Anda di halaman 1dari 41

RESPONSI

Wanita 60 tahun dengan Diseksi Aorta Stanford A deBakey 1

Disusun Oleh:

Fandi Muhammad N G992108024

Naomi Heidi Amarda Murti G992202152

Namira Putri Imani G992202151

Fadhil Ilham Anfarisa G992208016

Fernando Jahja Houten G992208017

Pembimbing:

dr. An Aldia Asrial, SpJP, FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN


PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RS UNS SUKOHARJO
2023

1
HALAMAN PENGESAHAN

Responsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret / RS UNS Sukoharjo dengan judul:

Wanita 60 tahun dengan Diseksi Aorta Stanford A deBakey 1

Hari, tanggal: Rabu, 18 Januari 2023

Oleh:

Fandi Muhammad N G992108024

Naomi Heidi Amarda Murti G992202152

Namira Putri Imani G992202151

Fadhil Ilham Anfarisa G992208016

Fernando Jahja Houten G992208017

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Responsi

dr. An Aldia Asrial, SpJP, FIHA

2
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukoharjo
Nomor RM : 108xxx
2. Keluhan Utama

Sesak (+)

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli untuk kontrol rutin jantung. Saat di usg,


hasilnya menunjukkan diseksi aorta. Pasien memiliki riwayat ACS
dan serangan jantung. Pada Des 2022, pasien datang untuk rawat inap
di RS UNS dengan keluhan saat tengah malam tiba2 merasa sesak
>20 menit disertai mual, muntah, batuk pilek. Hasil swab antigen
SARS COV menunjukkan (+). Sebelum mondok, pasien sempat
merasakan sesak saat baring terlentang. Sesudah rawat inap, pasien
mengeluhkan sering pusing, dan nafas sering ngos-ngosan setelah
mandi. Pasien juga merasa ngos2an saat melakukan aktivitas ringan.
Pasien mengatakan keluhan paling utama nyeri tajam di dada kiri
sampai perut bawah sampai tembus belakang yang sudah dirasakan
selama 4 bulan, namun sebelum kontrol terasa sesak dan sakit. Saat
ini, keluhan sesak dirasakan sudah berkurang. Pasien tidak merasakan
sesak saat tidur maupun saat posisi berbaring. Pasien masih
mengeluhkan mual, batuk dengan lendir putih, dan nyeri dada bagian
kiri

3
4. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Keluhan serupa : : disangkal

b. Hipertensi : disangkal

c. Riwayat DM : disangkal

d. Riwayat asma : disangkal

e. Stroke : disangkal

f. Jantung : (+), riwayat ACS dan serangan jantung

g. Riw mondok :

1. Pku 6 bulan> lambung mual muntah

2. Rs uns januari > karena kontrol dan nyeri dada

3. Rs uns desember > karena serangan jantung lalu di echo oleh dr.
Habibie, Sp. JP

5. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit jantung : jantung (+) kakak kandung,


penyakit katup

b. Riwayat hipertensi : disangkal

c. Riwayat asma : disangkal

d. Riwayat DM : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat merokok: disangkal


b. Riwayat minum alkohol: disangkal

4
c. Riwayat makanan: makan 3x sehari lengkap, dan mengurangi
konsumsi garam. namun saat ini tidak ada pantangan untuk
pemulihan kondisi

7. Riwayat Sosial Ekonomi


a. Pasien bekerja sebagai guru TK . Pasien berobat menggunakan
BPJS.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Compos mentis, tampak sakit sedang, dan lemas

2. Tanda Vital

Tekanan Darah : 123/43 mmHg

Laju Napas : 20 x/menit

Denyut Nadi : 75x/menit

Suhu : 36,5°C

3. Keadaan Sistemik

Kepala: Mesocephal

Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)


Telinga: Sekret (-/-)
Hidung: Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut: Sianosis (-), mukosa basah (+)
Leher: JVP 5+2 cm, Pembesaran KGB (-)
Cor
Inspeksi: Iktus cordis tidak tampak
Palpasi: Iktus cordis teraba pada intercosta V linea midclavicularis

5
sinistra

Perkusi:

Kanan Kiri

● Kanan atas: 1 cm lateral ● Kiri atas: SIC II Linea


SIC II Linea Para Para Sternalis Sinistra
Sternalis Dextra ● Kiri bawah: 1 cm lateral
● Kanan bawah: 1 cm SIC SIC V Linea Medio
IV Linea Para Sternalis Clavicularis Sinistra
Dextra

Kesimpulan : Batas jantung melebar

Auskultasi: S1 S2 reguler, bising diastolik decrescendo derajat 3


blowing high pitch

Pulmo
Inspeksi: Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi: Fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri
Perkusi: Sonor/sonor
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-),
ronki basah kasar (-/-)
Abdomen

Inspeksi: Massa (-), skar (-)


Auskultasi: Bising usus (+) normal
Perkusi: Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi: Supel, nyeri tekan (-)

6
Ekstremitas Edema

- -

- -

Akral dingin

- -

- -

7
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil Laboratorium (11 Januari 2023)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI
RUTIN

Hemoglobin 10.5 (L) g/dl 12.0 - 15.6

Hematokrit 32 (L) % 35 - 45

Leukosit 6.35 ribu/ul 4.5 - 11

Trombosit 224 ribu/ul 150 - 450

Eritrosit 4.17 Juta/ul 4.10 - 5.10

INDEX ERITROSIT

MCV 76.5 (L) /um 80.0 - 96.0

MCH 25.2 (L) pg 28.0 - 33.0

MCHC 32.9 (L) g/dl 33.0 - 36.0

RDW 14.9 (H) % 11.6 - 14.6

MPV 9.0 % 7.2 - 11.1

PDW 11 % 9 - 13

HITUNG JENIS

Eosinofil 2.4 % 0.0 - 4.0

Basofil 0.6 % 0.0 - 2.0

Neutrofil 60.7 % 50.0 - 70.0

8
Limfosit 28.0 %l 22.0 - 44.0

Monosit 8.3 (H) % 0.0 - 7.0

Fungsi Hati

SGOT 22 U/L 8 - 37

SGPT 16 U/L 8 - 40

Fungsi Ginjal

Ureum 41 mg/dL 10 - 45

Kreatinin 0.71 mg/dL 0.5 - 1.1

Elektrolit

Kalium 3.98 mmol/l 3.5 - 5.5

Natrium 144.28 mmol/l 135 - 145

Chlorida 102.2 mmol/l 96 - 106

Calcium ion 1.26 mmol/l 1.1 - 1.35

9
2. Thorax AP (Tanggal 24 Desember 2022)

HASIL:
Foto thoraks, Proyeksi PA, posisi erect, simetris, inspirasi dan kondisi cukup
● Tampak kedua apex pulmo bersih
● Tampak corakan branchovaskutar meningkat dan kasar
● Tak tampak pemadatan limfonodi hilus bilateral
● Tampak sinus costophrenicus bilateral lancip
● Tampak diafragma bilateral licin dan tak mendatar
● Cor, CTR > 0.50
● Sistema tulang yang tervisualisasi intak

