Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM


MALARIA VIVAX

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTEK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM
INTERNSIP DI RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Diajukan kepada:
dr. Heri Sutanto, Sp.PD
dr. Anita Mardiana K., MMRS

Disusun oleh:
dr. Vania Alodia Tambunan

RS MARSUDI WALUYO SINGOSARI


KABUPATEN MALANG
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM
MALARIA VIVAX

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTEK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM
INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 4 Januari 2022

Oleh:
Dokter Penanggung Jawab Pasien

dr. Heri Sutanto, Sp.PD


HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM
MALARIA VIVAX

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTEK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM
INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 4 Januari 2022

Oleh:
Dokter Pendamping Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, Unit Gawat Darurat

dr. Anita Mardiana K., MMRS


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan-
Nya sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang
berjudul “MALARIA VIVAX”. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Heri Sutanto Sp.PD selaku dokter penanggung jawab pasien
2. dr. Anita Mardiana K., MMRS selaku dokter pendamping unit rawat jalan,
unit rawat inap, dan unit gawat darurat
3. Serta paramedis yang membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 4 Januari 2022

Penulis

iv
Daftar Isi

HALAMAN DEPAN...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iv
Daftar Isi..................................................................................................................5
Bab 1 Pendahuluan..................................................................................................6
Bab 2 Laporan Kasus...............................................................................................8
Bab 3 Tinjauan Pustaka...........................................................................................18
3.1 Definisi...............................................................................................................18
3.2 Etiologi...............................................................................................................18
3.3 Siklus Hidup Plasmodium.................................................................................20
3.4 Patogenesis.........................................................................................................22
3.5 Diagnosis...........................................................................................................24
3.6 Penatalaksanan...................................................................................................37
3.7 Pencegahan........................................................................................................49
3.8 Prognosis dan Komplikasi.................................................................................49
Bab 4 Pembahasan...................................................................................................51
Bab 5 Kesimpulan....................................................................................................54
Daftar Pustaka..........................................................................................................55

5
BAB I
PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi. Gejala
malaria biasanya muncul 10-15 hari setelah parasit masuk ke tubuh manusia. Jika tidak ada
penanganan medis dalam 24 jam, maka gejala dengan cepat akan menjadi penyakit kronis
yang tidak jarang berujung pada kematian.
Plasmodium memiliki siklus hidup yang kompleks. Bagi kelangsungan hidupnya,
parasit tersebut membutuhkan inang, baik pada manusia maupun nyamuk Anopheles.
Plasmodium dapat hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Terdapat 5
macam spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia, yaitu: Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi.
Plasmodium knowlesi belum banyak dilaporkan di Indonesia.
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P.
vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain Lampung,
Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P. ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan
Papua. Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat
menginfeksi manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan
sampai saat ini masih terus diteliti.
Menurut WHO, terdapat 241 juta kasus malaria di tahun 2020, sedangkan pada tahun
2019 terdapat 227 juta kasus. Angka kematian akibat malaria di dunia mencapai 627.000
pada tahun 2020, dan terjadi peningkatan sebanyak 69.000 kematian dibandingkan tahun
sebelumnya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Kemenkes, terdapat penurunan kasus
malaria. Pada tahun 2019, terdapat 250.644 kasus. Sekitar 86% terjadi di Papua (216.380
kasus). Lalu, disusul dengan Nusa Tenggara Timur sebanyak 12.909 kasus dan Papua Barat
sebanyak 7.079 kasus. Sementara itu, terdapat 300 kabupaten/kota (58%) yang sudah
mencapai eliminasi. Berarti, sekitar 208,1 juta penduduk Indonesia (77,7%) telah hidup di
daerah bebas malaria. Pada tahun 2020, terdapat penurunan kasus malaria hingga 226.364.
Pada tahun 2021 juga terdapat penurunan kasus hingga 94.610 kasus malaria.
Pada tahun 2019, kabupaten/kota yang berhasil mengeliminasi malaria sebanyak 300,
dan di tahun 2020 bertambah menjadi 318. Berdasarkan capaian endemisitas per provinsi
tahun 2020 terdapat 3 provinsi yang telah mencapai 100% eliminasi malaria, antara lain DKI
Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. Sementara provinsi dengan wilayahnya yang belum mencapai

6
eliminasi

7
malaria yakni Maluku, Papua, dan Papua Barat. Tahun 2020 masih ada 23 kabupaten/kota
yang endemis malarianya masih tinggi, 21 kabupaten/kota endemis sedang, dan 152
kabupaten/kota endemis rendah. Berdasarkan data dari kemenkes, kabupaten/kota endemis
tinggi malaria masih terkonsentrasi di Indonesia bagian timur, diantaranya Provinsi Papua,
Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, masih ada satu
provinsi di luar wilayah timur yang memiliki kabupaten endemis tinggi, yaitu Kabupaten
Penajaman Paser Utara, Kalimantan Timur.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Mengingat bervariasinya
manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria
pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat
(Rapid Diagnostic Test=RDT). Jika tidak dilakukan terapi sedini mungkin, dapat menjadi
malaria berat yang menyebabkan kematian.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan
cepat dan tepat, serta surveilans dan pengendalian vektor dalam hal pendidikan masyarakat
dan pengertian tentang kesehatan lingkungan, yang kesemuanya ditujukan untuk memutus
mata rantai penularan malaria.

8
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. Margaretha Wulandari
Usia : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan bank
Status : Sudah menikah
Alamat : Perum Banjararum Estate BD-07, RT 14/ RW 11, Ds.
Banjararum, Kec. Singosari, Kab. Malang
Tanggal Pemeriksaan : 4 Januari 2022 di Ruang Siloam 5-2
No. RM 113551

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RS Marsudi Waluyo dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS.
Pasien mengatakan sempat demam 1 hari, kemudian hari ke-2 dan ke-3 demam tidak lagi
dirasakan. Pasien mengatakan demam muncul lagi saat hari ke-4. Saat hari ke-5, pasien
datang ke UGD dalam keadaan tidak demam. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala di area
dahi, nyeri dirasakan hingga ke mata. Pasien mengatakan kedua matanya terasa berat. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada sendi-sendi tubuh, serta mual sejak 5 hari SMRS, namun tidak
muntah. Pasien baru saja melakukan perjalanan dari Timika, Papua ke Malang pada tanggal
29 Desember 2021. Pasien sebelumnya cukup lama menetap di Papua karena bekerja sebagai
karyawan bank di Papua. Keluhan batuk dan pilek disangkal. Pasien masih bisa makan dan
minum. BAB dan BAK lancar. Pasien belum sempat berobat dan belum mengonsumsi obat
untuk keluhannya. Riwayat vaksin Sinovac 2x.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya sudah 4x terkena penyakit malaria. Pasien terakhir mengalami penyakit
malaria ketika pasien berada di Timika saat bulan Juli 2021. Kala itu pasien dirawat di rumah
dan mendapatkan obat dari dokter. Pasien mengatakan pasien terkena malaria setiap kali
pasien berada di Timika. Riwayat penyakit lain seperti DM dan hipertensi disangkal.

9
Riwayat

1
menerima transfusi darah sebelumnya disangkal.
Riwayat Alergi
Disangkal
Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit pada keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan
Disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


BB: 80 kg
TB: 150 cm
a. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis, GCS E4V5M6
b. Tanda Vital
 Tekanan darah : 109/74 mmHg
 Laju denyut jantung : 98x/menit reguler
 Laju pernapasan : 20x/menit
 Suhu aksiler : 360C
 SpO2 : 98% room air
c. Kepala
 Bentuk : normosefal, benjolan massa (-)
 Ukuran : mesosefal
 Rambut : hitam
 Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
 Mata
konjungtiva : anemis -/-
sklera : ikterik -/-
palpebra : edema -/-
reflek cahaya : (+/+)
pupil : isokor, (+/+), 3mm/3mm
telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-)
 Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung (-),

1
perdarahan (-), hiperemis (-)
 Mulut : mukosa oral basah, sianosis (-)
d. Leher
 Inspeksi : dalam batas normal
 Palpasi : tidak teraba massa yang membesar. Pembesaran kelenjar
limfa regional (-/-).
e. Thoraks
 Inspeksi : bentuk dada kesan normal dan simetris,
retraksi dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas.
 Jantung:
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung atas: ICS III
batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
batas jantung kiri: linea mid clavicularis sinistra
- Auskultasi : BJ 1 dan II normal, irama teratur, gallop (-), murmur (-).
 Paru:
- Inspeksi : pengembangan dinding dada simetris, retraksi (-)
- Palpasi : gerak napas simetris, fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
f. Abdomen
 Inspeksi : tampak cembung
 Auskultasi : bising usus (+) 6x/menit
 Palpasi : hepatomegali (+) dengan tepi rata dan konsistensi lunak (2 jari di bawah
arcus costae dextra), splenomegali (+) schuffner III dengan tepi rata
dan konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani
g. Genitalia
Tidak dievaluasi.
h. Ekstremitas
Akral teraba hangat, kering, merah. CRT < 2 detik
Edema (-/-)

1
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (01/01/2022)
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb 14,4 L: 14-18, P: 12-16 g/dL
Leukosit 4.100 5.000-10.000 /mm3
Diff count -/-/-/73/18/9 1-3/0-1/2-6/35-65/20-35/2-6 %
LED 12 L:<15, P<20 mm/jam
Eritrosit 4,87 L:4,5-5,5, P:4-5 Jt/mm3
Hematokrit 41,5 L:40-54, P:38-47 %
Trombosit 77.000 150.000-500.000 /mm3
Kimia Klinik – Faal Ginjal
Ureum Darah 21 10-50 mg/dL
Creatinin Darah 0,99 L:0,7-1,5, P:0,6-1,1 mg/dL
Kimia Klinik – Faal Hati
SGOT 29 L: 6-37 , P: 5-31 U/L
SGPT 22 L: 6-40 , P:5-31 U/L
Serum Elektrolit
Natrium (Na) 131 135-145 mmol/L
Kaliun (K) 3,7 3,5-5,5 mmol/L
Chlorida (Cl) 104 98-108 mmol/L

Kimia Klinik – Karbohidrat


Glukosa Darah Sewaktu 104 N :75-115 mg/dL
Limit DM (WHO):<160

Foto Thorax (01/01/2022): cor dan pulmo dalam batas normal

1
Swab antigen (01/01/2022) : Negatif
2.4.1 Resume
Pasien Ny. M, usia 34 tahun mengeluh demam sejak 5 hari SMRS, dengan pola bebas
demam 2 hari, sakit kepala di area dahi, kedua mata terasa berat, nyeri pada sendi-
sendi tubuh, serta mual sejak 5 hari SMRS. Pasien sebelumnya cukup lama menetap
di Papua dan baru saja melakukan perjalanan dari Timika, Papua ke Malang pada
tanggal 29 Desember 2021. Pasien sebelumnya sudah 4x terkena penyakit malaria.
Pasien terakhir mengalami penyakit malaria ketika pasien berada di Timika saat bulan

1
Juli 2021. Kala

1
itu pasien dirawat di rumah dan mendapatkan obat dari dokter. Riwayat alergi dan
riwayat penyakit keluarga disangkal. Dari pemeriksaan fisik abdomen didapatkan
hepatomegali dengan tepi rata dan konsistensi lunak (2 jari di bawah arcus costae
dextra), dan splenomegali dengan schuffner III dengan tepi rata dan konsistensi
kenyal. PF lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang, pada laboratorium
darah lengkap didapatkan trombositopenia. Foto thoraks dalam batas normal. Swab
antigen negatif.

2.5 Diagnosis
Suspek malaria vivax/ovale
2.6 Rencana Terapi
1. IVFD NS 500 cc/24 jam 20 tpm
2. Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
3. Injeksi metoklopramid 3x10 mg IV
4. Paracetamol 3x500 mg tab PO
5. Neurobion 1x1 tab PO
6. Curcuma 3x1 tab PO
7. Zinc 1x20 mg tab PO
8. Cek DL dan pemeriksaan tebal tipis (terutama saat pasien demam)
9. Evaluasi DL per hari
2.7 Rencana Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien tentang kecurigaan penyakit yang diderita dan
kondisi pasien saat ini
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana rawat inap untuk
mencari penyebab penyakit melalui pemeriksaan laboratorium serta pemantauan
pasien
3. Menjelaskan rencana terapi serta evaluasi yang akan dilakukan per hari
4. Menjelaskan prognosis pasien
5. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pentingnya untuk mengkonsumsi obat
secara teratur

1
2.8 Follow Up
Pemeriksaan Laboratorium (02/01/2022)
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb 13,6 L: 14-18, P: 12-16 g/dL
Leukosit 4.800 5.000-10.000 /mm3
Diff count -/-/-/63/28/9 1-3/0-1/2-6/35-65/20-35/2-6 %
LED - L:<15, P<20 mm/jam
Eritrosit 4,53 L:4,5-5,5, P:4-5 Jt/mm3
Hematokrit 38,9 L:40-54, P:38-47 %
Trombosit 61.000 150.000-500.000 /mm3
Malaria Hapusan Darah Negatif Negatif -

Pemeriksaan Laboratorium (03/01/2022)


Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb 12,8 L: 14-18, P: 12-16 g/dL
Leukosit 3.900 5.000-10.000 /mm3
Diff count -/-/-/83/11/6 1-3/0-1/2-6/35-65/20-35/2-6 %
LED - L:<15, P<20 mm/jam
Eritrosit 4,39 L:4,5-5,5, P:4-5 Jt/mm3
Hematokrit 37,1 L:40-54, P:38-47 %
Trombosit 39.000 150.000-500.000 /mm3
Malaria Hapusan Darah Positif Negatif -
Kesimpulan: Ditemukan parasit Plasmodium Vivax (Stadium Schizont)

Diagnosis: Malaria Vivax


Rencana Terapi untuk malaria:
-DHP 4x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-3)
-Primakuin 1x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-14)
ATAU
-Artesunat 4x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-3)
-Amodiakuin 4x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-3)
-Primakuin 1x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-14)

1
Pemeriksaan Laboratorium (04/01/2022)
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb 12,1 L: 14-18, P: 12-16 g/dL
Leukosit 3.800 5.000-10.000 /mm3
Diff count -/-/-/62/31/7 1-3/0-1/2-6/35-65/20-35/2-6 %
LED - L:<15, P<20 mm/jam
Eritrosit 4,17 L:4,5-5,5, P:4-5 Jt/mm3
Hematokrit 35,2 L:40-54, P:38-47 %
Trombosit 48.000 150.000-500.000 /mm3
Imunologi/ Serologi
Typhi O Negatif Negatif -
Typhi H 1/80 Negatif -
Parathypi A Negatif Negatif -
Parathypi B 1/160 Negatif -
Urine
Warna Kuning - -
Kejernihan Keruh - -
Leukosit Negatif Negatif -
Blood Negatif Negatif -
Protein (+1) positif Negatif -
Urobilin (+3) positif Negatif -
Bilirubin (+1) positif Negatif -
Glukosa Negatif Negatif -
pH 6,0 - -
Berat Jenis 1,020 - -
Nitrit Negatif Negatif -
Keton Negatif Negatif -
Ascorbic Acid Negatif Negatif -
Sel Epitel (+2) Positif Positif -
Leukosit 3-5 0-6 -
Eritrosit 0-1 0-1 -
Bakteri Negatif Negatif -

1
Kristal Ca. Sulfat Negatif -
Silinder Negatif Negatif -
Lain-lain - - -

Pemeriksaan Laboratorium (05/01/2022)


Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb 11,4 L: 14-18, P: 12-16 g/dL
Leukosit 2.700 5.000-10.000 /mm3
Diff count -/-/-/70/21/9 1-3/0-1/2-6/35-65/20-35/2-6 %
LED - L:<15, P<20 mm/jam
Eritrosit 3,95 L:4,5-5,5, P:4-5 Jt/mm3
Hematokrit 33,6 L:40-54, P:38-47 %
Trombosit 45.000 150.000-500.000 /mm3
IPM 32 Negatif parasit/uL

Pemeriksaan Laboratorium (06/01/2022)


Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb 10,7 L: 14-18, P: 12-16 g/dL
Leukosit 2.900 5.000-10.000 /mm3
Diff count -/-/-/60/30/10 1-3/0-1/2-6/35-65/20-35/2-6 %
LED - L:<15, P<20 mm/jam
Eritrosit 3,69 L:4,5-5,5, P:4-5 Jt/mm3
Hematokrit 30,9 L:40-54, P:38-47 %
Trombosit 47.000 150.000-500.000 /mm3
IPM 5 Negatif parasit/uL

Pemeriksaan Laboratorium (07/01/2022)


Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb 11,6 L: 14-18, P: 12-16 g/dL
Leukosit 3.200 5.000-10.000 /mm3
Diff count -/-/-/48/43/9 1-3/0-1/2-6/35-65/20-35/2-6 %
LED - L:<15, P<20 mm/jam

1
Eritrosit 4,00 L:4,5-5,5, P:4-5 Jt/mm3
Hematokrit 33,7 L:40-54, P:38-47 %
Trombosit 69.000 150.000-500.000 /mm3

2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Malaria adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi.
Plasmodium dapat hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

3.2. Etiologi
Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Terdapat 5 macam spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia,
yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium knowlesi. Plasmodium knowlesi belum banyak dilaporkan di
Indonesia.
1. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis
penyakit malaria yang terberat dan satu-satunya parasit malaria yang menimbulkan
penyakit mikrovaskular, karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti
cerebral malaria (malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak
nafas, dll.
2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan. Relaps
50% dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit awal.
3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama.
4. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat. Lebih
ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi
demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran P.Falciparum
dengan P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali
terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya.
Malaria yang disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae dapat kambuh jika tidak diobati
dengan baik. Malaria yang disebabkan oleh spesies selain P.Falciparum jarang

2
berakibat fatal,

2
namun menurunkan kondisi tubuh; lemah, menggigil dan demam yang biasanya
berlangsung 10-14 hari.
P.falciparum mempunyai masa infeksi yang paling pendek diantara jenis yang lain,
akan tetapi menghasilkan parasitemia yang paling tinggi. Gametosit P.falciparum baru
berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Parasit P.vivax
dan P.ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih
ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama daripada P.falciparum. Walaupun
begitu, sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati dapat berkembang menjadi skizon
jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi sumber terjadinya relaps.
Khusus P. vivax dan P. ovale, siklus parasitnya di jaringan hati (skizon jaringan).
Sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit,
akan tetapi tertanam di jaringan hati, disebut hipnozoit. Bentuk hipnozoit inilah yang
menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnozoit, apabila suatu
saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress
atau perubahan iklim (musim hujan), hipnozoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk
melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah
akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita
P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudian mengalami kelelahan atau
stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit
oleh nyamuk Anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati pemeriksaan sediaan
darah (SD) positif P. vivax/ovale.
Nyamuk yang dapat menularkan malaria hanya nyamuk Anopheles betina. Pada saat
menggigit host terinfeksi (manusia yang terinfeksi malaria), nyamuk Anopheles akan
menghisap parasit malaria (plasmodium) bersamaan dengan darah, sebab di dalam darah
manusia yang telah terinfeksi malaria banyak terdapat parasit malaria. Parasit malaria
tersebut kemudian bereproduksi dalam tubuh nyamuk Anopheles, dan pada saat
menggigit manusia lain (yang tidak terinfeksi malaria), maka parasit malaria masuk ke
tubuh korban bersamaan dengan air liur nyamuk. Malaria pada manusia hanya dapat
ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Dari lebih 400 spesies Anopheles di dunia,
hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga
hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antartika. Anopheles jarang
ditemukan pada ketinggian 2000 – 2500 m, sebagian Anopheles ditemukan di dataran
rendah. Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat.

2
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah
yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat nyamuk
Anopheles dapat dikelompokkan menjadi:
1. Endofilik: suka tinggal dalam rumah/bangunan
2. Eksofilik: suka tinggal di luar rumah
3. Endofagi: menggigit dalam rumah/bangunan
4. Eksofagi: menggigit di luar rumah/bangunan
5. Antroprofili: suka menggigit manusia
6. Zoofili: suka menggigit binatang.
Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km
dari tempat perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa
terbawa sampai 30 km. Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal
laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang non endemik. Nyamuk Anopheles
menggigit penderita malaria dan menghisap parasit malaria yang ada di dalam darah
penderita. Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh nyamuk Anopheles (menjadi
nyamuk yang infektif). Nyamuk Anopheles yang infektif menggigit orang yang sehat
(belum menderita malaria). Sesudah 12-30 hari (bervariasi tergantung spesies parasit)
kemudian, bila daya tahan tubuhnya tidak mampu meredam penyakit ini maka orang
sehat tersebut menjadi sakit malaria dan mulai timbul gejala malaria.

3.3. Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk Anopheles betina.
1. Siklus pada Manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang
berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih
kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi
tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000-
30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2
minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun.

2
Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah
dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang
dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi
(skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Pada P. falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan
betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait dengan
waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi.
Siklus P. knowlesi pada manusia masih dalam penelitian. Reservoar utama
Plasmodium ini adalah kera ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor panjang ini banyak
ditemukan di hutan-hutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan mengenai siklus parasit
tersebut lebih banyak dipahami pada kera dibanding manusia.

2. Siklus pada Nyamuk Anopheles Betina


Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di
dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot.
Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.
Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya
menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai
timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi
tergantung spesies Plasmodium. Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan
pemeriksaan mikroskopik.

2
Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)
P. falciparum 9 – 14 hari (12)
P. vivax 12 – 17 hari (15)
P. ovale 16 – 18 hari (17)
P. malariae 18 – 40 hari (28)
P.knowlesi 10 – 12 hari (11)
Tabel Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Gambar Siklus Hidup Plasmodium spp

3.4. Patogenesi
s Demam
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau
limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Necrosis
Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus

2
yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada
keempat Plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda. Plasmodium falciparum
memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam.
Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu dua
hari, dan
P. malariae demam timbul selang waktu tiga hari.

Anemia
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Selain karena hemolisis, anemia juga terjadi karena sekuestrasi eritrosit di
limpa dan organ lain, dan depresi sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan
kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria falciparum dapat mengakibatkan
hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel
darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis. Plasmodium vivax dan
P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari
seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua
yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax,
P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum
menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi
akut dan kronis.

Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh
sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa
membesar.

Malaria Berat
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit
yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya
eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler organ dalam tubuh. Selain itu pada
permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen
P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6, dll) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan
limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob

2
tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi.
Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang

2
menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh
proses terbentuknya “rosette”, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit
dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoadherensi ini juga terjadi proses
imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6, dll),
dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan
tertentu.

3.5. Diagnosis
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa.
Gejala utama demam sering di diagnosis dengan infeksi lain, seperti demam typhoid,
demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya
trombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue atau typhoid.
Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa
hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis
sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis
malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap
penderita dengan demam harus dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti
diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria dalam darah.

Anamnesis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai
gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol)
atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak
terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa
gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan
splenomegali. Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan
pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara
infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfusi
darah yang mengandung stadium aseksual).

2
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise,
lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak
enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae,
keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria paroxym) secara
berurutan yang disebut trias malaria, yaitu:
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan menggigil dan
perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat
kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit
kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat
haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 410C atau lebih. Pada anak-anak, suhu
tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh
kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita
beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada
gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh
penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama kali
menderita malaria. Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai
kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak
selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita.
Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali
penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan
pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik. Selain itu,
dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan

3
nyeri otot. Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah
endemis (imun). Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
1. Riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. Riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. Riwayat mendapat transfusi darah

Pemeriksaan Fisik
1. Demam (>37,5 0C aksilla)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna coklat
kehitaman (Black Water Fever), kejang dan sangat lemah (prostration).

Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria, harus dilakukan pemeriksaan
sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah
tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah
sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b) Spesies dan stadium Plasmodium;
c) Kepadatan parasit:
1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang
besar) (+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

3
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000/ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %

2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh:
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka
hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka
hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat,
pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium
mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar
terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan
RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falciparum dan non P.
falciparum. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.

3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA


Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting
untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falciparum. Selain itu dapat
digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di
bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat
penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau
indigenous.

3
4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat, pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dan
d. urinalisis.

Gambaran Plasmodium
1. Plasmodium falciparum
Penyakit: malaria tropika
Morfologi:
Sediaan hapus dengan pengecatan Giemsa:
-Parasit ini menyerang eritrosit tua dan muda
-Tampak titik Maurer berwarna merah dan besarnya serta bentuk tidak teratur

Stadium
a. Trofozoit (bentuk cincin)
-Inti berwarna merah, protoplasma berbentuk cincin atau seperti garis biru pada tepi
eritrosit, eritrosit yang diinfeksi parasit tidak membesar
-Besar parasit kurang lebih 2 mikron, sering tampak cincin dengan 2 buah inti, infeksi
ganda dan infeksi marginal

Plasmodium falciparum bentuk cincin dan cincin dengan dua inti (pembesaran objektif
100x)
b. Skizon (hanya terlihat pada infeksi berat)
-Plasma dengan inti telah terbagi
-Merozoit berjumlah 18-24 buah

3
Infeksi ganda Plasmodium falciparum (pembesaran objektif 100x)

Plasmodium falciparum bentuk cincin tampak titik-titik Maurer (pembesaran objektif


100x)
c. Gametosit
-Bentuk khas seperti pisang (banana form), tampak pigmen cokelat tua di sekitar inti
-Makrogametosit berbentuk pisang langsing, inti padat dikelilingi pigmen, sitoplasma
berwarna biru; Mikrogametosit berbentuk pisang, agak gemuk, ujungnya tumpul, inti
dikelilingi pigmen, sitoplasma berwarna merah pucat.

Makrogametosit P. (pembesaran objektif 100x)


falciparum

3
M
ikrog
amet
osit
P.
falci
paru
m
(pem
besar
an

3
Sediaan tetes tebal dengan pengecatan Giemsa
Pada sediaan tampak trofozoit, bentuk cincin berwarna merah dan gametosit berbentuk
pisang. Pada infeksi berat, jumlah trofozoit lebih banyak, tampak titik-titik merah yang
disebut “sterren hemel” atau langit berbintang.

Gametosit P. falciparum pada


sediaan tetes tebal
(pembesaran objektif 100x)

Skizon dan bentuk cincin P.


falciparum pada sediaan darah tebal
dengan pengecatan Giemsa
(pembesaran objektif 100x)

2. Plasmodium Vivax
Penyakit: malaria tertiana
Morfologi:
Sediaan hapus dengan pengecatan Giemsa
-Pada sediaan eritrosit yang terinfeksi parasit ini, lebih besar dari eritrosit normal dan
pucat, tampak titik Schuffner berwarna merah dan tersebar rata dalam eritrosit.

Stadium
a. Trofozoit muda (bentuk cincin atau ring)
-Inti berwarna merah, protoplasma berbentuk cincin, warna biru

3
Bentuk cincin P. vivax
(pembesaran objektif 100x)

b. Trofozoit
-Protoplasma berwarna biru dan bentuknya tidak teratur (amoeboid)
-Tampak vakuola, inti lebih besar
c. Skizon
-Protoplasma padat (inti sudah terbagi) menjadi merozoit
-Merozoit berjumlah 12-24 buah
d. Gametosit
-Mengisi seluruh eritrosit, protoplasma berwarna biru dan inti padat

Trofozoit (amoeboid) P. vivax Skizon P. vivax (pembesaran


(pembesaran objektif 100x) objektif 100x)

3
Makrogametosit P. vivax
Mikrogametosit P. vivax
(pembesaran objektif 100x)
(pembesaran objektif 100x)

Sediaan tetes tebal dengan pengecatan Giemsa


-Eritrosit tak tampak karena mengalami hemolisa
-Tampak titik Schuffner sekitar parasit berwarna merah (zona merah)
Parasit
Trofozoit muda tampak seperti cincin atau titik berwarna merah disertai sedikit sitoplasma
-Inti leukosit berwarna ungu tua dan lebih besar
-Sebagai dasar sediaan, stroma eritrosit berwarma ungu muda.

Trofozoit P. vivax pada sediaan tetes


tebal (pembesaran objektif 100x)

3. Plasmodium malariae
Penyakit: malaria
quartana Morfologi:
Sediaan hapus dengan pengecatan Giemsa
-Parasit menyerang eritrosit tua, tampak titik-titik pigmen di dalam eritrosit.

3
Stadium
a. Trofozoit
-Berbentuk cincin dan pita atau band form
-Pigmen kasar dan berwarna cokelat tua
b. Skizon
-Plasma dalam inti sudah terbagi, menjadi merozoit
-Merozoit berjumlah 8-12 buah
-Pigmen-pigmen kasar berkumpul di tengah dikelilingi oleh merozoit yang letaknya teratur
disebut “rosette”.
c. Gametosit
-Pigmen kasar, tersebar dalam sitoplasma parasit.

Sediaan tetes tebal dengan pengecatan Giemsa


-Jumlah parasit sedikit, dikelilingi pigmen kasar berwarna cokelat tua
-Pada skizon, pigmen di tengah dikelilingi merozoit tersusun seperti bunga.

Bentuk pita (band form) P. malariae Trofozoit P. malariae (pembesaran


(pembesaran objektif 100x) objektif 100x)

3
Skizon P. malariae pada sediaan tetes
tebal (pembesaran objektif 100x)

Skizon P. malariae
(pembesaran objektif
100x)

4. Plasmodium ovale
Penyakit: malaria
ovale Morfologi:
Eritrosit yang terinfeksi berbentuk oval membesar atau mempunyai fimbrie pada ujungnya

Stadium
a. Trofozoit
-1 kromatin dot, berbentuk cincin, inti padat
-Trofozoit dewasa mempunyai pigmen kasar
b. Skizon
-Jumlah merozoit biasanya 8 buah
-Masa kromatin sedikit pigmen kasar

Sediaan tetes tebal dengan pengecatan Giemsa


Tampak titik Schuffner sekitar parasit berwarna merah (zona merah), parasit lebih kecil
dari inti leukosit.

4
Bentuk cincin P. ovale Trofozoit P. ovale
(pembesaran objektif 100x) (pembesaran objektif 100x)

Trofozoit P. ovale pada


sediaan tetes tebal
(pembesaran objektif 100x)

Malaria Berat
Malaria berat adalah: ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan
minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO,
2015):
1. Perubahan kesadaran (GCS <11, Blantyre <3)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Distres pernapasan

4
5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler >3 detik, tekanan sistolik <80 mmHg (pada
anak: <70 mmHg)
6. Jaundice (bilirubin >3 mg/dl dan kepadatan parasit >100.000)
7. Hemoglobinuria
8. Perdarahan spontan abnormal
9. Edema paru (radiologi, saturasi oksigen <92%)

Gambaran laboratorium:
1. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma < 25 mmol/L)
3. Anemia berat (Hb < 5 g% untuk endemis tinggi, <7 g%untuk endemis sedang-rendah),
pada dewasa Hb < 7 g% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2% eritrosit atau 100.000 parasit/ul di daerah endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 3 mg%)

4
Standar Diagnosis
1. Setiap individu yang tinggal di daerah endemik malaria yang menderita demam atau
memiliki riwayat demam dalam 48 jam terakhir atau tampak anemis; wajib diduga malaria
tanpa mengesampingkan penyebab demam yang lain.
2. Setiap individu yang tinggal di daerah non endemik malaria yang menderita demam atau
riwayat demam dalam 7 hari terakhir dan memiliki risiko tertular malaria; wajib diduga
malaria. Risiko tertular malaria termasuk: riwayat bepergian ke daerah endemik malaria atau
adanya kunjungan individu dari daerah endemik malaria di lingkungan tempat tinggal
penderita.
3. Setiap penderita yang diduga malaria harus diperiksa darah malaria dengan mikroskop atau
RDT.
4. Untuk mendapatkan pengobatan yang cepat maka hasil diagnosis malaria harus didapatkan
dalam waktu kurang dari 1 hari terhitung sejak pasien memeriksakan diri.

3.6. Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk stadium gametosit.
Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik
serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena
bersifat mengiritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu
setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat sebaiknya berdasarkan berat
badan. Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM)
kombinasi.
Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih
obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan
berbeda cara terjadinya resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan
yang lebih baik dan mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti
malaria.
Pengobatan kombinasi malaria harus:
a. aman dan toleran untuk semua umur;
b. efektif dan cepat kerjanya;
c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan
d. harga murah dan terjangkau.

4
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan
aminokuinolin, yaitu:
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas
Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP).
1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat
ini diberikan per – oral selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai
berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB
2. Artesunat - Amodiakuin
Kemasan artesunat – amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3
blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150
mg.

Standar Pengobatan
1. Pengobatan penderita malaria harus mengikuti kebijakan nasional pengendalian
malaria di Indonesia.
2. Pengobatan dengan ACT hanya diberikan kepada penderita dengan hasil pemeriksaan
darah malaria positif.
3. Penderita malaria tanpa komplikasi harus diobati dengan terapi kombinasi berbasis
artemisinin (ACT) plus primakuin sesuai dengan jenis plasmodiumnya.
4. Setiap tenaga kesehatan harus memastikan kepatuhan pasien meminum obat sampai
habis melalui konseling agar tidak terjadi resistensi Plasmodium terhadap obat.
5. Penderita malaria berat harus diobati dengan Artesunate intramuskular atau intravena
dan dilanjutkan ACT oral plus primakuin.
6. Jika penderita malaria berat akan dirujuk, sebelum dirujuk penderita harus diberi dosis
awal Artesunate intramuskular/ intravena.

A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi


1. Pengobatan Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah
primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan
obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan
dosis 0,25 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25
mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan. Lini pertama
pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah

4
ini:

4
a. Lini Pertama

ACTfalsiparum
Pengobatan Lini Pertama Malaria + Primakuin
menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin

Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Dosis obat: Dihydroartemisinin = 2-4 mg/ kgBB


Piperakuin = 16-32 mg/kgBB
Primakuin = 0,25 mg/ kgBB
(P. falciparum untuk hari 1)
Primakuin = 0,25 mg/ kgBB
(P. vivax selama 14 hari)

4
Keterangan:
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan
berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok
umur.
1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan),
maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum,
maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.

ATAU

Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan Artesunat +
Amodiakuin dan Primakuin

4
Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan Artesunat +
Amodiakuin dan Primakuin

Dosis obat: Amodiakuin basa = 10mg/kgBB dan


Artesunat = 4mg/kgBB
Primakuin = 0,75mg/kgBB
(P. falciparum untuk hari I)
Primakuin = 0,25 mg/kgBB
(P. vivax selama 14 hari)

b. Lini Kedua untuk Malaria Falsiparum


Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama tidak
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak
berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).

4
Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (dengan obat kombinasi Kina dan
Doksisiklin)

Tabel dosis Doksisiklin

Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)


Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun)
Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)

Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (dengan obat kombinasi Kina
dengan Tetrasiklin)

4
Tabel dosis Tetrasiklin

Catatan: Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari


Tidak diberikan pada anak umur <8 tahun
ena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu hamil maka sebagai penggantinya dapat di pakai Klindamisin

Dosis Klindamisin pada Anak

* Dosis anak-anak 10 mg/kgBB/kali diberikan 2x sehari


Perkapsul Klindamisin basa ~150 mg dan 300 mg

c. Lini Kedua untuk Malaria Vivaks


Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak respon
Kina + Primakuin
terhadap pengobatan ACT.

5
Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks

d. Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25
mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit
positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps


(kambuh) diberikan lagi regimen ACT yang sama
2. Pengobatan Malariatetapi
ovale dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
a. Lini Pertama untuk mg/kgBB/hari.
Malaria ovale
at (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 ming

Pengobatan Malaria ovale saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy


(ACT), yaitu Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP) ditambah dengan Primakuin selama
14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
b. Lini Kedua untuk Malaria ovale
Pengobatan lini kedua untuk malaria ovale sama dengan untuk malaria vivaks.

5
3. Pengobatan Malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari, dengan dosis
sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin

4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale


Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT. Pada
penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan
dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan DHP

Catatan:
a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat
badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan),
maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

ATAU

5
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan Artesunat +
Amodiakuin

Artesunat = 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB

5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae


Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen ACT selama
3 hari dan Primakuin pada hari I.

B. Pemantauan Respon Pengobatan


Pemantauan pengobatan untuk Plasmodium falsiparum dan Plasmodium vivax.
Pemantauan pengobatan dilakukan pada: hari ke-3, hari ke-7, hari ke 14 sampai hari ke-
28.

Rawat Jalan
Pemantauan dilakukan pada: hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28
setelah pemberian obat hari pertama, dengan memonitor gejala klinis dan pemeriksaan
mikroskopik. Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu segera kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan.

Rawat Inap
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak ditemukan
parasit aseksual dalam darah selama 3 hari berturut-turut. Setelah pasien dipulangkan
harus kontrol pada hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama mendapatkan obat anti
malaria.

5
C. Kriteria Keberhasilan Pengobatan:
1. Sembuh
Penderita dikatakan sembuh apabila: gejala klinis (demam) hilang dan parasit aseksual
tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28
2. Gagal pengobatan dini/Early treatment failure
a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan parasitemia
b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0
c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0
d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam
3. Gagal Pengobatan kasep/Late treatment failure
a. Gagal Kasep Pengobatan Klinis dan Parasitologis
1) Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 dan parasitemia
2) Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampai hari ke-28 disertai demam
b. Gagal kasep Parasitologis
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21 dan 28 tanpa demam.
4. Rekurensi
Rekurensi: ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah pengobatan selesai.
Rekurensi dapat disebabkan oleh:
1) Relaps: rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit tersebut
berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale
2) Rekrudesensi: rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan pengobatan.
Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya (aseksual lama)
3) Reinfeksi: rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan pengobatan
pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi baru (sporozoit).

D. Tindak Lanjut Kegagalan Pengobatan


Apabila dijumpai gejala klinis memburuk dan disertai parasit aseksual positif maka
pasien segera di rujuk. Apabila dijumpai gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit
aseksual tidak berkurang dibandingkan pemeriksaan pertama atau parasit menghilang,
kemudian timbul kembali selama periode follow up maka diberi pengobatan lini kedua.
Kedua keadaan ini harus dilaporkan melalui sistem surveilans malaria.

5
5
3.7. Pencegahan
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko
malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan kemoprofilaksis.
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan kelambu
berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk, tidak menggantung pakaian bekas pakai,
menebarkan ikan pemakan jentik, membersihkan lingkungan sekitar dengan air mengalir,
menutup penampungan air, menghindari aktivitas malam di dekat perairan.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di daerah
tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan
anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 6 bulan.
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang
yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti
turis, peneliti, pegawai kehutanan, dan lain-lain.

3.8. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi
Komplikasi yang lebih sering terjadi pada dewasa yaitu gagal ginjal akut, edema
paru, malaria serebral, dan ikterus. Sedangkan, komplikasi terbanyak pada anak yaitu
hipoglikemia (sebelum pengobatan kina) dan anemia berat.
Prognosis
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan dan kecepatan
pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20%, dan pada kehamilan meningkat sampai
50%. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada
kegagalan 2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah >50%.
Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ adalah >75%.
Prognosis pasien malaria tanpa komplikasi cukup baik. Pasien akan membaik dalam
48 jam setelah pemberian terapi awal dan biasanya bebas demam setelah 96 jam. Pada
infeksi
P. falciparum, jika tidak segera ditangani akan menyebabkan prognosis buruk dengan
tingkat kematian tinggi. Akan tetapi, jika dapat didiagnosis sedini mungkin serta
mendapatkan terapi yang adekuat, prognosisnya baik.

5
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000/ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %

5
BAB IV
PEMBAHASA
N

Pasien Ny. M, usia 34 tahun telah ditegakkan diagnosis malaria vivax. Penegakkan
diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan. Berdasarkan hasil anamnesis, didapatkan keluhan demam dengan pola bebas
demam 2 hari, serta adanya keluhan sakit kepala di area dahi, kedua mata terasa berat, nyeri
pada sendi-sendi tubuh, serta mual. Pasien juga mengatakan sebelumnya cukup lama menetap
di Papua dan baru saja melakukan perjalanan dari Timika, Papua ke Malang pada tanggal 29
Desember 2021. Pasien juga memiliki riwayat 4x terkena penyakit malaria. Pasien terakhir
mengalami penyakit malaria ketika pasien berada di Timika saat bulan Juli 2021. Kala itu
pasien dirawat di rumah dan mendapatkan obat dari dokter. Dari pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan hepatomegali dengan tepi rata dan konsistensi lunak (2 jari di bawah arcus costae
dextra), dan splenomegali dengan schuffner III dengan tepi rata dan konsistensi kenyal. Dari
pemeriksaan penunjang, pada laboratorium darah lengkap didapatkan trombositopenia. Pada
malaria hapusan darah, ditemukan parasit Plasmodium Vivax (stadium schizont), dan pada
IPM, ditemukan 32 parasit/ul.
Pada pasien muncul keluhan demam yang mulai timbul bersamaan dengan pecahnya
skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang
sel- sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara
lain TNF (Tumor Necrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa
aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Proses skizogoni pada keempat Plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda.
P. vivax membutuhkan waktu 48 jam sehingga demam pada P. vivax terjadi dalam selang
waktu dua hari. Pasien juga menetap cukup lama di daerah endemis tinggi sehingga besar
kemungkinan terkena penyakit malaria.
Pada pasien ini juga ditemukan hepatomegali dan splenomegali pada pemeriksaan
fisik. Proses terjadinya hepatomegali dan splenomegali yaitu: eritrosit yang ruptur akan
melepaskan hemoglobin, debris sel darah merah, parasit dan pigmen parasit. Selanjutnya
parasit akan membentuk gametosit dan sebagian akan infiltrasi jaringan reticuloendotel
(hepar, limpa). Hepar dan limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan
menyebabkan hiperplasia retikuloendotelial sehingga menyebabkan hepatomegali serta

5
splenomegali.

5
Pada pasien ini ditemukan trombositopenia pada pemeriksaan darah lengkap.
Produksi TNFα yang tinggi disebutkan akan menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi
lainnya dan berdampak pada terjadinya kerusakan jaringan sekitar infeksi. Untuk
mengendalikannya diperlukan IL10, yang merupakan imunoregulator, berperan dalam
mengendalikan peradangan/inflamasi kejadian infeksi di tubuh manusia. Kinerja IL10 dalam
menghambat kerja T-helper 1, sel NK dan makrofag akan menekan produksi sitokin pro
inflamasi seperti TNFα dan IFNγ serta IL12, sehingga dampak kerusakan jaringan dapat
ditekan. IL10 yang terinduksi oleh karena infeksi, akan menurunkan produksi TNFα. Namun
demikian, IL10 ternyata juga akan menurunkan produksi platelet. Dalam hal ini IL10
berperan penting dan secara langsung berkaitan dengan kejadian trombositopenia pada P.
vivax.
IL12 juga mempunyai peran penting pada trombositopenia. IL12 sebagai sitokin pro
inflamasi, akan memicu kerja sitokin pro inflamasi lainnya seperti TNFα dan IFNγ untuk
menghadapi infeksi malaria. Proses ini tentunya akan menginduksi IL10 yang berperan dalam
proses pengendalian dampak respon sitokin pro inflamasi dan meningkatkan kejadian
trombositopenia. Platelet berkaitan dengan proses penggumpalan sel darah merah yang
terinfeksi, konsekuensinya semakin banyak sel darah merah terinfeksi, maka semakin banyak
platelet digunakan. Jika terjadi dalam waktu lama tentunya akan memicu terjadinya
trombositopenia berat (platelet <50.000/mm3). Dengan kata lain, semakin banyak dan lama
parasitemia berada dalam tubuh maka akan berpengaruh pada berat ringannya
trombositopenia. Semakin banyak parasit dalam tubuh maka jumlah platelet akan semakin
berkurang.
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah
tebal dan tipis. Diagnosis pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria dalam darah. Pada
pasien ini, dari pemeriksaan malaria hapusan darah, ditemukan parasit Plasmodium Vivax
(stadium schizont), oleh karena itu diagnosis malaria vivax dapat ditegakkan.
Pengobatan penderita malaria harus mengikuti kebijakan nasional pengendalian
malaria di Indonesia, oleh karena itu penatalaksanaan pasien dengan diagnosis malaria vivax
ini berdasarkan berat badan pasien dengan pengobatan lini pertama yaitu DHP 4x1 tab PO
(hari ke-1 hingga hari ke-3) dan primakuin 1x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-14) atau
artesunat 4x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-3), amodiakuin 4x1 tab PO (hari ke-1 hingga
hari ke-3), dan Primakuin 1x1 tab PO (hari ke-1 hingga hari ke-14). Pengobatan yang
diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang

6
ada di dalam tubuh manusia, termasuk stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal
untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.

6
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena
bersifat mengiritasi lambung. Oleh sebab itu, pasien juga diberikan terapi ranitidin 2x50 mg
IV, serta penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi. Yang
dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih obat anti
malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara
terjadinya resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik
dan mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria. Sebuah penelitian
melaporkan jika DHP lebih efektif dan toleran dibandingkan dengan artesunate-amodiaquine
dalam melawan resistensi obat pada infeksi P. falciparum dan P. vivax. Primakuin diberikan
sebagai gametosidal dan hiponozoidal.
Pasien juga mengeluhkan demam, sakit kepala dan nyeri pada sendi-sendi tubuh, oleh
karena itu diberikan terapi paracetamol 3x500 mg tab PO untuk meredakan demam serta
nyerinya. Pasien juga mengeluhkan mual, oleh karena itu diberikan terapi metoklopramid
3x10 mg IV. Pada pasien ini juga diberikan neurobion 1x1 tab PO dimana neurobion berisi
vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin B6 berperan penting dalam pembentukan hemoglobin, dan
Vitamin B12 dapat meningkatkan produksi eritrosit.
Pada pasien, terjadi penurunan Hb per hari yang dapat dilihat melalui pemantauan
pemeriksaan darah lengkap per hari. Hal ini dikarenakan Plasmodium vivax menginfeksi
eritrosit muda dan toksin malaria menyebabkan gangguan fungsi eritrosit, dan skizogoni juga
menyebabkan kerusakan eritrosit. Dalam limpa juga dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi Oleh
karena itu, pada pasien ini diberikan neurobion untuk meningkatkan pembentukan
hemoglobin dan eritrosit.
Pasien ini juga diberikan zinc 1x20 mg tab PO untuk memperkuat sistem kekebalan
tubuh untuk melawan parasit malaria. Pasien ini juga diberikan curcuma 3x1 tab PO untuk
membantu memelihara kesehatan fungsi hepar, dimana pada pasien ini dapat terjadi
gangguan pada hepar karena sporozoit menginfeksi sel-sel hepar.
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak ditemukan
parasit aseksual dalam darah selama 3 hari berturut-turut. Setelah pasien dipulangkan harus
kontrol pada hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama mendapatkan obat anti malaria.

6
BAB V
KESIMPULAN

Malaria adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi. Gejala
malaria biasanya muncul 10-15 hari setelah parasit masuk ke tubuh manusia. Jika tidak ada
penanganan medis dalam 24 jam, maka gejala dengan cepat akan menjadi penyakit kronis
yang tidak jarang berujung pada kematian.
Penegakkan diagnosis malaria berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis
riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus
dilakukan. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT).
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia dengan bertujuan sebagai
pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan
rantai penularan. Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Prognosis malaria berat tergantung
kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Subdit Malaria Direktorat P2PTVZ. Buku saku penatalaksanaan kasus malaria. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.

2. Nafsiah M. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2013.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

3. Dennis LK, Stephen LH, J. Larry J, Anthony SF, Dan LL, Joseph L. Harrison’s principles
of internal medicine. 20th ed. McGraw Hill Education; 2018.

4. Julia F, Ahmad S. Malaria. J Averrous. 2018;4(2).

5. Fact sheet about malaria [Internet]. [cited 2022 Jan 21]. Available from:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria

6. Hari malaria sedunia tahun 2021 – P2P Kemenkes RI [Internet]. [cited 2022 Jan 21].
Available from: http://p2p.kemkes.go.id/hari-malaria-sedunia-tahun-2021/

7. Beranda | Malaria.id [Internet]. [cited 2022 Jan 21]. Available from: https://www.malaria.id

8. Kasus Malaria di Indonesia Menurun, NTT Jadi Provinsi Pertama di Kawasan Timur
Berhasil Eliminasi Malaria – P2P Kemenkes RI [Internet]. [cited 2022 Jan 21]. Available
from: http://p2p.kemkes.go.id/kasus-malaria-di-indonesia-menurun-ntt-jadi-provinsi-
pertama-di- kawasan-timur-berhasil-eliminasi-malaria/

9. Profil | Malaria.id [Internet]. [cited 2022 Jan 21]. Available from:


https://www.malaria.id/profil

10. Prevention C-C for DC and. CDC - Malaria - About Malaria - Biology [Internet]. 2020
[cited 2022 Jan 21]. Available from: https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html

11. Tresa Ivani Saskia HM. Sistem skoring baru untuk menentukan prognosis malaria berat. J
Agromed Unila. 2017 Desember;4(2).

12. Armedy RH, HLE Purba, E Kenangalem, RM Wuwung, EP Ebsworth, R Maristela, et al.
Dihydroartemisinin-piperaquine versus artesunate-amodiaquine: superior efficacy and
posttreatment prophylaxis against multidrug-resistant plasmodium falciparum and
plasmodium vivax malaria. Eur PMC Author Manuscr. 2007 Apr 15;44(8).

13. Rahayu. Malaria serebral. Univ Muhammadiyah Malang. 2011 Desember;7(15).

14. Armedy RH, Heri W, Emiliana T. Hubungan trombositopenia, parasitemia serta mediator
pro dan anti inflamasi pada infeksi malaria, timika 2010. Media Litbangkes. 2018 Sep;28(3).

15. Inge S, Is SI, Pudji K. S, Saleha S. Buku ajar parasitologi kedokteran. 4th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.

Anda mungkin juga menyukai