Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS LATERALIS


REPONIBILIS DEXTRA

Oleh:
dr. I Gede Andrika Indrayoga Senthanu

Pendamping:
dr. Syamsul Ma’arif
dr. Bintari Wuryaningsih

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT ISLAM FATIMAH
BANYUWANGI
2018
LAPORAN KASUS
HERNIA INGUINALIS LATERALIS
REPONIBILIS DEXTRA

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSI Fatimah, Banyuwangi

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh

Dokter Pendamping Internsip 1 Dokter Pendamping Internsip 2

dr. Syamsul Ma’arif dr. Bintari Wuryaningsih


LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS
Nama : Tn. J
Usia : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/Suku : Islam/Jawa
Alamat : Gitik - Banyuwangi
Tanggal pemeriksaan : 17 September 2018
No. RM : 1376xx

2.2. ANAMNESA
Autoanamnesa (17 September 2018) 10.00 WIB di Poli Bedah RSI Fatimah Banyuwangi.
A. Keluhan Utama
Benjolan pada lipatan paha kanan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada lipatan paha kanan,
terkadang benjolan bisa sampai ke buah zakar. Benjolan pertama kali muncul sejak
5 bulan yang lalu. Benjolan dapat hilang timbul. Biasanya benjolan muncul jika
pasien batuk, mengejan atau mengangkat benda berat, dan benjolan hilang jika
pasien istirahat atau berbaring. Benjolan tidak nyeri. Pasien mengatakan tidak ada
mual dan muntah. Nafsu makan baik. BAK (+) lancar, urin berwarna kuning. BAB
(+) lancar.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat HT (+) tidak terkontrol.
- Riwayat DM (-) disangkal.
D. Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat sakit yang sama pada keluarga pasien.
E. Riwayat Pengobatan
Tidak ada mengonsumsi obat.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
Keadaan umum: cukup, Compos Mentis, GCS 456.
B. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/70 mmHg
b. Nadi : 83 x/menit reguler
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu aksiler : 36,5 OC
C. Kepala
a. Bentuk : normosefal, benjolan massa (-).
b. Ukuran : mesosefal.
c. Rambut : hitam.
d. Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
e. Mata
konjungtiva : anemis (-/-).
sklera : ikterik (-/-).
palpebra : edema (-/-).
reflek cahaya : (+/+).
pupil : isokor (+/+), 3mm/3mm.
f. Telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-/-).
g. Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung(-), perdarahan (-).
h. Mulut : mukosa bibir basah, mukosa sianosis (-).
D. Leher
a. Inspeksi : massa (-/-).
b. Palpasi : pembesaran kelenjar limfa regional (-/-).
E. Thoraks
a. Inspeksi. : bentuk dada kesan normal dan simetris; retraksi dinding dada
(-), tidak didapatkan deformitas.
b. Jantung:
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
 Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S) ICS V(S).
 Perkusi : batas jantung normal.
 Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistol (-), gallop (-), murmur (-).

c. Paru:
 Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding dada, retraksi (-),
RR 20 kali/menit, teratur, simetris.
 Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.
 Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
 Auskultasi: vesikuler di seluruh lapang paru.
- - - -
Rh - - Wh - -
- - - -
F. Abdomen
a. Inspeksi : datar, jaringan parut (-).
b. Auskultasi : bising usus (+) normal.
c. Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), nyeri perkusi (-).
d. Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, terdapat benjolan pada inguinal dextra
yang dapat keluar masuk.
Tes khusus:
- Finger test: (+) terdapat dorongan pada ujung jari.
G. Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), CRT <2 detik.

2.4. RESUME
Tn. J/ laki-laki/59 tahun
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada lipatan paha kanan terkadang
benjolan sampai ke buah zakar, muncul sejak 5 bulan yang lalu. Biasanya benjolan
muncul jika pasien batuk, mengejan atau mengangkat benda berat, dan benjolan hilang
jika pasien istirahat atau berbaring. Benjolan tidak nyeri. Pasien mengatakan tidak ada
mual dan muntah. Nafsu makan baik. BAK (+) lancar, urin berwarna kuning. BAB (+)
lancar.
Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum: cukup, Compos Mentis, GCS: 456.
 Tanda vital : TD : 130/70 mmHg
Nadi : 83 x/menit reguler.
RR : 20 x/menit.
Suhu aksiler : 36,5 O C.
 Kepala : tidak ditemukan kelainan.
 Leher : tidak ditemukan kelainan.
 Thoraks : tidak ditemukan kelainan.
 Abdomen : terdapat benjolan pada inguinal sinistra yang dapat keluar masuk.
Tes khusus: Finger test (+) terdapat dorongan pada ujung jari.
 Ekstrimitas : tidak ditemukan kelainan.

