BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
4.1.1 Definisi.............................................................................................. 6
4.1.3 Patofisiologi...................................................................................... 8
4.1.6 Tatalaksana.................................................................................... 14
Gambar 1 penyebab tersering sirosis hepatis (starr & raines, 2011) ....................... 6
Gambar 2 Terjadinya Komplikasi Gagal Organ Pada Pasien Sirosis Hepatis
(Angeli, Et Al., 2018) ............................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 3 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis (Lindseth, 2006) ............................ 10
Gambar 4 pemeriksaan fisik yang sering ditemukan pada pasien sirosis hepatis . 12
Gambar 5 Pemeriksaan Laboratorium Pada Kelainan Hati Kronis (Heidelbaugh &
Bruderly, 2006) ..................................................................................................... 13
Gambar 6 Algoritma Diagnosis Sirosis dan Chronic liver faiure (heidelbaugh &
bruderly, 2006) ...................................................................................................... 14
Gambar 7 Upaya Preventif Sirosis Hepatis (Wiegand & Berg, 2013) .................. 15
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : perempuan
Usia : 39 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kp. Kaserang RT002/001 pontang, provinsi Banten
Tanggal Masuk RS : 28 Maret 2019
2
- Buang air besar hitam dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
frekuensi 3 kali, konsistensi encer, warna hitam seperti aspal, ampas ada,
lendir tidak ada.
- tidak ada riwayat mimisan dan perdarahan gusi
Riwayat Pengobatan:
Pasien dirawat di RSUD Banten tanggal 19 februari-26 februari 2019 dengan
diagnosis SHD ec HBV, pengobatan selama di RS :
IVFD aminofusin hepar/24 jam:D5% 10 tts/mnt
Cefotaxim 3 x 1 gr (iv)
Furosemid 2 x 20 mg (iv)
Spironolakton 1 x 100mg (po)
Lactulac 1 x 15 cc (po)
Curcuma 3 x 1 (po)
Lesichol 1 x 300 mg (po)
Ricovir 1 x 300 mg (po)
Channa 3 x 2 (po)
Ondansetron / 8 jam (iv)
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat konsumsi alkohol disangkal,
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital :
Tekanan Darah 90/40 mmHg (a. Brachialis)
Nadi :113 x/menit reguler dan teraba kuat (a. Radialis)
Pernapasan : 22 x/menit reguler, torakoabdominal
Suhu : 36.5 0C (aksila)
SpO2 : 98 % dengan room air
BB : 52 kg
TB : 160 cm
BMI : 20,3 (normooweight)
Kepala : normocephal.
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, palpebra
edema (-) pupil bulat isokor 2mm/2mm.
Hidung : epistaksis (-), nafas cuping hidung (-).
Telinga : sekret telinga (-), nyeri tekan prosesus masstoideus (-)
Mulut : bercak darah (-), bibir kering (+) lidah kering (-),
Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), Perdarahan gusi (-)
Leher : trakea ditengah, KGB tidak ada pembesaran,
JVP : 5+2 cm H2O
Thorax :
• Paru
Inspeksi : bentuk dan pergerakan pernapasan simetris, retraksi (-),
spider nevi (-)
Palpasi : Fremitus raba simetris kiri = kanan, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas paru hepar ICS VI kanan
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler
• Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
4
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan di linea parasternalis dextra, batas jantung kiri
di linea midclavicularis sinistra ICS V, batas
jantung atas ICS II)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan(-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-),
Hepar : tidak tereraba, nyeri tekan (-)
Lien : teraba scuffner 2
Perkusi : Timpani, ascites (-), shifting dullnes (-).
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Ekstremitas
akral hangat +/+, CRT <2” +/+, cyanosis -/- , edema -/-, Eritem
Palmaris (-), flapping tremor (-).
V. PENATALAKSANAAN AWAL
Terapi :
- Diet hepar II, diet lunak
- IVFD D40% 2 fl kemudian maintenance D10%/12 jam
- Pantau ketat gula darah
- Inj ondansetron /12 jam
- Inj omeprazol / 12 jam
- Inj Vit K / 8 jam
- Inj asam tranexamat / 8 jam
- Sucralfate syr 5 ml/12 jam oral
5
- Transfusi PRC 250 cc
- Klisma/ hari
6
Patotogi klinik kimia darah
fungsi hati
Albumin 1,6 g/dl 3,5-5,5
Bilirubin direk 1,2 mg/dl
Bilirubin indirek 1,6 mg/dl
SGOT 51 /ul 10-37
SGPT 32 /ul 10-37
Bilirubin total 2.8 mg/dl 0,1-1
Patologi klinik kimia darah
karbohidrat
Glukosa darah sewaktu 106 mg/dl <200
Patologi klinik darah elektrolit
Natrium 134 mmol/l 135 – 155
Kalium 4,6 mmol/l 3,6 - 107
Chloride 100 mmol/l 95 – 107
Hepatitis marker
HBsAg rapid/kualitatif Positif Negative
HCV Negative Negative
7
USG whole abdomen (21 februari 2019)
8
Ekspertise USG whole abdomen
Hepar :
Ukuran mengecil, sudut tajam, permukaan tidak rata, tekstur parenkim homogen
halus, kapsul tidak menebal, tidak tampak bayangan nodul/massa, vena porta dan
vena hepatica tidak melebar, tampak koleksi cairan disekitarnya.
