Disusun Oleh:
Pembimbing:
1
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukoharjo
Nomor RM : 108xxx
2. Keluhan Utama
Sesak (+)
3
4. Riwayat Penyakit Dahulu
b. Hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
e. Stroke : disangkal
g. Riw mondok :
3. Rs uns desember > karena serangan jantung lalu di echo oleh dr.
Habibie, Sp. JP
d. Riwayat DM : disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
4
c. Riwayat makanan: makan 3x sehari lengkap, dan mengurangi
konsumsi garam. namun saat ini tidak ada pantangan untuk
pemulihan kondisi
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
2. Tanda Vital
Suhu : 36,5°C
3. Keadaan Sistemik
Kepala: Mesocephal
5
sinistra
Perkusi:
Kanan Kiri
Pulmo
Inspeksi: Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi: Fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri
Perkusi: Sonor/sonor
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-),
ronki basah kasar (-/-)
Abdomen
6
Ekstremitas Edema
- -
- -
Akral dingin
- -
- -
7
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
RUTIN
Hematokrit 32 (L) % 35 - 45
INDEX ERITROSIT
PDW 11 % 9 - 13
HITUNG JENIS
8
Limfosit 28.0 %l 22.0 - 44.0
Fungsi Hati
SGOT 22 U/L 8 - 37
SGPT 16 U/L 8 - 40
Fungsi Ginjal
Ureum 41 mg/dL 10 - 45
Elektrolit
9
2. Thorax AP (Tanggal 24 Desember 2022)
HASIL:
Foto thoraks, Proyeksi PA, posisi erect, simetris, inspirasi dan kondisi cukup
● Tampak kedua apex pulmo bersih
● Tampak corakan branchovaskutar meningkat dan kasar
● Tak tampak pemadatan limfonodi hilus bilateral
● Tampak sinus costophrenicus bilateral lancip
● Tampak diafragma bilateral licin dan tak mendatar
● Cor, CTR > 0.50
● Sistema tulang yang tervisualisasi intak
KESAN:
● Bronchitis
● Cardiomegaly
10
3. Hasil EKG ( 11 Januari 2023)
Interpretasi :
1. Sinus Ritmis
2. Rate 85x/menit
3. Normoaxis
4. LVH
5. Terdapat ST depresi pada V4-6
11
Penemuan :
A. Wall chamber Dimension : LVH eksentrik, dimensi ruang-ruang jantung
lain dalam batas normal
B. Fungsi sistolik :
a. LVEF : Decrease ; 35,8% (Simpson); 30,5 (Tech)
b. RVTAPSE : Normal; 2,52cm
C. Wall Motion :global hipokinetik, dengan variasi hipokinetik berat di
anterior-anteroseptal
D. Valves :
a. Aorta : 3 cuspis (+), Calcification (no), AS (-), AVA VTI (-), AR
(Severe), AR PHT (120)
b. Mitral : MS (-), MVA VTI (-), MV planim (-), MR (severe),
dilatasi anular
c. Tricuspid : TR (Mild), TR PG (20), TR Vmax (221) m/sec
d. Pulmonal : PS(-), PR (Severe), PV Acc Time (124)msec
E. Others : Diseksi aorta stanford A, de Bake 1, Flap intima; (+), open flap di
sinus coronarius
Konklusi :
1. Diseksi aorta stanford A, debakey 1
2. LVH eksentrik, LVEF 35%
3. AR severe, MR severe, TR mild
4. disfungsi diastolik restriktif
12
5. CT-Scan ( 11 Januari 2023)
13
D. DIAGNOSIS
● Diagnosis Anatomis : Diseksi Aorta Stanford A DeBakey I, AR
MR severe
● Diagnosis Etiologi : Riwayat NSTEACS (Desember 2022)
● Diagnosis Fungsional : HF NYHA kelas 3
E. TATALAKSANA
1. Inj. Furosemide bolus 40 mg → selanjutnya 20 mg/8 jam
2. Ramipril 1 x 10 mg
3. Spironolakton 1 x 25 mg
4. Ivabradine 2 x 2.5 mg
5. Atorvastatin 1 x 40 mg
6. Bisoprolol 1 x 10 mg
14
BAB III
KELUHAN PASIEN
A. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
• Mual
• Pusing
Rasa sakit berupa nyeri dada pada diseksi aorta akut sering
15
tiba-tiba muncul, mencapai tingkat keparahan maksimal dengan
cepat, dan dapat bersifat merobek. Pada sekitar 10% pasien, DAA
tidak menimbulkan rasa sakit, yang lebih sering terjadi pada
sindrom Marfan (Levy D, Goyal A, Grigorova Y, et al, 2022).
