Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

EDEMA CEREBRI

Disusun Oleh :

dr. Ning Destriyanti

Pembimbing :

dr. Mulyadi, Sp.S

Peserta Program Internship Dokter Indonesia (PIDI)

Angkatan II Periode Mei 2019 - Mei 2020

RSUD Dr. Adjidarmo

Banten
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
EDEMA CEREBRI

Disusun Oleh :

dr. Ning Destriyanti

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti program

Dokter Internship Indonesia

Rotasi IGD RSUD Dr. Adjidarmo

Rangkasbitung – Kab. Lebak

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan pada

Hari : Sabtu

Tanggal : 25 April 2020

Pembimbing

dr. Mulyadi, Sp.S

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. S
Umur : 45 tahun
Tanggal lahir : 02-03-1975
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Kp. Kaum RT/RW 004/005 Ds. Malingping
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Tanggal masuk : 16 April 2020

1.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 16April 2020 pukul 19.30

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas 1


jam SMRS Pasien jatuh sendiri ketika mengendarai sepeda motor dalam
perjalanan pulang pada pukul 10.00 (16/4/2020) pasien tidak pakai helm
sehingga bagian pelipis kepala os robek dan di jahit 10 jahitan. Saat jatuh
pasien sempat tidak sadarkan diri ± 20 menit, dan lupa bagaimana kejadian
tersebut bisa terjadi. Pasien mengeluh pusing dan menurut keluarga pasien
setelah kejadian pasien sempat kejang dan tampak gelisah. Muntah (-) keluar
darah dari hidung & telinga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat HT : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Asma : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Alergi : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat DM : (-) disangkal oleh keluarga

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat HT : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Asma : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Alergi : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat DM : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien memiliki istri, biaya pengobatan ditanggung pribadi karena kecelakaan lalu
lintas. Kesan sosial ekonomi keluarga cukup.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan saat pertama datang ke Ruangan 16 April 2020 pukul 19.30
A. Primary Survey
- Airway
Look : Dada mengembang simetris baik statis dan dinamis
Listen : tidak terdengar suara nafas, tidak terdengar suara nafas
tambahan
Feel : terasa adanya hembusan nafas
- Breathing
Look : tanda tanda sesak (-)
RR: 22x/menit, takipnea (-) nafas cuping hidung (-) nafas
paradoksal (-) kussmaul (-)
Listen : suara vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-) Rh(-/-) Wh(-/-)
Stridor (-)
Feel : perkusi (sonor/sonor)
- Circulation
Look : sianosis (-) distensi vena jugularis (-) konjungtiva pucat (-)
Listen : BJ I-II normal regular, mur-mur (-) gallop (-)
Feel : perabaan akral hangat, nadi 126x/menit pulsasi kuat, TD 126/90
mmHg, SpO2= 98%
- Disability
GCS : E3M4V3 = 10
- Exposure
Akral hangat, T : 36,9

B. Status Present
 Kesadaran : Somnolen
 Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
 Berat Badan :-
 Status gizi :
 Tanda vital
o Tekanan Darah : 126/90 mmHg
o Nadi : 126 x/menit
o Pernapasan : 20 x/menit
o Suhu : 36,9oC
o Saturasi : 98%
C. Status Generalis
- Kepala : Normocephal terdapay luka jahitan di bagian pelipis
kiri
- Mata : SI (-/-) CA (-/-) pupil isokor (2mm/2mm)
- Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
- Thoraks : simetris
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II murni regular, murmur (-) gallop(-)
- Pulmo
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : retraksi (-), tidak ada bagian yang tertinggal
Perkusi : perkusi sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SNV (++), Rh (-/-), Wh (-/-), Stridor (-)
- Abdomen
Inspeksi : simetris, datar
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
- Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <2 detik, edema -/-,
lateralisasi (-)
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Darah Lengkap I
Leukosit 18910 3600 - 14500 / L