Kendung empedu :
Besar normal, dinding normal, tidak tampak batu/sludge
Ductus biliaris intra/ekstrahepatal tidak melebar, tidak tampak bayangan
hiperekhoik dengan accoutic shadow.
Pancreas :
Besar normal, kontur normal, tekstur parenkim homogen, tidak tampak
massa/kalsifikasi. Ductus pankreatikus tidak melebar
Spleen :
Ukuran membesar, tekstur parenkim homogen halus, tidak tampak nodul/massa/
vena lienalis tidak melebar, tampak koleksi cairan disekitarnya.
Ginjal kanan-kiri:
Ukuran normal, kontur normal, parenkim normal, intensitas gema normal, batas
tekstur parenkim dengan central echocomplek normal. Tidak tampak bayangan
hiperekhoik dengan acoustic shadoe. System pelviokalises tidak melebar, ureter
tidak terdeteksi
Vesical urinaria:
Cukup terisi penuh, dinding tidak menebal, regular, tidak tampak bayangan
hiperekoik dengan acoustic shadow/massa/ tampak koleksi cairan disekitarnya
Uterus :
Ukuran normal, tekstur parenkim homogen, tidak tampak massa isoelektrik
Kesan :
- Hepar mengecil irregular dengan splenomegaly dan ascites ec sirosis
hepatis
- USG kandung empedu, pancreas, ginjal kanan/kiri, vesical urinaria
dan uterus saat ini tidak tampak kelainan.
9
Endoskopi (16 april 2019)
Esofagus
- Upper third : normal
- Middle third : VE grade 1
- Lower third : VE grade 1 dan gr 3
Stomach
- Cardia : normal
- Fundus : hyperemic mucosa
- Corpus : hyperemic mucosa
- Antrum : hyperemic mucosa
- Pylorus : hyperemic mucosa
10
Duodenum
- 1st part : normal
- 2nd part : normal
Info tambahan : mukosa hiperemis sedang, dengan snake skin appearence
VE gr 3 jam 12, yang lain grade 1
11
Follow Up
29-3-2019
S : Masih merasa lemas , BAB hitam (-), BAK dbn, tidak ada muntah, perut terasa
nyeri
O:
KU : sedang; Kes : CM
TD: 130/80 RR: 28 x/i
HR : 98x/i T: 36,5°C
Kepala : normosefal
Mata : CA +/+ SI+/+
Toraks: suara nafas vesikuler ronki -/-, wh -/-, BJ I-II murni regular, bunyi jantung
tambahan (-)
Abdomen: asites (-), BU(+), NT (-)
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, flapping tremor (-), palmar eritem (-)
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Satuan Nilai rujukan
Patologi klinik hematologic
Haemoglobin 6,5 g/dl 12-14
Leukosit 2,2 103/ ul 5 – 10
Hematokrit 19 % 30 – 40
Trombosit 23 103/ul 150 – 500
Eritrosit 1,82 Juta/ul 4–5
A:
- Hipoglikemia (perbaikan)
- Sirosis hepatis dekompensata e.c HBV
- Melena e.c susp pecahnya varises esofagus
- Anemia ec perdarahan saluran cerna saluran atas
P:
Diet hepar II, diet lunak
IVFD aminofusin hepar/24 jam
Inj ondansetron /12 jam
Inj omeprazol 2x40mg
12
Inj VIT K 3 x 1
Inj asam tranexamat 3 x 1
Lactulac syr 2 x 15 cc (po)
Transfusi PRC 250 ml
Klisma/ hari
30-3-2019
S : Lemas sudah mulai berkurang, BAB hitam (-), BAK dbn, Nyeri perut berkurang
O:
KU : sedang HR : 80x/i
Kes : CM RR: 20 x/i
TD: 90/60 mmhg T: 36,7°C
Kepala : normosefal
Mata : CA +/+ SI+/+
Toraks: suara nafas vesikuler ronki -/-, wh -/-, BJ I-II murni regular, bunyi jantung
tambahan (-)
Abdomen: asites (-), BU(+), NT (-)
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, flapping tremor (-), palmar eritem (-)
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Satuan Nilai rujukan
Patologi klinik hematologic
Haemoglobin 7,3 g/dl 12-14
Leukosit 2,1 103/ ul 5 – 10
Hematokrit 21 % 30 – 40
Trombosit 24 103/ul 150 – 500
Eritrosit 2,12 Juta/ul 4–5
Patologi klinik hemostasis
APTT 48,8 Detik 27,9 - 37,7
PT/INR 16,1 9,2 – 12,4
A:
- Hipoglikemia (perbaikan)
