Disusun oleh :
dr. Risti Maulani Sindih
Pendamping :
dr. Kiky Mamat Kurnia
± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak bertambah hebat. Sesak hilang timbul,
dirasakan ketika beraktivitas seperti berjalan jauh dari kamar ke luar rumah, sekitar ± 20
meter. Sesak berkurang dengan istirahat. Pasien nyaman tidur dengan 4 bantal. Sesak
tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Demam (-), nyeri dada (-), mengi (-), jantung
berdebar-debar (-), sakit kepala ringan (+). Sesak disertai batuk (+) tidak berdahak,
hilang timbul, darah (-). Pasien juga mengeluh terbangun saat malam hari karena sesak
dan batuk ada, frekuensi 1-2 kali tiap malam. Mual (-), muntah (-). Sembab pada kedua
kaki (+). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien belum berobat.
± 1 hari SMRS pasien merasakan sesak bertambah berat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca
dan emosi. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien
lebih nyaman duduk daripada berbaring. Sesak disertai batuk tidak berdahak. Demam
(-), nyeri dada (-), jantung berdebar-debar (-), sakit kepala sedang (+). Mual (-), muntah
(-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien kemudian berobat ke IGD Rumkit
Bhayangkara Indramayu.
3. Riwayat kesehatan/penyakit
- Riwayat darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu, pasien tidak rutin minumobat
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat pengobatan TB paru disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat merokok disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
4. Riwayat keluarga: riwayat hipertensi diakui pada ibu pasien. Riwayat asma, alergi,
diabetes mellitus pada keluarga disangkal
5. Riwayat pekerjaan: pasien adalah petani
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)
Pasien tinggal di lingkungan pedesaan yang bermata pencaharian utama sebagai petani
bersama istri dan anak-anak dan biaya kesehatan ditanggung oleh bpjs.
Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah: 150/100 mmHg
Nadi : 110 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernapasan : 36 x/menit, regular, abdominotorakal
Suhu aksila : 37ºC
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 22,05 kg/m2
Status gizi : Normoweight
Keadaan Spesifik
Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, alopesia (-),
distribusi merata.
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, RC (+/+)
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi lapang, sekret (-),
epistaksis (-)
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah berselaput (-),
atrofi papil (-), Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri tekan
mastoid (-)
Leher
JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thoraks
Inspeksi : Statis simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis simetris kiri = kanan, dinamis tidak ada bagian dinding dada yang
tertinggal
Palpasi : Stem fremitus simetris kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus di kedua basal paru, wheezing
(-)
Jantung
PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Hematokrit 43 % 42-52
Hitung jenis
Basofil 0 0-1 Normal
Eosinofil 0 1-6 Menurun
Neutrofil 53 50-70 Normal
Limfosit 26 20-40 Normal
Monosit 7 2-8 Normal
Retikulosit 1,5 % 0,5-1,5 % Normal
KIMIA KLINIK
Ureum 24 mg/dL 16.6-48.5
Creatinin 0,7 mg/dL 0.5-0.9
EKG
Interpretasi : Irama sinus reguler, HR: 110 x/menit, axis normal, gelombang P
(+) normal, QRS complex 0,045 detik, QT Interval 0,32 detik, R/S V1 <1, S V1 +
R V5 > 35, ST segment – T wave abnormality (-),
Kesan : Sinus takikardia
Tatalaksana:
Non farmakologi:
Farmakologi
- IVFD NaCl 0,9% gtt x/menit
- Inj. Furosemid 20mg/12 jam IV
- Spirola 1 x 25 mg PO
- Lisinopril 1 x 2.5 mg PO
Follow up
Tanggal 03 April 2020
Pernapasan 26 x/ menit
Temperatur 36,5 oC
Keadaan spesifik
Palpasi: Lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari dibawah arcus
costae, permukaan rata, tepi tajam. Lien tidak teraba, nyeri tekan
Abdomen suprapubik (-), ballotement (-)
Tidak diperiksa
Akral hangat (+), palmar pucat (-), pitting edema (+) pada kedua
kaki, sianosis (-), clubbing finger (-)
Genitalia
Ekstremitas
P Non Farmakologis
Hasil Pembelajaran
1. Identifikasi Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik CHF ec HHD
2. Diagnosis klinis CHF ec HHD
3. Tatalaksana CHF ec HHD
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan utama sesak hebat sejak 1 hari
SMRS. Keluhan sesak telah ada sejak 1 bulan yang lalu, namun semakin hari sesak dirasakan
semakin parah. Dapat disimpulkan bahwa sesak bersifat kronis. Kemungkinan penyakit pada os
dengan sesak kronis antara lain Asma, TB, PPOK, penyakit jantung, efusi pleura, dan gangguan
ginjal. Pertimbangan klinis mengenai keluhan sesak napas dapat dibagi menjadi beberapa
gangguan pada organ tubuh. Gangguan pada organ paru terutama menjadi pertimbangan utama,
diikuti gangguan jantung yang dapat menimbulkan sesak napas apabila terjadi edema paru,
gangguan pada ginjal juga dapat menimbulkan retensi cairan dan berakibat pada edem paru.