KESAN:
● Bronchitis
● Cardiomegaly

10
3. Hasil EKG ( 11 Januari 2023)

Interpretasi :
1. Sinus Ritmis
2. Rate 85x/menit
3. Normoaxis
4. LVH
5. Terdapat ST depresi pada V4-6

4. Echocardiogram ( 11 Januari 2023)

11
Penemuan :
A. Wall chamber Dimension : LVH eksentrik, dimensi ruang-ruang jantung
lain dalam batas normal
B. Fungsi sistolik :
a. LVEF : Decrease ; 35,8% (Simpson); 30,5 (Tech)
b. RVTAPSE : Normal; 2,52cm
C. Wall Motion :global hipokinetik, dengan variasi hipokinetik berat di
anterior-anteroseptal
D. Valves :
a. Aorta : 3 cuspis (+), Calcification (no), AS (-), AVA VTI (-), AR
(Severe), AR PHT (120)
b. Mitral : MS (-), MVA VTI (-), MV planim (-), MR (severe),
dilatasi anular
c. Tricuspid : TR (Mild), TR PG (20), TR Vmax (221) m/sec
d. Pulmonal : PS(-), PR (Severe), PV Acc Time (124)msec
E. Others : Diseksi aorta stanford A, de Bake 1, Flap intima; (+), open flap di
sinus coronarius

Konklusi :
1. Diseksi aorta stanford A, debakey 1
2. LVH eksentrik, LVEF 35%
3. AR severe, MR severe, TR mild
4. disfungsi diastolik restriktif

12
5. CT-Scan ( 11 Januari 2023)

Konklusi :Diseksi Aorta Stanford A de Bakey I

13
D. DIAGNOSIS
● Diagnosis Anatomis : Diseksi Aorta Stanford A DeBakey I, AR
MR severe
● Diagnosis Etiologi : Riwayat NSTEACS (Desember 2022)
● Diagnosis Fungsional : HF NYHA kelas 3

E. TATALAKSANA
1. Inj. Furosemide bolus 40 mg → selanjutnya 20 mg/8 jam
2. Ramipril 1 x 10 mg
3. Spironolakton 1 x 25 mg
4. Ivabradine 2 x 2.5 mg
5. Atorvastatin 1 x 40 mg
6. Bisoprolol 1 x 10 mg

14
BAB III

KELUHAN PASIEN

Pasien datang ke poli jantung RS UNS untuk kontrol dengan


keluhan nyeri dada bagian kiri, mual, disertai batuk dengan lendir berwarna
putih. Pasien juga mengeluhkan mudah ngos-ngosan saat melakukan
aktivitas ringan ataupun setelah mandi, dan menjadi sering pusing setelah
mondok 1 bulan yang lalu. DPH 2: keluhan nyeri dada berkurang, sesak
nafas (-).

Pada Desember 2022, pasien dirawat di RS UNS dengan diagnosis


ACS dan Covid-19. Sebelum dibawa ke RS pasien mengeluhkan sesak nafas
pada malam harinya >20 menit, mual, muntah, sesak saat berbaring
terlentang, batuk dan pilek. Kemudian hasil swab antigen menunjukkan
pasien positif Covid-19.

A. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Keluhan pasien adalah sebagai berikut:

• Nyeri dada bagian kiri

• Mual

• Batuk disertai lendir berwarna putih

• Mudah ngos ngosan setelah mandi atau saat beraktivitas


ringan

• Pusing

• Riwayat ACS (Desember 2022)

• Riwayat covid-19 (Desember 2022)

Rasa sakit berupa nyeri dada pada diseksi aorta akut sering

15
tiba-tiba muncul, mencapai tingkat keparahan maksimal dengan
cepat, dan dapat bersifat merobek. Pada sekitar 10% pasien, DAA
tidak menimbulkan rasa sakit, yang lebih sering terjadi pada
sindrom Marfan (Levy D, Goyal A, Grigorova Y, et al, 2022).

Diseksi tanpa rasa sakit jarang terjadi. Hanya 63 pasien di


International Registry of Acute Aortic Dissection yang tidak
mengalami nyeri, yang mewakili 6,3% pasien dari 977 pasien di
Registry. Gejala dapat bervariasi sesuai dengan lokasi robekan, dan
kemana ia bermigrasi. Robekan pada aorta asendens akan
menyebabkan nyeri pada midline dada anterior. Robekan pada
lengkungan aorta dapat menyebabkan nyeri pada rahang atau leher.
Nyeri punggung dan perut intra scapular lebih sering terjadi pada
aorta descendens (Barman, M. 2014).

Pasien ini mengeluhkan mudah ngos ngosan setelah mandi


atau beraktivitas ringan. Pasien juga memiliki riwayat ACS sejak 1
bulan yang lalu. selain itu, keluhan berupa mudah pusing dan
batuk disertai lendir putih memungkinkan hubungan dengan
riwayat pasien positif Covid-19 satu bulan yang lalu. Secara
umum, gejala long Covid dapat meliputi kelelahan (29%), nyeri
otot, jantung berdebar, batuk, gangguan kognitif (28%), dispnea
(21%), kecemasan (27%), nyeri dada, dan arthralgia (18%) (Koc
HC, Xiao J, Liu W, Li Y, Chen G, 2022).

2. Pemeriksaan Fisik
● Compos mentis, tampak sakit sedang, dan lemas
● TD: 123/43 mmHg, RR : 20 x/menit, Nadi : 75x/menit, Suhu :
36,5°C= adanya wide pulse pressure yang disebabkan oleh AR
● Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
● Leher: JVP 5+2 cm= JVP dalam batas normal
● Jantung
➢ Inspeksi, perkusi, palpasi dalam batas normal
➢ Auskultasi: S1 S2 reguler, bising diastolik decrescendo

16
derajat 3 blowing high pitch= bising mengembus dengan
nada tinggi, terdengar cukup keras dan semakin
menurun saat fase diastolik
● Paru
➢ Inspeksi, perkusi, palpasi dalam batas normal
➢ Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus
(-/-), ronki basah kasar (-/-)
● Abdomen: Inspeksi, perkusi, palpasi dalam batas normal
● Ekstrimitas: akral hangat, oedem (-), CRT <2 s pada empat
ekstrimitas= tidak mengarah kepada backward failure

3. Pemeriksaan Radiologi
● Umum: proyeksi PA, posisi erect, simetris, insipirasi, dan kondisi cukup
● Normal:
➢ Tampak kedua apex pulmo bersih
➢ Tak tampak pemadatan limfonodi hilus bilateral
➢ Tampak sinus costophrenicus bilateral lancip
➢ Tampak diafragma bilateral licin dan tak mendatar
➢ Sistema tulang yang tervisualisasi intak

● Abnormal:
➢ Tampak corakan branchovaskutar meningkat dan kasar:
bronkitis, gagal jantung kongestif
➢ Cor, CTR > 0.50: menunjukkan adanya kardiomegali (N
CTR<0.50)

17
4. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil lab menunjukkan adanya anemia mikrositik hipokromik