Eritrosit 5.24 3.80 - 5.20 10 6/ L

Hemoglobin 12.50 11.70 - 15.50 g/dL


Hematocrit (Ht) 55.6 33.0 - 45.0 %
MCV 106.1 80.0 - 100.0 fL
MCH 28.2 26.0 - 34.0 pg
MCHC 26.6 32.0 - 36.0 g/dL
Trombosit 364 150 - 440 10 3/ L
Hitung Jenis
Basophil 0 0-1 %
Eosinophil 0 2-4 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 83 50 - 70 %
Limfosit 4 25 - 40 %
Monosit 13 2-8 %

KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 21 <35 U/L
SGPT (ALT) 8 <35 U/L
Ureum 28.68 20.00 - 40.00 mg/dL
Kreatinin 0.86 0.45 – 0.75 mg/dL
eGFR 104.8
mL/min/1.73
Natrium (Na) 142 135 - 147 mEq/L
Kalium (K) 7.0 3.5 -5 .0 mEq/L
Klorida (Cl) 99 95 - 105 mEq/L
GDS 110 mg/dL
Rontgen Thorax

CT-SCAN KEPALA
1.7 DIAGNOSA KERJA
-Penurunan Kesadaran ec CKB dengan Edema Cerebri
-obs. Konvulsi

1.8 PENATALAKSANAAN
2 O2 2-3 Lpm
3 ivfd Nacl 500cc /8 jam
4 inf. Aminofluid/24 jam
5 drip Sohobion 1x1A dalam NS 100cc
6 Inj. Omz 1x40 mg
7 Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
8 Inj. Phenytoin 3x100mg
9 Inj. Ondansentron 3x4 mg
10 Inj. Citicoline 2x500 mg
11 Manitol 3x150cc
12 Drip PCT 2x1000mg
13 Pasang DC & NGT tertutup
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Edema cerebri merupakan suatu penyulit pada banyak gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang seringkali fatal, baik kematian itu oleh karena
perkembangan edema cerebri yang amat cepat seperti pada trauma kapitis,
perdarahan dan penyakit akut yang lain, maupun oleh lesi-lesi yang berjalan
kronis misalnya tumor-tumor, abses otak dan proses desak ruang lainnya. Edema
cerebri yang menyertai infark yang luas, atau yang mengakibatkan penekanan
intracranial yang massif, ataupun karena timbulnya komplikasi yang paling
ditakuti yaitu pendorongan (shift, herniasi) bagian-bagian otak sehingga menekan
pusat-pusat vital dan mengakibatkan kematian.8
Jadi telah jelas bahwa edema cerebri menambah morbiditas dan mortalitas
pada berbagai gangguan cerebral. Telah banyak penyelidikan yang dilakukan pada
hewan percobaan maupun terhadap penderita-penderita dengan edema cerebri
namun masih banyak hal yang belum jelas atau memuaskan terutama perihal
patofisiologi dan terapinya.5

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Edema cerebri adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di
dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi
peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea)
maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial.5,7
Edema cerebri adalah meningkatnya volume otak akibat pertambahan
jumlah air di dalam jaringan otak sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis
lokal ataupun pengaruh-pengaruh umum lainnya yang merusak.2

B. Anatomi
1. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong
(neuroglia dan sel schwan). Kedua jenis sel tersebut demikian erat terintegrasi
berkaitan sehingga berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah suatu sel saraf dan
merupakan unit anatomis dan fungsional sistem saraf. Setiap neuron mempunyai
badan sel yang mempunyai satu atau beberapa tonjolan yang di sebut dendrite,
dimana berfungsi untuk menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan
tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut
akson.4
Dendrit dan akson secara kolektif disebut serabut saraf. Neuron atau sel
saraf juga mengalami proses biokimiawi seperti semua sel hidup lainnya dan
menghasilkan energi kimia dari oksidasi nutrisi-nutrisi untuk mempertahankan
dan memperbaiki dirinya sendiri.