- Sirosis hepatis dekompensata e.c HBV
- Melena e.c susp pecahnya varises esofagus
2
- Anemia ec perdarahan saluran cerna saluran atas
P:
Diet hepar II, diet lunak
IVFD aminofusin hepar/24 jam
Inj ondansetron /12 jam
Inj omeprazol / 12 jam
Inj Vit K / 8 jam
Inj asam tranexamat / 8 jam
Klisma/ hari
Transfuse FFP 4 bag
Cek H2TL post transfusi, PT, APTT
Klisma/ hari
31-3 2019
S : Lemas berkurang, belum BAB 2 hari, pusing (+)
O:
KU : sedang HR : 88x/i
Kes : CM RR: 20 x/i
TD: 100/60 T: 37,2°C
Kepala : normosefal
Mata : CA +/+ SI+/+
Toraks: suara nafas vesikuler ronki -/-, wh -/-, BJ I-II murni regular, bunyi jantung
tambahan (-)
Abdomen: asites (-), BU(+), NT (-)
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, flapping tremor (-), palmar eritem (-)
A:
- Hipoglikemia (perbaikan)
- Sirosis hepatis dekompensata e.c HBV
- Melena e.c susp pecahnya varises esofagus
- Anemia ec perdarahan saluran cerna saluran atas
P:
Diet hepar II, diet lunak
2
IVFD aminofusin hepar/24 jam
Inj ondansetron /12 jam
Inj omeprazol / 12 jam
Inj Vit K / 8 jam
Inj asam tranexamat / 8 jam
Lactulac 2 x 15 ml (po)
Bicnat 1 x 300 mg (po)
Ricovir 1 x 300 mg
Klisma/ hari
1-4-2019
S : masih merasa lemas, nyeri perut berkurang, nyeri kepala (+), penglihatan
kadang buram,mual (+), muntah (-)
O:
KU : sedang HR : 88x/i
Kes : CM RR: 20 x/i
TD: 100/70 T: 36.5 0C
Kepala : normosefal
Mata : CA +/+ SI+/+
Toraks: suara nafas vesikuler ronki -/-, wh -/-, BJ I-II murni regular, bunyi jantung
tambahan (-)
Abdomen: asites (-), BU(+), NT (-)
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, flapping tremor (-), palmar eritem (-)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Patologi klinik hematologic
Haemoglobin 6,1 g/dl 12-14
Leukosit 1,5 103/ ul 5 – 10
Hematokrit 18 % 30 – 40
Trombosit 13 103/ul 150 – 500
Eritrosit 1,79 Juta/ul 4–5
2
Patologi klinik hemostasis
APTT 45,5 Detik 27,9 - 37,7
PT/INR 14,8 9,2 – 12,4
A:
- Hipoglikemia (perbaikan)
- Sirosis hepatis dekompensata e.c HBV
- Melena e.c susp pecahnya varises esofagus
- Anemia ec perdarahan saluran cerna saluran atas
P:
Diet hepar II, diet lunak
IVFD aminofusin hepar/24 jam
Inj ondansetron /12 jam
Inj omeprazol / 12 jam
Inj Vit K / 8 jam
Inj asam tranexamat / 8 jam
Lactulac 2 x 15 ml (po)
Bicnat 1 x 300 mg (po)
Ricovir 1 x 300 mg
Transfusi PRC 2 bag
Klisma / hari
2-4-2019
S :Lemas (-), BAB (+) 2 kali, BAK (+), Muntah (-). Nyeri perut (-), Pusing (-),
Keluhan (-)
O:
KU : sedang HR : 98x/i
Kes : CM RR: 20 x/i
TD: 100/70 T : 36,7 0C
Kepala : normosefal
Mata : CA +/+ SI+/+
2
Toraks: suara nafas vesikuler ronki -/-, wh -/-, BJ I-II murni regular, bunyi jantung
tambahan (-)
Abdomen: asites (-), BU(+), NT (-)
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, flapping tremor (-), palmar eritem (-)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Patologi klinik hematologic
Haemoglobin 10,3 g/dl 12-14
Leukosit 2,5 103/ ul 5 – 10
Hematokrit 30 % 30 – 40
Trombosit 19 103/ul 150 – 500
Eritrosit 3.06 Juta/ul 4–5
A:
- Hipoglikemia (perbaikan)
- Sirosis hepatis dekompensata e.c HBV
- Melena e.c susp pecahnya varises esofagus
- Anemia ec perdarahan saluran cerna saluran atas
P : pasien boleh pulang
VII. RESUME
Pasien datang ke IGD dengan keluhan Pingsan 4 jam SMRS, pasien
merasa lemas dan cepat lelah saat beraktifitas seperti berjalan menaiki tangga
sejak 1 bulan yang lalu. Pusing dirasakan saat pasien beraktifitas sehari- hari.
