1
1. 1. Rasjad C.Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi – Edisi 2. Makassar :
2. Bintang
Poesponegoro, Hardiono,
Lamumpatue, dr. Sp.A(K). 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
2003.hal370-1;455-62
2. Ikatan Dokter
Solomon Anak Indonesia.
L, Warwick Jakarta.
D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures
3. 9Kosim,
th
edition.Sholeh.
London:2008. Buku
Hodder Ajar 2010.
Arnold. Neonatologi, edisi pertama.
687-9, 897-904, 916-8. Ikatan Dokter Anak
3. Indonesia.
Koval Jakarta
KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures 3rd edition. New York: Lippincott
4. William
Wiknjosastro H, 2006.
Wilkins. Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu Kebidanan; edisi
4. ke-3. Jakarta
Gray. H. the :Tibia.
yayasan Bina Pustaka [cited
{online}.2009. Sarwono Prawirohardjo,
2009 August 30]. 2002;771-83.
Available from URL :
http://orthopedics.about.com/Ir/tibia_fracture/345966/1/
5. Brinker MR. Review Of Orthopaedic Trauma. Pennsylvania: Saunders Company,
2001. 127-40.
6. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy 12th edition. New York: Lippincott
William Wilkins. 2009. 438-441.
7. Thompson JC. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition. Saunders
Company. 2002. 315-9.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Fraktur
2. Komplikasi Fraktur
3. Penatalaksanaan Fraktur
Subyektif
Tn. AT datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri pada kaki kanan sejak 8 jam SMRS,
nyeri semakin bertambah apabila kaki kanan digerakkan, terdapat juga luka pada kaki kanan.
Sebelumnya kaki kanan pasien tertimpa mesin pemotong rumput.
Obyektif
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda vital
2
Nadi : 90 kali/menit, kualitas kuat
Suhu : 37,0 °C
Respirasi : 20 kali/menit
Berat Badan : 65 Kg
d. Kepala/leher
Kepala : Normosefali.
Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, distribusi merata, tidak terdapat
alopesia.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
3mm/3mm, reflek cahaya (+/+).
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Septum nasi tidak deviasi,secret (-).
Mulut : Tidak ada kelainan.
Lidah : Bentuk simetris, tidak tremor, tidak kotor, warna merah keputihan.
Faring : Tidak tampak hiperemis, tidak edema, tidak ada abses, tidak ada
pseudomembran.
Tonsil : Warna merah muda, tidak hiperemis, tidak ada
abses/pseudomembran.
e. Leher : Pembesaran kelenjar leher tidak teraba, kuduk kaku tidak ditemukan,
massa tidak ditemukan.
f. Toraks
1. Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada.
Palpasi : Vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Ekspirasi memanjang, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
2. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak teraba adanya thrill, apeks tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS kanan
Batas kiri : ICS V LMC kiri
Batas atas : ICS II LPS kanan
Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-), gallop(-).
3
g. Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Abdomen Soepel, Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Suara ketuk timpani
h. Ekstremitas
Ekstremitas atas : akral hangat, CRT <2 detik
Ekstremitas bawah :
Cruris dextra :
Look : tampak luka berukuran 8cm x 2cm pada anterior tibia kanan
sepertiga bawah, deformitas (+), bengkak (+)
Feel : Nyeri tekan (+), krepitasi (+), sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis
pedis teraba, CRT < 2 detik,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin (21 -11- 2018)
Hematologi
4
Leukosit 17,8 4-11 ribu/ul
5
Pemeriksaan kimia darah (22-11-2018 )
Glukosa : 99mg/dl
Ureum : 21,5 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
GOT : 27 U/L
GPT : 19 U/L
Assessmen
6
Anatomi tibia fibula
2. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan
oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai
macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.
Fraktur kruris merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Fraktur tertutup
adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Maka fraktur kruris
tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi maupun tulang
rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang
panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang
hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya
bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur
terbuka. 2,3
7
3. Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
a. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena
kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga
pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada
atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget). Daya pemuntir
menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda; daya
angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang
sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit;
cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda
motor adalah penyebab yang paling lazim. 2,3
8
besar(varus). Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa
menyebabkan fraktur pada proksimal tibia.
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.1
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik,
fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
9
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan
strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada
fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur
avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi
talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan diastesis.
5. Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan
denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu
mengarahkan danmenilai secara objektif keadaan yang sebenarnya. 2,5,6
a. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi
di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau
karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan,
10
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan
gejala-gejala lain.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
a) Syok, anemia atau perdarahan.
b) Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
c) Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
1) Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
2) Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.
3) Move (pergerakan)
Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
11
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:
i. Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
ii. Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi.
Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah,
atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
6. Tata laksana
a) Non Operatif
1) Reduksi
12
Reduksi bertujuan untuk memberikan aposisi yang adekuat dan alignment yang
normal dari fragmen tulang.
2) Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-10
hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3) Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6
atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle,
memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke
fungsi normal
b) Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
1) Absolut
Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi
dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah
di tungkai.
Fraktur dengan sindroma kompartemen.
Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.
2) Relatif, jika adanya:
Pemendekan
Fraktur tibia dengan fibula intak
Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Fiksasi
a. Fiksasi eksternal
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan
luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil,
sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat
kemungkinan penyembuhan.
13
.
b. Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis.
Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi
lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan
luka operasi.
Gambar. ORIF
2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan
pada crush injury dari tibia.
14
7. KOMPLIKASI
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi
yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak
steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen.
3) Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplai darah.
5) Kompartemen Sindrom
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap
syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup.
Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen
dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.
6) Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya
angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
7) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
8) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah. 6,7
15
Plan
- IVFD RL + drip ketorolac 1 Amp 20 gtt
- Inj. Ranitidin 2x1 Amp
- Inj ATS 1.500 IU
- Inj. Cefotaxim 2x1gr
- Wound toilet = hecting situasional
- imobilisasi
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
16
Nafas:
20 kali/menit
Suhu: 37,30C
17
76 kali/menit Post Calcium lactat 2x1
Nafas: ORIF
Oscal 1x1
20 kali/menit
Suhu: 36,5 0C Albuforce 3x1
Mecobalamin 3x1
Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam: dubia ad Bonam
Ad sanationam: Bonam
18