2. Pemeriksaan Fisik
● Compos mentis, tampak sakit sedang, dan lemas
● TD: 123/43 mmHg, RR : 20 x/menit, Nadi : 75x/menit, Suhu :
36,5°C= adanya wide pulse pressure yang disebabkan oleh AR
● Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
● Leher: JVP 5+2 cm= JVP dalam batas normal
● Jantung
➢ Inspeksi, perkusi, palpasi dalam batas normal
➢ Auskultasi: S1 S2 reguler, bising diastolik decrescendo
16
derajat 3 blowing high pitch= bising mengembus dengan
nada tinggi, terdengar cukup keras dan semakin
menurun saat fase diastolik
● Paru
➢ Inspeksi, perkusi, palpasi dalam batas normal
➢ Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus
(-/-), ronki basah kasar (-/-)
● Abdomen: Inspeksi, perkusi, palpasi dalam batas normal
● Ekstrimitas: akral hangat, oedem (-), CRT <2 s pada empat
ekstrimitas= tidak mengarah kepada backward failure
3. Pemeriksaan Radiologi
● Umum: proyeksi PA, posisi erect, simetris, insipirasi, dan kondisi cukup
● Normal:
➢ Tampak kedua apex pulmo bersih
➢ Tak tampak pemadatan limfonodi hilus bilateral
➢ Tampak sinus costophrenicus bilateral lancip
➢ Tampak diafragma bilateral licin dan tak mendatar
➢ Sistema tulang yang tervisualisasi intak
● Abnormal:
➢ Tampak corakan branchovaskutar meningkat dan kasar:
bronkitis, gagal jantung kongestif
➢ Cor, CTR > 0.50: menunjukkan adanya kardiomegali (N
CTR<0.50)
17
4. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil lab menunjukkan adanya anemia mikrositik hipokromik
Hematokrit 32 (L) 35 - 45
5. Pemeriksaan EKG
B. ANALISIS TERAPI
Penatalaksanaan farmakologi pada diseksi aorta tipe A
mengutamakan kontrol tekanan darah dan irama jantung. Target tekanan
darah sistolik adalah 100–120 mmHg dan denyut jantung yang
18
diharapkan adalah 60 kali per menit (Fukui, 2018). Secara cepat turunkan
tekanan darah dimana tekanan sistolik dibawah 120 mmHg dalam 20
menit. Pertahankan tekanan sistolik dibawah 110 mmHg, kecuali muncul
gejala gangguan hipoperfusi pada organ target.
1. Inj. Furosemide bolus 40 mg → selanjutnya 20 mg/8 jam
Furosemide merupakan salah satu obat antihipertensi golongan
Loop diuretics. Furosemide bekerja menghambat cotransporter
Na+/K+/Cl2- pada membran luminal tubulus, yang menyebabkan
peningkatan ekskresi air, natrium, klorida, magnesium, dan kalsium.
Pada pemberian intravena, efek diuretik dimulai dalam 5 menit. Dosis
awal pada pemberian intravena yaitu 20-40 mg dan dapat ditingkatkan
sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek tercapai.
2. Ramipril 1 x 10 mg
Ramipril merupakan salah satu obat antihipertensi lini pertama
golongan ACE inhibitor. Obat ini mempengaruhi sistem
renin-angiotensin-aldosteron dengan cara menghambat enzim
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) sehingga tidak dapat
mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Hal tersebut
menyebabkan vasodilatasi sistemik dan terjadi penurunan volume
cairan intravaskular sehingga tekanan darah pun menurun. Dosis
optimal dari Ramipril yaitu 10 mg/hari yang dapat diberikan 1-2 kali.
3. Spironolakton 1 x 25 mg
Spironolakton merupakan salah satu obat antihipertensi golongan
diuretik. Spironolactone adalah antagonis farmakologis spesifik dari
aldosteron, berperan terutama melalui pengikatan kompetitif
reseptor-reseptor pada tempat pertukaran natrium-kalium yang
tergantung pada aldosteron pada distal convoluted renal tubule.
Spironolactone menyebabkan peningkatan jumlah natrium dan air
untuk diekskresi, sedangkan kalium ditahan (retensi). Spironolactone
bertindak baik sebagai obat diuretik maupun sebagai obat
antihipertensi melalui mekanisme ini. Untuk menurunkan tekanan
19
darah, pemberian dosis awal sebesar 25 mg/hari, kemudian dinaikkan
menjadi 100 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi dua.