Kadang- kadang pasien merasa penglihatan berkunang- kunang sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Mata tampak kuning sejak 2 bulan SMRS, Buang
air besar hitam dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 3 kali,
konsistensi encer, warna hitam seperti kopi, ampas ada, lendir tidak ada. Demam
sejak 2 hari SMRS, sepanjang hari, tidak menggigil, dan turun dengan obat
penurun panas. Nafsu makan dirasakan menurun, dan terdapat Penurunan berat
badan.
Pada pemeriksaan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran komposmentis kooperatif. Tanda vital tekanan Darah 90/40 mmHg,
2
nadi 113 x/menit reguler dan teraba kuat angkat, frekuensi pernapasan 20
x/menit reguler, suhu 36.5 0C dan BMI 25,39 kg/m2 dengan kesan normoweight.
Pada pemeriksaan USG whole abdomen didapatkan kesan Hepar
mengecil irregular dengan splenomegaly dan ascites ec sirosis hepatis.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Haemoglobin 3,2 g/dl , Leukosit
4,500 /ul, Hematokrit 8%, Trombosit 35.000/ul, Eritrosit 0,70 juta/ul,
GDS 65 mg/dl. Dan pemeriksaan HBsAg rapid didapatkan hasil positif.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien
tersebut didiagnosis dengan koma hipoglikemia + melena e.c susp pecahnya
varises esofagus + Sirosis hepatis dekompensata + Anemia ec perdarahan
saluran cerna bagian atas.
VIII. TATALAKSANA
1. Diet hepar II, diet lunak
2. IVFD aminofluid 12 jam
3. Inj omeprazol 2x40mg
4. Inj VIT K 3 x 1
5. Inj asam tranexamat 3 x 1
6. Sucralfate syr 5 ml 2 x1(Po)
7. Lactulac syr 2 x 15 cc (po)
8. Bicnat 1 x 300 mg (po)
9. Ricovir 1 x 300 mg
10. Klisma/ hari
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2
BAB 3
DISKUSI KASUS
Pada kasus ini, Ny. N seorang wanita berusia 39 tahun datang ke IGD
RSUD Banten diantar oleh keluarga dengan keluhan utama pingsan 4 jam SMRS.
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis, didapatkan Pingsan 4 jam
SMRS, pasien merasa lemas dan cepat lelah saat beraktifitas seperti berjalan
menaiki tangga sejak 1 bulan yang lalu. Pusing dirasakan saat pasien beraktifitas
sehari- hari. Kadang- kadang pasien merasa penglihatan berkunang- kunang sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mata tampak kuning sejak 2 bulan SMRS,
Buang air besar hitam dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 3
kali, konsistensi encer, warna hitam seperti kopi, ampas ada, lendir tidak ada.
Demam sejak 2 hari SMRS, sepanjang hari, tidak menggigil, dan turun dengan obat
penurun panas. Nafsu makan dirasakan menurun, dan terdapat Penurunan berat
badan. Riwayat konsumsi alkohol disangkal. Pasien pernah dirawat di RSUD
Banten tanggal 19 februari-26 februari 2019 dengan diagnosis SHD ec HBV,
pengobatan selama di RS IVFD aminofusin hepar/24 jam:D5% 10 tts/mnt,
Cefotaxim 3 x 1 gr (iv), Furosemid 2 x 20 mg (iv), Spironolakton 1 x 100mg (po),
Lactulac 1 x 15 cc (po), Curcuma 3 x 1 (po), Lesichol 1 x 300 mg (po), Ricovir 1 x
300 mg (po), Channa 3 x 2 (po), Ondansetron / 8 jam (iv).
Pasien dengan sirosis hepatis kompensata dapat memunculkan keluhan non
spesifik seperti anoreksia, penurunan berat badan atau mudah lelah, ketika sudah
berkembang pada fase dekompensata, pasien dapat mengeluhkan kuning, pruritus,
dan tanda-tanda perdarahan saluran serna, distensi abdomen (asites), atau
penurunan kesadaran hingga hepatic ensefalopati (Suva, 2014). Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60% penderita selama perjalanan penyakitnya dan biasanya hanya
minimal (Lindseth, 2006).
Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Compos Mentis, tampak sakit sedang
- Tanda Vital :
Tekanan Darah :90/40 mmHg (a. Brachialis), Nadi: 113 x/menit
reguler dan teraba kuat (a. Radialis), RR: 22 x/menit, reguler
3
Mata : mata cekung -/-, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik
+/+ palpebra edema (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba, nyeri tekan (-)
Lien : teraba scuffner 2
Ikterus terjadi selama fase dekompensasi disertai dengan gangguan reversible
pada hati, splenomegali pada sirosis terjadi karenga kongesti pasif kronis akibat
aliran balik dan tekanan darah yang tinggi pada bena lienalis (Lindseth, 2006).
