Anda di halaman 1dari 42

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA

Periode 6 Juni – 6 Oktober 2017


LAPORAN KEGIATAN MINI PROJECT

MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS


PEMBANTU WANASARI PUSKESMAS WANASARI
KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN BEKASI
PROVINSI JAWA BARAT

Disusun oleh :
dr. Faiz Tegar Pratita

Pendamping :
dr. Salim Jindan

PUSKESMAS WANASARI KECAMATAN CIBITUNG


KABUPATEN BEKASI PROVINSI JAWA BARAT
2017
PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA
Periode 6 Juni – 6 Oktober 2017

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN MINI PROJECT

Disusun dalam Rangka Praktik Klinis Sekaligus Sebagai Bagian dari Persyaratan
Menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh :
dr. Faiz Tegar Pratita

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal : 30 September 2017


Oleh :

Pendamping Dokter Intensip Kepala Puskesmas Wanasari

dr. Salim Jindan dr. Erni Herdiani


NIP. 19700729 200212 1 002 NIP. 19761213 200604 2 005
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam
pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan memiliki Visi yaitu
“Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan” serta Misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani;
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin terjadinya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan;
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan;
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Dalam rangka mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi Kementerian
Kesehatan telah dirumuskan sasaran-sasaran utama untuk menunjang
pencapaiannya. Sasaran utama yang harus dicapai oleh Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah :
1. Semua sediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan harus
memenuhi syarat.
2. Di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar.
Kebijakan Pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan
melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang No. 36 tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
Indonesia Sehat 2010, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Kebijakan Obat
Nasional (KONAS). SKN 2009 memberikan landasan, arah dan pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi seluruh penyelenggara
kesehatan, baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, maupun
masyarakat dan dunia usaha, serta pihak lain yang terkait. Salah satu
subsistem SKN 2009 adalah Obat dan Perbekalan Kesehatan. Dalam
subsistem tersebut penekanan diberikan pada ketersediaan obat, pemerataan
termasuk keterjangkauan dan jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat.
Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009 menetapkan bahwa tujuan dari
pelayanan kefarmasian adalah ” Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan
yang bermutu, bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya”. Hal tersebut diwujudkan oleh Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan dalam sebuah Misi yaitu ” Terjaminnya
ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan
bagi pelayanan kesehatan”.
Dengan adanya perubahan pada rencana strategis Kementerian
Kesehatan, Konas, SKN 2009 serta dalam rangka menerapkan SPM di bidang
obat, maka strategi yang digunakan oleh Provinsi, Kabupaten/Kota bahkan
hingga tingkat Puskesmas dalam pengelolaan obat juga akan mengalami
perubahan.
Fungsi pemerintah pusat dalam manajemen kefarmasian di era
desentralisasi meliputi penyusunan norma, standar, pros edur, kriteria
(NSPK), yang terkait dengan manajemen kefarmasian di Inst alasi Farmasi
Kabupaten/Kota (IFK), antara lain penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN), pedoman pengobatan, penetapan harga obat generik, pedoman
pelayanan kefarmasian, dan Materi Pelatihan Manajemen Pelayanan
Kefarmasian.
Sejak penerapan otonomi daerah, penambahan jumlah kabupaten/kota
sangat pesat. Penambahan jumlah kabupaten/kota ini tidak selalu diiringi
dengan tersedianya tenaga pengelola obat dengan latar belakang pendidikan
farmasi dan telah mengikuti berbagai pelatihan pengelolaan obat. Di sisi lain,
pedoman pengelolaan obat yang tersedia masih bernuansa sentralistik. Oleh
karena itu, diperlukan adanya pedoman pengelolaan obat baik di tingkat
kabupaten/kota maupun puskesmas yang lebih sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada.

Penyusunan Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi


Farmasi Kabupaten/Kota ini merupakan salah satu upaya untuk
mempersiapkan tenaga pengelola obat yang berkualitas agar tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
Khususnya di Puskesmas Wanasari Kabupaten Bekasi masalah
manajemen pemasukan dan pemakaian obat masih menjadi masalah yang
utama. Untuk itu perlu tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan yang ada
di Puskesmas Wanasari sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi
optimal dan bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah berupa
apakah sudah sesuai antara pemasukan dan pengeluaran obat yang ada di
Puskesmas Pembantu daerah Wanasari dengan sistem e-pustu (online)?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan Umum : Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di
Puskesmas Pembantu daerah Wanasari. Penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya penyesuaian dalam pendataan secara e-puskesmas
(online) tentang pemasukan dan pemakaian obat yang dipakai pada pelayanan
umum serta ketersediaan stok obat.
Tujuan Khusus : Sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker
untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian di Puskesmas sesuai landasan
hukum yang berlaku :Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan
1. Bab I pasal 1 Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.

2. Bab V pasal 42 Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka


menjaga mutu sediaan farmasi yang beredar.
3. Bab VI pasal 63 Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi,
distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota bertujuan sebagai bahan acuan bagi Dinas Kesehatan
Provinsi, Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan pelatihan pengelolaan
obat dan perbekalan kesehatan untuk meningkatkan kualitas tenaga pengelola
obat. Dengan meningkatnya kualitas tenaga pengelola obat dan perbekalan
kesehatan diharapkan ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat dan
perbekalan kesehatan, serta pelayanan kefarmasian yang bermutu dalam
rangka mewujudkan penggunaan obat yang rasional dapat tercapai.

1.4. Manfaat Kegiatan


Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
tentang kesesuaian dalam ketersediaan stok obat secara e-puskesmas (online)
dengan terapi obat-obatan yang akan di berikan di pelayanan umum
Puskesmas Pembantu daerah Wanasari. Sehingga obat yang akan diberikan
dapat sesuai dengan keadaan pasien saat itu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Farmasi


Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit.
Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection),
aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan
bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian
mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik
melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan,
maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau
menjual langsung kepada pemakai.
Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”, yang berarti
cantik atau elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun, dan
selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena itu
seorang ahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui hal
ihwal obat. Ia satu-satunya ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian
mengenai obat memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai semua
aspek kefarmasian seperti yang tercantum pada definisi di atas.

2.2. Perubahan Orientasi Farmasi


Mengikuti perkembangan zaman, telah terjadi pula perubahan
penekanan pada pengertian dan orientasi farmasi. Pada awalnya profesi
farmasi itu dikatakan merupakan seni (arts) dan pengetahuan (science). Hal
ini dapat dilihat pada buku teks yang digunakan di perguruan tinggi farmasi
pada awal pertengahan abad ke-20, yang antara lain berjudul “Scoville’s The
Art of Compounding “ (Seni Meracik Obat), dan “Recepteerkunde” (Ilmu
Resep) karangan van Duin, dan van der Wielen. Definisi obat menurut
Undang-Undang No. 7 Tahun 1960 tentang Farmasi : obat yang dibuat dari
bahan yang berasal dari binatang, tumbuh-tumbuhan, mineral, dan obat
sintetis.
Definisi ini lebih menekankan sumber atau asal diperolehnya obat.
Perkembangan farmasi setelah itu berorientasi pada teknologi seperti
tergambar oleh buku teks yang populer pada saat itu, dan masih digunakan
sampai sekarang : “ Pharmaceutical Technology” oleh Lachman. Dalam
Kebijaksanaan Obat Nasional (KONAS, 1980) : …… obat ialah bahan atau
paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi.
Definisi obat ini lebih ditekankan pada tujuan penggunaannya.
Perkembangan farmasi sangat dipengaruhi pula oleh perkembangan orientasi
di bidang kesehatan. “World Health Organization” (WHO) yang
beranggotakan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, pada tahun 80-an
mencanangkan semboyan “Health for All by the year 2000”, yang merupakan
tujuan sekaligus proses yang melibatkan seluruh negara untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakatnya, suatu derajat kesehatan yang
memungkinkan seluruh anggota masyarakat memperoleh kehidupan yang
produktif secara sosial maupun ekonomis. Semboyan tadi dirumuskan
melalui suatu konsep bernama “Primary Health Care” dalam konperensi
internasional di Alma Atta 1978, sehingga konsep itu dikenal dengan nama
Deklarasi Alma Atta. Deklarasi ini merupakan kunci dalam pencapaian tujuan
pengembangan sosio-ekonomi masyarakat dengan semangat persamaan hal
dan keadilan sosial. Perkembangan terakhir pengembangan di bidang
kesehatan pada milenium baru ini ialah konsep “Paradigma Sehat”.
Paradigma sehat, bukan paradigma sakit, berorientasi pada bagaimana
mempertahankan keadaan sehat, bukan menekankan pada manusia sakit yang
sudah menjadi tugas rutin bidang kesehatan. Jadi jelas perkembangan farmasi
yang menjadi bagian dari bidang kesehatan, juga harus mengikuti
perkembangan yang terjadi di bidang kesehatan.
The American Society of Colleges of Pharmacy (AACP)
mendefinisikan farmasi sebagai ”suatu sistem pengetahuan (knowledge
system) yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan (health service)”.
Memang agak sulit untuk mendefinisikan farmasi secara lengkap, yang bukan
saja melihatnya dari aspek asal atau sumber obat, atau tujuan pemakaian obat.
Pada Ekspose Perkembangan Ilmu Kesehatan oleh ISFI/IDI di Jakarta bulan
Maret 1986 oleh suatu Tim dari Institut Teknologi Bandung telah
dikemukakan definisi Farmasi sebagai berikut : Farmasi pada dasarnya
merupakan sistem pengetahaun (ilmu, teknologi dan sosial budaya) yang
mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan
dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan dan mengembangkan
pengetahuan tentang obat dalam arti dan dampak obat yang seluas-luasnya
serta efek dan pengaruh obat pada manusia dan hewan.Untuk menumbuhkan
kompetensi dalam sistem pengetahuan seperti diuraikan di atas, farmasi
menyaring dan menyerap pengetahuan yang relevan dari ilmu biologi, kimia,
fisika, matematika, perilaku dan teknologi; pengetahuan ini dikaji, diuji,
diorganisir, ditransformasi dan diterapkan. Sebagian besar kompetensi
farmasi ini diterjemahkan menjadi produk yang dikelola dan didistribusikan
secara profesional bagi yang membutuhkannya.
Pengetahuan farmasi disampaikan secara selektif kepada tenaga
profesional dalam bidang kesehatan dan kepada orang awam dan masyarakat
umum agar pengetahuan mengenai obat dan produk obat dapat memberikan
sumbangan nyata bagi kesehatan perorangan dan kesejahteraan umum
masyarakat tidak dapat disangkal bahwa sistem pengetahuan farmasi, karena
penerapannya untuk tujuan kesehatan, merupakan bagian yang berarti secara
kuantitatif maupun secara kualitatif dalam setiap upaya kesehatan.

2.3. Sejarah Perkembangan Farmasi


Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal
penggunaan obat tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional
(dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua profesi
sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi
kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang
membutuhkannya). Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M.
pada zaman kebudayaan Mesir dan Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk
tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain. Saat itu juga sudah
dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat. Pengetahuan
tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada
zaman Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar
ilmiah dalam pengobatan. Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios
atau Aesculapius (7 S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios
yang dililiti ular saat ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran),
sedangkan cawan atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang
kefarmasian.
Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya dilakukan
dalam biara, yang telah menghasilkan berbagai tulisan tentang obat dan
pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah itu, sampai saat ini
dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan. Perkembangan
kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan
terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9. Namun
demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di
Sisilia, Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal
(menurut undang-undang) mengatur pemisahan farmasi dari pengobatan.
Surat perintah yang kemudian dinamakan ”Magna Charta” dalam bidang
farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan sumpah,
untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan seni
meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. ”Magna Charta”
kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik
Apoteker Indonesia dan Sumpah Apoteker.

2.4. Pengelolaan Sumber Daya Farmasi Di Pelayanan Puskesmas


A. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
Puskesmas adalah apoteker (Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan). Kompetensi apoteker di Puskesmas sebagai berikut:
1. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang
bermutu
2. Mampu mengambil keputusan secara profesional
3. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal
maupun bahasa lokal
4. Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal,
sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date).
Sedangkan asisten apoteker hendaknya dapat membantu pekerjaan
apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut.
B. Prasarana dan Sarana
Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak
langsung mendukung pelayanan kefarmasian, sedangkan sarana adalah
suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan
pelayanan kefarmasian. Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian
di Puskesmas diperlukan prasarana dan sarana yang memadai disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas dengan memperhatikan luas
cakupan, ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka
kunjungan dan kepuasan pasien. Prasarana dan sarana yang harus dimiliki
Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian adalah
sebagai berikut :
1. Papan nama “apotek” atau “kamar obat” yang dapat terlihat jelas oleh
pasien
2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
3. Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan
gram dan miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat,
dan lain-lain
4. Tersedia tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam
upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat
brosur, leaflet, booklet dan majalah kesehatan.
5. Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk
pelayanan informasi obat. Antara lain Farmakope Indonesia edisi
terakhir, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO) dan Informasi Obat
Nasional Indonesia (IONI).
6. Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang
memadai.
7. Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk supositoria,
serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
8. Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer agar
pemasukan dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat,
dapat dipantau dengan baik.
9. Tempat penyerahan obat yang memadai, yang memungkinkan untuk
melakukan pelayanan informasi obat. Sediaan Farmasi dan Perbekalan
Kesehatan Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan
peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan kesehatan.
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan (Lihat pada
Buku Pedoman Obat Publik dan Perbekalan Obat di Puskesmas, Ditjen
Yanfar dan Alkes, 2004). Administrasi adalah rangkaian aktivitas
pencatatan, pelaporan, pengarsipan dalam rangka penatalaksanaan
pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah
dimonitor dan dievaluasi. Administrasi untuk sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan
kefarmasian, yaitu
a. Perencanaa : Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten atau
kota.
b. Penerimaan : Penyimpanan mengunakan kartu stok atau komputer-
Pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LP-LPO.
Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep
berdasarkan pasien (umum, miskin, asuransi), penyimpanan bendel
resep harian secara teratur selama 3 tahun dan pemusnahan resep
yang dilengkapi dengan berita acara.
c. Pengadministrasian termasuk juga untuk kesalahan pengobatan
(medication error), Monitoring Efek Samping Obat (MESO),
Medication Record.

2.5. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan Resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter
gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan
obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.Pelayanan resep
adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus
dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan
penyerahan obat kepada pasien. Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut :
A. Penerimaan Resep setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter,
nomor surat izin praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter,
tanggal, penulisan resep, nama obat, jumlah obat, cara penggunaan,
nama pasien, umur pasien, dan jenis kelamin pasien.
2. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis,
potensi, stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
3. Pertimbangkan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan
kesesuaian dosis.
4. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep
atau obatnya tidak tersedia.

B. Peracikan Obat Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai


berikut :
1. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
menggunakan alat, dengan memperhatikan nama obat, tanggal
kadaluwarsa dan keadaan fisik obat
2. Peracikan obat
3. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam atau oral dan etiket
warna biru untuk obat luar, serta menempelkan label “kocok dahulu”
pada sediaan obat dalam bentuk larutan d. Memasukkan obat ke dalam
wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga
mutu obat dan penggunaan yang salah.
C. Penyerahan Obat Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan
serta jenis dan jumlah obat.
2. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang
baik dan sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya kurang stabil.
3. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
d. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang
terkait dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan obat, dll.

2.6. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya
penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah
Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO),
Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta
buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan
atau brosur obat yang berisi :
1. Nama dagang obat jadi
2. Komposisi
3. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
4. Dosis pemakaian
5. Cara pemakaian
6. Khasiat atau kegunaan
7. Kontra indikasi (bila ada)
8. Tanggal kadaluarsa
9. Nomor ijin edar atau nomor registrasi
10. Nomor kode produksi
11. Nama dan alamat industri
Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :
1. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam
sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini
termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.
2. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus
dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.
3. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai
cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu
seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat
semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet
vagina. Berikut ini petunjuk mengenai cara penggunaan obat : Petunjuk
Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui mulut) adalah cara yang
paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Yang terbaik adalah
minum obat dengan segelas air. Ikuti petunjuk dari profesi pelayan
kesehatan (saat makan atau saat perut kosong) Minum obat saat makan
Minum obat sebelum makan Minum obat setelah makan. Obat dengan
kerja lama (long acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak boleh dipecah
atau dikunyah. Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah
diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah
tangga. Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh
dokter minta pilihan bentuk sediaan lain. Petunjuk Pemakaian obat oral
untuk bayi atau anak balita : Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas
dosisnya, gunakan sendok takar dalam kemasan obatnya. Segera berikan
minuman yang disukai anak setelah pemberian obat yang terasa tidak enak
atau pahit. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata, ujung alat penetes jangan
tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata) dan selalu ditutup rapat
setelah digunakan. Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan
yang tertera pada kemasan harus diikuti dengan benar cara penggunaan
adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak
mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva,
obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2
menit, jangan mengedip. Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2
menit. Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar
pada tangan. Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata ujung tube salep
jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata) Cara penggunaan
adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak
mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva,
tube salep mata ditekan hingga salep masuk dalam kantung konjungtiva
dan mata ditutup selama 1-2 menit. Mata digerakkan ke kiri-kanan, atas-
bawah. Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap dengan tissue
bersih (jangan dicuci dengan air hangat) dan wadah salep ditutup rapat.
Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada
tangan. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Hidung, hidung dibersihkan dan
kepala ditengadahkan bila penggunaan obat dilakukan sambil berdiri dan
duduk atau penderita cukup berbaring saja. Kemudian teteskan obat pada
lubang hidung dan biarkan selama beberapa menit agar obat dapat tersebar
dalam hidung. Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan
diantara dua paha. Setelah digunakan, alat penetes dibersihkan dengan air
panas dan keringkan dengan tissue bersih. Petunjuk Pemakaian Obat
Semprot Hidung, hidung dibersihkan dan kepala tetap tegak. Kemudian
obat disemprotkan ke dalam lubang hidung sambil menarik napas dengan
cepat. Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua
paha. Setelah digunakan, botol alat semprot dicuci dengan air hangat tetapi
jangan sampai air masuk ke dalam botol kemudian dikeringkan dengan
tissue bersih. Pemakaian Obat Tetes Telinga, ujung alat penetes jangan
menyentuh benda apapun termasuk telinga. Cuci tangan sebelum
menggunakan obat tetes telinga. Bersihkan bagian luar telinga dengan
cotton bud/kapas bertangkai pembersih telinga. Jika sediaan berupa
suspensi, sediaan harus dikocok terlebih dahulu. Cara penggunaan adalah
penderita berbaring miring dengan telinga yang akan ditetesi obat
menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga lurus sehingga mudah
ditetesi maka bagi penderita dewasa daun telinga ditarik ke atas dan ke
belakang, sedangkan bagi anak-anak daun telinga ditarik ke bawah dan ke
belakang. Kemudian obat diteteskan dan biarkan selama 5 menit.
Bersihkan ujung penetes dengan tissue bersih. Petunjuk pemakaian obat
supositoria cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan,
suppositoria dibasahi dengan air, tidak Untuk ditelan penderita berbaring
dengan posisi miring, dan suppositoria dimasukkan ke dalam rektum.
Masukan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria didorong
dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira ½ - 1
inchi pada bayi dan 1 inchi pada dewasa. Jika suppositoria terlalu lembek
untuk dapat dimasukkan, maka sebelum digunakan sediaan ditempatkan
dalam lemari pendingin selama 30 menit kemudian tempatkan pada air
mengalir sebelum kemasan dibuka. Setelah penggunaan suppositoria,
tangan penderita dicuci bersih. Petunjuk Pemakaian Obat Krim atau Salep
rektal, bersihkan dan keringkan daerah rektal, kemudian masukkan salep
atau krim secara perlahan ke dalam rektal. Cara lain adalah dengan
menggunakan aplikator. Caranya adalah aplikator dihubungkan dengan
wadah salep atau krim yang sudah dibuka, kemudian dimasukkan ke
dalam rektum dan sediaan ditekan sehingga salep atau krim keluar. Buka
aplikator dan cuci bersih dengan air hangat dan sabun. Setelah
penggunaan, tangan penderita dicuci bersih petunjuk. Pemakaian obat
vagina, cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator
sesuai dengan petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan harus
diikuti dengan benar. Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan
obat sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Penderita
berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan dengan menggunakan
aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin tanpa
dipaksakan dan biarkan selama beberapa waktu. Cara penggunaan
aplikator mengambil obat dengan aplikator. Setelah penggunaan, aplikator
dan tangan penderita dicuci bersih dengan sabun dan air hangat.
4. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan,
misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna,
air kencing berubah warna dan sebagainyae. Hal-hal lain yang mungkin
timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan obat lain atau
makanan tertentu, dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah
kalori, kehamilan, dan menyusui. Efek samping obat adalah setiap respons
obat yang merugikan dan tidak diharapkan serta terjadi karena penggunaan
obat dengan dosis atau takaran normal. Salah guna obat adalah
penggunaan bermacam-macam obat tetapi efeknya tidak sesuai, tidak
rasional, tidak tepat dan tidak efektif. Bahaya salah guna obat antara lain
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, pengeluaran untuk obat
menjadi lebih banyak atau pemborosan, tidak bermanfaat atau
menimbulkan ketagihan.
5. Cara penyimpanan obat Penyimpanan Obat secara Umum adalah :
a. Ikuti petunjuk penyimpanan pada label atau kemasan
b. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
c. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung.
d. Jangan menyimpan obat di tempat panas atau lembab.
e. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak
beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
f. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
g. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu lama.
h. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak.
Beberapa sistem yang umum dalam pengaturan obat :
a. Alfabetis berdasarkan nama generik obat disimpan berdasarkan urutan
alfabet nama generiknya. Saat menggunakan sistem ini, pelabelan harus
diubah ketika daftar obat esensial direvisi atau diperbaharui.
b. Kategori terapetik atau farmakologi obat disimpan berdasarkan indikasi
terapetik dan kelas farmakologinya.
c. Bentuk sediaan obat mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda,
seperti sirup, tablet, injeksi, salep atau krim. Dalam sistem ini, obat
disimpan berdasarkan bentuk sediaannya. Selanjutnya metode-metode
pengelompokan lain dapat digunakan untuk mengatur obat secara rinci.
d. Frekuensi penggunaan untuk obat yang sering digunakan (fast moving)
seharusnya disimpan pada ruangan yang dekat dengan tempat
penyiapan obat. Kondisi penyimpanan khusus beberapa obat perlu
disimpan pada tempat khusus untuk memudahkan pengawasan yaitu
obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan
dalam lemari khusus dan terkunci. obat-obat seperti vaksin dan
supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin untuk menjamin
stabilitas sediaan. Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton, eter
dan alkohol disimpan dalam lemari yang berventilasi baik, jauh dari
bahan yang mudah terbakar dan peralatan elektronik. Cairan ini
disimpan terpisah dari obat-obatan.

2.7. Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau
efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme
atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan
proses eliminasi obat.

A. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian
ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian
obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan
lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara
ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan
absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm,
diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh,
melalui jalurnya hingga masuk kedalam sirkulasi sistemik. Pada level
seluler obat di absorpsi melalui beberapa metode terutama transport aktif
dan transport pasif.

Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat

1. Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan
proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi
tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi
selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan
berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.

2. Transport Aktif
Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat
dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan
konsentrasi obat tinggi
3. Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya
sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level
pengobatan dalam tubuh.
a. Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
b. Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
c. Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained
frelease.
Faktor yang mempengaruhi penyerapan :
a. Aliran darah ke tempat absorpsi
b. Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
c. Waktu kontak permukaan absorpsi
d. Diperlambat Oleh Nyeri Dan Stress
Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan
saluran cerna, retensi gaster.
e. Makanan Tinggi Lemak
Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan
lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat
f. Faktor bentuk obat
Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained
release, dll)
g. Kombinasi dengan obat lain
Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau
memperlambat tergantung jenis obat. Obat yang diserap oleh usus
halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hepar
memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini
yang disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar dapat
menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga menurunkan jumlah
obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang
diberikan harus banyak.
B. Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik k
e jaringan dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah di absorpsi
tergantung beberapa factor :
1. Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ
berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah jantung, hepar, ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak dan otot lebih lambat.
2. Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
3. Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat
terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat
bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat
dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
C. Metabolisme
Metabolisme atau biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah
komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang
keluar tubuh.
1. Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:
a. Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;
b. Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan
bias dimetabolisme lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah
dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs). Metabolisme obat
terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum
(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain
(ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan
kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat
adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut
air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan
perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian
berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:
a. Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, penyakit
hepar seperti sirosis.
b. Pengaruh Gen
Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat
memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.
c. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya:
Rokok, Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera
d. Usia
Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa
vs orang tua.
D. Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh.
Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat
jugadapat dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara),
kulit dan taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi
dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui
ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi
glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan
pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi
obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar
bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas
anastetik umum (Gunawan, 2009).

Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:


1. Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari
obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh
adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi. Waktu paruh penting
diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
2. Onset, puncak, and durasi
Onset adalah waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa
kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat
Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka
konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi
puncak - puncak respon durasi, Durasi kerja adalah lama obat
menghasilkan suatu efek terapi.

2.8. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari
farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan
respons yang terjadi (Gunawan, 2009).
A. Mekanisme Kerja Obat
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya
pada sel organism. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan
perubahan dan biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut.
Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen di sebut agonis, obat
yang tidak mempunyai aktifitas intrinsic sehingga menimbulkan efek
dengan menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis.
B. Reseptor Obat
protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga
dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik.
Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik,
vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya
perubahan stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat
farmakologinya.
C. Transmisi Sinyal Biologis
Penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu
substansi ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang
spesifik. Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor
dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan
fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh
mekanisme homeostatic lain. Bila suatu sel di rangsang oleh agonisnya
secara terus-menerus maka akan terjadi desentisasi yang menyebabkan
efek perangsangan.
D. Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan
lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara
subtract dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.
E. Antagonisme Farmakodinamik
1. Antagonis fisiologik
Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang
berlainan.
2. Antagonisme pada reseptor
Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu
menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik
F. Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor
1. Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran
2. Perubahan sifat osmotic
3. Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas
filtrate glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal
dengan akibat terjadi efek diuretic
4. Perubahan sifat asam/basa. Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid
dalam menetralkan asam lambung.
5. Kerusakan nonspesifik. Artinya Zat perusak nonspesifik digunakan
sebagai antiseptik dan disinfektan, dan kontrasepsi.contohnya, detergen
merusak intregitas membrane lipoprotein.
6. Gangguan fungsi membrane. Anestetik umum yang mudah menguap
misalnya eter,, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan
melarut dalam lemak membrane sel di SSP sehingga eksitabilitasnya
menurun.
7. Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion. Kerja ini diperlihatkan oleh
kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+
bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb.
8. Masuk ke dalam komponen sel.
Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi
ke dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang
bekerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya : 6-merkaptopurin
atau anti mikroba lain.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian (Keilmuan)


Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu farmakologi khusus nya
dalam pelayanan farmasi puskesmas dengan aplikasi e-puskesmas.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


A. Tempat
Tempat dilakukannya penelitian adalah di Puskesmas Pembantu
Wanasari Kabupaten Bekasi
B. Waktu
Waktu penelitian ini dilaksanakan beberapa hari dengan
menggunakan data resep dan rekam medis pada tanggal 11 September
sampai 16 September 2017.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian ini mengunakan desain deskriptif analitik dengan tujuan
untuk mengetahui penyesuaian dalam penggunaan obat yang di resepkan pada
pelayanan umum dengan ketersediaan obat yang tersedia di farmasi dengan
menggunakan aplikasi e-puskesmas.

3.4. Populasi dan Sampel


A. Populasi Target
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah obat yang di
resepkan oleh dokter umum untuk ditebus oleh pasien dibagian farmasi di
Puskesmas Pembantu Wanasari dilihat dengan cara melihat resep obat.
B. Populasi Terjangkau
Pada penelitian ini populasi terjangkau yang digunakan adalah resep
yang terdapat di Puskesmas Pembantu Wanasari dilihat dari obat apa saja
yang diberikan lalu disesuaikan.
Alasan peneliti mengambil populasi pasien yang mendapat resep
obat di Puskemsas Pembantu Wanasari Kabupaten Bekasi adalah karena
ada nya ketidak sesuaian antara obat yang diresepkan dengan ketersediaan
stok obat yang ada.
C. Sampel Penelitian
1. Kriteria Inkluasi
Pasien yang mendapatkan resep obat pada tanggal 11 September sampai
16 September 2017
2. Kriteria Eksklusi
Resep obat dari luar
D. Cara Sampling
Sampel yang akan diambil berasal dari populasi penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
purposif sampling.
E. Besar Sampel
Semua populasi yang datanya diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi
dan eklusi.

3.5. Variabel Penelitian


Variabel penelitian merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi
perhatian dalam suatu penelitian. Adapun variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
A. Variabel Bebas
1. SDM yang kurang sehingga obat yang masuk tidak langsung diinput ke
e-pustu
2. Kurangnya pengetahuan dalam menginput data sehingga obat yang
masuk tidak langsung diinput ke e-pustu
3. Aplikasi e-pustu tidak aktif
4. Belum tersedianya komputer khusus dan internet sehinga petugas
kesulitan dalam menginput obat yang masuk ke e-puskesmas
5. Kurangnya sosialisasi/pengenalan penginputan data obat
6. Kesalahan dalam menginput data obat
7. Manajemen obat (pencatatan dan pelaporan) masih kurang baik
B. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesesuaian penulisan resep
obat dengan ketersediaan stok obat di farmasi.

3.6. Etika Penelitian


Proses penelitian ini telah melalui beberapa prosedur yang sebelumnya
telah disetujui oleh pihak Puskesmas Wanasari berdasarkan program dari
pihak Unit Kegiatan Masyarakat (UKM) dan mendapat persetujuan oleh
pembimbing Internsip di Puskesmas Wanasari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Masalah


Setiap Puskesmas pasti memiliki masalah dalam menjalankan program-
program demi tercapainya misi puskesmas. Banyak sekali masalah yang
berkaitan dengan manajemen obat yang menjadi permasalahan utama disetiap
puskemas. Begitu juga dengan puskesmas pembantu yang merupakan bagian
kecil dari puskesmas. Adapaun permasalahan yang ditemukan oleh penulis di
Puskesmas Pembantu Wanasari antara lain:
1. SDM yang kurang sehingga obat yang masuk tidak langsung diinput ke e-
pustu
2. Kurangnya pengetahuan dalam menginput data sehingga obat yang masuk
tidak langsung diinput ke e-pustu
3. Aplikasi e-pustu tidak aktif
4. Belum tersedianya komputer khusus dan internet sehinga petugas kesulitan
dalam menginput obat yang masuk ke e-puskesmas
5. Kurangnya sosialisasi/pengenalan penginputan data obat
6. Kesalahan dalam menginput data obat
7. Manajemen obat (pencatatan dan pelaporan) masih kurang baik

4.2. Prioritas Masalah


Dari masalah-masalah yang ditemukan tersebut terlebih dahulu akan
ditentukan prioritas masalahnya. Langkah awal yang diambil adalah
dengan menentukan prioritas dari Upaya Kesehatan Wajib dengan
menggunakan metode USG (Urgency, Seriuosness, Growth).
Definisi USG adalah suatu metode USG yang merupakan cara dalam
menetapkan urutan prioritas, dengan memperhatikan urgensinya,
keseriusannya, dan adanya kemungkinan berkembangnya masalah.
1. Urgency (urgensi), yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak, atau
tidak masalah tersebut diselesaikan.
2. Seriousness (keseriusan), yaitu melihat dampak masalah tersebut
terhadap produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan,
membahayakan sistem atau tidak.
3. Growth (berkembangnya masalah), yaitu apakah masalah tersebut
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit dicegah.
Tabel 4.1. Penilaian Kriteria Metode USG

KRITERIA
NILAI
URGENCY SERIOUSNESS GROWTH
5 Sangat urgen Sangat serius Sangat tumbuh
4 Cukup urgen Cukup serius Cukup
3 Urgen Serius Tumbuh
2 Kurang urgen Kurang serius Kurang tumbuh
Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang
1
urgen serius tumbuh

Langkah inti Pelaksanaan USG:


1. Penyusunanan Daftar Masalah
a. Setiap peserta pertemuan diminta mengemukakan masalah bagian
yang di wakilinya.
b. Pimpinan USG mengintruksikan kepada petugas pencatat untuk
mencatat setiap masalah.
2. Klarifikasi Masalah
a. Lakukan klarifikasi masalah yang telah diidentifikasi dalam rangka
menentukan prioritas masalah.
b. Setiap anggota diminta penjelasan (klarifikasi) maksud dari masalah
yang dikemukakannya.
c. Setelah diklarifikasi, maka tulis masalah hasil dari klarifikasi
tersebut.

3. Membandingkan antar masalah


a. Bandingkan masalah yang diperoleh, sebagai contoh masalah A
sampai C menurut kriteria urgensi, keseriusan, dan kemungkinan
berkembangnya masalah.
b. Tulis frekuensi kemunculan tiap masalah yang diperbandingkan,
frekuensi ini dianggap sebagai nilai atau skor masalah. Kemudian
jumlah skor yang diperoleh tiap masalah berdasarkan kriteria
urgency, seriousness, dan growth.
Tabel 4.2. Hasil Skoring USG berdasarkan Identifikasi Masalah

MASALAH URGENCY SERIOUSNESS GROWTH TOTAL RANKING


1 4 4 4 64 4
2 3 3 3 27 7
3 5 5 4 100 2
4 4 5 4 80 3
5 4 4 3 48 5
6 4 3 3 36 6
7 5 5 5 125 1

Keterangan daftar permasalahan:


1. SDM yang kurang sehingga obat yang masuk tidak langsung diinput ke
e-pustu
2. Kurangnya pengetahuan dalam menginput data sehingga obat yang
masuk tidak langsung diinput ke e-pustu
3. Aplikasi e-pustu tidak aktif
4. Belum tersedianya komputer khusus dan internet sehinga petugas
kesulitan dalam menginput obat yang masuk ke e-puskesmas
5. Kurangnya sosialisasi/pengenalan penginputan data obat
6. Kesalahan dalam menginput data obat
7. Manajemen obat (pencatatan dan pelaporan) masih kurang baik

Dengan menjumlahkan (U+S+G), nilai tertinggi ditetapkan sebagai


prioritas masalah. Dengan demikian kami menentukan prioritas masalah
yang kami dapatkan adalah Manajemen obat di Puskesmas Pembantu
Wanasari.

4.3. Analisis Penyebab Masalah dan alternatif pemecahan masalah


Tabel 4.3. Analisis penyebab masalah dan alternatif pemecahan masalah

berdasarkan prioritas masalah


Variabel Penyebab
NO. Faktor Alternatif Pemecahan Masalah
Penyebab Masalah
Penyebab
1. Man 1. Kuran 1. Menambah jumlah SDM
2. Selalu diingatkan dan
gnya SDM
2. Petug diberikan motifasi kepada
as menunda petugas
3. Manajemen obat harus baik
pekerjaan yang
dalam pencatatan dan
harusnya
diselesaikan hari permintaan obat yang habis
4. Selalu diingatkan dan
itu juga
3. Petug diberikan motifasi kepada
as memberikan petugas
obat yang kurang
dikarenakan stok
obat yang terbatas
4. Terka
dang petugas
hanya mencatat di
buku registrasi
pasien tetapi tidak
di Rekam Medis
2. Money 1.Kurangnya 1. Dise
anggaran terkait diakannya anggaran yang
pemenuhan cukup untuk memenuhi
fasilitas di Pustu fasilitas yang ada di Pustu
Wanasari Wanasari
mencakup
Komputer dan
Wifi
3. Material 1. Belum 1. Disediakanya buku
tersedianya buku pencatatan obat
pencatatan obat
4. Metode 1. Rekam Medis 2. Disediakannya Rekam Medis
belum untuk dokter terhadap pasien
sepenuhnya diiisi yang berobat
5. Market 1. Petugas 1. Menjalankan kembali e-
sepenuhnya puskes
belum paham
risiko bilamana
manajemen obat
pada e-puskes
tidak berjalan
6. Machine 1. Komputer khusus 1. Disediakannya komputer
Pustu belum khusus Pustu Wanasari
2. Disediakannya Wifi
tersedia
2. Wifi belum
tersedia
Hasil Observasi Kesesuaian pemberian obat yang ditulisakan di resep dengan obat yang diberikan kepada pasien
Senin, 11 Sepember 2017
No Nama Obat di resep Obat yang diberikan Kesesuaian
1 An. H Deksametason tab 0,5mg No IV Deksametason tab 0,5mg No IV 3x1/4tab Sesuai
3x1/4tab Hidrokorison Krim No I 2x
Hidrokorison Krim No I 2x
2 Tn. A Parasetamol 500mg tab No VI Parasetamol 500mg tab No VI Sesuai
Gg tab No VI Gg tab No VI
Deksametason 0,5mg tab No VI Deksametason 0,5mg tab No VI
Antasida tab No VI 3x1/2 ac Antasida tab No VI 3x1/2 ac
3 An. A Antasida tab No VI 3x1/2 ac Antasida tab No VI 3x1/2 ac Sesuai
Gg tab No VI 3x1/2 Gg tab No VI 3x1/2
Parasetamol Syr No I 3x1cth Parasetamol Syr No I 3x1cth
4 Ny. S Ibuprofen 200mg tab No IX 3x1 Ibuprofen 200mg tab No IX 3x1 Sesuai
Deksametason 0,5mg tab No X 3x1 Deksametason 0,5mg tab No X 3x1
Vitamin B1 tab No VI 2x1 Vitamin B1 tab No VI 2x1

Selasa, 12 Sepember 2017


No Nama Obat di resep Obat yang diberikan Kesesuaian
1 X Nifedipin 10mg tab No X 1x1 Nifedipin 10mg tab No X 1x1 Sesuai
Ranitidin tab No X 2x1 Ranitidin tab No X 2x1
Prednison tab 5mg No X 2x1 Prednison tab 5mg No X 2x1
2 X Parasetamol tab 500mg No X 3x1 Parasetamol tab 500mg No X 3x1 Sesuai
Antasida tab No X 3x1ac Antasida tab No X 3x1ac
Vit B6 tab No VI 2x1 Vit B6 tab No VI 2x1
3 Ny. A Nifedipin tan 10mg No IV 1x1 Nifedipin tan 10mg No IV 1x1 Sesuai
Parasetamol tab 500mg No VI Parasetamol tab 500mg No VI
Gg tab No VI 3x1 Gg tab No VI 3x1
Antasida tab No VI 3x1ac Antasida tab No VI 3x1ac
4 An. M F Parasetamol Syr No I 3x1 cth Parasetamol Syr No I 3x1 cth Sesuai
Gg tab No VI 3x1/4 Gg tab No VI 3x1/4
Vit B Complex tab No VI 3x1/4 Vit B Complex tab No VI 3x1/4
5 X Parasetamol tab 500 mg No X 3x1 Parasetamol tab 500 mg No X 3x1 Sesuai
Amlodipin 5mg tab No VI 1x1 Amlodipin 5mg tab No VI 1x1
Kalk tab No X 2x1 Kalk tab No X 2x1
Deksametason 0,5mg tab No X 3x1 Deksametason 0,5mg tab No X 3x1
6 X Ibuprofen tab 200mg No IX 3x1 Ibuprofen tab 200mg No IX 3x1 Sesuai
Kalk tab N VI 2x1 Kalk tab N VI 2x1
7 X Parasetamol Syr No I 3x1cth Parasetamol Syr No I 3x1cth Sesuai
Vit B Complex 1x1/4 Vit B Complex 1x1/4
8 An. P Gg tab No II Gg tab No II Sesuai
Ctm tab No II Ctm tab No II
B6 tab No II B6 tab No II
3x1 pulv No X 3x1 pulv No X
Parasetamol Syr No I 3x1 cth Parasetamol Syr No I 3x1 cth
9 Ny. D Parasetamol tab 500mg No X 3x1 Parasetamol tab 500mg No X 3x1 Sesuai
Antasida tab No X 3x1ac Antasida tab No X 3x1ac
B6 tab No VI 2x1 B6 tab No VI 2x1
Rabu, 13 Sepember 2017
No Nama Obat di resep Obat yang diberikan Kesesuaian
1 X Parasetamol Syr No I 3x1/2cth Parasetamol Syr No I 3x1/2cth Sesuai
GG tab No I GG tab No I
Ctm tab No I Ctm tab No I
Vit B Complex tab No I Vit B Complex tab No I
3x1pulv No X 3x1pulv No X
2 X GG tab No VI 3x1 GG tab No VI 3x1 Sesuai
Deksametason 0,5mg tab No X 3x1 Deksametason 0,5mg tab No X 3x1
Antasida tab No X 3x1ac Antasida tab No X 3x1ac
3 X Amoksisilin 500mg tab No X 3x1pc Amoksisilin 500mg tab No X 3x1pc Sesuai
Deksametason 0,5mg tab No X 3x1 Deksametason 0,5mg tab No X 3x1
Gg tab No X 3x1 Gg tab No X 3x1
Vit B Complex tab No VI 2x1 Vit B Complex tab No VI 2x1
4 Ny. V Deksametason tab 0,5mg No X 3x1 Deksametason tab 0,5mg No X 3x1 Sesuai
Parasetamol tab 500mg No X 3x1 Parasetamol tab 500mg No X 3x1
Kalk No VI 1x1 Kalk No VI 1x1
Hidrokortison salep No I 2x1 Hidrokortison salep No I 2x1
5 Ny. S W Antasida tab No X 3x1ac Antasida tab No X 3x1ac Sesuai
Parasetamol tab 500mg No X 3x1 Parasetamol tab 500mg No X 3x1
Vit B Complex No VI 2x1 Vit B Complex No VI 2x1
6 Ny. S Nifedipin 10mg No IV 1x1 Nifedipin 10mg No IV 1x1 Sesuai
Deksametason 0,5mg No X 3x1 Deksametason 0,5mg No X 3x1
Kalk No VI 2x1 Kalk No VI 2x1
Bedak Salisil No I 2x1 Bedak Salisil No I 2x1
Kamis, 14 Sepember 2017
No Nama Obat di resep Obat yang diberikan Kesesuaian
1 X Parasetamol 500mg tab No III Parasetamol 500mg tab No III Sesuai
Gg tab No III Gg tab No III
Vit B Complex No III Vit B Complex No III
3x1pulv No X 3x1pulv No X
2 Ny. S Nifedipin tab 10mg No IV 1x1 Nifedipin tab 10mg No IV 1x1 Sesuai
Antalgin tab 500 No VI 2x1 Antalgin tab 500 No VI 2x1
Kalk No VI 1x1 Kalk No VI 1x1
3 Ny. A Deksametason 0,5mg tab No VI 3x1/2 Deksametason 0,5mg tab No VI 3x1/2 Sesuai
Bedak Salisil No I 2x1 Bedak Salisil No I 2x1
Jumat, 15 Sepember 2017
No Nama Obat di resep Obat yang diberikan Kesesuaian
1 X Parasetamol tab 500mg No VI 3x1/2 Parasetamol tab 500mg No VI 3x1/2 Sesuai
Gg tab No VI 3x1/2 Gg tab No VI 3x1/2
Vit B Complex tab No VI 2x1/2 Vit B Complex tab No VI 2x1/2
2 X Parasetamol tab No VI 3x1/2 Parasetamol tab No VI 3x1/2 Sesuai
Prednison tab No VI 3x1/2 Prednison tab No VI 3x1/2
Vit B Complex No VI 2x1/2 Vit B Complex No VI 2x1/2
3 Ny. R Parasetamol tab No VI 3x1 Parasetamol tab No VI 3x1 Sesuai
Prednison tab No VI 3x1 Prednison tab No VI 3x1
Salep 24 No I 2x1 Salep 24 No I 2x1
Bedak Salisil No I 2x1 Bedak Salisil No I 2x1
4 An. A A Prednison 5mg tab No II Prednison 5mg tab No II Sesuai
Parasetamol 500mg tab No II Parasetamol 500mg tab No II
Vit B Complex tab No II Vit B Complex tab No II
No X No X
5 Ny. S A Ibuprofen tab 200mg No VI 2x1 Ibuprofen tab 200mg No VI 2x1 Sesuai
Gg tab No VI 3x1 Gg tab No VI 3x1
Atasida tab No VI 3x1ac Atasida tab No VI 3x1ac
6 X Deksametason 0,5mg No X 3x1 Deksametason 0,5mg No X 3x1 Sesuai
Ibuprofen tab 200mg no IX Ibuprofen tab 200mg no IX
Kalk tab No VI 2x1 Kalk tab No VI 2x1
Ranitidin tab No VI 2x1ac Ranitidin tab No VI 2x1ac
7 X Antasida tab No VI 3x1 ac Antasida tab No VI 3x1 ac Sesuai
Parasetamol tab No VI 3x1 Parasetamol tab No VI 3x1
Vit B6 No VI 2x1 Vit B6 No VI 2x1
8 Ny. V Prednison 5mg tab No VI 3x1 Prednison 5mg tab No VI 3x1 Sesuai
Gg tab No VI 3x1 Gg tab No VI 3x1
Vit B Complex tab No VI 2x1 Vit B Complex tab No VI 2x1
9 An. Z Parasetamol 500mg No III Parasetamol 500mg No III Sesuai
Gg tab No III Gg tab No III
Prednison tab No III Prednison tab No III
Vit B Complex tab No III Vit B Complex tab No III
3x1pulv No X 3x1pulv No X
Sabtu, 16 Sepember 2017
No Nama Obat di resep Obat yang diberikan Kesesuaian
1 Ny. S Nifedipin 10mg No IV 1x1 Nifedipin 10mg No IV 1x1 Sesuai
Ibuprofen tab 200mg No IX 3x1 Ibuprofen tab 200mg No IX 3x1
Ranitidin tab No VI 2x1ac Ranitidin tab No VI 2x1ac
FISH BONE

1. Kurangnya SDM
MONEY 2. Petugas menunda pekerjaan yang harusnya diselesaikan

Kurangnya anggaran hari itu juga


terkait pemenuhan 3. Petugas memberikan obat yang kurang dikarenakan stok
fasilitas di Pustu obat yang terbatas
Wanasari mencakup MAN 4. Terkadang petugas hanya mencatat di buku registrasi
Komputer dan Wifi pasien tetapi tidak di Rekam Medis
MATERIAL

Belum tersedianya buku pencatatan obat


Manajemen Obat
di Puskesmas
Pembantu
Wanasari

MACHINE MARKET METHODE

1. Komputer khusus Petugas sepenuhnya Rekam Medis belum


Pustu belum belum paham risiko sepenuhnya diiisi
bilamana manajemen
tersedia
obat pada e-puskes
2. Wifi belum tidak berjalan
tersedia
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan dari hasil analis masalah yang ada di
Puskesmas Pembantu Wanasari mengenai kesesuaian pemberian obat yang
diresep dan yang diberikan kepada pasien sudah sepenuhnya sesuai akan
tetapi selain hal tersebut terdapat beberapa masalah yang ada di Pustu
Wanasari yang bisa memepengaruhi kualitas pelayanan diantaranya yang
menjadi fokus perhatian adalah mengenai Manajemen obat (LPLPO) , buku
pencatatan obat, dan sitem aplikasi e-pustu yang belum aktif.

5.2. Saran
Berdasarkan kesimpuan yang didapat dari penelitian mengenai analisis
manajemen obat di Puskesmas Pembantu Wanasari, penulis memiliki
beberapa saran yang bisa mendukung manajemen obat di Pustu Wanasari bisa
berjalan dengan baik diantaranya :
1. Petugas Puskesmas Pembantu harus berperan aktif dalam membatu
manajemen obat yang ada di Puskesmas
2. Menambah SDM yang diperlukan sehingga manajemen obat tidak terlalu
berat untuk dijalankan
3. Diaktifkannya kembali e-pustu yang di tunjang dengan fasilitas yang
menunjang seperti komputer dan wifi
4. Membuat buku pencatatan obat setiap hari sehingga stok obat terpantau
LAMPIRAN KEGIATAN MINI PROJEK

Anda mungkin juga menyukai