4. Ivabradine 2 x 2.5 mg
Ivabradine termasuk dalam kelas obat yang disebut
hyperpolarization-activated cyclic nucleotide-gated channel blocker
(HCN), yang mana obat ini bekerja dengan cara memperlambat detak
jantung sehingga jantung dapat memompa lebih banyak darah melalui
tubuh setiap kali berdetak. Obat ini juga digunakan untuk meredakan
nyeri dada atau chronic stable angina pada penderita penyakit jantung
koroner dengan LVEF ≤35%. Ivabradine menurunkan frekuensi
denyut jantung melalui penghambatan kanal If (If channel) pada
nodus SA. Efek ini tidak disertai penurunan kontraktilitas miokardium
ataupun penghambatan konduksi intrakardiak. Dosis awal ivabradine
adalah 5 mg/hari, yang diberikan sebanyak 2 kali sehari bersama
makanan.
5. Atorvastatin 1 x 40 mg
Atorvastatin adalah obat golongan statin yang berperan sebagai
inhibitor sintetik terhadap enzim reduktase HMG CoA. Atorvastatin
bekerja menurunkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida, serta
meningkatkan kadar HDL. Efek terapi atorvastatin ini, memiliki
asosiasi yang erat untuk menurunkan risiko stroke, serangan jantung,
atau komplikasi penyakit jantung lainnya yang juga menderita
penyakit jantung koroner. Untuk pencegahan penyakit kardiovaskular
pada pasien yang berisiko tinggi, dosis dapat dimulai dari 10 mg/hari
dan dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi pasien. Dosis
maksimalnya yaitu 80 mg/hari.
6. Bisoprolol 1 x 10 mg
Bisoprolol adalah obat antihipertensi golongan Beta-Blocker
Kardioselektif. Bisoprolol merupakan golongan obat beta-blocker
yang bekerja dengan cara menghambat kerja sistem saraf simpatis
pada jantung dengan menghambat reseptor beta-adrenergik jantung.
20
Bisoprolol menurunkan kecepatan denyut jantung dan menurunkan
kekuatan kontraksi jantung sehingga oksigen demand berkurang.
Dengan demikian, maka obat ini digunakan untuk mengobati
hipertensi sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan
antihipertensi lain seperti ACE inhibitor dan diuretik. Untuk penderita
angina dan hipertensi, dosis yang digunakan yaitu 5-10 mg/hari.
C. EDUKASI
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Diseksi Aorta
A. Definisi
Diseksi aorta adalah robekan pada lapisan dalam dinding aorta, yaitu
tunika intima. Kondisi ini dapat mengancam nyawa bila tidak ditangani
dengan cepat. Robekan pada tunika intima membentuk false lumen atau
saluran palsu antara tunika intima dan tunika media. Darah yang
terakumulasi dalam false lumen kemudian menekan sirkulasi lumen aorta
yang sesungguhnya. Akibatnya, terjadi penurunan aliran darah ke organ
vital atau malperfusi organ.
22
(Society for Vascular Surgery/Society of Thoracic Surgeons).
Gejala yang sering dikeluhkan pasien diseksi aorta adalah nyeri dada
mendadak yang sulit dilokalisir. Diseksi aorta sendiri memiliki gejala yang
mirip dengan infark miokard dan aneurisma aorta, sehingga dokter
membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk membedakan diagnosis.
Pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas adalah CT scan
dengan kontras (Juang et al., 2008).
B. Etiologi
Etiologi terjadinya diseksi aorta biasanya terkait dengan beberapa
jenis perubahan degeneratif pada dinding aorta, khususnya pada lapisan
media. Bahkan jika diseksi terutama dimulai dengan robekan pada intima,
penyebarannya di dalam lapisan media bervariasi dari hampir tidak ada
sampai perkembangan cepat sepanjang seluruh aorta. Variasi ini terkait
dengan kondisi lapisan medial. Beberapa kelainan kongenital jaringan ikat
diketahui menyebabkan degenerasi tersebut, termasuk sindrom Marfan,
sindrom Turner, dan sindrom Ehlers – Danlos (Joanna et al., 2017).
Hipertensi arteri adalah faktor predisposisi yang paling penting.