Pemeriksaan penunjang
Pada pasien dari hasil laboratorium didapatkan :
Hb: 3,2 g/dL, Leukosit 4,500 /μL, Ht 8% trombosit 35x103 /μL, eritrosit
0,70x106 /μL, HBsAg rapid/ kualitatif positif. Dari hasil USG whole abdomen
ditemukan Hepar mengecil irregular dengan splenomegaly dan ascites ec sirosis
hepatis. pada pemeriksaan endoskopi ditemukanVE grade 1-3, Pan-gastritis
sedang berat, snake skin appearance + dengan bile refluks.
Gangguan hematologic yang sering terjadi adalah kecendrungan
perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Anemia, Leukopenia, dan
trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya
membesar tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi.
Mekanisme lain yang dapat menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin
B12 dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan
hemolisis eritrosit (Lindseth, 2006). virus hepatitis B merupakan penyebab utama
sirosis hepatis didunia, virus Hepatitis B dapat menyebabkan inflamasi hati dan
kerusakan yang dapat berkembang menjadi sirosis hepatis pada beberapa dekade
(Center for Integrated Healthcare, 2013)
tatalaksana
Inj asam tranexamat 3 x 500 mg (iv)
Ricovir tab 1 x 300 mg (po)
Propanolol 2 x 10 mg (po)
4
Curcuma tab 3 x 200 mg (po)
Spironolakton 1 x 100 mg (po)
Omeprazol 2 x 20 mg (iv)
Ondansetron 3 x 8 mg (iv)
Lactulac syr 2 x 1 cth (po)
Transfusi PRC 500 cc
Transfusi TC 12 unit
Pasien yang baru dikenal dengan asites stadium 2 dapat diberikan obat anti-
mineralokortikoid (spironolakton, canrenone atau K-canrenoat) secara tunggal,
dimuai pada 100 mg/ hari dinaikkan bertahap setiap 72 jam (100 mg) hingga
maksimal 400 mg/hari jika tidak ada respon pada dosis terendah (angeli, et al.,
2018).
Nen-selektif beta bloker dan ligase endoskopi varises dapat menurunkan
risiko perdarahan varises dan meningkatkan angka ketahanan hidup (Harrison,
2015). Pada pasien dengan HBsAg positif fengan sirosis hepatis dekompensata
dapat ditatalaksana dengan antiviral, entecavir dan tenofovir merupakan obat utama
(terrault, et al., 2016). Entecavir dan tonofovir digunakan sebagai obat lini pertama
karena potensisnya sebagai antiviral dan berisiko rendah terhadat terjadinya
resistensi obat. Tenofovir dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
ginjal,disfungsi tubulus renalis dan menurunkan densitas tulang (Lok, et al., 2016).
Transfusi darah dilakukan pada pasien dengan haemoglobin <7 g/dl dan target 7-9
g/dl (angeli, et al., 2018).
5
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA
6
alcoholic liver disease : pada sebagian besar orang dengan sirosis berhubungan erat
dengan penggunaan alcohol dalam jangka Panjang, tetapi faktanya alkohol bukan
satu-satunya penyebab sirosis. Sirosis alkoholik biasanya berkembang setelah
beberapa dekade konsumsi alcohol. Pada wanita, konsumsi 2-3 gelas alcohol
perhari dapat dihubungkan dengan sirosis dan pada laki-laki, konsumsi 3-4 gelas
perhari dapat dihubungkan dengan sirosis hepatis alkoholik. Alkohol dapat
merusak hati dengan menghambat metabolisme protein, lemak dan karbohidrat.
7
gagal jantung berulang dengaan kongesti hati dapat berkembang menjadi sirosis
(Center for Integrated Healthcare, 2013).
4.1.3 Patofisiologi
Chronic liver disease berhubungan dengan kematian sel hepatosit akibat
inflamasi yang kemudian diikuti dengan fibrosis hati, ditandai dengan peningkatan
kadar serum transaminase. Karena sel hepatosit mati, hati kehilangan kemampuan
untuk memetabolisme bilirubin (pada akhirnya akan meningkatkan kadar bilirubin
serum) dan untuk mensintesis protein seperti faktor pembekuan darah (wiegand &
berg, 2013). Fibrosis dipicu oleh aktifasi sel stellata dan sel kupfer, merusak sel
hepatosit dan mengaktifasi platelet. Sel stellata diaktivasi oleh banyak sitokin dan
reseptor. Pada stadiuam awal aktivasi, sel stelata yang membengkak kehilangan
retinoit yang mengatur reseptor untuk fibrogenik dan citokins proliferasi seperti
transforming growth factor β1 (TGF- β1) dan PDGF (Suva, 2014).
8
volume darah akan mengaktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAAS),
system saraf simpatis dan sekresi arginin-vasopressin. Sehingga terjadi retensi
natrium dan air yang menyebabkan asites dan hepatorenal syndrome (HRS), selain
itu dapat juga terjadi hepato-pulmonary syndrome (HPS), rentan terjadi syok dan
penurunan respon fisiologis dan farmakologis kardiovaskular terhadap stimulus
vasokonstriktor yang kemudian dapat mengakibatkan disfungsi kardiak hingga
cirrhotic cardiomyopathy (CCM) (angeli, et al., 2018).
