 1%
klotrimazol 1%
terbinafin 1%
tolsiklat
salep Whitfield
ekonazol 1%
butenafin 1%
salep 2-4/3-10
isokonazol
vioform 3%
sertakonazol
tiokonazol 6,5%
ketokonazol 2%
bifonazol
oksikonazol 1%
10
Alilamin
-
terbinafin
Bersifat fungistatik
Imidazol
-
itrakonazol
flukonazol
Bersifat fungistatik
Sediaan: Tabel 100, 150, 200 mg, suspensi oral 10 dan 40 mg/ml,
injeksi 400 mg
ketokonazol
Griseofulvin
Bersifat fungistatik
Bersifat hepatotoksik
Sediaan:
-
BAB II
LAPORAN KASUS
11
: AW
: Laki-Laki
: 17 Tahun
: Telanai
: Pelajar
: Belum Menikah
:Melayu / Indonesia
: Olahraga
: 14 Oktober 2016
12
mengganti celana dalam dan sering memakai celana yang ketat. Tidak
pernah berganti pakaian dan handuk dengan orang lain.
Karena merasa keluhan gatal tidak membaik, maka Os akhirnya
memutuskan untuk berobat ke poli kulit dan kelamin RSUD Raden
Mattaher Jambi pada tanggal 14 Oktober 2016.
Kesadaran
: Kompos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 78x/i
Pernafasan
: 20x/i
Suhu
: 36,5C
Kepala
:
Bentuk
Mata
: Normochepali
: Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-).
Pupil isokor kiri kanan
13
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Paru
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Genitalia
14
Status Dermatologis
Regio suprapubis
Ekskoriasi
Regio inguinal
15
Plak hiperpigmentasi, soliter, dengan ukuran 5x6 cm, bentuk tidak teratur,
Regio Gluteal
Plak hiperpigmentasi, soliter, dengan ukuran 5x6 cm, bentuk tidak teratur,
16
2. Pemeriksaan Kultur
Kultur jamur merupakan metode diagnostik yang lebih spesifik namun
membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki sensitivitas yang rendah,
harga yang lebih mahal Pemeriksaan kultur tidak rutin dilakukan pada
diagnosis dermatofitosis. Biasanya digunakan hanya pada kasus yang berat dan
tidak berespon pada pengobatan sistemik. Kultur dilakukan untuk mengetahui
golongan ataupun spesies dari jamur penyebab tinea kruris. Kultur perlu
dilakukan untuk menentukan spesiesnya karena semua spesies dermatofita
tampak identik pada sediaan langsung.
3. Pemeriksaan Histopatologi
17
Tinea cruris
Candida Albicans
Eritrasma
Dermatitis seboroik
Psoriasis intertiginosa
Gambaran klinis tinea kruris dapat menyerupai infeksi oleh Candida
albicans. Namun, pada kandidosis, lebih sering ditemukan pada wanita dan lesi
yang ditemukan lebih meradang dan lembab disertai sejumlah lesi satelit (makula
dan pustul putih) yang berukuran kecil dan banyak.3,5
Lokasi di lipat paha, tinea kruris dapat didiagnosis banding dengan
eritrasma, dermatitis seboroik, pemfigus vegetans, dan psoriasis intertriginosa.
Eritrasma dapat dibedakan dari pemeriksaan penunjang menggunakan lampu
Wood yang akan memberikan warna merah bata yang dihasilkan oleh bakteri
Corynebacterium minutissimum. Sedangkan, pada infeksi jamur golongan
dermatofita, biasanya tidak menampakkan floresensi pada pemeriksaan lampu
Wood.3,10,13 Dermatitis seboroik bisa mengenai lipat paha, dan terkadang meluas
hingga ke daerah lain yang banyak mengandung kelenjar sebasea, seperti dada
dan ketiak. Pada pemfigus vegetans, lesi disertai maserasi dan erosi. Psoriasis
intertriginosa menunjukkan gambaran skuama dan pustul pada tepi lesi. Namun,
pada psoriasi intertriginosa, lesi yang khas juga dapat ditemukan di bagian tubuh
lain. Biopsi dapat dilakukan untuk psoriasis dengan lesi yang kurang khas.3,5
Eritema intertrigo dan dermatitis kontak juga dapat terjadi di lipat paha.
Eritema intertrigo disebabkan oleh kolonisasi bakteri di lipat paha. Biasanya
ditemukan pada pasien dengan obesitas, baik perempuan maupun laki-laki. Lesi
18
2.7 Penatalaksanaan
Umum
Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada pasien,
seperti:
- Daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar dari
-
diberikan bedak
Pencucian rutin pakaian, sprei, handuk yang terkontaminasi dan
penurunan berat badan pada seorang dengan obesitas juga dapat
dilakukan.
Khusus
Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan farmakologi, berupa:
- Sistemik
Griseofulvin dewasa 500-1000 mg perhari, 2 x 1 tablet (500 mg) selama
-
2-3 minggu.
Topikal:
Salep whitfield dioleskan tipis pada tempat lesi 2x sehari
2.8 Prognosis
Quo Ad vitam
: Bonam
Quo Ad functionam
: Bonam
19
Quo Ad sanationam
: Bonam
20
BAB III
PEMBAHASAN
Fakta
1
bulan
yang
Anamnesis
Teori
lalu, Os
Apapun penyebab tinea kruris,
infeksi sekunder.
Tinea
kruris
adalah
anus
Tinea kruris mempunyai lesi
yang
eritematosa
bercak
melebar
hingga
plak
berbatas
tegas
Dan
berupa
khas
bilateral
Faktor host yang berperan pada
dermatofitosis yaitu genetik, jenis
kelamin,
usia,
obesitas,
paha
yang
basah
dan
suhu
kelembaban
kulit
memudahkan
infeksi.
lingkungan,
sanitasi
dan
sehingga
Faktor
berupa
higiene
merupakan
faktor
jamur.
Status Dermatologis
Teori
Fakta
Regio Suprapubis
-
soliter
sirkumkrip
khas
eritematosa
dengan
berupa
berbatas
plak
tegas
skuama ptiriasiformis
Ekskoriasi
Regio Inguinal
anus
Tinea kruris mempunyai lesi
yang
adalah
kruris
Tinea
bilateral
Peradangan di bagian tepi lesi
lebih
tengah
tidak
sirkumskrip
teratur,
berbagai
ukuran, sirkumkrip,
polisiklik.
terlihat
vesikel,
dengan
tampak
pustul,
bagian
seperti
dan
papul,
Regio Gluteal
-
adanya
likenifikasi
disertai
teratur,
sirkumskrip
22
polisiklik.
Ekskoriasi
24
25
DAFTAR PUSTAKA
26