Perlu dicatat bahwa hipertensi yang ekstrem mendadak berhubungan
23
dengan latihan fisik yang berat dapat menyebabkan diseksi aorta pada
orang yang lebih muda. Juga, kehamilan dengan hipersirkulasi dan
perubahan hormon yang mempengaruhi jaringan ikat, merupakan faktor
risiko tertentu terutama selama trimester terakhir dan selama persalinan
(Kamel et al., 2016). Cedera iatrogenik selama menjalani prosedur koroner
diagnostik dan terapeutik dengan manipulasi kateter juga dapat
menyebabkan diseksi aorta. Trauma tumpul dada pada orang yang sehat
dapat menyebabkan diseksi aorta, tetapi diseksi seperti itu biasanya sangat
terbatas karena degenerasi minimal pada struktur aorta normal (Penn et al.,
2015).
C. Patofisiologi
Dinding aorta terdiri dari tiga lapisan: intima, media, dan
adventitia. Paparan konstan tekanan pulsatil tinggi dan tegangan geser
menyebabkan melemahnya dinding aorta pada pasien yang rentan
mengakibatkan robekan intimal. Mengikuti robekan ini, darah mengalir ke
ruang intima-media, menciptakan lumen palsu. Sebagian besar robekan ini
terjadi di aorta asenden, biasanya di dinding lateral kanan tempat
terjadinya gaya geser terbesar pada aorta. Diseksi aorta akut dapat
menyebar anterograde dan/atau retrograde dan tergantung pada arah
perjalanan diseksi, menyebabkan obstruksi cabang yang menghasilkan
iskemia pada wilayah yang terkena (koroner, serebral, tulang belakang,
atau visceral), dan untuk DAA tipe A proksimal dapat memicu tamponade
akut, regurgitasi aorta atau ruptur aorta.
Pada DAA, lumen dibatasi oleh intima sedangkan lumen palsu
berada di dalam media. Dalam kebanyakan kasus, lumen lebih kecil dari
lumen palsu. Seiring waktu, darah yang mengalir melalui lumen palsu
menyebabkan perkembangan aneurisma dengan potensi pecah (Levy D,
Goyal A, Grigorova Y, et al, 2022).
D. Klasifikasi
24
Ada dua klasifikasi anatomi utama yang digunakan untuk
mengklasifikasikan diseksi aorta. Sistem Stanford lebih sering digunakan.
Sistem ini mengklasifikasikan pembedahan menjadi dua jenis berdasarkan
apakah bagian asendens atau desendens dari aorta yang terlibat. Tipe A
melibatkan aorta asenden, terlepas dari lokasi robekan intima primer.
Diseksi tipe A didefinisikan sebagai diseksi proksimal arteri
brakiosefalika. Diseksi aorta tipe B yang berasal dari distal arteri subklavia
kiri dan hanya melibatkan aorta desendens (Erbel R. et al, 2014).
Sedangkan klasifikasi DeBakey didasarkan pada tempat asal
diseksi. Tipe 1 berasal dari aorta asenden dan setidaknya ke arkus aorta.
Tipe 2 berasal dan terbatas pada aorta asenden. Tipe 3 dimulai pada aorta
desendens dan meluas ke distal di atas diafragma (tipe 3a) atau di bawah
diafragma (tipe 3b). Diseksi aorta asendens hampir dua kali lebih sering
daripada diseksi desendens (Levy D, Goyal A, Grigorova Y, et al, 2022).
E. Manifestasi Klinis
25
1. Nyeri Dada
2. Regurgitasi Aorta
3. Iskemia/infark miokard
26
pasien dengan diseksi aorta. Hal ini umumnya terjadi akibat
perluasan lumen palsu aorta, dengan kompresi atau obliterasi ostia
koroner selanjutnya atau penyebaran proses diseksi ke dalam
pohon koroner. Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan infark
miokard dengan elevasi segmen ST sebagai akibat adanya
obstruksi koroner lengkap. Iskemia miokard dapat diperburuk oleh
regurgitasi aorta akut, hipertensi atau hipotensi, dan syok pada
pasien dengan atau tanpa penyakit arteri koroner yang sudah ada
sebelumnya. Hal ini yang menjelaskan tanda iskemia miokard
EKG pada pasien diseksi aorta akut tipe B. Peningkatan troponin
dapat ditemukan hingga 25% pada pasien dengan diseksi aorta tipe
A. Peningkatan troponin dan kelainan EKG yang dapat
berfluktuasi dari waktu ke waktu, dapat menyesatkan dokter untuk
diagnosis sindrom koroner akut dan menunda diagnosis dan
manajemen yang tepat untuk diseksi aorta akut.
27
Efusi pleura luas akibat perdarahan aorta ke dalam
mediastinum dan rongga pleura umumnya jarang terjadi, karena
pasien ini biasanya tidak bertahan sampai tiba di rumah sakit. Efusi
pleura yang lebih kecil dapat dideteksi pada 15-20% pasien dengan
diseksi aorta tipe A dan B, dan diyakini sebagai hasil utama dari
proses inflamasi.
6. Komplikasi Paru
Komplikasi paru dari diseksi aorta akut jarang terjadi, dan meliputi
kompresi arteri pulmonalis dan fistula aortopulmoner, yang
menyebabkan dispnea atau edema paru unilateral, dan ruptur aorta
akut ke dalam paru dengan hemoptisis masif.
7. Sinkop
8. Gejala Neurologis
28
sebanyak 1%. Neuropati iskemik ekstremitas atas atau bawah,
yang disebabkan oleh malperfusi wilayah subklavia atau femoralis,
diamati pada sekitar 10% kasus. Suara serak sebagai akibat
kompresi saraf laring rekuren kiri umumnya jarang terjadi.
9. Iskemia mesenterik
29
keterlibatan arteri renalis pada diseksi aorta, atau akibat hipotensi
berkepanjangan. Tes serial kreatinin dan pemantauan keluaran urin
diperlukan untuk deteksi dini kondisi ini.
F. Pemeriksaan Fisik
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
EKG secara rutin digunakan untuk menyingkirkan infark
miokard; namun, data dari IRAD menunjukkan bahwa hampir 19%
30
pasien dengan AD mengalami perubahan EKG yang menunjukkan
iskemia miokard, dan 7% pasien juga mengalami MI. Temuan lain
seperti hipertrofi ventrikel, kelainan gelombang Q, dan perubahan
S-T pada AD tidak spesifik, dan hanya menunjukkan adanya
kelainan jantung. EKG, bagaimanapun, memainkan peran penting
dalam menilai prognosis pasien dengan AD. Dalam analisis
multivariat yang dilakukan oleh Kimura et al. Kelainan ST
(elevasi, depresi, atau gelombang T negatif) secara independen
terkait dengan peningkatan mortalitas di rumah sakit (Sayed et al.,
2020).
2. Ekokardiografi
Ekokardiografi transtoraks (TTE) adalah metode diagnosis
lini kedua yang sering dilakukan sambil menunggu pemindaian
CT/MRA. Meskipun visualisasi dari diseksi itu sendiri terbatas, ini
memberikan data yang berguna tentang kondisi jantung, serta
keberadaan dan tingkat keparahan regurgitasi aorta. Dibandingkan
dengan modalitas diagnostik lainnya, TTE memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang relatif rendah. Selain visualisasinya yang
terbatas, TTE juga terbatas pada pasien dengan konfigurasi dinding
dada yang tidak normal. Di sisi lain, transesophageal
echocardiography (TOE) dapat diandalkan seperti pemindaian
CT/MRA dan sangat ideal untuk pasien yang tidak stabil dan tidak
dapat dipindahkan. Shiga dkk. melaporkan validitas TOE serupa
dengan CT/MRA; Namun, tidak seperti yang terakhir, keakuratan
TOE sangat bergantung pada keterampilan operator. Kelemahan
lain dari TOE adalah adanya 'blind spot', area yang ditutupi oleh
trakea dan bronkus kiri, yang membuatnya sulit untuk
memvisualisasikan aorta asenden atas dan lengkung proksimal.
Keterbatasan ini, bagaimanapun, diatasi dengan penggunaan probe
biplane dan multiplane (Sayed et al., 2020).
31
3. Computed Tomography (CT)
Computed tomography (CT) adalah metode standar emas
untuk radiodiagnosis AD. Ini memiliki keuntungan karena mudah
diakses, lebih murah, dan lebih cepat daripada MRI. Temuan kunci
pada CT adalah adanya flap intimal yang memisahkan true lumen
dan false lumen. Saat ini, helical CT (HCT) scan dan multidetector
CT (MDCT) adalah protokol konvensional yang digunakan untuk
diagnosis DA. MDCT memiliki keunggulan hampir delapan kali
lebih cepat daripada HCT tradisional, dan dilaporkan memiliki
spesifisitas dan sensitivitas hingga 100%; sedangkan HCT kurang
spesifik (98%). Selain protokol MDCT standar, pendekatan
ECG-gated sangat dianjurkan. Pendekatan ini mengurangi
keberadaan artefak dengan mengambil irisan pada bagian yang
telah ditentukan sebelumnya dari siklus jantung, sehingga
menghilangkan kesalahan membaca yang disebabkan oleh gerakan
jantung. Pendekatan lain adalah triple rule out CT, yang secara
bersamaan memeriksa arteri koroner, aorta, dan arteri pulmonal;
ini memberikan cakupan yang lebih baik untuk diagnosis nyeri
dada nonspesifik. Pendekatan ini, bagaimanapun, penggunaannya
terbatas karena membuat pasien terkena radiasi berlebih dan dosis
pewarna kontras yang lebih besar. Selain itu, karena memindai tiga
bidang secara bersamaan, ia menggunakan protokol standar
daripada protokol optimal untuk masing-masing, membuatnya
kurang ideal untuk pemeriksaan rutin AD (Sayed et al., 2020).
H. Tatalaksana
manajemen farmakologi diseksi aorta akut adalah vasodilator,
beta-blocker, nitrogliserin dan CCB, jika beta blocker tidak dapat
digunakan. Beta-blocker direkomendasikan secara oral untuk semua
pasien.Kontraindikasi untuk beta-blocker adalah gagal jantung,
bradyarrhythmias, blok atrioventricular, dan penyakit bronkospastik
Exc: propranolol, 1 mg IV, setiap 3-5 menit hingga mencapai tekanan
32
darah sistolik sekitar 100 mmHg dan denyut jantung 60–80 denyut /
menit (dosis maksimum, hingga 0,15 mg /kg).Lanjutkan setelah itu
dengan 2-6 mg IV setiap 4-6 jam.
Cardiopulmonarybypass dengan tujuan perbaikan bedah pada
diseksi tipe B adalah, seperti dengan semua pilihan perawatan lainnya,
untuk mencegah ruptur dan mengembalikan perfusivisceral dan
ekstremitas.Pada diseksi tipe A dengan iskemia organ persisten meskipun
perbaikan bedah terbuka dan penggantian aorta asenden, pengobatan
endovaskular dari sisa diseksi sering merupakan menjadi tatalaksana
selanjutnya ((Levy D.et al.,2020)
I. Komplikasi
1. Kegagalan multiorgan
2. Stroke
3. MI
4. Paraplegia
5. Gagal ginjal
6. Amputasi ekstremitas
7. Iskemia usus
8. Tamponade
9. Regurgitasi aorta akut
10. Kompresi vena kava superior
11. Kematian (Levy D et al., 2020)
33
DAFTAR PUSTAKA
34
PR
35
komplikasi dari proses pembedahan. Jika AAD komplikasi dengan
ACS,prognosis menjadi lebih buruk dan pengobatan pilihan mungkin sama sekali
berbeda dari biasanya ACS. Obat dan prosedur yang biasanya digunakan pada
kasus ACS biasa, seperti Heparin, antiplatelet, agen trombolitik dan intervensi
kateter, mungkin berbahaya pada ACS sekunder untuk AAD. Jadi sangat penting
untuk membuat diagnosis ACS yang benar pada sekunder AAD untuk pengobatan
dan kelangsungan hidup yang lebih baik.
Insiden keterlibatan koroner di AAD telah dilaporkan 1,8-11,3% (Hirst, et
al 2003). Insiden dapat bervariasi sesuai dengan populasi studi yang berbeda
(otopsi, pasien bedah atau pasien yang tidak dipilih di ruang gawat darurat).
Peneliti baru-baru ini mengevaluasi kejadian malperfusi koroner pada tahun 159
pasien dengan AAD tipe A yang datang ke ruang gawat darurat dalam waktu 12
jam dari onset dan menemukan bahwa 9,4% mengalami malperfusi koroner
(Hirata, 2010). Di sisi lain, kejadian AAD di ACS tidak begitu sering. Dalam
studi besar berurusan dengan trombolisis pra-rumah sakit, 0,3-0,33% pasien salah
didiagnosis menderita ACS biasa yang kemudian terbukti menderita
AAD(European Myocardial Infarction Grup, 1993).
Ada empat kemungkinan mekanisme malperfusi koroner pada AAD :
1. penonjolan lumen palsu yang membedah menghasilkan oklusi lubang arteri
koroner (Gambar 1A).
2. perpanjangan retrograde dari diseksi ke dalam dinding arteri koroner
mengakibatkan obstruksi (Gambar 1 B)
3. gangguan atau pelepasan arteri koroner dari akar aorta (Gambar 1 C).
4. obstruksi dinamik orifisium koroner oleh flail intimal flap (Gambar 1D).
36
Gambar 4. A: Gambar CT scan menunjukkan penyempitan parah dari arteri
koroner utama kiri (di antara panah) karena perluasan hematoma. B: Ostium
kanan arteri koroner tidak tersumbat. T : True Lumen, F : False Lumen
37
paling baik di puncak. Hal ini diduga disebabkan oleh penutupan dini
katup mitral akibat pancaran AR.
● Tanda Becker: Adanya pulsasi arteri retina yang terlihat melalui
oftalmoskop
● Denyut bisferiens: Denyut nadi biphasic karena aliran balik darah pada
awal diastole
● Tanda Corrigan: Denyut dengan distensi tiba-tiba dan kolaps cepat.
● tanda de Musset: Kepala terayun-ayun dengan masing-masing denyut
nadi.
● Tanda Duroziez: Murmur sistolik terdengar di atas arteri femoralis ketika
ditekan secara proksimal dan terdengar bising diastolik ketika ditekan
secara distal dengan stetoskop.
● Tanda Gerhardt: Pulsasi limpa terdeteksi dengan adanya splenomegali.
● Tanda Hill: Tekanan darah di ekstremitas bawah lebih besar daripada
tekanan darah di ekstremitas atas
● Tanda Mayne: Penurunan tekanan darah diastolik lebih dari 15 mmHg saat
mengangkat lengan
● Tanda Muller: Pulsasi sistolik uvula
● Tanda Quincke: Pulsasi kapiler (pembilasan dan paling baik terlihat di
akar kuku saat tekanan diterapkan ke ujung kuku).
● Tanda Rosenbach: Pulsasi hati
● Tanda Traube: Suara sistolik dan diastolik "tembakan pistol" yang
menggelegar terdengar di atas arteri femoralis
4. Perbedaan akut dan kronik? Perbedaan terapi akut dan kronik,
pembedahan namanya apa kalau diseksi+regurgitasi aorta. Bypass
operasinya gimana?
Diseksi akut didefinisikan sebagai durasi kurang dari 2 minggu sementara
diseksi kronis memiliki durasi lebih dari 2 minggu. Diseksi aorta akut
menyebabkan nyeri dada atau punggung secara tiba-tiba atau keduanya, dan
membutuhkan perawatan bedah segera untuk menghindari pecahnya aorta.
Diseksi aorta kronis (CAD) didefinisikan sebagai persistensi flap diseksi dan
38
lumen palsu lebih dari 2 minggu setelah kejadian awal. Kadang-kadang gejala
diseksi aorta tidak jelas dan tidak spesifik dan mungkin tidak diketahui sampai
robekan mulai menimbulkan gejala lain, seperti berkeringat, sesak napas, atau
sinkop. Ketika gejala-gejala ini terjadi, atau jika tes pencitraan menunjukkan
tanda-tanda bahwa kondisi tersebut telah terjadi selama dua minggu atau lebih, ini
disebut diseksi aorta kronis. Diseksi kronis dipantau dengan CT scan atau sejenis
pemindaian MRI yang disebut angiogram resonansi magnetik. Tes pencitraan ini
dapat mengungkapkan perluasan aorta yang cepat, yang dapat menandakan
gumpalan darah atau aneurisma aorta, di mana aorta membengkak, atau apakah
memerlukan pembedahan.
Kelompok pasien diseksi kronis terdiri dari mereka yang awalnya diobati
dengan terapi medis saja dan mereka yang selamat dari operasi untuk indikasi
akut. Diseksi aorta kronis hampir dua kali lebih umum pada pasien dengan diseksi
tipe III (45%) dibandingkan pada pasien dengan diseksi tipe I (24%) atau tipe II
(27%). Perbedaan paling signifikan antara AAD dan CAD adalah kapasitas untuk
remodelling. Mobilitas flap diseksi aorta menurun saat diseksi matur, sehingga
mengurangi kemampuan aorta untuk berubah bentuk.
Terapi medis sekarang direkomendasikan sebagai pengobatan awal untuk
semua pasien dengan diseksi aorta sebelum diagnosis dan pengobatan definitif,
dan dapat berfungsi sebagai terapi jangka panjang utama pada pasien tertentu
dengan diseksi aorta distal (tipe III atau tipe B). Tanpa pengobatan, separuh
pasien dengan diseksi aorta proksimal akut (tipe A) meninggal dalam waktu 24
jam, dan 60% pasien dengan diseksi aorta distal akut (tipe B) meninggal dalam
waktu 1 bulan. Diseksi aorta akut dapat diobati dengan pembedahan atau medis.
Indikasi lain untuk pembedahan meliputi nyeri berulang, embolisasi distal, dan
dilatasi aneurisma progresif dari ulkus. Jika pasien hadir tanpa komplikasi ini,
mereka diobati dengan obat antihipertensi dan pemantauan ketat. Dalam
perawatan bedah, area aorta dengan robekan intima biasanya direseksi dan diganti
dengan cangkok Dacron. Perbedaan metodologi utama saat merawat CAD
dibandingkan dengan AAD adalah panjang aorta yang harus dipasang stent. Pada
AAD, stent pendek cukup untuk menutup robekan masuk dan meningkatkan
39
trombosis lumen palsu; namun, pada CAD, cakupan aorta dari flap diseksi ke
aorta toraks distal diperlukan untuk mempertahankan integritas perbaikan
endovaskular. Pada pembedahan kronis, arteri interkostal (T9-T12) ditanam
kembali dengan cangkok samping atau lubang samping. Ini berbeda dengan
diseksi akut, di mana arteri interkostal dan lumbar diikat.
Pasien dengan diseksi tipe A diobati dengan koreksi bedah segera.
Cardiopulmonary bypass dilakukan dengan kanulasi femoral-femoral dan
melalui vena kava superior untuk perfusi serebral retrograde. Suhu miokard dijaga
di bawah 15°C (59°F) dengan perfusi kardioplegik melalui sinus koroner. Ini
memberikan perlindungan miokard selama prosedur. Distensi ventrikel dihindari
dengan mendekompresi ventrikel kiri melalui ventilasi melalui vena atau arteri
pulmonal superior kiri. Perfusi serebral retrograde kemudian dimulai melalui vena
cava superior. Aorta asenden diinspeksi untuk lokasi dan luasnya robekan serta
keterlibatan arkus transversal dan untuk menilai gangguan intima yang
memerlukan perbaikan. Melalui pendekatan longitudinal, aorta asenden dibuka
dan ditranseksi tepat proksimal ke arteri inominata. Pada pasien dengan
keterlibatan arkus aorta transversal, arkus proksimal atau arkus total diganti. Jika
intima terfragmentasi atau menunjukkan bukti pecah, seluruh lengkungan diganti.
Jika lengkung transversal bebas dari reentry, intima dan adventitia dijahit bersama
dengan jahitan halus 4-0 dan 5-0 polypropylene. Cangkok Dacron tenunan gelatin
atau kolagen dijahit ke lengkungan aorta proksimal yang diperkuat secara
end-to-end dan diperkuat dari dalam dan luar dengan jahitan 4-0. Pada saat
penyelesaian anastomosis distal, perfusi serebral retrograde dihentikan dan
cardiopulmonary bypass dimulai kembali melalui arteri femoralis. Ini
mengevakuasi semua udara dan puing-puing dari pembuluh brachiocephalic.
Graft dijepit proksimal ke asal dari arteri innominate. Aliran ke sirkulasi serebral
dan sistemik dipulihkan setelah pencangkokan cangkok proksimal ke asal arteri
inominata. Penangkapan peredaran darah hipotermia adalah alat yang berharga
dalam perbaikan diseksi aorta. Mengosongkan pembuluh darah utama
memungkinkan masuknya udara, yang menyebabkan komplikasi terkait dengan
emboli udara, bahaya utama yang terkait dengan prosedur ini. Pastikan kepala
40
pasien tidak terangkat; sebaliknya, tekan dan biarkan darah tertarik ke pembuluh
kepala, sehingga menggeser udara (ke atas) ke pinggiran. Pasien dihangatkan
kembali dengan pemulihan aliran anterograde melalui side arm line yang
dimasukkan ke dalam aorta asenden. Katup aorta ditutup dengan jahitan janji
polipropilen 4-0 jika normal dan tidak ada bukti dilatasi akar aorta. Intima dan
adventitia dari aorta superior ke koroner dijahit bersama dan diperkuat dari dalam
cangkok. Jika katup aorta atau akar dilatasi, cangkok katup komposit
ditempatkan. Tombol atau teknik Cabrol yang dimodifikasi digunakan untuk
memasang kembali arteritis koroner. Ketika regurgitasi aorta terjadi,
dekompresi sederhana dari lumen palsu mungkin diperlukan untuk
memungkinkan resuspensi selebaran aorta dan pemulihan kompetensi katup.
Setelah prosedur selesai, pasien dibawa ke irama sinus dengan defibrilasi.
41