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi.
SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. Otak merupakan bagian susunan saraf
pusat yang terletak didalam cavum cranii, dilanjutkan sebagai medulla spinalis
setelah melalui foramen magnum. Bagian-bagian utama encephalon dapat dibagi
menjadi:6

1. Prosencephalon
Hemispherium cerebri

Telencephalon medium

2 Mesencephalon
Tectum mesencephali

Tegmentum mesencephali
Pedunculus cerebri (crus cerebri)

3 Rhombencephalon
Metencephalon (pons dan cerebellum)

Myelencephalon (medulla oblongata)

2. Cerebri

Cerebri adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemispherium
cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut corpus
callosum. Setiap hemispher terbentang dari os frontal sampai ke os occipitale,
diatas fossa cranii anterior, media dan posterior, diatas tentorium cerebelli.
Hemispher ini dipisahkan oleh sebuah celah dalam yaitu fissura longitudianalis
cerebri, tempat menonjolnya falx cerebri.4,6

Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh


substansia grisea. Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyrus yang dipisahkan oleh
fissura atau sulcus. Dengan cara demikian permukaan cortex bertambah luas.
Sejumlah sulcus yang besar membagi permukaan setiap hemispher dalam lobus-
lobus.6

Lobus frontalis terletak didepan sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis.
Lobus parietalis terletak dibelakang sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis.
Lobus occipitalis terletak dibawah sulcus parieto-occipitalis. Dibawah sulcus
lateralis terdapat lobus temporalis.
Gyrus precentralis terletak tepat anterior terhadap sulcus centralis dan
dikenal sebagai area motoris.4

Gyrus postcentralis terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis,


dikenal sebagai area sensoris. Gyrus temporalis superior terletak tepat dibawah
sulcus lateralis. Rongga yang terdapat di setiap hemispherium cerebri disebut

ventriculus lateralis. Ventriulus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius


melalui foramina interventricularis (Monroe). 4
3. Peredaran Darah Otak

Seperti jaringan tubuh lainnya, otak sangat tergantung dari aliran darah
untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme. Suplai darah otak dijamin
oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang
cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus willisi.

Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis kommunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah,
tiroid, lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea
media, memperdarahi struktur-struktur dalam di daerah wajah dan mengirimkan
satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi chiasma optikum, menjadi arteri
cerebri anterior dan media.4,6

Arteri Vertebrobasilaris

Arteri vertabrobasilaris kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebrobasilaris memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri bersatu
membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan disini bercabang menjadi dua membentuk sepasang aretri cerebri
posterior. Cabang-cabang arteri vertebrobasilaris ini memperdarahi medulla
oblongata, pons, cerebellum, otak tengah dan sebagian diencephalon.4

Sirkulus Arteriosus Willisi

Meskipun arteri karotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua


system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan
oleh pembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus
willisi. Arteri cerebri posterior dihubungkan dengan arteri cerebri media (dan
aretri cerebri anterior) lewat arteri kommunikans posterior. Kedua arteri cerebri
anterior dihubungkan oleh arteri kommunikans anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. 4

C. Fisiologi

Dalam hubungannya dengan mekanisme timbulnya edema cerebri, faktor-


faktor Blood-Brain Barrier, Blood-liquor Barrier, Liquor-Brain Barrier,
hemodinamik otak dan biokimiawi memegang peranan penting.3,5
Blood-Brain Barrier (BBB)

BBB adalah suatu mekanisme khusus yang mengatur lalu lintas berbagai
zat antara plasma dan cairan intersisial otak, dimana terlibat pembuluh-pembuluh
darah otak seutuhnya.

Gambar. sawar darah otak (blood brain barrier) yang dibentuk oleh sel endotel
yang kontinyu tanpa fenestra, aucker feet, tanpa adanya ruang perivaskuler.

Adanya BBB ini mempunyai dua peranan utama, yaitu: fungsi


perlindungan dan pengendalian homeostatik. Dengan kata lain secara umum sifat-
sifat BBB menyerupai membran sel yang dilengkapi dengan kekhususan-
kekhususan dalam anatomi dan sifat-sifat fisikokhemisnya. BBB terletak antara
lumen bagian distal sistem pembuluh darah dan bagian luar jaringan otak yang
mengitari pembuluh darah tersebut. Hasil pengamatan ultrastruktur dengan
mikroskop elektron menyatakan bahwa BBB tersusun dari komponen-komponen:

1. Sel-sel endotel kapiler otak yang kontinu (tanpa fenestrate) yang tersusun
dengan amat ketatnya oleh pengikat yang disebut tight junction atau zonula
occludentes. Tight junction ini terdiri atas anyaman serat-serat fibriler dan
tidak mempunyai celah, jadi merupakan suatu sabuk pengikat yang
sempurna.
2. Pericapillary glial processes (membrana limitans superficialis/ membrana
perivaskularis dari Held). Prossesus-prossesus sel glia sering terlihat
berbatasan dengan dinding kapiler otak dan membentuk end feet atau aucker
feet. Sel-sel glia berfungsi sebagai penunjang dalam fungsi BBB dan pada
pengangkatan aktif molekul-molekul tertentu seperti glukosa, asam amino
dan partikel-partikel besar. Sel-sel glia terutama astrosit bekerja pula sebagai
penghantar metabolit dan cairan antara kapiler-kapiler darah dan neuron-
neuron.
Blood-Liquor Barrier (BLB)

BLB ini diduga terletak di kapiler-kapiler plexus choroideus dan kapiler-


kapiler meninges (piamater). Sel-sel endotel kapiler ini juga mempunyai tight
junction diantaranya tetapi berbeda dengan BBB, kapiler-kapiler choroidea
mempunyai fenestra dan ruang antara jaringan ikat perikapiler (pericapillary
connective tissue space). Seperti BBB, BLB juga berlaku sebagai membran lipid,
walaupun sifat-sifatnya berbeda/berlawanan dengan BBB. Misalnya BBB
permeabel terhadap zat alkalis dan impermeabel terhadap zat asam, sedangkan
BLB adalah sebaliknya.5

Liquor-Brain Barrier (LBB)

LBB terletak di dinding ventrikel dan pial membran pada permukaan


otak. Barrier ini mungkin hanya berlaku untuk protein karena pada umumnya
mudah terjadi perpindahan molekul antara CSP dan parenkim otak. Kadar ion-ion
K+, H+, Cl-, HCO3- yang kecil dan mudah berdifusi, kurang lebih seimbang dalam
CSF dan cairan ekstraseluler otak.3

D. Etiologi
Edema cerebri dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:9
a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral,
trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.
b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat,
hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada
opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE).
E. Klasifikasi
Edema cerebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :9
a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
1).Edema cerebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba
2).Edema cerebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia
grisea
b. Berdasarkan patofisiologi
1). Edema cerebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain
barrier. Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan komponen
yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan
ekstraseluler bertambah. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia
otak,tumor tak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang
merusak pembuluh darah otak.9

2). Edema cerebri sitotoksik


Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan
endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na
tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik intraseluler
yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak
dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit,
iskemia otakmakin hebat karena perfusi darah terganggu.
Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada kulit
seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil tin, dapat
menimbulkan edema sitotoksik.
Edema serebri sitotoksik sering
ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac
arrest),iskemia otak, keracunan air dan
intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering
bersama-samadengan edema serebri
vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif
(trombosis, emboli serebri) dan meningitis.5,9

3). Edema cerebri osmotic


Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara plasma
darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).9

4). Edema cerebri hidrostatik/interstisial


Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan
srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang
ekstraseluler.

Pembagian edema serebri menurut Groningen


Edema Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik
Serebri
Problem
Gangguan Blood brain – Gangguan Obstruksi Sirkulasi
primer sodium barrier pump-cell osmotik
Lokalisasi :
Bag. Putih otak + + + +
Bag. Kelabu + +
otak
Permeabilitas Bertambah Normal Normal Normal
vaskuler
Ultrastruktur :
Ekstraseluler + + +
Infraseluler + +
Komposisi Filtrat plasma Plasma Hanya kadar Air + Na
cairan (protein) air bertambah
Terapi Dexametason ? Bahan osmotik Operasi

F. Patofisiologi8,9
a) Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel
yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic
edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama
meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic.
Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak
karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga
ekstraseluler juga meningkat.
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral
karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema
vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus,
potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.8,9
Gambar: mekanisme terjadinya edema vasogenik, plasma yang terdiri dari air, protein dan
elektrolit menembus BBB dan mengisi ruang intersisial.

b) Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel,
yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara
normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat
dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia.
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea
menyerap air dan membengkak.9
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat
sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering.
Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan
dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis,
metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol,
isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat.
Gambar: mekanisme terjadinya edema sitotoksik, menunjukkan defisit ATP mengakibatkan
rusaknya pompa Na-K. Na masuk menembus membran sel diikuti air dan Cl sehingga timbul
edema sel.

c) Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan
dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada
edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan
membran sel.3,9

Gambar: mekanisme edema osmotik, menunjukkan penurunan osmolaritas cairan intravaskuler


menyebabkan keluarnya air mengisi ruang intersisial mengikuti hukum osmotik.

d) Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler
meningkat.3
Gambar: mekanisme pengaliran CSF dan hambatan yang dapat menimbulkan hidrosefalus.

G. Diagnosis
1. Manefestasi Klinis
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat
ditemukan tanda dan gejala berupa:9
a. Nyeri kepala hebat.
b. Muntah, dapat proyektil maupun tidak.
c. Penglihatan kabur.
d. Gangguan kesadaran dan perubahan mental (berupa confusion sampai
sindroma otak organis)

2. Pemeriksaan Fisik1
a. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan
meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
b. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi
lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan
intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi
kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola
Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan
respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.
c. Gambaran papil edema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil
yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.
d. Gangguan fungsi gait bila edema membesar dan menekan cerebellum.
e. Gangguan fungsi vegetative apabila edema menekan susunan saraf
pusat yang merupakan pusat dari fungsi otonom / vegetatif.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar-X
Radiograf tengkorak polos adalah pemeriksaan pertama pada
pasien dengan gejala SSP dan tetap bermanfaat. Erosi dorsum sellae oleh
pulsasi ventrikel ketiga adalah gambaran khas peninggian TIK dan bila
foto polos digunakan secara rutin, dapat ditemukan pada sepertiga pasien
namun hanya setelah sakit 5-6 bulan. Kelenjar pineal yang tergeser, erosi
tulang, kalsifikasi abnormal dan hiperostosis tidaklah merupakan tanda
spesifik dari lesi desak ruang, jadi tidak harus berarti peninggian TIK.
Pada anak-anak, radiograf tengkorak tetap bernilai pada tes skrining. Baik
peninggian TIK akut maupun kronik hingga usia 8-9 tahun menyebabkan
diastasis (splitting) sutura dan erosi dorsum sellae. Peninggian TIK kronik
mungkin juga berakibat penipisan vault tengkorak dan impresi
konvolusional pada bagian atas tulang frontal dan parietal.5,7

b. Tomografi Terkomputer
Yang paling berguna pada pemeriksaan pasien dengan dugaan
peninggian TIK adalah scan tomografi terkomputer (CT scan). Karena
sangat akurat, cepat dan aman. Tanda yang paling berguna dari
berkurangnya cadangan TIK adalah pergeseran garis tengah, obliterasi
sisterna CSS sekeliling batang otak, dilatasi ventrikel kontralateral,
penyempitan sulci serebral, dan pada cedera kepala adanya clott kecil
multipel intraserebral. Bila obstruksi aliran CSS mulai berakibat pada
ukuran ventrikular, tanda pertama adalah dilatasi tanduk temporal.

c. Pencitraan Resonansi Magnetik


Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna pada
pemeriksaan penderita yang diduga mempunyai peninggian TIK namun
bukan pemeriksaan yang pertama pada pasien. Pemeriksaan ini lebih
mahal, lebih lambat dalam pengerjaannya dan lebih memerlukan
kerjasama dengan pasien dibanding CT scan; lebih rumit melaksanakannya
untuk pasien yang memerlukan pemantauan atau sistem life support.7,8