Hemoglobin 10.5 (L) 12.0 - 15.6

Hematokrit 32 (L) 35 - 45

MCV 76.5 (L) 80.0 - 96.0

MCH 25.2 (L) 28.0 - 33.0

MCHC 32.9 (L) 33.0 - 36.0

RDW 14.9 (H) 11.6 - 14.6

Monosit 8.3 (H) 0.0 - 7.0

5. Pemeriksaan EKG

● Diseksi aorta stanford A, debakey 1


➢ Standford A: melibatkan aorta ascendens
➢ Debakey 1: meliputi aorta ascendens dan descendens
● LVH eksentrik, LVEF 35%
➢ LVH eksentrik: hipertrofi ventrikel kiri dimana pembesaran
terjadi ke arah luar (ventrikel melebar)
➢ LVEF 35%: fraksi ejeksi ventrikel kiri 35% yang
menunjukkan gagal jantung sistolik dimana terjadi
remodelling ruang jantung dan pelemahan otot
● AR severe, MR severe, TR mild
● Disfungsi diastolik restriktif: gangguan dimana ventrikel tidak
dapat menerima darah secara normal ketika fase diastol

B. ANALISIS TERAPI
Penatalaksanaan farmakologi pada diseksi aorta tipe A
mengutamakan kontrol tekanan darah dan irama jantung. Target tekanan
darah sistolik adalah 100–120 mmHg dan denyut jantung yang

18
diharapkan adalah 60 kali per menit (Fukui, 2018). Secara cepat turunkan
tekanan darah dimana tekanan sistolik dibawah 120 mmHg dalam 20
menit. Pertahankan tekanan sistolik dibawah 110 mmHg, kecuali muncul
gejala gangguan hipoperfusi pada organ target.
1. Inj. Furosemide bolus 40 mg → selanjutnya 20 mg/8 jam
Furosemide merupakan salah satu obat antihipertensi golongan
Loop diuretics. Furosemide bekerja menghambat cotransporter
Na+/K+/Cl2- pada membran luminal tubulus, yang menyebabkan
peningkatan ekskresi air, natrium, klorida, magnesium, dan kalsium.
Pada pemberian intravena, efek diuretik dimulai dalam 5 menit. Dosis
awal pada pemberian intravena yaitu 20-40 mg dan dapat ditingkatkan
sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek tercapai.
2. Ramipril 1 x 10 mg
Ramipril merupakan salah satu obat antihipertensi lini pertama
golongan ACE inhibitor. Obat ini mempengaruhi sistem
renin-angiotensin-aldosteron dengan cara menghambat enzim
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) sehingga tidak dapat
mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Hal tersebut
menyebabkan vasodilatasi sistemik dan terjadi penurunan volume
cairan intravaskular sehingga tekanan darah pun menurun. Dosis
optimal dari Ramipril yaitu 10 mg/hari yang dapat diberikan 1-2 kali.
3. Spironolakton 1 x 25 mg
Spironolakton merupakan salah satu obat antihipertensi golongan
diuretik. Spironolactone adalah antagonis farmakologis spesifik dari
aldosteron, berperan terutama melalui pengikatan kompetitif
reseptor-reseptor pada tempat pertukaran natrium-kalium yang
tergantung pada aldosteron pada distal convoluted renal tubule.
Spironolactone menyebabkan peningkatan jumlah natrium dan air
untuk diekskresi, sedangkan kalium ditahan (retensi). Spironolactone
bertindak baik sebagai obat diuretik maupun sebagai obat
antihipertensi melalui mekanisme ini. Untuk menurunkan tekanan

19
darah, pemberian dosis awal sebesar 25 mg/hari, kemudian dinaikkan
menjadi 100 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi dua.
4. Ivabradine 2 x 2.5 mg
Ivabradine termasuk dalam kelas obat yang disebut
hyperpolarization-activated cyclic nucleotide-gated channel blocker
(HCN), yang mana obat ini bekerja dengan cara memperlambat detak
jantung sehingga jantung dapat memompa lebih banyak darah melalui
tubuh setiap kali berdetak. Obat ini juga digunakan untuk meredakan
nyeri dada atau chronic stable angina pada penderita penyakit jantung
koroner dengan LVEF ≤35%. Ivabradine menurunkan frekuensi
denyut jantung melalui penghambatan kanal If (If channel) pada
nodus SA. Efek ini tidak disertai penurunan kontraktilitas miokardium
ataupun penghambatan konduksi intrakardiak. Dosis awal ivabradine
adalah 5 mg/hari, yang diberikan sebanyak 2 kali sehari bersama
makanan.
5. Atorvastatin 1 x 40 mg
Atorvastatin adalah obat golongan statin yang berperan sebagai
inhibitor sintetik terhadap enzim reduktase HMG CoA. Atorvastatin
bekerja menurunkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida, serta
meningkatkan kadar HDL. Efek terapi atorvastatin ini, memiliki
asosiasi yang erat untuk menurunkan risiko stroke, serangan jantung,
atau komplikasi penyakit jantung lainnya yang juga menderita
penyakit jantung koroner. Untuk pencegahan penyakit kardiovaskular
pada pasien yang berisiko tinggi, dosis dapat dimulai dari 10 mg/hari
dan dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi pasien. Dosis
maksimalnya yaitu 80 mg/hari.
6. Bisoprolol 1 x 10 mg
Bisoprolol adalah obat antihipertensi golongan Beta-Blocker
Kardioselektif. Bisoprolol merupakan golongan obat beta-blocker
yang bekerja dengan cara menghambat kerja sistem saraf simpatis
pada jantung dengan menghambat reseptor beta-adrenergik jantung.

20
Bisoprolol menurunkan kecepatan denyut jantung dan menurunkan
kekuatan kontraksi jantung sehingga oksigen demand berkurang.
Dengan demikian, maka obat ini digunakan untuk mengobati
hipertensi sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan
antihipertensi lain seperti ACE inhibitor dan diuretik. Untuk penderita
angina dan hipertensi, dosis yang digunakan yaitu 5-10 mg/hari.

C. EDUKASI

Edukasi tentang diseksi aorta perlu mencakup upaya untuk


mengendalikan faktor-faktor yang meningkatkan risiko diseksi aorta,
seperti hipertensi. Pasien diminta untuk menghindari faktor risiko
diseksi aorta yang memang bisa dimodifikasi. Pasien dengan hipertensi,
kelainan katup jantung, riwayat penyakit jantung, dan riwayat operasi
jantung disarankan untuk kontrol berkala dan menerapkan pola hidup
sehat.

21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Diseksi Aorta

A. Definisi

Diseksi aorta adalah robekan pada lapisan dalam dinding aorta, yaitu
tunika intima. Kondisi ini dapat mengancam nyawa bila tidak ditangani
dengan cepat. Robekan pada tunika intima membentuk false lumen atau
saluran palsu antara tunika intima dan tunika media. Darah yang
terakumulasi dalam false lumen kemudian menekan sirkulasi lumen aorta
yang sesungguhnya. Akibatnya, terjadi penurunan aliran darah ke organ
vital atau malperfusi organ.