Os adalah seorang laki-laki, berusia 61 tahun. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
bahwa os tidak ada keluhan demam, serta pada rontgen tidak ditemukan infiltrat di lapangan atas
paru, sehingga kemungkinan keluhan disebabkan oleh TB dapat disingkirkan. Selain itu, sesak
pada os ini tidak dipengaruhi oleh cuaca, emosi, dan debu, serta tidak ada keluhan mengi,
sehingga kemungkinan asma dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan barrel chest, tidak ada suara ekspirasi memanjang,
tidak ada wheezing, serta tidak ada gerakan dinding dada yang tertinggal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sesak pada os tidak disebabkan oleh PPOK atau efusi pleura.
Selain itu, pada os ini didapatkan JVP (5+2) cmH 2O, hepatojugular reflux (+), distensi vena –
vena leher (+), ronkhi basah halus di basal kedua lapang paru, batas jantung kiri membesar, serta
hepatomegali. Hasil – hasil tersebut merupakan gejala–gejala yang timbul pada gagal jantung
kongestif, serta termasuk dalam kriteria Framingham yang digunakan dalam mendiagnosis gagal
jantung.
Untuk mendiagnosis gagal jantung, dapat digunakan kriteria Framingham sebagai berikut:
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan apabila terdapat 1 gejala mayor serta 2
gejala minor. Pada pasien ini terdapat 6 gejala mayor dan 4 kriteria minor, sehingga diagnosis
gagal jantung kongestif dapat ditegakkan.
Didapatkan dari anamnesis bahwa pasien mengalami gejala sesak napas saat istirahat.
Berdasarkan klasifikasi NYHA, pasien ini telah termasuk pada kategori NYHA IV, di mana
telah terjadi hambatan aktifitas fisik yang nyata. Klasifikasi NYHA penting untuk diperhatikan
karena untuk menilai prognosis dan evaluasi pengobatan gagal jantung.
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan, penyakit jantung
rematik, penyakit jantung hipertensi, penyakit jantung koroner, serta penyakit jantung tiroid.
Melihat usia pasien, kemungkinan gagal jantung disebabkan penyakit jantung bawaan dapat
disingkirkan. Pasien ini memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 3 tahun SMRS dan
EKG tidak menunjukkan adanya iskemia, sehingga dapat disimpulkan bahwa os menderita gagal
jantung kongestif e.c. penyakit jantung hipertensi.
Tatalaksana awal yang dapat diberikan pada os adalah diuretik berupa furosemid untuk
mengurangi beban preload jantung dan ARB berupa valsartan yang memiliki fungsi sebagai
vasodilator, dan antagonis aldosteron yang dapat mencegah remodelling jantung Walaupun
pasien mengalami hipertensi, pemberian obat-obatan golongan CCB (calsium channel blocker)
harus dihindari karena memiliki efek inotropik negatif yang dapat memperburuk keadaan gagal
jantung
TINJAUAN PUSTAKA
3.2. Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori utama:4,5
a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh
hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle
branch block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati)
b. Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi sistemik
(peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg) atau hipertensi pulmonal
(peningkatan tekanan darah di paru-paru akibat kongesti pulmonal)
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardi)
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade)
f. Kelainan kongenital jantung
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan
penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi
bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study
dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung.6
Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol
HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada
beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan
dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik aritmia
atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.7
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung
akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2–3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat
menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus
seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung
terhadap otot jantung.6
3.3. Epidemiologi
Di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit
jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Penyakit katup sering disebabkan
oleh penyakit jantung rematik, yaitu penyakit katup regurgitasi mitral dan stenosis
aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan
(peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung
dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.1
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia 50
tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari mereka yang
berusia 85 tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus meningkat, jumlah orang
yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus meningkat. Di Amerika Serikat, hampir
5 juta orang telah didiagnosis gagal jantung dan ada sekitar 550.000 kasus baru setiap
tahunnya. Kondisi ini lebih umum di antara Amerika Afrika dari kulit putih. Hal ini
menunjukkan adanya keterkaitan antara usia dan gagal jantung kongestif.6,9
Selain usia, insidensi gagal jantung kongestif juga dipengaruhi oleh faktor lain.
Salah satunya, insidensi gagal jantung kongestif digolongkan berdasarkan jenis
kelamin. Dari survei registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di rumah sakit,
dengan angka kejadian 4.7% pada perempuan dan 5.1% pada laki-laki.9
3.4. Patofisiologi
3.4.1. Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatkan volume akhir diastolik
ventrikel (LVDEP), terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya
LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke
belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena
paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan
onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema
interstisial. Peningkatan cairan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
dalam alveoli dan terjadilah edema paru.4,10
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.4
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup antroventrikularis,
atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.4,10
c. Hipertrofi ventrikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium.
Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban
hemodinamik yang yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu
beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya
ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium
terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta ditandai dengan dilatasi dan
bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya
jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut
hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun susunan pasti sarkomernya,
hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.4,10
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, Sistem Renin–Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA)
serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis
melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan
denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan
katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan
pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.1
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi
sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.1
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA)
serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi .sistem simpatis
melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan
denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan
katekolamin).1,6
Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan
peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik
yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus
vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.1,6
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur
hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf
pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.1,6
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide
terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap
natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide meningkat
sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium
di tubulus renal.1,6
Manifestasi
Deskripsi Mekanisme
Klinis Umum
Sesak napas Sesak napas selama Darah dikatakan “backs up”
(juga disebut melakukan aktivitas di pembuluh darah paru
dyspnea) (paling sering), saat (pembuluh darah yang
istirahat, atau saat tidur, kembali dari paru ke jantung)
yang mungkin datang karena jantung tidak dapat
tiba-tiba dan mengkompensasi suplai
membangunkan. Pasien darah. Hal ini menyebabkan
sering mengalami cairan bocor ke paru-paru.
kesulitan bernapas
sambil berbaring datar
dan mungkin perlu
untuk menopang tubuh
bagian atas dan kepala
di dua bantal. Pasien
sering mengeluh
bangun lelah atau
merasa cemas dan
gelisah.
Batuk atau Batuk yang Cairan menumpuk di paru-
mengi yang menghasilkan lendir paru (lihat di atas).
persisten darah-diwarnai putih
atau pink.
Penumpukan Bengkak pada Aliran darah dari jantung
kelebihan pergelangan kaki, kaki yang melambat tertahan dan
cairan dalam atau perut atau menyebabkan cairan untuk
jaringan tubuh penambahan berat menumpuk dalam
(edema) badan. jaringan. Ginjal kurang
mampu membuang natrium
dan air, juga menyebabkan
retensi cairan di dalam
jaringan.
Kelelahan Perasaan lelah Jantung tidak dapat
sepanjang waktu dan memompa cukup darah untuk
kesulitan dengan memenuhi kebutuhan
kegiatan sehari-hari, jaringan tubuh.
seperti belanja, naik
tangga, membawa
belanjaan atau berjalan.
Kurangnya Perasaan penuh atau Sistem pencernaan menerima
nafsu makan sakit perut. darah yang kurang,
dan mual menyebabkan masalah
dengan pencernaan.
Kebingungan Kehilangan memori dan Perubahan pada tingkat zat
dan gangguan perasaan menjadi tertentu dalam darah, seperti
berpikir disorientasi. sodium, dapat menyebabkan
kebingungan.
Peningkatan Jantung berdebar-debar, Untuk "menebus" kerugian
denyut jantung yang merasa seperti dalam memompa kapasitas,
jantung Anda balap jantung berdetak lebih cepat.
atau berdenyut.
3.9. Penatalaksanaan
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki
pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya
hidup yang meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan
prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif.
Intervensi-intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit
kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada
tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-
pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah
perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi
ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi
obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol tekanan
darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah
adalah penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium,
pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.
Terapi farmakologis
Diuretik
Antagonis aldosteron
Beta blocker
Penyekat adrenergik
Agen-agen simpatolitik
Vasodilator Langsung
3.10. Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang, tetapi
prognosisnya masih tetap jelek, di mana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada
pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan
progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi
ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan
akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya
adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif
yang sangat cermat.14
DAFTAR PUSTAKA
1. Panggabean M. Gagal Jantung. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A W, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam A F, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 6th Ed.
Internal Publishing FKUI. Jakarta. 2014. p 1132-5.
2. Kotchen, T.A., 2008. Hypertensive Vascular Disease. In: Fauci, A.S., et al., eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA: McGraw-Hill,
1549-1558.
3. Pickering, T.G., Ogedegbe, G., 2008. Epidemiology of Hypertension. In: Fuster, V.,
et al., eds. Hurst’s the Heart. Volume 2. 12th ed. USA: McGraw-Hill, 1551-1565.
4. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. Gagal Jantung. Dalam: Lecture
Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Medical Series. 2002; 80-97
5. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I. Editor. Jilid kedua Edisi kelima. Jakarta: Interna
Publishing. 2009; 1596-1604
6. Makmun L. H. Penyakit Jantung Pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi VI Jilid III. Interna Publishing. Jakarta. 2009. p 1790.
7. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung
Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Departemen Kesehatan. Jakarta. 2006.
8. Idrus A. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A
W, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A F, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. 6th Ed. Internal Publishing FKUI. Jakarta. 2009. p 1741-44.
9. Veronique L R. Epidemiology of Heart Failure. American Heart Association. Circ
Res. 2013; 113:646-659.
10. Kusmana D, Setianto B, Tobing, PL. Gagal Jantung Kronik. Dalam : Standar
Pelayanan Medik RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Edisi
kedua. Jakarta. 2003; 170-80
11. Ismail D. Penyakit Jantung Hipertensi : Patogenesis dan Patofisiologi Terkini.
Makmun, LH, Alwi I, Mansjoer A. Dalam : Prosiding Simposium Pendekatan
Holistik Penyakit Kardiovaskuler II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003
12. Kusmana D, Setianto B, Tobing, PL. Gagal Jantung Kronik. Dalam : Standar
Pelayanan Medik RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Edisi
kedua. Jakarta. 2003; 170-80
13. Lily Ismudiati Rilantono,dkk.;Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2004,hal 173-181
14. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. h. 83-6.