2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponibilis

2.6. DIAGNOSIS BANDING


- Hidrokel Testis
- Limfadenopati
- Abses Inguinal
- Lipoma
- Tumor Testis

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Hasil Pemeriksaan Lab (17/09/2018) :
Parameter Hasil Nilai Normal
L: 13,5-18,0 g/dl
HB 13,5
P: 12,0 - 16,0 g/dl
Leukosit 8.700 4.500-11.000/cmm
Trombosit 330.000 150.000-450.000
Hematokrit 40,8 L: 40-54%; P: 35-47%
Hitung Jenis -/-/61/28/11 1-4/0-1/2-5/36-66/22-40/2-8

Gula Darah Acak 74 <125 mg/dl

Ureum 50 10-59 mg/dl

Serum Creatinin 1,3 0,7-1,2 mg/dl

BT (Bleeding Time) 3 1-5 menit

CT (Clotting Time) 10 5-10 menit

SGOT 40 <37 IU/L

SGPT 50 <40 IU/L

b. Hasil Pemeriksaan EKG (17/09/2018) :


c. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax (17/09/2018) :

2.8. RENCANA TERAPI


 MRS
 Pro op tanggal 18 September 2018 pukul 20.00 WIB.
 Advis dr. Hanan, Sp. B:
- Inj. Anbacim 1 gram (skin test)
 Advis dr. Widowati, Sp.An:
- Puasa 8 jam sebelum oprasi
- Inf. RL 750cc
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV 1 jam sebelum oprasi
- Premed IM dengan Sedacum 2,5mg/IM 1 jam sebelum oprasi
- Tab. Amlodipine 5mg 1-0-0
2.9. RENCANA MONITORING
Keadaan umum, TTV, keluhan.
2.10. RENCANA EDUKASI
a. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita, dan rencana
terapi yang akan dilakukan, non operatif maupun operatif.
b. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien, baik untuk terapi
maupun untuk diagnosis serta monitoring.
c. Menjelaskan kemungkinan perkembangan penyakit.
d. Mengikuti terapi dengan baik sesuai petunjuk dokter.

2.11. FOLLOW UP RUANGAN


Tanggal 18/09/2018 (Post op)
P : Advis post op dr. Hanan, Sp.B :
- Inj. Anbacim STOP
- Besok pagi diet nasi
- Gerak-gerakkan kaki

Advis post op dr. Widowati, Sp.An :


- O2 nasal kanul 3 lpm
- Inf. RL:D5=2:1
- Inj. Ranitidin 2x50mg
- Inj. Ondansetron 3x4mg
- Inj. Ketorolac 3x30mg
- Inj. Tramadol 3x50mg
- Tab. Paracetamol 4x500mg
- Tab. Amlodipin 5mg 1-0-0

Tanggal 19/09/2018
S : nyeri pada luka oprasi (+), demam (-), mual (-), muntah (-)
O : Keadaan Umum : cukup
Kesadaran : E4V5 M6 compos mentis
Vital sign
- TD : 130/80 mmHg
- N : 76 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,6 °C
Status generalis interna :
- A/I/C/D : -/-/-/-
- Kepala : tidak ditemukan kelainan.
- Leher : tidak ditemukan kelainan.
- Thorax : tidak ditemukan kelainan.
Pulmo  simetris, retraksi (-), sonor/sonor,
vesicular/vesicular, ronkhi -/-, wheezing-/-
Cor  S1S2tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : BU normal, supel, nyeri pada luka oprasi; luka tertutup perban,
tidak ada rembesan darah.
- Ekstremitas : Hangat keempat ekstremitas, CRT < 2 detik.
A : Post Op Herniotomi H1
P : - IVFD RL:D5 = 2:1
- Inj. Ranitidin 2x50mg
- Inj. Ondansetron 3x4mg
- Inj. Ketorolac 3x30mg
- Inj. Tramadol 3x50mg
- Tab. Amlodipin 5mg 1-0-0
- Tab. Lisinopril 5mg 0-0-1
- Tab. Sincronik (Tramadol 37,5mg; Paracetamol 325mg) 3x1
- Tab. Claneksi (Amoxicillin dan Asam Klavulanat) 3x1
Monitoring : Keadaan umum, TTV, keluhan, luka post oprasi.

Tanggal 20/09/2018
S : nyeri pada luka oprasi mulai berkurang
O : Keadaan Umum : cukup
Kesadaran : E4V5 M6 compos mentis
Vital sign
- TD : 140/80 mmHg
- N : 80 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36 °C
Status generalis interna :
- A/I/C/D : -/-/-/-
- Kepala : tidak ditemukan kelainan.
- Leher : tidak ditemukan kelainan.
- Thorax : tidak ditemukan kelainan.
Pulmo  simetris, retraksi (-), sonor/sonor,
vesicular/vesicular, ronkhi -/-, wheezing-/-
Cor  S1S2tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : BU normal, supel, nyeri pada luka oprasi; luka tertutup perban,
tidak ada rembesan darah.
- Ekstremitas : Hangat keempat ekstremitas, CRT < 2 detik.
A : Post Op Herniotomi H2
P : - KRS
- Tab. Amlodipin 5mg 1-0-0
- Tab. Sincronik (Tramadol 37,5mg; Paracetamol 325mg) 3x1
- Tab. Claneksi (Amoxicillin dan Asam Klavulanat) 3x1
- Kontrol tanggal 27/11/2018
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. ANATOMI
Lapisan dinding kulit abdomen terdiri dari, lemak subkutan, scarpa’s fascia,
peritoneum hesselbach’s triangle, external oblique, internal oblique, transversus
abdominis transversalis fascia. Dan di batasi oleh artery epigastrika inferior,
ligamentum inguinal dan lateralnya di batasi oleh rectus sheath (Schwartz, 1989).
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah
dinding anterior abomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Canalis inguinalis
terletak sejajar dan tepat di atas ligamentum inguinale. Dining canalis inguinalis di
bentuk oleh muskulus obliquus externus abdominis dan di bentuk oleh facsia
abdominalis (Snell, 2006).

3.2. DEFINISI
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskuloaponeurotik dinding
perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia (Karnadihardja, 2005).
Hernia iguinalis lateralis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk
melalui sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis
inguinalis adalah saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya
testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi
dilahirkan.

3.3. ETIOLOGI HERNIA INGUINALIS


Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang sering di
hubungkan dengan angkat berat. Hernia inguinalis lateralis dapat terjadi karena anomaly
congenital atau sebab yang didapat, hernia inguinalis lateralis dapat di jumpai pada
semua usia, lebih banyak pada pria dari pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan
pada pembentukan pintu masuk pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat
dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat
mendorong isi hernia untuk melewati pintu yang cukup lebar tersebut. Faktor yang
dipandang berperan kausal adalah, adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian
tekanan dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia
(Karnadihardja, 2005).
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis, pada neonatus kurang lebih
90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30%
prosesus vaginalis belum tertutup. Tapi kejadian hernia inguinalis lateralis pada anak
usia ini hanya beberapa persen. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus
vaginalis yang patent bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia inguinalis
lateralis, tetapi diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar
(Karnadihardja, 2005).
Sebagian besar tipe hernia inguinalis adalah hernia inguinalis lateralis, dan laki-
laki lebih sering terkena dari pada perempuan (9:1), hernia dapat terjadi pada waktu
lahir dan dapat terlihat pada usia berapa pun. Insidensi pada bayi populasi umum 1%
dan pada bayi-bayi prematur dapat mendekati 5 %, hernia inguinal dilaporkan kurang
lebih 30% kasus terjadi pada bayi laki-laki dengan berat badan 1000 gr atau kurang.
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur
muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi dan adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach
yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis. (Jong, 2004).
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis
lateralis, antara lain: kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis, prosesus vaginalis
yang terbuka (baik kongenital maupun didapat), tekanan intra abdomen yang meninggi
secara kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites, kelemahan otot dinding perut
karena usia, defisiensi otot, dan hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok,
penuaan atau penyakit sistemik. (Jong, 2004 dan Schwartz, 2000).

3.4. KLASIFIKASI HERNIA INGUINALIS


Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar
dari rongga peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis, dan
jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus inguinalis ekternus. Apabial hernia
inguinalis lateralis berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia
skrotalis. Kantong hernia berada dalam muskulus kremaster terlatak anteromedial
terhadap vas deferen dan struktur lain dalam funikulus spermatikus. Pada anak hernia
inguinalis lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus
vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum (Karnadihardja,
2005)
Hernia inguinalis indirek (lateralis) merupakan bentuk hernia yang paling sering
ditemukan dan diduga mempunyai penyebab kongenital (Snell, 2006). Hernia inguinalis
lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah
lateral vasa epigastric inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar dari rongga perut
melalui anulus inguinalis eksternus (Mansjoer, 2000).
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan
menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang
disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini
sudah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis
kiri turun lebih dahulu maka kanalis kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer, 2000).
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul hernia
inguinalis kongenital. Pada orang tua, kanalis tersebut telah menutup namun karena
lokus minoris resistensie maka pada keadaan yang menyebabkan peninggian tekanan
intra abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia
inguinalis lateralis akuisita (Mansjoer, 2000).
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung kedepan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi ligamentum
inguinal dibagian inferior, pembuluh epigastrika inferior dibagian lateral dan tepi otot
rektus dibagian medial. Dasar segitiga hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang
diperkuat oleh serat aponeurisis m.tranversus abdominis yang kadang-kadang tidak
sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena
tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak keskrotum, umumnya tidak disertai
strangulasi karena cincin hernia longgar (Karnadihardja, 2005).
Hernia inguinalis direk terjadi sekitar 15% dari semua hernia inguinalis. Kantong
hernia inguinalis direk menonjol langsung ke anterior melalui dinding posterior kanalis
inguinais medial terhadap arteria, dan vena epigastrika inferior, karena adanya tendo
conjunctivus (tendo gabungan insersio musculus obliquus internus abdominis dan
musculus transversus abdominis) yang kuat, hernia ini biasanya hanya merupakan
penonjolan biasa, oleh karena itu leher kantong hernia lebar (Snell, 2006).
Hernia inguinalis direk jarang pada perempuan, dan sebagian besar bersifat
bersifat bilateral. Hernia ini merupakan penyakit pada laki-laki tua dengan kelemahan
otot dinding abdomen (Snell, 2006).

Gambar 3.2 Hernia Inguinalis

3.5. MANIFESTASI KLINIS HERNIA INGUINALIS


Gejala klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Gejala yang
muncul biasanya berupa adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri,
batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau periumbilikal berupa
nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia (Sjamsuhidayat, 2010). Hernia inguinalis yang paling
sering pada anak adalah hernia inguinalis lateralis (indirect), 60% dari kasus hernia
inguinalis biasanya biasanya ada pada sisi kanan, 30% pada sisi kiri dan 10% bilateral.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada saat
inspeksi, pasien diminta mengedan maka akan terlihat benjolan pada lipat paha, bahkan
benjolan bisa saja sudah nampak meskipun pasien tidak mengedan. Pada saat
melakukan palpasi, teraba benjolan yang kenyal, mungkin isinya berupa usus, omentum
atau ovarium, juga dapat ditentukan apakah hernia tersebut dapat didorong masuk
dengan jari/direposisi. Sewaktu aukultasi dapat terdengar bising usus dengan
menggunakan stetoskop pada isi hernia yang berupa usus (Richard, 2015).

3.6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip pengobatan
hernia adalah herniotomi. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia
sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan,
kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong
(Sjamsuhidayat, 2010).

3.7. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia inguinalis lateralis bergantung pada keadaan yang dialami oleh
isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia inguinalis lateralis, pada
hernia ireponibel: ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas
omentum, organ ekstraperitoneal atau merupakan hernia akreta. Di sini tidak timbul
gejala klinis kecuali benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia
sehingga terjadi hernia strangulata/ inkarserasi yang menimbulkan gejala obstruksi usus
yang sederhana. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada
hernia hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial. (Jong,
2004 ; Girl dan Mantu, 1992).
Jepitan cincin hernia inguinalis lateralis akan menyebabkan gangguan perfusi
jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ
atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran
darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi
transudant berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri usus, dapat terjadi
perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika
terjadi hubungan dengan rongga perut (Jong, 2004). Akibat penyumbatan usus terjadi
aliran balik berupa muntah-muntah sampai dehidrasi dan shock dengan berbagai macam
akibat lain (Girl dan Mantu, 1992).
Hernia inkarserata ini dapat terjadi apabila isi kantong hernia tidak dapat kembali
lagi ke rongga abdomen. Organ yang terinkarserasi biasanya usus, yang ditandai dengan
gejala obstruksi usus, yang disertai muntah, perut kembung, konstipasi, dan terlihat
adanya batas udara-air pada saat foto polos abdomen. Setiap anak dengan gejala
obstruksi usus yang tidak jelas sebabnya harus dicurigai hernia inkarseta. Pada anak
wanita organ yang sering terinkarserasi adalah ovarium. Apabila aliran darah ke dalam
organ berkurang, terjadilah hernia strangulasi, yang menjadi indikasi pasti untuk operasi
(Shochat, 2000).

3.8. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada jenis dan ukuran hernia, serta pada kemampuan untuk
mengurangi faktor risiko yang terkait dengan perkembangan hernia. Sebagai aturan,
prognosisnya baik dengan diagnosis tepat waktu dan perbaikan. Morbiditas biasanya
sekunder baik untuk hilang diagnosis hernia atau komplikasi yang berhubungan dengan
manajemen penyakiT (Shochat, 2000).
Prognosis hernia inguinalis pada bayi dan anak sangat baik. Insiden terjadinya
komplikasi pada anak hanya sekitar 2%. Insiden infeksi pascah bedah mendekati 1%,
dan recurent kurang dari 1%. Meningkatnya insiden recurrent ditemukan bila ada
riwayat inkarserata atau strangulasi (Shochat, 2000).
KESIMPULAN

Berdasarkan laporan kasus Tn. J 59 tahun datang ke Poli Bedah RSI Fatimah
Banyuwangi dengan keluhan utama terdapat benjolan pada lipatan paha kanan, terkadang
benjolan bias sampai ke buah zakar. Benjolan pertama kali muncul sejak 5 bulan yang lalu.
Benjolan dapat hilang timbul. Biasanya benjolan muncul jika pasien batuk, mengejan atau
mengangkat benda berat, dan benjolan hilang jika pasien istirahat atau berbaring. Benjolan
tidak nyeri. Pasien mengatakan tidak ada mual dan muntah. Nafsu makan baik. BAK (+)
lancar, urin berwarna kuning. BAB (+) lancar.
Hernia iguinalis lateralis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui
sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah
saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari
perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan.
Gejala yang muncul biasanya berupa adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
jarang dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau periumbilikal berupa
nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke
dalam kantong hernia.
Pada saat inspeksi, pasien diminta mengedan maka akan terlihat benjolan pada lipat
paha, bahkan benjolan bisa saja sudah nampak meskipun pasien tidak mengedan. Pada saat
melakukan palpasi, teraba benjolan yang kenyal, mungkin isinya berupa usus, omentum atau
ovarium, juga dapat ditentukan apakah hernia tersebut dapat didorong masuk dengan
jari/direposisi. Sewaktu aukultasi dapat terdengar bising usus dengan menggunakan stetoskop
pada isi hernia yang berupa usus.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip pengobatan hernia
adalah herniotomi. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
DAFTAR PUSTAKA

Girl, M.K., Mantu, F.M., 1992. Cermin Dunia Kedokteran. 1993. Hernia Inguinalis Lateralis
pada Anak-anak. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Jakarta: 51 – 55.

Greenberg, M.I.; Hendrickson, R.G.; Silvenberg, M., 2008. Greenberg Teks Atlas:
Kedokteran Kedaruratan. Jakarta: Erlangga, pp. 312-3

Jong, W.D., 2004. Dinding Perut, Hernia, Retroperitoneum, dan Omentum. Dalam:
Sjamsuhidayat, R., ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 519-537.

Karnadihardja, W, 2005. Dinding perut, Hernia, Retroperitoneum, Omentum. Dalam Buku


Ajar Ilmu Bedah Edisi 2: Jakarta: Halaman: 519-540.

Lavelle, M. et al, 2002. Surgery 1. Edisi 2. London: Churchill Livingstone, pp. 75-8

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. In: Mansjoer, A., ed. Bedah Digestif. Jakarta:
Media Aesculapius, 302–328.

Richard l. Drake. 2015. Inguinal Hernias. Gray’s anatomy for students, 3th edition. Canada:
Elsevier Churchill Livingstone. Halaman: 299-302.

Ruhl, C.E.; Everhart, J.E., 2007. Risk Factors for Inguinal Hernia among Adults in the US
Population. Am J Epidemiol. 165(10): 1154-61

Shochat Stephen. 2000. Hernia Inguinalis. Dalam: Behrman, Kliegman, Arvin (ed). Ilmu
Kesehatan Anak Nelson vol. 2 ed.15. Jakarta. Halaman: 1372- 1375.

Schwartz, S.I., 2000. Hernia Dinding Abdomen. Dalam: Chandranata, Linda., ed. Intisari
Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 509–517.

Sjamsuhidajat, R.; Karnadihardja, W.; Prasetyono,T.O.H.; Rudiman, R., 2010. Sjamsuhidajat-


De Jong: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. pp: 619-37

Snell, R.S., 2006. Abdomen: Bagian I Dinding Abdomen. Dalam: Hartanto, Huriawati, ed.
Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC, 147–200.

Anda mungkin juga menyukai