Diseksi aorta dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 sistem yang


berbeda, yaitu Stanford dan DeBakey. Kasus diseksi aorta dibedakan
sebagai Stanford tipe A (DeBakey I dan II) atau Stanford tipe B (DeBakey
III). Selain itu, sistem klasifikasi yang lebih baru juga dapat digunakan,
misalnya sistem TEM (Type, Entry, Malperfusion) maupun SVS/STS

22
(Society for Vascular Surgery/Society of Thoracic Surgeons).

Gejala yang sering dikeluhkan pasien diseksi aorta adalah nyeri dada
mendadak yang sulit dilokalisir. Diseksi aorta sendiri memiliki gejala yang
mirip dengan infark miokard dan aneurisma aorta, sehingga dokter
membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk membedakan diagnosis.
Pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas adalah CT scan
dengan kontras (Juang et al., 2008).

B. Etiologi
Etiologi terjadinya diseksi aorta biasanya terkait dengan beberapa
jenis perubahan degeneratif pada dinding aorta, khususnya pada lapisan
media. Bahkan jika diseksi terutama dimulai dengan robekan pada intima,
penyebarannya di dalam lapisan media bervariasi dari hampir tidak ada
sampai perkembangan cepat sepanjang seluruh aorta. Variasi ini terkait
dengan kondisi lapisan medial. Beberapa kelainan kongenital jaringan ikat
diketahui menyebabkan degenerasi tersebut, termasuk sindrom Marfan,
sindrom Turner, dan sindrom Ehlers – Danlos (Joanna et al., 2017).
Hipertensi arteri adalah faktor predisposisi yang paling penting.
Perlu dicatat bahwa hipertensi yang ekstrem mendadak berhubungan

23
dengan latihan fisik yang berat dapat menyebabkan diseksi aorta pada
orang yang lebih muda. Juga, kehamilan dengan hipersirkulasi dan
perubahan hormon yang mempengaruhi jaringan ikat, merupakan faktor
risiko tertentu terutama selama trimester terakhir dan selama persalinan
(Kamel et al., 2016). Cedera iatrogenik selama menjalani prosedur koroner
diagnostik dan terapeutik dengan manipulasi kateter juga dapat
menyebabkan diseksi aorta. Trauma tumpul dada pada orang yang sehat
dapat menyebabkan diseksi aorta, tetapi diseksi seperti itu biasanya sangat
terbatas karena degenerasi minimal pada struktur aorta normal (Penn et al.,
2015).

C. Patofisiologi
Dinding aorta terdiri dari tiga lapisan: intima, media, dan
adventitia. Paparan konstan tekanan pulsatil tinggi dan tegangan geser
menyebabkan melemahnya dinding aorta pada pasien yang rentan
mengakibatkan robekan intimal. Mengikuti robekan ini, darah mengalir ke
ruang intima-media, menciptakan lumen palsu. Sebagian besar robekan ini
terjadi di aorta asenden, biasanya di dinding lateral kanan tempat
terjadinya gaya geser terbesar pada aorta. Diseksi aorta akut dapat
menyebar anterograde dan/atau retrograde dan tergantung pada arah
perjalanan diseksi, menyebabkan obstruksi cabang yang menghasilkan
iskemia pada wilayah yang terkena (koroner, serebral, tulang belakang,
atau visceral), dan untuk DAA tipe A proksimal dapat memicu tamponade
akut, regurgitasi aorta atau ruptur aorta.
Pada DAA, lumen dibatasi oleh intima sedangkan lumen palsu
berada di dalam media. Dalam kebanyakan kasus, lumen lebih kecil dari
lumen palsu. Seiring waktu, darah yang mengalir melalui lumen palsu
menyebabkan perkembangan aneurisma dengan potensi pecah (Levy D,
Goyal A, Grigorova Y, et al, 2022).

D. Klasifikasi

24
Ada dua klasifikasi anatomi utama yang digunakan untuk
mengklasifikasikan diseksi aorta. Sistem Stanford lebih sering digunakan.
Sistem ini mengklasifikasikan pembedahan menjadi dua jenis berdasarkan
apakah bagian asendens atau desendens dari aorta yang terlibat. Tipe A
melibatkan aorta asenden, terlepas dari lokasi robekan intima primer.
Diseksi tipe A didefinisikan sebagai diseksi proksimal arteri
brakiosefalika. Diseksi aorta tipe B yang berasal dari distal arteri subklavia
kiri dan hanya melibatkan aorta desendens (Erbel R. et al, 2014).
Sedangkan klasifikasi DeBakey didasarkan pada tempat asal
diseksi. Tipe 1 berasal dari aorta asenden dan setidaknya ke arkus aorta.
Tipe 2 berasal dan terbatas pada aorta asenden. Tipe 3 dimulai pada aorta
desendens dan meluas ke distal di atas diafragma (tipe 3a) atau di bawah
diafragma (tipe 3b). Diseksi aorta asendens hampir dua kali lebih sering
daripada diseksi desendens (Levy D, Goyal A, Grigorova Y, et al, 2022).

Gambar. Klasifikasi Diseksi Aorta berdasarkan Stanford dan De


Bakey (Erbel R. et al, 2014)

E. Manifestasi Klinis

25
1. Nyeri Dada

Nyeri dada merupakan gejala diseksi aorta akut yang paling


sering. Gambaran khas ditunjukkan dengan timbulnya nyeri dada
dan/atau punggung yang parah secara tiba-tiba. Nyeri dada yang
dirasakan seperti tajam tertusuk pisau dengan onset secara tiba-tiba
Lokasi nyeri yang paling umum adalah dada (80%), punggung
(40%), dan perut (25%). Nyeri dada anterior lebih sering dikaitkan
dengan diseksi tipe A, nyeri di punggung atau perut pada diseksi
tipe B. Nyeri dapat berpindah-pindah seperti diamati pada diseksi
aorta akut tipe A (15%) dan tipe B (20%). Defisit nadi juga dapat
terjadi pada pasien diseksi aorta tipe A (30%) dan tipe B (15%).
Meskipun demikian, iskemia ekstremitas bawah yang nyata jarang
terjadi. Pasien dengan diseksi aorta akut tipe A menderita kematian
dua kali lipat dibandingkan tipe B (masing-masing 25% dan 12%).

2. Regurgitasi Aorta

Regurgitasi aorta terjadi sebanyak 40-75% pada pasien


dengan diseksi aorta tipe A. Regurgitasi aorta pada diseksi aorta
meliputi dilatasi akar aorta dan annulus, robeknya annulus atau
cusp katup, pergeseran salah satu cusp ke bawah garis penutupan
katup, hilangnya dukungan cusp, dan gangguan fisik pada
penutupan katup aorta dengan flap intima. Tamponade perikardial
dapat diamati pada 20% pasien dengan diseksi aorta akut tipe A.
Komplikasi ini dikaitkan dengan penggandaan mortalitas.
Regurgitasi aorta merupakan penyebab kematian utama kedua
setelah oleh ruptur aorta akut. Pasien dengan regurgitasi aorta
umumnya datang dengan klinis gagal jantung dan syok
kardiogenik.

3. Iskemia/infark miokard

Iskemia atau infark miokard dapat terjadi pada 10-15%

26
pasien dengan diseksi aorta. Hal ini umumnya terjadi akibat
perluasan lumen palsu aorta, dengan kompresi atau obliterasi ostia
koroner selanjutnya atau penyebaran proses diseksi ke dalam
pohon koroner. Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan infark
miokard dengan elevasi segmen ST sebagai akibat adanya
obstruksi koroner lengkap. Iskemia miokard dapat diperburuk oleh
regurgitasi aorta akut, hipertensi atau hipotensi, dan syok pada
pasien dengan atau tanpa penyakit arteri koroner yang sudah ada
sebelumnya. Hal ini yang menjelaskan tanda iskemia miokard
EKG pada pasien diseksi aorta akut tipe B. Peningkatan troponin
dapat ditemukan hingga 25% pada pasien dengan diseksi aorta tipe
A. Peningkatan troponin dan kelainan EKG yang dapat
berfluktuasi dari waktu ke waktu, dapat menyesatkan dokter untuk
diagnosis sindrom koroner akut dan menunda diagnosis dan
manajemen yang tepat untuk diseksi aorta akut.

4. Gagal Jantung Kongestif (CHF)

Gagal jantung kongestif pada diseksi aorta berhubungan


dengan regurgitasi aorta. Komplikasi ini terjadi pada 10% kasus
diseksi aorta. Gagal jantung lebih umum ditemukan pada diseksi
aorta tipe A dibandingkan tipe B. Hal ini menunjukkan etiologi
tambahan gagal jantung, seperti iskemia miokard, disfungsi
diastolik yang sudah ada sebelumnya, atau hipertensi yang tidak
terkontrol. Pasien dengan gagal jantung akut dan syok kardiogenik
lebih jarang muncul dengan karakteristik nyeri dada yang parah
dan tiba-tiba, dan hal ini dapat menunda diagnosis. dan pengobatan
DA. Hipotensi dan syok dapat terjadi akibat ruptur aorta,
regurgitasi aorta akut yang parah, iskemia miokard yang luas,
tamponade jantung, disfungsi ventrikel kiri yang sudah ada
sebelumnya, atau kehilangan banyak darah.

5. Efusi Pleura Luas

27
Efusi pleura luas akibat perdarahan aorta ke dalam
mediastinum dan rongga pleura umumnya jarang terjadi, karena
pasien ini biasanya tidak bertahan sampai tiba di rumah sakit. Efusi
pleura yang lebih kecil dapat dideteksi pada 15-20% pasien dengan
diseksi aorta tipe A dan B, dan diyakini sebagai hasil utama dari
proses inflamasi.

6. Komplikasi Paru

Komplikasi paru dari diseksi aorta akut jarang terjadi, dan meliputi
kompresi arteri pulmonalis dan fistula aortopulmoner, yang
menyebabkan dispnea atau edema paru unilateral, dan ruptur aorta
akut ke dalam paru dengan hemoptisis masif.

7. Sinkop

Sinkop merupakan gejala awal diseksi aorta yang penting, terjadi


pada diseksi aorta tipe A (15%) dan tipe B (5%). Gambaran ini
dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian di rumah sakit
karena sering dikaitkan dengan komplikasi yang mengancam jiwa,
seperti tamponade jantung atau diseksi pembuluh supra-aorta.

8. Gejala Neurologis

Gejala neurologis seringkali dramatis dan mendominasi


gambaran klinis, menutupi kondisi yang mendasarinya. Gejala
neurologis dapat diakibatkan oleh malperfusi serebral, hipotensi,
tromboemboli distal, atau kompresi saraf perifer. Frekuensi gejala
neurologis pada diseksi aorta berkisar antara 15-40%, dan setengah
dari kasus dapat bersifat sementara. Paraplegia akut sebagai akibat
iskemia spinal yang disebabkan oleh oklusi arteri spinalis, jarang
diamati dan mungkin tidak menimbulkan rasa sakit dan
menyesatkan kepada diagnosis sindrom Leriche. Diseksi aorta tipe
A dapat ditemukan kejadian cedera otak besar (yaitu koma dan
stroke) sebanyak <10% dan kerusakan medula spinalis iskemik

28
sebanyak 1%. Neuropati iskemik ekstremitas atas atau bawah,
yang disebabkan oleh malperfusi wilayah subklavia atau femoralis,
diamati pada sekitar 10% kasus. Suara serak sebagai akibat
kompresi saraf laring rekuren kiri umumnya jarang terjadi.

9. Iskemia mesenterik

Iskemia mesenterika terjadi sebanyak <5% pada pasien


diseksi aorta tipe A. Struktur dan organ yang berdekatan dapat
menjadi iskemik karena cabang aorta terganggu, atau dapat
dipengaruhi oleh kompresi mekanis yang disebabkan oleh diseksi
atau perdarahan aorta, yang menyebabkan komplikasi jantung,
neurologis, paru, visceral, dan arteri perifer. Iskemia organ akhir
juga dapat terjadi akibat keterlibatan lubang arteri utama dalam
proses diseksi. Gangguan perfusi dapat bersifat intermiten jika
disebabkan oleh prolaps flap diseksi, atau persisten pada kasus
obliterasi pasokan arteri organ akibat ekspansi lumen palsu..

Manifestasi klinis seringkali berbahaya dengan nyeri perut


seringkali tidak spesifik. Sebanyak 40% pasien mungkin tidak
merasakan nyeri sehingga diagnosis seringkali terlambat untuk
menyelamatkan usus dan pasien. Angka kematian akibat
malperfusi mesenterika hampir tiga kali lebih tinggi pada pasien
tanpa komplikasi ini (63 vs 24%). Perdarahan gastrointestinal
jarang terjadi tetapi berpotensi mematikan. Perdarahan mungkin
terbatas, sebagai akibat dari infark mesenterika, atau masif, yang
disebabkan oleh fistula aorto-esophageal atau ruptur lumen palsu
ke dalam usus kecil.

10. Gagal Ginjal

Gagal ginjal dapat ditemukan sebanyak 20% pada pasien


diseksi aorta tipe A akut dan 10% pada tipe B Hal ini mungkin
disebabkan oleh hipoperfusi atau infark ginjal, sekunder akibat

29
keterlibatan arteri renalis pada diseksi aorta, atau akibat hipotensi
berkepanjangan. Tes serial kreatinin dan pemantauan keluaran urin
diperlukan untuk deteksi dini kondisi ini.

F. Pemeriksaan Fisik

Secara klinis, presentasi dari diseksi aorta bergantung pada derajat


diseksi, keluhan pasien berdasarkan struktur kardiovaskular yang
terdampak. Tiga pertanyaan yang perlu ditanyakan saat menganamnesis
pasien dengan diseksi aorta adalah, kualitas sakit, radiasi, dan derajat nyeri
pada saat nyeri terjadi. Pemeriksaan fisik biasanya menemukan perbedaan
tekanan darah pada ekstremitas, pulsus defisit, dan adanya murmur
diastolik. Nyeri pada diseksi aorta sering tiba tiba, mencapai derajat nyeri
tinggi, lokasi nyeri pada dada anterior pada diseksi aorta ascending dan
sakit menembus punggung apabila diseksi pada aorta descenden. Defisit
neurologis terjadi pada ⅕ pasien. Syncope dapat terjadi pada pasien dengan
hipovolemia, aritmia, MI, peningkatan tonus vagal. Penemuan lain
biasanya :

- Wide pulse pressure


- Insufisiensi aorta
- Murmur diastolik
- Suara jantung redup (mengarah ke cardiac tamponade)
- Syncope
- Gangguan status mental
- Kelemahan nadi perifer (Levy D et al, 2022)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
EKG secara rutin digunakan untuk menyingkirkan infark
miokard; namun, data dari IRAD menunjukkan bahwa hampir 19%

30
pasien dengan AD mengalami perubahan EKG yang menunjukkan
iskemia miokard, dan 7% pasien juga mengalami MI. Temuan lain
seperti hipertrofi ventrikel, kelainan gelombang Q, dan perubahan
S-T pada AD tidak spesifik, dan hanya menunjukkan adanya
kelainan jantung. EKG, bagaimanapun, memainkan peran penting
dalam menilai prognosis pasien dengan AD. Dalam analisis
multivariat yang dilakukan oleh Kimura et al. Kelainan ST
(elevasi, depresi, atau gelombang T negatif) secara independen
terkait dengan peningkatan mortalitas di rumah sakit (Sayed et al.,
2020).

2. Ekokardiografi
Ekokardiografi transtoraks (TTE) adalah metode diagnosis
lini kedua yang sering dilakukan sambil menunggu pemindaian
CT/MRA. Meskipun visualisasi dari diseksi itu sendiri terbatas, ini
memberikan data yang berguna tentang kondisi jantung, serta
keberadaan dan tingkat keparahan regurgitasi aorta. Dibandingkan
dengan modalitas diagnostik lainnya, TTE memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang relatif rendah. Selain visualisasinya yang
terbatas, TTE juga terbatas pada pasien dengan konfigurasi dinding
dada yang tidak normal. Di sisi lain, transesophageal
echocardiography (TOE) dapat diandalkan seperti pemindaian
CT/MRA dan sangat ideal untuk pasien yang tidak stabil dan tidak
dapat dipindahkan. Shiga dkk. melaporkan validitas TOE serupa
dengan CT/MRA; Namun, tidak seperti yang terakhir, keakuratan
TOE sangat bergantung pada keterampilan operator. Kelemahan
lain dari TOE adalah adanya 'blind spot', area yang ditutupi oleh
trakea dan bronkus kiri, yang membuatnya sulit untuk
memvisualisasikan aorta asenden atas dan lengkung proksimal.
Keterbatasan ini, bagaimanapun, diatasi dengan penggunaan probe
biplane dan multiplane (Sayed et al., 2020).

31
3. Computed Tomography (CT)
Computed tomography (CT) adalah metode standar emas
untuk radiodiagnosis AD. Ini memiliki keuntungan karena mudah
diakses, lebih murah, dan lebih cepat daripada MRI. Temuan kunci
pada CT adalah adanya flap intimal yang memisahkan true lumen
dan false lumen. Saat ini, helical CT (HCT) scan dan multidetector
CT (MDCT) adalah protokol konvensional yang digunakan untuk
diagnosis DA. MDCT memiliki keunggulan hampir delapan kali
lebih cepat daripada HCT tradisional, dan dilaporkan memiliki
spesifisitas dan sensitivitas hingga 100%; sedangkan HCT kurang
spesifik (98%). Selain protokol MDCT standar, pendekatan
ECG-gated sangat dianjurkan. Pendekatan ini mengurangi
keberadaan artefak dengan mengambil irisan pada bagian yang
telah ditentukan sebelumnya dari siklus jantung, sehingga
menghilangkan kesalahan membaca yang disebabkan oleh gerakan
jantung. Pendekatan lain adalah triple rule out CT, yang secara
bersamaan memeriksa arteri koroner, aorta, dan arteri pulmonal;
ini memberikan cakupan yang lebih baik untuk diagnosis nyeri
dada nonspesifik. Pendekatan ini, bagaimanapun, penggunaannya
terbatas karena membuat pasien terkena radiasi berlebih dan dosis
pewarna kontras yang lebih besar. Selain itu, karena memindai tiga
bidang secara bersamaan, ia menggunakan protokol standar
daripada protokol optimal untuk masing-masing, membuatnya
kurang ideal untuk pemeriksaan rutin AD (Sayed et al., 2020).

H. Tatalaksana
manajemen farmakologi diseksi aorta akut adalah vasodilator,
beta-blocker, nitrogliserin dan CCB, jika beta blocker tidak dapat
digunakan. Beta-blocker direkomendasikan secara oral untuk semua
pasien.Kontraindikasi untuk beta-blocker adalah gagal jantung,
bradyarrhythmias, blok atrioventricular, dan penyakit bronkospastik
Exc: propranolol, 1 mg IV, setiap 3-5 menit hingga mencapai tekanan

32
darah sistolik sekitar 100 mmHg dan denyut jantung 60–80 denyut /
menit (dosis maksimum, hingga 0,15 mg /kg).Lanjutkan setelah itu
dengan 2-6 mg IV setiap 4-6 jam.
Cardiopulmonarybypass dengan tujuan perbaikan bedah pada
diseksi tipe B adalah, seperti dengan semua pilihan perawatan lainnya,
untuk mencegah ruptur dan mengembalikan perfusivisceral dan
ekstremitas.Pada diseksi tipe A dengan iskemia organ persisten meskipun
perbaikan bedah terbuka dan penggantian aorta asenden, pengobatan
endovaskular dari sisa diseksi sering merupakan menjadi tatalaksana
selanjutnya ((Levy D.et al.,2020)

I. Komplikasi
1. Kegagalan multiorgan
2. Stroke
3. MI
4. Paraplegia
5. Gagal ginjal
6. Amputasi ekstremitas
7. Iskemia usus
8. Tamponade
9. Regurgitasi aorta akut
10. Kompresi vena kava superior
11. Kematian (Levy D et al., 2020)

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Sayed A, Munir M and Bahbah EI (2020). Aortic Dissection: A Review of


the Pathophysiology, Management and Prospective Advances. Current
Cardiology Reviews, 17(4), pp.: 1–15. doi:
10.2174/1573403x16666201014142930.
2. Levy D, Goyal A, Grigorova Y, et al (2022). Aortic Dissection. [Updated
2022 May 2]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441963/
3. Erbel, R., et al (2014) “2014 ESC guidelines on the diagnosis and
treatment of aortic diseases,” European Heart Journal, 35(41), pp.
2889–2896. Available at: https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehu281.
4. Fukui T. Management of acute aortic dissection and thoracic aortic rupture.
Journal of Intensive Care. 2018;6(15):1-8.
5. Barman, M. (2014) Acute aortic dissection, European Society of Cardiology.
Available at:
https://www.escardio.org/Journals/E-Journal-of-Cardiology-Practice/Volume-12/
Acute-aortic-dissection (Accessed: January 15, 2023).
6. Juang D, Braverman A, Eagle K. Aortic Dissection. American Heart Association.
2008;118:507-510.
7. Kamel H, Roman MJ, Pitcher A, Richard B. Pregnancy and the Risk of Aortic
Dissection or Rupture: a Cohort-Crossover Analysis. Circulation.
2016;134(7):527-533. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.116.02 1594.Pregnancy
8. Penn JL, Martindale JL, Milne LW, Marill KA. Aortic dissection associated with
blunt chest trauma diagnosed by elevated D-dimer. Int J Surg Case Rep.
2015;10:76-79.doi:10.1016/j.ijscr.2015.03.027

34
PR

1. Foto ronsen pada diseksi menemukan apa


Radiografi dada mungkin normal atau menunjukkan sejumlah temuan sugestif,
termasuk:
● mediastinum yang melebar: >8.0-8.8 cm pada tingkat kenop aorta pada
foto thorax AP, meskipun batas atas normal ini bervariasi (mungkin secara
signifikan lebih besar) tergantung pada proyeksi, FFD dan posisi kaset
x-ray
● kontur aorta ganda
● kontur aorta tidak teratur
● perpindahan ke dalam dari kalsifikasi aterosklerotik (>1 cm dari batas
aorta)
Bergantung pada etiologinya, mungkin ada tanda hematoma periaortik atau
mediastinum yang meliputi:
● mengaburkan kenop aorta
● opasifikasi jendela AP
● deviasi struktur mediastinum
○ esofagus atau nasogastrik tube ke arah kanan
○ trakea ke kanan
○ bronkus utama kiri inferior (penurunan sudut dari horizontal)
● peningkatan ketebalan garis paratrakeal kiri dan/atau kanan
● capping apikal, terutama di sebelah kiri
2. Hubungan acs dengan diseksi aorta
Sindrom koroner akut (ACS) dan diseksi aorta akut (AAD) mengancam
jiwa kondisi yang sulit dibedakan di ruang gawat darurat karena kesamaan
presentasi klinis. Selain itu, ACS dapat disebabkan pada AAD sebagai komplikasi
dari proses diseksi. Bentuk biasa dari ACS disebabkan oleh obstruksi epicardial
arteri koroner, yang dimulai dengan pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil
dengan pembentukan trombus berikutnya (Libby, 2001). Di sisi lain, ACS AAD
sekunder disebabkan oleh malperfusi arteri koroner oleh obstruksi lubang sebagai

35
komplikasi dari proses pembedahan. Jika AAD komplikasi dengan
ACS,prognosis menjadi lebih buruk dan pengobatan pilihan mungkin sama sekali
berbeda dari biasanya ACS. Obat dan prosedur yang biasanya digunakan pada
kasus ACS biasa, seperti Heparin, antiplatelet, agen trombolitik dan intervensi
kateter, mungkin berbahaya pada ACS sekunder untuk AAD. Jadi sangat penting
untuk membuat diagnosis ACS yang benar pada sekunder AAD untuk pengobatan
dan kelangsungan hidup yang lebih baik.
Insiden keterlibatan koroner di AAD telah dilaporkan 1,8-11,3% (Hirst, et
al 2003). Insiden dapat bervariasi sesuai dengan populasi studi yang berbeda
(otopsi, pasien bedah atau pasien yang tidak dipilih di ruang gawat darurat).
Peneliti baru-baru ini mengevaluasi kejadian malperfusi koroner pada tahun 159
pasien dengan AAD tipe A yang datang ke ruang gawat darurat dalam waktu 12
jam dari onset dan menemukan bahwa 9,4% mengalami malperfusi koroner
(Hirata, 2010). Di sisi lain, kejadian AAD di ACS tidak begitu sering. Dalam
studi besar berurusan dengan trombolisis pra-rumah sakit, 0,3-0,33% pasien salah
didiagnosis menderita ACS biasa yang kemudian terbukti menderita
AAD(European Myocardial Infarction Grup, 1993).
Ada empat kemungkinan mekanisme malperfusi koroner pada AAD :
1. penonjolan lumen palsu yang membedah menghasilkan oklusi lubang arteri
koroner (Gambar 1A).
2. perpanjangan retrograde dari diseksi ke dalam dinding arteri koroner
mengakibatkan obstruksi (Gambar 1 B)
3. gangguan atau pelepasan arteri koroner dari akar aorta (Gambar 1 C).
4. obstruksi dinamik orifisium koroner oleh flail intimal flap (Gambar 1D).

36
Gambar 4. A: Gambar CT scan menunjukkan penyempitan parah dari arteri
koroner utama kiri (di antara panah) karena perluasan hematoma. B: Ostium
kanan arteri koroner tidak tersumbat. T : True Lumen, F : False Lumen

3. Tanda perifer regurgitasi aorta


● Tanda Perifer yang dapat ditemukan pada pasien dengan regurgitasi aorta
berupa :
● Murmur Austin Flint: Murmur mid-diastolik bernada rendah terdengar

37
paling baik di puncak. Hal ini diduga disebabkan oleh penutupan dini
katup mitral akibat pancaran AR.
● Tanda Becker: Adanya pulsasi arteri retina yang terlihat melalui
oftalmoskop
● Denyut bisferiens: Denyut nadi biphasic karena aliran balik darah pada
awal diastole
● Tanda Corrigan: Denyut dengan distensi tiba-tiba dan kolaps cepat.
● tanda de Musset: Kepala terayun-ayun dengan masing-masing denyut
nadi.
● Tanda Duroziez: Murmur sistolik terdengar di atas arteri femoralis ketika
ditekan secara proksimal dan terdengar bising diastolik ketika ditekan
secara distal dengan stetoskop.
● Tanda Gerhardt: Pulsasi limpa terdeteksi dengan adanya splenomegali.
● Tanda Hill: Tekanan darah di ekstremitas bawah lebih besar daripada
tekanan darah di ekstremitas atas
● Tanda Mayne: Penurunan tekanan darah diastolik lebih dari 15 mmHg saat
mengangkat lengan
● Tanda Muller: Pulsasi sistolik uvula
● Tanda Quincke: Pulsasi kapiler (pembilasan dan paling baik terlihat di
akar kuku saat tekanan diterapkan ke ujung kuku).
● Tanda Rosenbach: Pulsasi hati
● Tanda Traube: Suara sistolik dan diastolik "tembakan pistol" yang
menggelegar terdengar di atas arteri femoralis
4. Perbedaan akut dan kronik? Perbedaan terapi akut dan kronik,
pembedahan namanya apa kalau diseksi+regurgitasi aorta. Bypass
operasinya gimana?
Diseksi akut didefinisikan sebagai durasi kurang dari 2 minggu sementara
diseksi kronis memiliki durasi lebih dari 2 minggu. Diseksi aorta akut
menyebabkan nyeri dada atau punggung secara tiba-tiba atau keduanya, dan
membutuhkan perawatan bedah segera untuk menghindari pecahnya aorta.
Diseksi aorta kronis (CAD) didefinisikan sebagai persistensi flap diseksi dan

38
lumen palsu lebih dari 2 minggu setelah kejadian awal. Kadang-kadang gejala
diseksi aorta tidak jelas dan tidak spesifik dan mungkin tidak diketahui sampai
robekan mulai menimbulkan gejala lain, seperti berkeringat, sesak napas, atau
sinkop. Ketika gejala-gejala ini terjadi, atau jika tes pencitraan menunjukkan
tanda-tanda bahwa kondisi tersebut telah terjadi selama dua minggu atau lebih, ini
disebut diseksi aorta kronis. Diseksi kronis dipantau dengan CT scan atau sejenis
pemindaian MRI yang disebut angiogram resonansi magnetik. Tes pencitraan ini
dapat mengungkapkan perluasan aorta yang cepat, yang dapat menandakan
gumpalan darah atau aneurisma aorta, di mana aorta membengkak, atau apakah
memerlukan pembedahan.
Kelompok pasien diseksi kronis terdiri dari mereka yang awalnya diobati
dengan terapi medis saja dan mereka yang selamat dari operasi untuk indikasi
akut. Diseksi aorta kronis hampir dua kali lebih umum pada pasien dengan diseksi
tipe III (45%) dibandingkan pada pasien dengan diseksi tipe I (24%) atau tipe II
(27%). Perbedaan paling signifikan antara AAD dan CAD adalah kapasitas untuk
remodelling. Mobilitas flap diseksi aorta menurun saat diseksi matur, sehingga
mengurangi kemampuan aorta untuk berubah bentuk.
Terapi medis sekarang direkomendasikan sebagai pengobatan awal untuk
semua pasien dengan diseksi aorta sebelum diagnosis dan pengobatan definitif,
dan dapat berfungsi sebagai terapi jangka panjang utama pada pasien tertentu
dengan diseksi aorta distal (tipe III atau tipe B). Tanpa pengobatan, separuh
pasien dengan diseksi aorta proksimal akut (tipe A) meninggal dalam waktu 24
jam, dan 60% pasien dengan diseksi aorta distal akut (tipe B) meninggal dalam
waktu 1 bulan. Diseksi aorta akut dapat diobati dengan pembedahan atau medis.
Indikasi lain untuk pembedahan meliputi nyeri berulang, embolisasi distal, dan
dilatasi aneurisma progresif dari ulkus. Jika pasien hadir tanpa komplikasi ini,
mereka diobati dengan obat antihipertensi dan pemantauan ketat. Dalam
perawatan bedah, area aorta dengan robekan intima biasanya direseksi dan diganti
dengan cangkok Dacron. Perbedaan metodologi utama saat merawat CAD
dibandingkan dengan AAD adalah panjang aorta yang harus dipasang stent. Pada
AAD, stent pendek cukup untuk menutup robekan masuk dan meningkatkan

39
trombosis lumen palsu; namun, pada CAD, cakupan aorta dari flap diseksi ke
aorta toraks distal diperlukan untuk mempertahankan integritas perbaikan
endovaskular. Pada pembedahan kronis, arteri interkostal (T9-T12) ditanam
kembali dengan cangkok samping atau lubang samping. Ini berbeda dengan
diseksi akut, di mana arteri interkostal dan lumbar diikat.
Pasien dengan diseksi tipe A diobati dengan koreksi bedah segera.
Cardiopulmonary bypass dilakukan dengan kanulasi femoral-femoral dan
melalui vena kava superior untuk perfusi serebral retrograde. Suhu miokard dijaga
di bawah 15°C (59°F) dengan perfusi kardioplegik melalui sinus koroner. Ini
memberikan perlindungan miokard selama prosedur. Distensi ventrikel dihindari
dengan mendekompresi ventrikel kiri melalui ventilasi melalui vena atau arteri
pulmonal superior kiri. Perfusi serebral retrograde kemudian dimulai melalui vena
cava superior. Aorta asenden diinspeksi untuk lokasi dan luasnya robekan serta
keterlibatan arkus transversal dan untuk menilai gangguan intima yang
memerlukan perbaikan. Melalui pendekatan longitudinal, aorta asenden dibuka
dan ditranseksi tepat proksimal ke arteri inominata. Pada pasien dengan
keterlibatan arkus aorta transversal, arkus proksimal atau arkus total diganti. Jika
intima terfragmentasi atau menunjukkan bukti pecah, seluruh lengkungan diganti.
Jika lengkung transversal bebas dari reentry, intima dan adventitia dijahit bersama
dengan jahitan halus 4-0 dan 5-0 polypropylene. Cangkok Dacron tenunan gelatin
atau kolagen dijahit ke lengkungan aorta proksimal yang diperkuat secara
end-to-end dan diperkuat dari dalam dan luar dengan jahitan 4-0. Pada saat
penyelesaian anastomosis distal, perfusi serebral retrograde dihentikan dan
cardiopulmonary bypass dimulai kembali melalui arteri femoralis. Ini
mengevakuasi semua udara dan puing-puing dari pembuluh brachiocephalic.
Graft dijepit proksimal ke asal dari arteri innominate. Aliran ke sirkulasi serebral
dan sistemik dipulihkan setelah pencangkokan cangkok proksimal ke asal arteri
inominata. Penangkapan peredaran darah hipotermia adalah alat yang berharga
dalam perbaikan diseksi aorta. Mengosongkan pembuluh darah utama
memungkinkan masuknya udara, yang menyebabkan komplikasi terkait dengan
emboli udara, bahaya utama yang terkait dengan prosedur ini. Pastikan kepala

40
pasien tidak terangkat; sebaliknya, tekan dan biarkan darah tertarik ke pembuluh
kepala, sehingga menggeser udara (ke atas) ke pinggiran. Pasien dihangatkan
kembali dengan pemulihan aliran anterograde melalui side arm line yang
dimasukkan ke dalam aorta asenden. Katup aorta ditutup dengan jahitan janji
polipropilen 4-0 jika normal dan tidak ada bukti dilatasi akar aorta. Intima dan
adventitia dari aorta superior ke koroner dijahit bersama dan diperkuat dari dalam
cangkok. Jika katup aorta atau akar dilatasi, cangkok katup komposit
ditempatkan. Tombol atau teknik Cabrol yang dimodifikasi digunakan untuk
memasang kembali arteritis koroner. Ketika regurgitasi aorta terjadi,
dekompresi sederhana dari lumen palsu mungkin diperlukan untuk
memungkinkan resuspensi selebaran aorta dan pemulihan kompetensi katup.
Setelah prosedur selesai, pasien dibawa ke irama sinus dengan defibrilasi.

5. Kenapa harus diturunkan HR nya?


Diseksi aorta disebabkan oleh hipertensi dimana peningkatan tekanan
dipengaruhi oleh peningkatan cardiac output (CO). Cardiac output juga
dipengaruhi oleh heart rate (HR) dan stroke volume (SV). Pada pasien ini, HR
diturunkan bertujuan untuk mencegah bertambahnya stress pada dinding aorta
yang apabila tidak dikendalikan dapat berlanjut ke aneurisma ataupun ruptur yang
dapat menyebabkan kematian (Guidlines AHA 2022).

41

Anda mungkin juga menyukai