Pasien dengan sirosis hepatis harus dilakukan skriningg hepatocellular
carcinoma setiap 12 bulan menggunakan pencitraan (CT-Scan atau USG hepar),
dengan atau tanpa pemeriksaan serum α-fetoprotein (wiegand & berg, 2013).
9
membesar tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi.
Mekanisme lain yang dapat menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin
B12 dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan
hemolisis eritrosit (Lindseth, 2006).
10
natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Varises esofagus
muncul pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Sirkulasi kolateral juga
melibatkan vena superfisial dinding abdomen sehingga menimbulkan dilatasi vena-
vena sekitar umbilicus (kaput medusa) dan system vena rektal membantu
dekompensasi tekanan porta menyebabkan munculnya hemoroid interna.
Splenomegali diakibatkan kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan
darah yang lebih tinggi pada vena lienalis (Lindseth, 2006).
4.1.5 Diagnosis
Anamnesis
Sirosis sering tanpa gejala hingga stadium dekompensasi. Beberapa faktor
risiko yang dapat menjadi predisposisi terjadinya sirosis adalah durasi
konsumsi alkohol, selain itu kemungkinan transmisi hepattis B dan C seperti
riwayat transfusi dan riwayat kelainan autoimun pada dirinya dan keluarga
atau kelainan hepatik lainnya. Pada sirosis hepatis kompensata dapat
memunculkan gejala anoreksia, penurunan berat badan, mudah lelah dan
osteoporosis. Pada sirosis hepatis dekompensata sering mengeluhkan
kuning pada mata dan kulit, pruritus dan perdarahan saluran cerna.
(heidelbaugh & bruderly, 2006).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan sirosis memiliki banyak sekali
temuan yang dapat dibedakan menjadi pemeriksaan hepatik atau
gastrointestinal. banyak pasien dengan sirosis berat ditemukan asites pada
pemeriksaan fisik (heidelbaugh & bruderly, 2006).
11
Gambar 3 pemeriksaan fisik yang sering ditemukan pada pasien sirosis hepatis
Pemeriksaan laboratorium
Bilirubin serum dapat normal pada sirosis hepatis kompensata, dapa
meningkat sesuai progresifitas sirosis. Kadar Aspartate aminotransferase (AST)
dan Alanin Aminotransferase (ALT) dapat meningkat pada sirosis, jika keduanya
normal sirosis hepatis belum dapat disingkirkan (Verhelst, Geerts, & Vlierberge,
Cirrhois : Reviewing the Literature and Future Perspectives, 2016). Penurunan
kadar albumin kurang dari 28 g/l, peningkatan kreatinin serum lebih dari 130 μmol/l
dan PT yang memanjang (Suva, 2014).
12
Gambar 4 Pemeriksaan Laboratorium Pada Kelainan Hati Kronis (Heidelbaugh &
Bruderly, 2006)
Pemeriksaan radiologi
Ultrasonografi menilai perubahan ukuran, bentuk dari hati dan menemukan
hepatocelular carcinoma. Pemeriksaan CT Scan penting untuk menilai
hepatoselular carcinoma, endoskopi dapat dilakukan untuk mendeteksi dan
menatalksana hipertensi porta dan varises. MRI dilakukan untuk menilai tumor
jinak (hemangioma) (Suva, 2014).
13
Gambar 5 Algoritma Diagnosis Sirosis dan Chronic liver faiure (heidelbaugh & bruderly,
2006)
4.1.6 Tatalaksana
Penanganan pasien pada stadium awal menjadi sangat penting, karena
chonic liver failure berkembang lambat dan dengan diagnosis dan tatalaksana tepat
dapat mencegah terjadinya sirosis dan hepatoselular karsinoma. Pengobatan
penyakit utama dapat menghambat perkembangannya menjadi sirosis hepatis
(antiviral untuk hepatitis B atau C, supresi imun pada hepatitis autoimun,
pengobatan kelebihan besi pada hemokromatosis dan kelebihan tembaga pada
wilson disease). Pada beberapa kasus penyebab sirosis berhubungan erat dengan
prognosis (wiegand & berg, 2013).
14
Gambar 6 Upaya Preventif Sirosis Hepatis (Wiegand & Berg, 2013)
15
norfloxacin juga menurunkan risiko SBP (spontaneous bacterial peritonitis) dan
HRS (hepatorenal syndrome). Untuk efektifitas sirkulasi dan fungsi ginjal dengan
penggunaan jangka Panjang albumin pada pasien dengan sirosis hepatis
sdekompensata masih menjadi perdebatan, perbedaan dosis albumin juga masih
menjadi kendala. Pada penelitian lain menemukan hasil yang menarik, dengan
penggunaan statin dapat mengurangi terjadinya hipertensi porta dan meningkatan
ketahanan hidup pasien dengan sirosis hepatis stadium lanjut. Penggunaan
propranolol tidak hanya efektif pada hipertensi porta yang mengakibatkan
perdarahan varises tetapi juga menurunkan risiko komplikasi sirosis yang
berhubungan dengan sirosis seperti asites, HRS, SBP dan ensefalopati hepatis
(angeli, et al., 2018).
Penatalaksanaan pada komplikasi sirosis hepatis dekompensata
- Asites
Stadium Penatalaksanaan
asites
Stadium 1 Belum membutuhkan perawatan di RS.
Membatasi konsumsi natrium
Stadium 2 Belum membutuhkan perawatan di RS.
Membatasi konsumsi natrium : dapat
mengurangi asites pada 10% pasien. Pembatasan
natrium yang terlalu ketat (<40 mmol/hari) dapat
berkembang menjadi hyponatremia dan gagal
ginjal. Pembatasan konsumsi natrium berkisar
80-120 mmol/hari.
Diuretik :
- Pasien yang baru dikenal dengan asites stadium 2
dapat diberikan obat anti-mineralokortikoid
(spironolakton, canrenone atau K-canrenoat) secara
tunggal, dimuai pada 100 mg/ hari dinaikkan bertahap
setiap 72 jam (100 mg) hingga maksimal 400 mg/hari
jika tidak ada respon pada dosis terendah.
16
- Pada pasien yang tidak berespon dengan anti-
mineralokortikoid, diketahui dengan penurunan berat
badan kurang dari 2 kg/hari, atau pada pasien yang
berkembang menjadi hiperkalemia, furosemide dapat
diberikan dengan menaikkan dosis perlahan dimulai
dari 40 mg/hari hingga maksimal 140 mg/hari.
- Pasien dengan asites berulang dapat ditatalaksana
dengan kombinasi anti-mineralokortikoid dan
furosemide, dengan dosis dinaikkan perlahan hingga
mendapat respon positif.
- Torasemid dapat diberikan pada pasien yang memiliki
respon lemah terhadap furosemide
- Ketika pengobatan diuretik penurunan berat badan
maksimal adalah 0.5 kg/hari pada pasien tanpa udem
dan 1 kg/hari pada pasien dengan udem.
- Ketika asites sudah mengalami perbaikan, diuretik
diturunkan hingga dosis efektif terendah.
- Pada pasien dengan gejala perdarahan saluran cerna,
gangguan ginjal, ensefalopati hepatic, hyponatremia
atau perunahan konsentrasi kalium, kelainan ini harus
dikoreksi sebelum penggunaan diuretik dimulai.
- Diuretik dihentikan jika ditemukan hyponatremia
berat (konsentrasi natrium serum <125 mmol/L),
AKI, tanda-tanda ensefalopati hepatic, atau
munculnya kram otot.
- Furosemide dihentikan pada hipokalemia berat (<3
mmol/L), anti-mineralokortikoid dihentikan pada
hiperkalemia berat (>6 mmil/L)
- Penggunaan albumin infus atau baclofen(10 mg/ hari)
dengan peningkatan 10 mg/hari hingga 30 mg perhari
direkomdasikan pada pasien kram otot.
17
Stadium 3 Parasentesis dalam volume besar adalah terapi
lini pertama pada pasien dengan asites yang
besar, yang akan berkurang dalam jumlah besar
dalam sekali terapi.
Pada pasien dengan parasentesis lebih dari 5 liter
cairan asites, volume plasma yang hilalng harus
diganti dengan memberi cairan albumin (8g/L
cairan asites yang dibuang).
Pada pasien dengan parasentesis kurang dari 5
liter cairan asites, kemungkinan terjadinya post
parasentesis sirculatory disfunction sangat kecil.
Setelah dilakukan parasentesis dalam jumlah
yang besar, pasien harus tetap menerima diuretik
dalam dosis minimal untuk mencegah terjadinya
asites kembali.
18
Terlipressin, somatostatin atau ocreotide merupakan pilihan
terapi yang dapat diberikan. Pada pasien dengan perdarahan
varises pegobatan dapat dilakukan 3-5 hari.
Gastroskopi dilakukan sebelum 12 jam, untuk melihat penyebab
perdarahan dan untuk melakukan terapi endoskopik.
Ketika perdarahan akut varises ditemukan pada saat endoskopi,
ligasi varises dapat segera dilakukan.
Beta bloker dan vasodilator tidak boleh digunakan saat
perdarahan akut.
Gambar 1 algoritma tatalaksana perdarahan saluran cerna akut pada pasien dengan
sirosis hepatis dekompensata
Transplantasi hati
Pasien dengan tanda-tanda sirosis hepatis dekompensata dapat dipersiapkan
untuk dilakukan transplantasi hati. Dengan teknik operasi, penerimaan organ yang
baik dan imunosupresan dapat mempengaruhi hasil post operasi. Pada awal tahun
1980, presentase ketahanan hidup pasien 1 dan 5 tahun setelah transplantasi hati
70% dan 15%. Sekarang pasien dengan 1 tahun survival rate setelah transplantasi
hati 85-90% dan 5 tahun post-transplantasi hati lebih dari 70% (Suva, 2014).