H. Penatalaksanaan5
Non Medika Mentosa
1) Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena
jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan
dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu
diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat
mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala
30°.
2) Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus
dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan
penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK,
terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapiler yang abnormal.
Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi
pada pasien edema otak buruk. Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-
35 mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga
menurunkan volume darah serebral.5,9
Medikamentosa
1) Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi
meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan
intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan
untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT
harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang
sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,
benzodiazepin, dan propofol.
Nyeri dan agitasi dapat memperburuk oedem cerebri dan meningkatkan
tekanan intrakranial secara signifikan. Pemberian bolus morphine (2-5 mg)
dan fentanyl (25 -50 mikrogram) atau intravenous infusion fentanyl (25 -
200 mikrogram/jam) dapat digunakan sebagai analgetik.9
2) Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat
menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini
dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik. Pada
umumnya kebutuhan cairan ialah 30ml/kgBB/hari. Balans cairan
diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan
pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah
500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak nampak).
Umumnya semua lesi intracranial diberikan 85% dari kebutuhan normal.
Karena pada masa akut ada retensi cairan sehingga bila diberikan cairan
yang banyak, dapat jadi semakin edema.5,7,9
3) Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi
oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah
harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba
dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat.
Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg
pascatrauma otak.
Penggunaan obat penurun tekanan darah masih kontroversial dalam kasus-
kasus perdarahan intraserebral, tetapi aman untuk mengobati hipertensi
pada fase akut, dan penggunaan ini dapat mengurangi risiko pertumbuhan
hematoma awal. Pada pasien dengan stroke iskemik, penurunan tekanan
darah yang cepat merugikan dalam fase akut (24 - 48 jam pertama) karena
dapat menghasilkan memburuknya defisit neurologis dari hilangnya
perfusi di penumbra. Tekanan darah normal juga harus menjadi tujuan
pada pasien dengan lesi terutama terkait dengan edema vasogenic, seperti
tumor dan massa inflamasi atau infeksi.9
4) Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, demam, dan
hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga
harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan
antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Bisa
digunakan fenitoin 2 x 100mg. Manfaat penggunaan profilaksis
antikonvulsan tetap tidak terbukti pada pasien dengan kondisi yang paling
beresiko menyebabkan edema otak. Ada beberapa bukti bahwa aktivitas
epilepsi subklinis mungkin terkait dengan perkembangan pergeseran garis
tengah (midline shifting) dan hasil yang buruk setidaknya pada pasien
kritis dengan pendarahan intraserebral. Demam dan hiperglikemia
memperburuk kerusakan otak iskemik dan nyatanya dapat memperburuk
edema cerebri. Normothermia ketat dan normoglycemia (yaitu, glukosa
darah paling tidak di bawah 120 mg / dL) harus dijaga setiap saat.
5) Terapi Osmotik. Manitol dan Salin Hipertonik adalah 2 agen osmotik
yang paling sering digunakan untuk memperbaiki edema otak dan
hipertensi intracranial.5,7,9
a. Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-
0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20
menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas
serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko
gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami
volume depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320
mOsmol/L.9
Komplikasi paling biasa dari terapi manitol ialah ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, edema kardiopulmonal dan rebound edema
serebri. Manitol juga bisa menyebabkan gagal ginjal pada dosis
terapetik dan reaksi hipersensitivitas bisa terjadi. Walaupun ada
beberapa laporan yang tidak dapat membuktikan efek yang
menguntungkan dari manitol pada stroke iskemik/ hemoragik.
American Heart Assosiation merekomendasikan penggunaan manitol
secara luas digunakan pada stroke akut di seluruh dunia.9

b. Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme
kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi
osmotik.Larutan hipertonik saline 2,3 dan 7,5 % mengandung sodium
chloride dan sodium acetat yang sama (50 : 50) untuk menghindari
terjadinya hyperchloremic acidosis. Hipertonik saline diberikan melalui
kateterisasi vena sentral untuk mendapatkan euvolemia atau sedikit
hipervolemia (1-2 ml/kg/hr). Pemberian 250 ml bolus hipertonik saline
dapat diberikan jika dibutuhkan untuk agresif resusitasi. Tujuan
pemberian hipertonik saline yaitu untuk meningkatkan kadar
konsentrasi sodium dengan rentang 145 - 155 mEq/l. Level kadar
sodium ini dipertahankan selama 48 - 72 jam sampai pasien
menunjukan kemajuan secara klinik atau sampai tidak memberikan
respon yang adekuat.

6) Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada
pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini
biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain
maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Pemberian dengan injeksi intravena secara bolus dari pentobarbital (3-10
mg/kg) diikuti dengan infus intravena yang berkelanjutan (0,5 - 3,0
mg/kg/hari) yang diterapi hingga terjadi penurunan ICP atau "burst-
suppression pattern" yang dimonitoring dengan electroencephalographic,
pemberian dilakukan selama 48 - 72 jam, penghentian terapi dilakukan
dengan cara tappering off sebanyak 50 % dari dosis awal.
Efek samping pemberian barbiturates yaitu vasodepressor sehingga dapat
menurunkan tekanan pembuluh darah sistemik, cardiodepression,
9
immunosuppresion dan sistemik hipotermia.
7) Furosemid
Belum ada penelitian mengenai dosis terapi yang diberikan. Cara
meningkatkan kadar sodium dengan cepat yaitu dengan pemberian bolus
furosemid (10 - 20 mg) untuk meningkatkan eksresi air dan menggantinya
dengan 250 ml iv bolus 2 atau 3 % hypertonik saline.
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah
terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat meningkatkan
efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi, sehingga risiko
terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang diharapkan. Peranan
asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi
CSS, terbatas pada pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial
benigna. Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi
neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut.9
8) Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai
tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi
pembedahan. Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi edema
sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang
sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan
dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat
produksi kortisol normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul
dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif.
Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus
yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus
diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi
serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar
adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita
meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap
6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik.
Dosis pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi
antibiotik.9

Operatif
Pada pasien dengan peningkatan TIK, drainase cairan serebrospinal adalah
ukuran pengobatan cepat dan sangat efektif. Pernyataan ini berlaku bahkan jika
tidak ada hidrosefalus. Sayangnya, drainase ventrikular eksternal membawa risiko
besar ventriculitis, bahkan di bawah perawatan terbaik.

I. Komplikasi
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow
(CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada
sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri
dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil
edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan
tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi
struktur yang tertekan.2,7,9
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.

b. Aliran Darah ke Otak


Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan
aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak
dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme
otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung
apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg.
Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.2

c. Kenaikan Tekanan Intrakranial


Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem
vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya
sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai
kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah
menimbulkan kenaikan TIK yang hebat.5
d. Herniasi Jaringan Otak
Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan
otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.9
1). Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya
bangunan-bangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III,
A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi
akibat herniasi ini ialah :1,6
a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan
pada hiatus.
b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi
pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya
negatif. 6
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan
gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis.
Penderita menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri
posterior menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.
2). Herniasi foramen magnum
Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong
tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai
servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya
pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan
kardiovaskuler.9
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Edema cerebri adalah keadaan patologis dimana terjadi akumulasi cairan
didalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Edema cerebri dapat
muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis. Penyebab nya dapat
dibedakan menurut lokasi dan patofisiologinya.
Edema cerebri dapat didiagnosa dari anamnesa, pemeriksaan fisik dengan
karakter klinis berupa tanda-tanda dari peningkatan tekanan intracranial, serta dari
pemeriksaan penunjang berupa sinar-x; CT-Scan; dan MRI. Penatalaksanaan dari
edema cerebri berupa terapi non-medis dan terapi medis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bickley, Lynn S : Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan


Bates. 2009. Edisi 8. Jakarta : EGC.

2. Harsono. Buku Anjar Neurologi Klinis, Yogyakarta; UGM Press, 2005

3. Goetz GC.Cerebrospinal Fluid And Intracranial Pressure in: Clinical


Neurology 2th edition. 2003. Phlidelphia: Elsevier Science. P511-529.

4. Grant A, Anne W. The Nervous System In: Anatomy And Physiology In


Health An Illness 9th Edition.2001. London: Curchill Livingstone. P148-51

5. Lt Col SK Jha (Retd). Cerebral Edema and its Management. 2003.


http://medind.nic.in/maa/t03/i4/maat03i4p326.pdf. Diakses tanggal 30
November 2013

6. Moore, Keith L., R. Anne M : Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta :


Hipokrates

7. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI, Update In Neuroemergencies,


Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2002. 24-26.

8. Price S.A. Sistem saraf. In: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. 2002. Jakarta: EGC.

9. Suwono Wita J., Dewanto George, Riyanto Budi,dkk. Panduan Praktis


Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai