Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU RADIOLOGI
“ Tn. L usia 72 tahun dengan Batuk Lama ”

Disusun Untuk Memenuhi


Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Ilmu Radiologi

Pembimbing : dr.Rofi Siswanto, Sp. Rad

Disusun oleh :
Nur Dian Afidah

H2A013028

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)


mendefinisikan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sebagai penyakit yang
dapat dicegah dan diobati, disertai manifestasi ekstrapulmoner yang
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit, ditandai dengan keterbatasan aliran
udara paru yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan merupakan
respons inflamasi abnormal akibat partikel toksik dan gas beracun.1 Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian keempat tersering di
dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian ketiga tersering tahun
2020. Pada tahun 1990 angka kematian akibat PPOK di dunia adalah 2,2 juta dan
diperkirakan meningkat menjadi 4,7 juta pada tahun 2020.2,3

Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%.


Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90%
pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok ( WHO, 2002). Hasil survey
penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendral PPM dan PL di 5 rumah sakit
propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan
Sumatra Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan
pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronchial (33%),
kanker paru (30%), dan lainnya (2%).

Dengan banyaknya pasien PPOK dan meningkatnya angka harapan hidup,


tindakan bedah pada pasien-pasien PPOK juga meningkat baik dengan tindakan
invasif minimal maupun tindakan bedah besar. Manajemen peripoperatif yang
baik dapat mengurangi insidens komplikasi paru pascabedah (postoperative
pulmonary complications, PPC).3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. L
2. Umur : 72 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Delanggu
6. Pekerjaan :-
7. Status : Sudah menikah
8. Pendidikan terakhir : SMP
9. No RM : 177637
10. Tanggal Masuk RS : Selasa, 16 Mei 2017

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 18
Mei 2017 jam 10.00 WIB di bangsal baru atas RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu.
1. Keluhan Utama : Batuk lama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Onset : 2 bulan yang lalu
b. Kronologis : selama 2 bulan terakhir pasien mengeluh batuk
berdahak. Keluhan muncul tiba-tiba.
c. Kuantitas : keluhan dirasakan terus menerus.
d. Kualitas : dahak berwarna jernih sedikit berbuih tanpa
disertai darah. Keluhan sedikit mengganggu aktivitas
e. Faktor pengubah : keluhan memburuk saat pagi hari dan beraktivitas
berat. Keluah dirasakan membaik saat beristirahat

3
f. Gejala penyerta : sesak napas (+), pusing (+), lemas (+), demam (-),
nyeri dada (-), nyeri dada menjalar ke punggung (-), mual (-), muntah
(-), nafsu makan menurun (-), keluhan BAK (-), keluhan BAB (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat penyakit yang sama : diakui
b. Riwayat penyakit DM : disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi : diakui
d. Riwayat penyakit dislipidemia : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat penyakit DM : disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan olah raga : disangkal
b. Kebiasaan merokok : diakui
c. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol : disangkal
d. Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
e. Kebiasaan tidur dengan bantal tinggi : disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama dua anak dan menantunya beserta tiga
cucunya. Memiliki rumah pribadi dan pasien sudah tidak bekerja. Biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS.

4
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Mei 2017 jam 10.10 WIB di
bangsal baru atas RSU PKU Muhammadiyah Delanggu.
1. Keadaan umum : pasien tampak sedikit menderita
2. Kesadaran : compos mentis
3. GCS : 15
4. Vital sign
a. TD : 140/80 mmHg
b. Nadi : 89 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
c. RR : 25 x/menit
d. Suhu : 36,30 C secara aksiler
e. BB : 56 kg
f. TB : 160 cm
g. IMT : 21,8
h. Status Gizi : Baik
5. Status Internus
a. Kepala : jejas trauma (-)
b. Mata : corpus alienum (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya
(+/+), edema palpebra (-/-), pupil isokhor
c. Hidung : nafas cuping (+), deformitas (-), sekret (-)
d. Telinga : serumen (+/+), nyeri mastoid (-/-), nyeri tragus (-/-),
sekret (-/-)
e. Mulut : kering (-), sianosis (-), simetris (-)
f. Leher : bantuan otot-otot pernapasan (+), limfadenopati (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP meningkat (-)
g. Cor
1) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, sudut arcus costae 90o
2) Palpasi : sternal lift (-), pulsus epigastrium (-), pulsus
parasternal (-), thrill (-)
3) Perkusi : kongfigurasi jantung dalam batas normal

5
4) Auskultasi : suara jantung menjauh, bising jantung (-), gallop (-)
h. Pulmo
Dextra Sinistra
Anterior
Inspeksi Simetris statis & dinamis, barrel Simetris statis & dinamis,
chest (+) barrel chest (+)
Palpasi Stem fremitus melemah Stem fremitus melemah
Perkusi Hipersonor seluruh lapang paru Hipersonor seluruh lapang paru
Auskultasi Suara dasar paru vesikuler Suara dasar paru vesikuler
melemah, suara tambahan paru: (+),suara tambahan paru:
wheezing (+), ronki (-) wheezing (+), ronki (-)
Posterior
Inspeksi Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

i. Abdomen
1) Inspeksi : dinding abdomen datar, spider nevi (-), massa (-),
warna kulit sama dengan kulit sekitar
2) Auskultasi : bising usus (+) normal (18x/menit)
3) Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
4) Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal
tidak teraba
j. Ekstremitas
1) Atas : akral dingin (-/-), deformitas(-/-); CRT (< 2 detik)
2) Bawah : akral dingin (-/-), deformitas(-/-); CRT (< 2 detik)

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah Rutin
Lekosit 7.2 103/uL 4.0 – 12.0
Eritrosit 5.0 106/uL 4.50 – 5.50
Hemoglobin 12.3 g/dL 14.0– 18.0
Hematokrit 40.1 vol % 40.0-48.0
MCV 82.6 u^3 80.3-103.4
MCH 28.5 pg 26.0-34.4
MCHC 32.8 g/dl 31.8-36.3
Granulosit 92.0 % 50.0-80.0
Limfosit 5.3 % 20.5-51.1
Monosit 3 % 2-9
Glukosa Sewaktu
Glukosa sewaktu 125 mg/dL < 180
Kimia Klinik
Fungsi Ginjal
SGOT 10 u/L 0 – 40
SGPT 4 u/L 0 – 40
Fungsi Hati
Ureum 30 mg/dL 10.0 – 50.0
Kreatinin 0.81 mg/dL 0.60 – 1.10
HbsAg Rapid
HbsAg Rapid Non Reaktif Non Reaktif

7
2. Pemeriksaan EKG

Kesan : Sinus Ryhtm

3. Pemeriksaan Foto Thorax posisi PA

Kesan :
1. Bronkitis kronik
2. Emfisema lung
3. Besar cor dalam batas normal

8
E. RESUME/KESIMPULAN
Tn. L datang ke RSU PKU Muhammadiyah Delanggu pada hari selasa, 16
Mei 2017 dengan keluhan batuk lama selama 2 bulan terakhir. Keluhan
muncul tiba-tiba dan dirasakan terus menerus. Keluhan semakin memburuk di
pagi hari dan saat beraktivitas berat, membaik saat beristirahat. Batuk disertai
dahak berwarna jernih sedikit berbuih tanpa disertai darah. Keluhan dirasa
sedikit mengganggu aktivitas pasien. Selain itu, pasien juga mengeluh sesak
napas, pusing, dan lemas. Sedangkan keluhan seperti nyeri dada yang menjalar
ke punggung, mual, muntah, nafsu makan menurun, keluhan BAK dan BAB
disangkal. Pasien mengaku pernah mengalami keluhan yang sama 1 tahun
yang lalu. Riwayat hipertensi diakui. Riwayat DM, asma, jantung, dan alergi
disangkal.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 140/80 mmHg, dan
RR 25 x/menit. Selain itu, didaptkan pernapasan cuping hidung, bantuan otot-
otot pernapasan, barrel chest, stem fremitus melemah, hipersonor seluruh
lapang paru, suara dasar paru vesikuler melemah disertai wheezing dan suara
jantung menjauh.
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan granulosit 92%. Selain itu, hasil
pemeriksaan foto thorax menunjukkan gambaran bronkitis kronis dan
emfisema lung.

F. DAFTAR MASALAH
No Masalah aktif Masalah pasif
1. Batuk lama Hipertensi
2. Sesak napas

G. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Banding
a. PPOK
b. Asma
c. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

9
d. Pneumothoraks
2. Diagnosis Kerja
PPOK
H. INISIAL PLAN
1. Terapi
a. Non-farmakologi
1) Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala-gejala tidak
hanya pada fase akut, tapi juga pada fase kronik, serta dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari sesuai dengan pola
kehidupannya
2) Oksigenasi pasien harus memadai.
3) Istirahat yang cukup.
b. Farmakologi
1) Pemberian obat antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan)
15 mg, diminum 2-3 kali sehari. Kodein (obat Doveri) dapat
diberikan 10 mg, diminum 3 x/hari, bekerja dengan menekan batuk
pada pusat batuk di otak.
2) Pemberian ekspektoran (obat batuk pengencer dahak) yang lazim
digunakan di antaranya: GG (Glyceryl Guaiacolate), bromheksin,
ambroksol, dan lain-lain.
3) Bronkodilator (melonggarkan napas), diantaranya: salbutamol,
terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini
digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat
bernapas, sehingga obat ini tidak hanya untuk obat asma, tetapi
dapat juga untukbronkitis. Efek samping obat bronkodilator perlu
diketahui pasien, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat
dingin.
4) Antibiotika hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh
kuman berdasarkan pemeriksaan dokter. Antibiotik yang dapat
diberikan antara lain: ampisilin, eritromisin, atau spiramisin, 3 x
500 mg/hari.

10
2. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah
inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

I. PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
2. Quo ad Sanam : Dubia ad bonam
3. Quo ad Fungsional : Dubia ad malam

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 4
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
a. Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun
berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
b. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga


memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten
berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.

B. Faktor Risiko4
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
b. Perokok aktif
c. Perokok pasif
d. Bekas perokok
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun.

12
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.

C. Patofisiologi 5,6
Karakteristik utama PPOK adalah keterbatasan aliran udara sehingga
membutuhkan waktu lebih lama untuk pengosongan paru. Peningkatan
tahanan jalan napas pada saluran napas kecil dan peningkatan compliance
paru akibat kerusakan emfi sematus menyebabkan perpanjangan waktu
pengosongan paru. Hal tersebut dapat dinilai dari pengukuran Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan rasio VEP1 dengan Kapasitas Vital
Paksa (VEP1/KVP).5
Lesi patologi PPOK merupakan respons imun innate dan adaptif dari infl
amasi kronik akibat pajanan gas dan partikel toksik yang dihirup. Walaupun
sering digunakan istilah bronkitis kronik, namun sesungguhnya lokasi
obstruksi jalan napas terletak di saluran napas kecil (diameter kurang dari 2
mm). Proses obstruksi yang terjadi meliputi kerusakan barier epitelial,
gangguan bersihan mukosilier yang menyebabkan penumpukan mukus
eksudatif di saluran napas kecil, infiltrasi dinding saluran napas oleh sel-sel
infl amasi, serta deposisi jaringan ikat pada dinding saluran napas.
Mekanisme remodeling dan perbaikan tersebut menyebabkan penambahan
tebal dinding saluran napas, mengurangi kaliber lumen, serta membatasi
peningkatan kaliber normal oleh infl asi paru.
Kerusakan paru emfisematus dikaitkan dengan infiltrasi sel inflamasi yang
sama dengan yang ditemukan di saluran napas besar. Pola emfisema
sentrilobular dikaitkan terutama dengan kebiasaan merokok sedangkan pola
emfisema panasinar/ panlobular yang melibatkan kerusakan asinus secara
lebih merata dikaitkan terutama dengan defi siensi enzim alfa-1-antitripsin.6

13
Terdapat 4 patofisiologi utama yang perlu dipertimbangkan dalam
pengelolaan PPOK terutama saat eksaserbasi akut.
1. Hiperinflasi dinamik
Peningkatan tahanan saluran napas terjadi terutama saat ekspirasi
dan diperberat oleh bronkokonstriksi, inflamasi saluran napas dan sekresi
mukus. Saat pernapasan spontan, tahanan jalan napas yang tinggi,
keterbatasan aliran udara ekspirasi, rendahnya rekoil elastik, kebutuhan
ventilasi yang tinggi, dan pendeknya waktu ekspirasi akibat peningkatan
frekuensi pernapasan menyebabkan tidak tercapainya volume
ekuilibrium elastik (kapasitas residual fungsional pasif ) pada akhir
ekspirasi. Fenomena ini dikenal sebagai hiperinflasi dinamik.
Elastic threshold load atau intrinsic positive end-expiratory
pressure (PEEPi) terjadi pada otot inspirasi saat awal inspirasi dan
meningkatkan usaha napas untuk dapat mengalirkan udara ke dalam
paru. Sistem respirasi bekerja di sekitar kapasitas paru total (KPT) akibat
hiperinflasi dinamik yaitu keadaan compliance yang rendah dan kerja
pernapasan elastik yang lebih besar dari KRF. Akibat hiperinflasi
dinamik tersebut, dengan volume tidal yang sama, kerja pernapasan
menjadi lebih berat. Pada pasien dengan penurunan laju ekspirasi akibat
penyempitan saluran napas, kurva ekspirasi pada kurva flow-volume
membentuk pola garis yang melengkung (curvilinear). Jika laju ekspirasi
tetap lambat pada akhir ekspirasi, maka ujung kurva seperti terpotong
dan tidak kembali ke sumbu.

14
2. Disfungsi otot pernapasan
Pada pasien PPOK, otot pernapasan menghasilkan tekanan negatif lebih
besar, yang dapat dilihat dari kurva flow-volume. Hiperinflasi dinamik,
gangguan pengembangan paru, dan tingginya kebutuhan ventilasi dapat
menimbulkan disfungsi otot pernapasan.
3. Pertukaran gas yang tidak efisien
Pertukaran gas yang tidak efi sien dibuktikan dengan hiperkapnia
dan hipoksemia. Hipoksemia dengan berbagai derajat hampir selalu
terjadi karena terdapat ketidakimbangan ventilasi perfusi (V/Q
mismatch). Hiperkapnia terjadi akibat ketidakimbangan ventilasi perfusi
dan hipoventilasi alveolar akibat gangguan otot pernapasan dan
peningkatan kebutuhan ventilasi.
4. Gangguan kardiovaskular.
Disfungsi sistem kardiovaskular biasanya ter-kait dengan gangguan
gas darah, hiperinflasi dinamik, dan peningkatan afterload ventrikel
kanan. Peningkatan tekanan arteri pulmoner dikaitkan dengan infl amasi
sistemik derajat rendah yang dapat dibuktikan dengan peningkatan kadar
C-reactive protein (CRP) dan tumor necrosis factor. Disfungsi ventrikel
kiri dikaitkan dengan usia lanjut dan dengan beberapa faktor risiko
penyakit arteri koroner.

D. Diagnosis 4
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas
dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

15
4) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan
asap rokok dan polusi udara
5) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
1) Inspeksi
a) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
b) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
c) Penggunaan otot bantu napas
d) Hipertropi otot bantu napas
e) Pelebaran sela iga
f) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
g) Penampilan pink puffer atau blue bloater
2) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
3) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
4) Auskultasi
a) suara napas vesikuler normal, atau melemah
b) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
c) ekspirasi memanjang
d) bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing

16
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
pada gagal napas kronik.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP 1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang
paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia
atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat,
dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti
harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
2) Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan
nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP 1 atau APE < 20% nilai
awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK
stabil.
3) Darah rutin
Hb, Ht, leukosit

17
4) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
a) Hiperinflasi
b) Hiperlusen
c) Ruang retrosternal melebar
d) Diafragma mendatar
e) Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye
drop appearance).
Pada bronkitis kronik :
a) Normal
b) Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
E. Penatalaksanaan 4
Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah eksaserbasi berulang
3. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4. Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil
dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

18
F. Komplikasi 4
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2) Infeksi berulang
3) Kor pulmonal

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Decramer M, Vestbo J, Bourbeau J, Hui DSC, Varela MVL, Nishimura M,


et al. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of
chronic obstructive pulmonary disease (updated 2013).
2. Donaldson GC, Wedzicha JA. COPD exacerbations: Epidemiology.
Thorax. 2006;61:164–8.
3. Burge S, Wedzicha JA. COPD exacerbations: defi nitions and classifi
cations. Eur Respir J.2003;21:Suppl.41,46s–53s.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman dan Penatalaksanaan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Indonesia. Jakarta.
5. Maddali MM. Chronic obstructive lung disease: perioperative
management. Middle East J Anesthesiol. 2008;19(6):1219–39.
6. Hogg JC. Pathophysiology of airfl ow limitation in chronic obstructive
pulmonary disease. Lancet. 2004;364:709–21.
7. Rossi A, Ganassini A, Polese G. Grassi V. Pulmonary hyperinfl ation and
ventilator-dependent patients. Eur Respir J. 1997;10:1663–74.

20

Anda mungkin juga menyukai