Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beraga, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan
prevalensinya semakin meningkt dan sudah merupakan masalah kesehatan global.1
Di negara-negara barat CKD merupakan sebuah epidemi dengan angka
pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir
terjadi peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal
yang memerlukan terapi pengganti ginjal Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium
awal juga turut mengalami peningkatatan. Diperkirakan satu dari sembilan orang
Amerika Serikat mengidap CKD dan sebagian besar tidak menyadari hal ini.2
Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas
CKD meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen
secara paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas
60 tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat
keluarga yang menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang,
penggunaan obat nefrotoksik berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak
dengan bahan kimia yang berulang.2
Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan
penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal
ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum waktunya.2
CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim
medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini.
Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang
memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta
diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.2

BAB 2
LAPORAN KASUS

1
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : IMS
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SD
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bangli
Tanggal MRS : 14 September 2012
Tanggal Pemeriksaan : 21 September 2012

2.2 ANAMNESIS Keluhan utama :Sesak Nafas


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Bangli, dengan keluhan utama sesak
nafas. Sesak nafas mulai dirasakan pasien sejak satu minggu SMRS (7
September 2012). Keluhan muncul secara mendadak saat pasien bangun tidur,
bertahan sepanjang hari, dan tidak disertai suara ngik-ngik. Keluhan akan
semakin memberat dalam posisi tidur, dan sedikit membaik bila pasien duduk
bersandar. Sesak nafas juga dirasakan bertambah berat saat pasien beraktivitas,
sehingga selama keluhan muncul pasien hanya terbaring di tempat tidur.
Pasien juga mengalami batuk yang timbul bersamaan dengan keluhan sesak
nafas. Batuk muncul terus menerus sepanjang hari, berisi dahak yang berwarna
putih dan kadang-kadang berbuih. Batuk dirasakan bertambah berat bila pasien
sedang sesak dan agak membaik setelah keluhan sesak berkurang. Batuk tidak
disertai dengan panas badan maupun berkeringat malam hari.
Tiga hari SMRS (10/9/2012), pasien mengalami muntah dengan frekuensi
3-4 kali/hari.Volume tiap kali muntah ± ¼ gelas air mineral, berisi makanan
yang pasien makan sebelumnya dan tidak berisi darah. Muntah selalu didahului

2
rasa mual, yang muncul beberapa saat setelah pasien makan atau minum
sesuatu.
Sembilan hari sebelum pasien MRS, pasien mengeluh kedua kakinya
bengkak. Kedua kaki tersebut bengkak secara bersamaan, disadari pertama kali
saat pasien baru bangun tidur. Bengkak pada kedua kaki tidak disertai oleh rasa
nyeri maupun kesemutan, hanya saja kedua kakinya dirasakan pasien lebih
lemah bila digunakan untuk berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang
dengan beristirahat maupun dengan pemberian minyak urut.
Semenjak timbulnya keluhan-keluhan diatas, pasien merasa badannya
lemah seperti tidak bertenaga. Lemah dirasakan sepanjang hari, hingga
membuat pasien lebih banyak berbaring di tempat tidur.Nafsu makan dikatakan
pasien menurun.Selama sakit, pasien hanya mau makan beberapa sendok bubur,
dan kadang kadang makanan tersebut dimuntahkan kembali oleh pasien.
Pasien mengaku tidak mengalami panas badan baik sebelum maupun selama
munculnya keluhan-keluhan diatas. Pasien juga tidak pernah mengalami nyeri
pada pinggang belakang yang menjalar ke depan hingga ke lipat paha. BAB
tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi dan konsistensi. Adanya BAB
yang mengandung darah atau BAB kehitaman disangkal oleh pasien. BAK juga
tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi, volume dan warna kencing.
Pasien mengaku kencing > 3x sepanjang hari tersebut. Pasien juga menyangkal
adanya kencing yang berwarna merah atau berbuih, nyeri saat kencing maupun
kencing yang berisi batu juga disangkal oleh pasien.
Saat pasien diperiksa, keluhan sesak nafas sudah agak berkurang, namun
pasien masih menggunakan 2 bantal saat tidur. Pasien sudah tidak batuk
maupun muntah. Kedua kaki masih bengkak, namun sudah berkurang jika
dibandingkan dengan saat pasien baru MRS. Badan masih dirasakan lemah oleh
pasien, akan tetapi nafsu makan sudah meningkat dibandingkan saat pasien baru
MRS. BAB normal dengan produksi kencing dikatakan sekitar satu botol air
mineral sedang, dengan warna kuning agak pekat dan tidak berbuih.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya,
dan ini merupakan kali pertama pasien dirawat di Rumah Sakit. Pasien mengaku
dirinya memang memiliki riwayat penyakit batu ginjal (pada ginjal kiri) sejak
10 tahun yang lalu, namun pasien menolak melakukan operasi karena lebih
memilih mengkonsumsi ramuan herbal yang dibuat sendiri di rumah. Selama
mengkonsumsi ramuan tersebut, sejumlah batu di ginjalnya telah keluar
beberapa kali saat pasien kencing.Satu bulan yang lalu adalah kali terakhir
kencingnya mengeluarkan batu.
Akibat penyakit batu ginjal tersebut, pasien pernah beberapa kali mengalami
nyeri pinggang kiri bagian belakang yang menjalar ke depan hingga
selangkangan, yang disertai panas badan. Akan tetapi keluhan-keluhan tersebut
tidak sampai membuat pasien harus dirawat di rumah sakit.
Pasien menetahui dirinya menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, dan
mendapat pengobatan captopril 2 x 1 tablet sehari. Akan tetapi pasien tidak rutin
minum obat. Pasien hanya minum obat bila merasa kepalanya pusing atau
tengkuknya sakit.
Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung serta asma
disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma pada kedua ginjal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit ginjal, hipertensi, jantung,
asma, maupun diabetes mellitus.

Riwayat Sosial dan Personal


Sehari-hari pasien berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional di desanya.
Aktivitas keseharian pasien kebanyakan dalam posisi duduk saat melayani
pembeli. Pasien mengaku jarang meluangkan waktu secara khusus untuk
berolahraga. Pasien tidak merokok maupun minum minuman beralkohol.

4
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-Tanda Vital:
Keadaan Umum : Kesan sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
VAS : 0/10
Tekanan darah : 160/100
Nadi : 89 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 20 kali/menit, regular
Suhu aksila : 36,7oC
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 70 kg
BMI : 24,22 kg/m2

b. Pemeriksaan Umum:
Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterus -/-, refleks pupil +/+
isokor, edema palpebra -/-

THT :
Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-
Hidung : sekret (-), hiperemis (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
Lidah : papil atrofi (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher : JVP PR + 2 cmH2O


Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks :
Cor : Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi : tidak teraba iktus kordis

5
Perkusi : batas atas jantung : ICS II kiri
batas kanan jantung : PSL kanan
batas kiri jantung : MCL kiri
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi dinding dada (-)


Palpasi : vokal fremitus Normal/Normal
Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor

Auskultasi : vesikuler + + , ronki - - wheezing -


- + + - - - -
+ + + - - -

Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
tidak teraba balotement
nyeri ketok sudut costo vertebral -/-
Perkusi : timpani

Ekstremitas : hangat , edema

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Darah Lengkap (14/9/2012)


Parameter Result Unit Remark Reference
Range

6
WBC 8,30 103/μL 4,1 – 10,9
Neu 4,35 (76,40%) 103/μL 2,5 – 7,5
Ly 1,26 (15,20%) 103/μL 1,0 – 4,0
Mo 0,40 (4,90%) 103/μL 0,1 – 1,2
Eo 0,20 (2,73%) 103/μL 0,0 – 0,5
Ba 0,10 (0,73%) 103/μL 0,0 – 0,1
RBC 3,41 106/μL Rendah 4,50 – 5,90
HGB 9,40 g/dL Rendah 13,50 – 17,50
HCT 31,20 % Rendah 41,0 – 53,0
MCV 91,50 fL 80,0 – 100,0
MCH 27,70 Pg 26,0 – 34,0
MCHC 30,20 g/dL Rendah 31,0 – 36,0
RDW 14,40 % 11,0 – 14,8
PLT 126,40 103/μL Rendah 150,00 - 440,00
MPV 7,39 Fl 6.80-10.00
Interpretasi:
- Anemia ringan normokromik-normositer

b. Kimia Klinik (14/9/2012)


Parameter Result Unit Remark Referenge Range

SGOT -10,10 U/L Rendah 3,40 - 4,60


SGPT 16,20 U/L 8,00 – 23,00
BUN 88,00 mg/dL Tinggi 0,70-1,20
Creatinine 16,63 mg/dL Tinggi 136,00 - 145,00
GDS 122,00 mg/dL 3,50-5,10
Interpretasi:
-
Azotem
ia -

7
5,03
ml/menit/1,73
m2

c. Analisis Gas Darah (14/9/2012)


Parameter Result Unit Remark Reference Range

pH 7,32 Rendah 7,35-7,45


PCO2 21,00 mmHg Rendah 35,00-45,00
PO2 147,00 mmHg Tinggi 80,00-100,00
HCO3 10,60 mmol/L Rendah 22,00-26,00
TCO2 11,40 mmol/L Rendah 24,00-30,00
BEecf -15,30 mmol/L Rendah -2,00-2,00
SO2C 99,00 % 95,00-100,00
Natrium 136,00 mmol/L Rendah 136,00-145,00
Kalium 4,30 mmol/L 3,5-5,1
Interpretasi:
- Asidosis Metabolik terkompensasi parsial (Alkalosis Respiratorik)

d. Urinalisis (14/9/2012)
Parameter Result Unit Remark Reference Range

pH 6,00 - 5-8
Leukosit 25,00 Leu/uL +1 Negatif
Nitrit Negatif - Negatif
Protein 500,00 mg/dl +4 Negatif
Glukosa 50,00 mg/dl +1 Normal
Keton Negatif mg/dl Negatif
Urobilinogonen Normal mg/dl 1 mg/dl
Bilirubin Negatif mg/dl Negatif
Eritrosit 150,00 Ery/uL +4 Negatif

8
Specific gravity 1,015 - 1,005-1,020
Warna p.yel - p.yel-yel
SEDIMEN URINE
Leukosit 5-7 /lp < 6/lp
Eritrosit 0-1 /lp <3/lp
Sel Epitel - - -
Gepeng 1-2 /lp -

Lain-lain Bakteri (+) /lp -

Interpretasi:
- Leukosuria
- Proteinuria
- Glukosuria
- Haematuria

e. Foto Thorax AP(14/9/2012)

9
• Cor : kesan membesar dengan kalsifikasi aortic knob
• Pulmo : tampak perivascular haziness (+) dengan garis
kerley B di kedua paru
• Sinus pleura : kanan dan kiri tajam
• Diafragma : kanan dan kiri normal
• Tulang-tulang : tak tampak kelainan Kesan :
Kardiomegali dengan edema pulmonum

f. BOF (14/9/2012)

• Tampak bayangan radiopaque multiple yang terproyeksi setinggi


VL 1-5, sisi kiri dan di cavum pelvis kanan bawah
• Kontur ginjal kanan dan kiri tak tampak jelas
• Psoas line kanan dan kiri tak tampak jelas
• Distribusi gas usus normal bercampur fecal material
• Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar

10
• Tampak osteophyte VL 1-5, pedicle dan spatium intervertebralis baik
Kesan :
- Suspek batu opaque ureter kiri 1/3 distal - Suspek batu
opaque buli-buli - Spondylosis lumbalis

g. EKG(14/9/2012)

Interpretasi:
- Normal Sinus Rythm
- HR 110 x/menit
- Axis deviasi ke kiri
- Gelombang P normal
- PR Interval normal
- QRS kompleks normal (RV5+ SV2< 35 mm) - ST change (-).
- Gelombang T abnormal (-)
Kesan: Sinus Takhikardia

2.5 DIAGNOSIS KERJA


• CKD stage V et causa suspek PNC
- Hipertensi Stage II
- Uremic Lung

11
- Anemia ringan normokromik normositer on CKD
- Suspek Batu Ureter 1/3 Distal Sinistra
- Suspek Batu Buli-Buli
• Kardiomegali et causa suspek HHD

2.6 TERAPI
• MRS
• IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
• Captopril 3 x 50 mg
• Amlodipin 1 x 10 mg
• Asam folat 2 x 2 mg
• CaCO3 3 x 500 mg
• Diet tinggi kalori 35 kkal/kgBB/hari (2450 kkal/hari), rendah protein 0,8
gr/kgBB/hari (56 gram/hari), rendah garam 100 mEq/hari (230 mg/hari)
• Transfusi PRC sampai Hemoglobin ≥ 10 gr/dL
• Hemodialisis Cito

2.7 RENCANA KERJA


• Rencana Pemeriksaan Penunjang :
- Urinalisis
- Serum Iron/TIBC/ Feritin
- USG Abdomen
• Rencana Konsultasi :
- Konsultasi bagian urologi
- Konsultasi bagian kardiologi

2.8 MONITORING
• Keluhan dan tanda vital
• Balance cairan
• Darah Lengkap
• Kimia Klinik (SGOT, SGPT, Albumin, Bun, Kreatinin)
• AGD Elektrolit

12
2.9 PROGNOSIS
• Ad Vitam : dubius ad malam
• Ad Fungsionam : dubius ad malam
2.10 KIE
• Keadaan pasien saat ini dan rencana penatalaksanaan
• Rencana tindakan hemodialisis sebagai terapi pengganti ginjal pasien yang
sudah rusak.
• Upaya mencegah perburukan kondisi ginjal secara cepat dengan pengaturan
diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam.
• Pentingnya kepatuhan pengobatan penyakit dasar maupun komplikasi CKD.

13
BAB 3
PEMBAHASAN

The NationalKidney Foundation- Kidney Dialysis Outcome Quality Iniatiative


(NKF-K/DOQI) mendefinisikan CKD sebagai (1) kerusakan ginjal yang terjadi
selama tiga bulan atau lebih, berupa kelainan struktural atau fungsional ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi
kelainan patologis atau petanda (marker) kerusakan ginjal , termasuk kelainan
dalam komposisi darah maupun urin, atau kelainan dalam tes pencitraan ; atau (2)
LFG < 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal. Berdasarkan derajat penyakit, yang ditentukan dari nilai laju
filtrasi glomerulus, maka NKF-K/DOQI merekomendasikan klasifikasi CKD
menjadi 5 stadium. Menurut klasifikasi ini, CKD stage V ditegakkan bila nilai LFG
< 15 ml/menit/1,73 m2.3
Gejala klinik yang ditunjukkan oleh penderita CKD meliputi: (1) sesuai
dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurisemi, Lupus Eritematosus Sistemik dan
lain sebagainya. (2) gejala-gejala Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
(3) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida).4
Pada kasus ini, pasien laki-laki, 54 tahun, mengeluh sesak nafas sejak 1
minggu SMRS, yang bertambah berat bila pasien berbaring atau beraktivitas,
namun agak membaik dengan perubahan posisi dan beristirahat. Pasien juga
mengeluh batuk yang muncul bersamaan dengan keluhan sesak, berisi dahak yang
berwarna putih dan kadang-kadang berbuih. Pasien juga mengalami muntah yang
didahului rasa mual, muncul beberapa saat setelah pasien makan atau minum
sesuatu. Pasien mengeluh kedua kakinya bengkak secara bersamaan. Semenjak
timbulnya keluhan-keluhan diatas, pasien merasa badannya lemah seperti tidak

14
bertenaga. Lemah dirasakan sepanjang hari, hingga membuat pasien lebih banyak
berbaring di tempat tidur.
Dalam kepustakaan disebutkan bahwa penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia th. 2000 meliputi: Glomerulonefritis (46,39%),
Diabetes melitus (18,65%), Obstruksi dan infeksi (12,85%), Hipertensi (8,46%),
Sebab lain (13,65%).4
Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat penyakit batu ginjal (pada ginjal
kiri) sejak 10 tahun yang lalu, namun tidak dilakukan oerasi, karena pasien menolak
tindakan operasi. Pasien juga mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang
lalu, dan telah mendapatkan pengobatan captopril 2 x 1 tablet sehari. Akan tetapi
pasien tidak rutin minum obat. Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus,
penyakit jantung serta asma disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma pada
kedua ginjal.
Gambaran laboratorium CKD meliputi: (1) sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya; (2) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum serta penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault; (3) kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar
hemoglobin (anemia), peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,
hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik dan (4) kelainan urinalisis yang meliputi proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast, isostenuria.4
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasu ini, dijumpai adanya
anemia ringan normokromik normositer (hemoglobin 9,40 g/dl, MCV 91,50 fL,
MCH 27,70 Pg) dan trombositopenia (126,40 x 103/μL). Pada pemeriksaan kimia
klinik ditemukan adanya peningkatan kadar BUN (88 mg/dl), peningkatan kreatinin
(16,63 mg/dl) dan penurunan LFG (5,03 ml/menit/1,73 m2). Pada pemeriksaan
analisis gas darah ditemukan adanya asidosis metabolik terkompensasi parsial (pH
7,32, PCO2 21,00 mmHg, PO2 147,00 mmHg, HCO3 10,60 mmol/L, BEecf -15,30
mmol/L) dan hiponatremia (136,00 mmol/L). Pada pemeriksaan urinalisis
ditemukan leukosuria (25,00 Leu/uL), proteinuria (500,00 mg/dl), glukosuria
(50,00 mg/dl) dan haematuria (150,00 Ery/uL).

15
Pemeriksaan radiologis pada CKD meliputi foto polos abdomen, pielografi
intravena, ultrasonografi, serta renografi. Pada foto polos abdomen bisa tampak
adanya batu radioopak. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras
sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi. Ultrasonografi
ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Sedangkan
pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.4
Pada kasus ini, telah dilakukan pemeriksaan foto polos (BOF) abdomen dan
didapatkan kesan adanya batu radiopaque di ureter kiri 1/3 distal, dan batu
radiopaque di buli-buli. Untuk mendapatkan pencitraan ginjal yang lebih spesifik,
maka pada pasien ini juga direncanakan pemeriksaan ultrasonografi abdomen. Pada
pasien juga dilakukan pemeriksaan foto thorax AP, dan didapatkan kesan adanya
kardiomegali dengan edema pulmonum.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka
pasien ini didiagnosis dengan CKD Stage V karena secara klinis dijumpai 3
gejala/tanda klasik CKD yaitu edema, anemia, dan hipertensi, ditambah penurunan
fungsi ginjal yang ditandai dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m2. Kausa PNC dipilih
karena pasien memiliki riwayat batu saluran kencing yang dikuatkan oleh bukti
radiologis.
Penatalaksanaan CKD meliputi: (1) terapi spesifik terhadap penyakit
dasarnya, (2) pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (faktor komorbid
tersebut antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya), (3) memperlambat perburukan fungsi
ginjal (restriksi protein dan terapi farmakologis),(4) pencegahan dan terapi terhadap
penyakit kardiovaskular (pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit), (5) pencegahan dan terapi terhadap komplikasi (anemia, osteodistrofi
renal, pembatasan cairan dan elektrolit) dan (6) terapi pengganti ginjal berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.4

16
Terapi pengganti ginjal merupakan terapi definitif pada CKD stadium V.
Terapi pengganti ginjal tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis, dan
transplantasi ginjal. Hemodialisis emergensi adalah salah satu pilihan hemodialisis
yang dikerjakan pada pasien-pasien CKD dengan LFG < 5 ml/menit/1,73 m2 dan
atau bila ditemukan salah satu dari keadaan berikut: (1) adanya keadaan umum yang
buruk dan kondisi klinis yang nyata, (2) serum kalium > 6 meq/L, (3) ureum darah
> 200 mg/dL,(4) pH darah < 7,1, (5) anuria berkepanjangan (> 5 hari), (6) serta
adanya bukti fluid overload.4
Pada kasus ini, karena pasien menderita CKD stage V, maka telah terjadi
kegagalan fungsi ginjal yang didukung dengan GFR 5,03 mL/min/1,73 m2.
Sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal
berupa hemodialisis. Hemodialisis emergensi dipilih pada pasien ini karena
dijumpai adanya uremic lung yang merupakan salah satu petanda terjadinya fluid
overload. Selanjutnya pasien menjalani Hemodialisis regular 2x seminggu.
Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi penunjang
lainnya, yang disesuaikan dengan keadaan klinis pasien, meliputi: IVFD NaCl
0,9% 8 tpm, captopril 3 x 50 mg, amlodipine 1 x 10 mg, asam folat 2 x 2 mg,
CaCO3 3x500 mg , transfusi PRC hingga Hb ≥ 10 gr/dL, diet tinggi kalori 35
kkal/kgBB/hari (2450 kkal/hari), rendah protein 0,8 gr/kgBB/hari (56 gram/hari),
rendah garam 100 mEq/hari (230 mg/hari). Adapun dasar pemberian terapi
tambahan tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.
Anemia terjadi pada 80-90% pasien CKD. Mekanisme terjadinya anemia
pada CKD terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin akibat menurunnya
fungsi ginjal. Hal-hal yang lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah:
defisiensi besi, kehilangan darah (misalnya akibat perdarahan saluran cerna atau
hematuria), massa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses
inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar
hemoglobin ≤ 10 gr % atau HCT ≤ 30% yang meliputi evaluasi terhadap status besi
(SI/TIBC/ferritin), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, serta
kemungkinan adanya hemolisis.4

17
Pada kasus ini, pasien mengalami anemia ringan normokromik normositer
(Hb 9,40 gr/dL, HCT 31,20%, MCH 27,70fl, MCV 91,50pg). Penyebab anemia
masih ditelusuri, dimana salah satu pemeriksaan penunjang yang direncanakan
ialah pemeriksaan status besi (SI/TIBC/serum ferritin) untuk menyingkirkan
kemungkinan defisiensi besi sebagai penyebab anemia pada pasien ini
Koreksi anemia pada penderita CKD dimulai pada kadar Hemoglobin < 10
gr/dL dengan target terapi, tercapainya kadar hemoglobin antara 11-12 gr/dL.
Pemberian tranfusi pada CKD harus dilakukan dengan hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan
secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh dan hyperkalemia
yang kita ketahui menyebabkan perburukan fungsi ginjal.4
Pada pasien ini, dilakukan tranfusi Packed Red Cells (PRC) sebanyak 2 kolf.
Masing-masing 1 kolf tiap kali menjalani hemodialisis (pasien sudah menjalani 2x
Hemodialisis). Setelah mendapatkan 2 kali tranfusi terjadi kenaikan kadar
hemoglobin sesuai target yang diharapkan.
Hipertensi merupakan salah satu temuan klinis lain yang juga sering
dijumpai pada CKD. 3 Pada kasus ini, pasien didapatkan dengan hipertensi grade II
dan riwayat pengobatan captopril 2 x 25 mg, namun hipertensinya masih belum
terkontrol.
Kontrol terhadap tekanan darah sangat penting, tidak hanya untuk
menghambat perburukan CKD, tetapi juga untuk mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler. Penatalaksanaan hipertensi pada pasien CKD berupa diet rendah
garam dan pemberian obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB). ACE inhibitor dan ARB merupakan pilihan
obat antihipertensi untuk pasien CKD karena keduanya mengurangi hipertensi
glomerulus melalui 2 mekanisme, yaitu: (1) menurunkan tekanan darah sistemik
dan menyebabkan vasodilatasi arteriol eferen; dan (2) meningkatkan permeabilitas
membran glomerulus dan menurunkan produksi sitokin fibrogenik. ARB
mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ACE inhibitor (seperti
batuk atau hiperkalemia), akan tetapi karena harga ARB lebih mahal, maka
biasanya ARB direkomendasikan bagi pasien yang tidak memberikan respon positif
terhadap pengobatan dengan ACE inhibitor.3

18
Adapun target penurunan tekanan darah yang ingin dicapai pada pasien
CKD, tergantung pada kadar protein dalam urin pasien. Pada pasien dengan kadar
protein urin > 1 gr/hari, target tekanan darah yang diinginkan ialah < 125/75
mmHg, sedangkan bila kadar protein dalam urin < 1 gr/hari, target penurunan
tekanan darah yang diharapkan ialah < 130/80 mmHg.3
Pada pasien ini, diberikan pengobatan berupa Captopril 3 x 25 mg yang
dikombinasikan dengan amlodipine 1 x 10 mg. Pengkombinasian ACE inhibitor
dengan Calcium Channel Blocker pada pasien ini dilakukan karena pasien juga
dicurigai mengalami penyakit jantung hipertensi, yang didasarkan adanya
gambaran kardiomegali pada pemeriksaan foto thorax.
Salah satu manifestasi klinis yang sering dijumpai pada penderita CKD
ialah edema paru. Berdasarkan mekanisme yang mendasarinya, edema paru pada
pasien dengan penyakit ginjal secara umum dibedakan menjadi: (1) edema paru
renal primer dan (2) edema paru sekunder sebagai konsekuensi renal dan jantung.
Edema paru renal secara klasik berkaitan dengan adanya kelebihan volume cairan
ekstraseluler sebagai akibat dari kegagalan eksresi air dan natrium. Edema paru
mikrovaskular merupakan bentuk edema paru renal primer lainnya, yang terjadi
akibat adanya peningkatan permeabilitas kapiler paru, yang mungkin disebabkan
karena penurunan tekanan onkotik plasma. Sedangkan edema paru sekunder
sebagai konsekuensi ginjal dan jantung biasanya merupakan komplikasi dari
kelainan jantung yang telah ada sebelumnya, misalnya akibat kardiomiopati
hipertensif, anemik, maupun uremikum.5
Pada CKD, mekanisme utama yang mendasari terjadinya edema paru ialah
fluid overload akibat retensi cairan dan natrium. Akibatnya terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler paru yang diikuti oleh terjadinya transudasi cairan
dari kapiler paru ke dalam ruang interstisial maupun alveolus paru. 5 Adanya cairan
yang mengisi ruang alveolus mengakibatkan gangguan pada proses difusi gas, dari
alveolus ke kapiler paru. Secara klinis, keadasan ini ditandai oleh adanya keluhan
sesak nafas, rhonki pada pemeriksaan fisik, serta gambaran foto thorax yang
mengarah pada kesan suatu edema paru.6 Pada kasus ini, pasien mengeluh sesak
nafas dan batu berdahak disertai buih, ditemukan rhonki dan kesan edema

19
pulmonum pada foto thoraxnya. Temuan-temuan ini mengarahkan dugaan adanya
edema paru pada pasien ini.
Pembatasan asupan air pada pasien CKD sangat perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Air yang masuk ke
dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar baik melalui urin maupun
insesible water loss (IWL) antara 500 sampai 800 ml/hari (sesuai dengan luas
permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500 sampai 800 ml ditambah
jumlah urin per hari.4
Pada pasien ini juga dilakukan pengaturan cairan masuk, guna mencegah
volume overload yang akan memperberat edema paru dan edema tungkai yang telah
terjadi sebelumnya. Produksi urin pasien perhari rata-rata 600 ml, ditambah IWL
(500 ml), maka jumlah cairan keluar adalah 1100 ml, sehingga cairan yang
diberikan juga harus sejumlah itu. Pasien diasumsikan dapat minum ± 2 gelas/hari
(@ 250 ml), sehingga cairan yang diberikan melalui jalur parenteral ialah 600
ml/hari ~ 8 tetes/menit.
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Salah satu cara untuk mengurangi keadaan tersebut adalah
dengan pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan
pada LFG ≤ 60 ml/menit/1,73m2. Jumlah protein yang dianjurkan ialah 0,6 –
0,8g/kgBB/hari, yang mana 0,35-0,50 gram diantaranya sebaiknya merupakan
protein dengan nilai biologis tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/kgBB/hari. Diet rendah garam (2-3 gr/hari) juga dianjurkan sebagai upaya
untuk mencegah volume overload sekaligus sebagai terapi nonfarmakologis untuk
mengatasi hipertensi.3,4 Pada pasien ini, diberikan diet tinggi kalori 35
kkal/kgBB/hari dan rendah protein (0,8 gr/kgBB/hari), serta diet rendah garam (250
mg/hari).
Untuk mengatasi hiperfosfatemia dapat diberikan pengikat fosfat. Agen
yang banyak dipakai ialah garam kalsium, aluminium hidroksida, garam serta
magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat absorpsi
fosfat yang berasal dari makanan. Garam kaslium yang banyak dipakai adalah
kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat. 4 Pada pasien ini diberikan CaCO3
dengan dosis 3 x 500 mg.

20
Pasien CKD mengalami peningkatan risiko athesklerosis karena tingginya
prevalensi faktor risiko “tradisional” dan non “tradisional”. 3
Peningkatan kadar
homosistein merupakan salah satu faktor risiko non tradisional yang sering terjadi
pada pasien CKD. Adapun mekanisme peningkatannya, hingga saat ini masih
belum jelas. Homosistein berperan dalam memicu proses atherogenesis melalui
beberapa cara: (1) menyebabkan kerusakan sel endotel pembuluh darah, (2)
merangsang aktivasi trombosit, (3) mempengaruhi beberapa faktor yang terlibat
dalam kaskade pembekuan darah, seperti menurunkan aktivitas anti thrombin,
menghambat aktivitas kofaktor trombomodulin dan aktivasi protein C,
meningkatkan aktivitas faktor V dan faktor XII, mengganggu sekresi faktor von
Willebrand oleh endotel dan mengurangi sintesis prostasiklin.7
Pemberian asam folat merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
hiperhomosisteinemia pada pasien CKD, karena asam folat merupakan salah satu
substansi penting yang diperlukan dalam metabolise homosistein Pada kasus ini,
pasien diberikan terapi asam folat 2 x 2 mg.

BAB 4
SIMPULAN

Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit
ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang
dengan atau tanpa penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dyang bersifat progresif
dan irreversible. Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah edema, hipertensi
dan anemia. Berdasarkan derajat penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage yang
dinilai dari LFG. Gejala klinis CKD meliputi gejala penyakit dasar, gejala sindrom
uremikum serta gejala komplikasi CKD. Penatalaksanaan CKD disesuaikan dengan
derajat kerusakan fungsi ginjal.
Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD stage V, sehingga
penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa
hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi
penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul.
Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat, serta perubahan

21
pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan akan membantu
mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.

22

Anda mungkin juga menyukai