19
4.1.7 Komplikasi
Kehilangan fungsi hati dapat berdampak pada tubuh. Beberapa masalah atau
komplikasi yang dapat muncul diakibatkan oleh sirosis diantaranya (Center for
Integrated Healthcare, 2013):
Edema dan asites : ketika hati kehilangan kemampuan untuk memetabolisme
protein, albumin akan berkurang, penumpukan cairan pada kaki (edema) dan perut
(Asites).
Perdarahan : ketika fungsi hati terganggu dalam menghasilkan protein untuk
faktor pembekuan darah, data mengakibatkan mudah terjadi perdarahan dan
memar, palmar dapat menjadi terlihat merah (palmar eritem).
Ikterik : ikterik dapat terlihat pada kulit dan sklera ketika hati gagal mengabsorbsi
bilirubin.
Hipertensi portal : normalnya, darah dari usus halus dan limpa akan menuju hati
melalui vena porta. Tetapi sirosis meningkatkan tekanan pada vena porta, keadaan
ini disebut hipertensi porta
Varises : ketika aliran darah menuju venaporta menurun, aliran darah dari intestinal
dan limpa akan kembali ke pembuluh darah lambung dan esofagus. Pembuluh darah
ini dapat membesar karena ketidak mampuan menampung banyaknya darah.
Pembesaran pembuluh darah ini disebut varises, yang memiliki dinding tipis dan
tekanan yang tinggi dan pembuluh darah ini mudah pecah. Jika pembuluh darah ini
pecah, dapat menimbulkan perdarahan yang serius pada esofagus atau bagian atas
lambung.
Hepatoseluler karsinoma : keganasan hati yang paling sering disebabkan oleh
sirosis, ini meningkatkan angka mortalitas.
masalah pada organ lain: sirosis dapat menyebabkan disfungsi system imun,
meningkatkan risiko infekksi. Asites dapat terinfeksi bakteri normal intestinal.
Sirosis dapat juga menyebabkan impotensis, disfungsi hingga gagal ginjal dan
osteoporosis.
20
DAFTAR PUSTAKA
angeli, p., bernardi, m., villanueva, c., francoz, c., mookerje, r. p., trebicka, j., . . .
gines, p. (2018). EASL clinical practise guidelines for the management of
patients with decompensated cirrhosis. journal of hepatology, 406-460.
Center for Integrated Healthcare. (2013). Cirrhosis of the Liver. VA Health Care,
1-7.
Harrison, P. M. (2015). Management of Patien with Decompensated Cirrhosis.
Clinical Medicine, 201-203.
heidelbaugh, j. j., & bruderly, m. (2006). cirrhosis and shronic liver failure: part I.
Diagnosis and evaluation. americal family physicians, 756-762.
Lindseth, G. N. (2006). Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam
S. A. Price, & L. M. Wilson, Patofisiologi: konsep klinis Proses-Proses
Penyakit (hal. 495-501). jakarta: EGC.
Lok, A., McMahon, B., Brown, R., Wong, J. B., Ahmed, A. T., Farah, W., . . .
Prokop, L. (2016). Antiviral Therapy for Chronic Hepatitis B Viral Infection
in Adults: A systematics Review and Meta-Analysis. American Association
for the Study of Liver Disease, 284-304.
Nurdjanah, S. (2009). sirosis hepatis. Dalam A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alvi,
M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (hal. 668-
673). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Riley, T., Taheri, M., & Schreibman, I. (2009). Does weight history affect fibrosis
in the setting of chronic liver disease? J Gastrointestin Liver Dis, 299-302.
starr, p., & raines, d. (2011). cirrhosis: diagnosis, management, and prevention.
american academy of family physicians, 1353-1359.
Suva, M. A. (2014). A Brief Review on Liver Cirrhosis: Epidemiology, Etiology,
Pathophysiology, Symptoms, Diagnosis and Its Management. Molecular
Pharmacology, 1-5.
21
terrault, n. a., Bzowej, N. H., Chang, K.-M., Hwang, J. P., Jonas, M. M., & Murad,
M. H. (2016). AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B.
American Association for the Study of Liver Disease, 261-284.
Verhelst, X., Geerts, A., & Vlierberge, H. V. (2016). Cirrhois : Reviewing the
Literature and Future Perspectives. European Medical Journal, 111-117.
Verhelst, X., Geerts, A., & Vlierberghe, H. V. (2016). Cirrhosis : Reviewing the
Literature and Future Perspectives. Eropean Medical Journal, 111-118.
wiegand, j., & berg, t. (2013). the etiology, diagnosis and prevention of liver
cirrhosis. Liver cirrhosis, 85-92.
22