Oleh:
Dwi Oktavilia
NIM: 71 2018 041
Pembimbing:
dr. H. Gunawan Tohir, Sp.B., MM.
A. IdentifikasiPasien
Nama : Ny.Baini binti Zainudin
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 22 Desember 1976
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Bunga No. 35, Palembang
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Status : Menikah
MRS : 22 Februari 2021
No. RM : 23.03.70
Pembiayaan : BPJS
B. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada hari Senin, 22 Februari 2021.
Keluhan Utama
Luka pada telapak kaki kanan sejak 1 bulan yang lalu.
1
sering merasakan kesemutan dan baal pada kedua kakinya sebelum luka pada
kaki kanan timbul. Pasien menyangkal sebelum timbulnya luka jari-jari kaki
sering pucat dan kemerahan. Pasien menyangkal sebelumnya memiliki
keluhan timbul bercak berwarna putih pada kulit tangan dan kaki seperti panu
yang mati rasa ataupun penebalan kulit bewarna merah yang mati rasa.
Sehari-hari pasien sering tidak menggunakan alas kaki dan pasien tidak
merokok.
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien berobat ke puskesmas
mengeluh luka pada telapak kaki kanan semakin melebar dan pasien sulit
berjalan. Di puskesmas luka pasien hanya dibersihkan dan kemudian dibuat
rujukan ke Poli Bedah RSUD Palembang Bari. Pasien juga menderita diabetes
melitus sejak 4 tahun yang terakhir tetapi tidak rutin mengonsumsi obatnya.
2
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 27,3 (Obesitas 1)
Skala nyeri : 5
Keadaan Spesifik
Kepala:
a. Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera kuning (-/-), refleks cahaya
(+/+), pupil isokor kanan kiri, oedem palpebral (-/-), eksoftalmus (-/-)
b. Hidung : napas cuping hidung(-), epistaksis (-)
c. Telinga : tidak ada kelainan
d. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
e. Leher : tidak terlihat benjolan, vena jugularis datar (tidak distansi),
trakea di tengah, pembesaran KGB (-/-), massa (-), JVP 5-2cmH20
Thoraks :
3
a. Bentuk : datar, barrel chest (-), simetris saat statis dan dinamis,
b. Kulit : pucat (-), ikterik (-), dan spider nevi (-)
Paru – Paru
Pemeriksaan ANTERIOR POSTERIOR
Inspeksi Kiri Retraksi iga: Supra sternal Simetris saat statis dan
(-/-), Intercostae (-/-) dinamis
Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang Sonor pada seluruh lapang
paru paru
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictuskordis tidak teraba, trill (-)
Perkusi
Batas kanan : ICS IV, linea sternalis dextra
4
Batas kiri : ICS V, midklavikularis sinistra
Batas atas : ICS II, línea parasternalis sinistra
Auskultasi
Suara dasar : S1-S2 murni, regular, irama teratur, frekuensi 82x/menit
Suara tambahan : murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
a. Inspeksi : datar, lemas,massa (-), hemtoma (-), venektasi (-), scar (-),
b. Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), benjolan/massa (-)
c. Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
d. Auskultasi : bising usus (+)6x/menit normal, tidak ada bunyi tambahan
Status Lokalis
Regio Plantar Pedis Dextra
- Inspeksi : Pada plantar pedis dekstra tampak ulkus dengan tepi ulkus
meninggi, dinding ulkus bergaung, warna kulit sekitar ulkus kemerahan,
bengkak (+), bentuk tidak teratur, bau busuk (+), isi ulkus berupa jaringan
granulasi, pus (+), darah (+), soft tissue sweling (+), dasar ulkus berupa otot,
jaringan parut (-), venektasi (-), jaringan nekrotik (-), hematoma (-), tanda-
tanda syok (-), tulang (-).
5
<2 detik, pulsasi a.dorsalis pedis dextra dan a.tibialis posterior dextra teraba
lemah, pulsasi arteri popliteal (+).
D. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Darah Rutin (22 Februari 2021)
Hematologi
Hematologi Lengkap Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12.6 g/dL 12.0-14.0
Leukosit 16.200/mm3 5.000 – 10.000
Eritrosit 3.7 juta/uL 3.6-5.8
Trombosit 366 ribu/mm3 150-450
Hematokrit 37% 35-47
Hitung Jenis
Basofil 1% 0.1-1
Eosinofil 3% 1-6
Batang 4% 3-5
Segmen 75% 40-70
Limfosit 30% 30-45
Monosit 5% 2-10
Urin Rutin
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Epitel Negatif Negatif
Eritrosit 0 0-1/lpb
Protein Negatif Negatif
Sedimen Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif
Leukosit 5 0-5/lpb
Glukosa +++ Negatif
6
Kimia Darah
GDS 429 <200
Glukosa Puasa 136 70-110
Glukosa PP 2 Jam 311 70-140
HbA1c 11,5% 4,5-6,3%
Ureum 32 20-40
Kreatinin 0,82 0,6-1,1
Natrium 134.0 135-155
Kalium 3,65 3,6-6,5
E. Diagnosis Banding
1. Ulkus Plantar Pedis Dextra et causa Diabetes Mellitus Tipe 2
2. Ulkus plantar pedis dextra e.c Tromboangitis Obliterans (Buerger’s
disease)
3. Ulkus plantar pedis dextra e.c Peripheral Arterial Occlusive Disease
(PAOD)
F. Diagnosis Kerja
Ulkus Plantar Pedis Dextra et causa Diabetes Mellitus Tipe 2
G. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
1. Istirahat
2. Edukasi mengenai penyakit diabetes mellitus bahwa penyakit yang
diderita tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dikontrol agar pasien
tetap taat meminum obat
3. Kontrol kadar gula darah dengan diet DM dan insulin, atau obat anti
diabetik
4. Pembersihan luka menggunakan cairan fisiologis dan diberikan
laluset plus cream dan luka ditutup dengan kassa
7
2. Farmakologis
1. IVFD NaCl 0,9% gtt XXx/menit
2. Antibiotik : injeksi ceftriaxone 2 x 1g
3. Analgetika : inj. Ketorolac 3x 30 mg
4. Novorapid 3x8 IU
5. Levemir 1x8 IU
6. Inj. Tetagam 1x250 UI
3. Operatif
- Pro debridement
H. Komplikasi
Gangren diabetikum dan ulkus diabetikum :
a. Gangren &Ulkus meluas sindrom kompartemen
b. Infeksi sepsis
c. Osteomielitis
DM
Makrovaskular :
a. CAD (coronary artery disease)
b. CVD (cerebro vascular disease)
c. PAD (peripheral artery disease)
Mikrovaskular :
a. Retinopati DM
b. Nefropati DM
c. Neuropati DM
I. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus adalah
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah. Hiperglikemia terjadi akibat dari kekurangan insulin atau
menurunnya kerja insulin.6
Menurut International Diabetes Federation, diabetes melitus adalah suatu
kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menghasilkan cukup insulin
atau tidak dapat menggunakan insulin yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah.7 Insulin adalah suatu hormon pencernaan, yang
dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk memasukkan gula kedalam
sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada pengidap DM, insulin
yang dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula menumpuk dalam darah. Hal ini
menimbulkan risiko terjadinya kerusakan berbagai jaringan dan organ dalam
tubuh dan bisa menyebabkan komplikasi yang dapat mengancam kesehatan.7
9
Tabel.1 Klasifikasi DM2
Tipe 1 Destruksi sel beta pankreas, umumnya terjadi defisiensi insulin
absolut sehingga mutlak membutuhkan terapi insulin. Biasanya
disebabkan karena penyakit autoimun atau idiopatik.
Tipe 2 Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
Tipe lain a. Defek genetik fungsi sel beta: MODY
b. Defek genetik kerja insulin: sindrom resistensi insulin berat
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endrokrinopati: sindrom cushing, akromegali
e. Karena obat/zat kimia/iatrogenik
f. Infeksi
g. Sebab imunologi yang jarang
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Diabetes yang terjadi pada saat kehamilan.
melitus
gestasional
1
0
Pada anamnesis juga ditanyakan mengenai pemeriksaan laboratorium
terdahulu, status gizi, pola diet, riwayat perubahan berat badan, tumbuh kembang,
infeksi sebelumnya terutama pada kulit, infeksi pada kaki, gejala komplikasi pada
ginjal, mata, saluran pencernaan, dan riwayat pengobatan ataupun juga ditanyakan
faktor resiko diabetes mellitus seperti merokok, hipertensi, riwayat penyakit
jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga, pola hidup, psikososial,
status ekonomi dan pendidikan.6
Pada pemeriksaan fisik dicari tanda penyerta atau komplikasi diantaranya
hipertensi, kardiomegali, infeksi paru, udem, kulit kering, dan gangguan pulsasi
pembuluh darah.6
1
1
Gambar 3.1 Algoritma diagnosis DM12
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan
mendorong penyimpanan karbohidrat:
1
2
1. Insulin mempermudah transpor glukosa ke dalam sebagian besar sel.
2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di
otot rangka dan hati.
3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa.
4. Insulin menghambat glukoneogensis, perubahan asam amino menjadi
glukosa di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam
amino di darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan
menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam
amino menjadi glukosa.
Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan
mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan
disimpan, sementara secara bersamaan menghambat dua mekanisme pembebaan
glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan glukoneogenesis). Insulin
adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar glukosa darah.
Insulin mendorong penyerapan glukosa oleh sebagian besar sel melalui rekrutmen
transporter glukosa.
Semua tipe diabetes melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemi atau
tingginya gula darah dalam tubuh yang disebabkan oleh sekresi insulin, kerja dari
insulin atau keduanya .
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : 7
1. Rusaknya sel-sel β pankreas.
Rusaknya sel beta dapat disebabkan genetik, imunologis atau dari
lingkungan seperti virus. Karakteristik ini biasanya terdapat pada Diabetes
Melitus tipe 1.
2. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
3. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
1
3
penderita DM selalu merasa lapar atau nafsu makan meningkat atau yang
biasa disebut poliphagia.
2. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukogenesis, karena proses ini
disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat
mengkibatkan terjadinya hiperglikemi. Tingginya kadar gula dalam darah
mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorbsi dan glukosa keluar
bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang
muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasa
haus atau polidipsi.
3. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan
otot terganggu.
4. Meningkatkan glikogenolisis, glukogeogenesis yang memecah sumber
selain karbohidrat seperti asam amino dan laktat.
5. Meningkatkan lipolisis, dimana pemecah trigliserida menjadi gliserol dan
asam lemak bebas.
6. Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebas).
7. Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan dilepaskan ke
otot.
1
4
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus adalah
kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit,
kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di
sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering
mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir
dengan berat 4 kg.2
1
5
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada
pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara pencegahan
komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi: 7
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat
meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida.6
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut ADA (2012), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan
latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
1
6
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk
4) Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.
Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.
Pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti diabetes
secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi
tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet.6
Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah hipoglikemia.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
1
7
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR
30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa
keadaan sperti: GFR
Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat
antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang
masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
c. Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR≤30ml/min/1,73 m2 , gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan
gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek
samping pada awalnyadiberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini
adalah Acarbose.
1
8
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin.
5) Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima
dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat
mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk
menurunkan risiko komplikasi dari diabetes melitus.6
Obat Antihiperglikemia Suntik Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu
insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan : HbA1c > 9% dengan kondisi
dekompensasi metabolik, Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia berat
yang disertai ketosis, Krisis Hiperglikemia, Gagal dengan kombinasi OHO dosis
optimal, Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke),
Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan, Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, Kontraindikasi
dan atau alergi terhadap OHO, Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi
menjadi 5 jenis, yakni :
Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
1
9
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut
DM
Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin
2
0
Obesitas
Kebiasaan Merokok
Deformitas Pada Kaki
Riwayat Ulserasi Pada Kaki
2
1
superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada
rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area
yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki
diangkat.
2. Kaki Diabetik akibat neuropati10
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering ditemukan
pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah gangguan metabolisme
syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini
meningkat bersamaan dengan lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan
bertambahnya usia penderita.
Tipe neuropati terbagi atas 3 (tiga) yaitu :
a. Neuropati sensorik
Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan
saraf sensoris pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang,
yang menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut
saraf tipe A akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada
sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Secara
klinis akan timbul gejala seperti kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut
saraf tipe C berperan dalam analisis sensari nyeri dan suhu. Kerusakan
pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Ambang
nyeri akan meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada kaki.
Neuropati perifer dapat dideteksi dengan hilangnya sensasi terhadap 10 g
nylon monofilament pada 2-3 tempat pada kaki. Selain dengan 10 g nylon
monofilament, dapat juga menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork
untuk mengukur getaran.6
b. Neuropati motorik
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan
kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang
paling sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki.
Atropi dari otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki.
Metatarsal-phalangeal joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini
menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat
2
2
menyebabkan kallus pada bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar.
Jaringan di bawah kalus akan mengalami iskemia dan nekrosisyang
selanjutnya akan menyebabkan ulkus. Neuropati motorik menyebabkan
kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi pada nervus
peroneus lateral yang menyebabkan foot drop. Neuropati motorik ini
dapat diukur dengan menggunakan pressure mat atau platform untuk
mengukur tekanan pada plantar kaki.6
c. Neuropati otonom
Neuropati otonom menyebabkan sekresi kulit berkurang
menyebabkan kulit akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan
pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya
selullitis ulkus ataupun gangren kering. Neuropati otonom juga
menyebabkan gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi arteri-
vena sehingga menimbulkan arteriolar-venular shunting. Hal ini
menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun sehingga terjadi iskemi
pada kaki, keadaan ini mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-
vena pada kaki.
2
3
DIABETES MELLITUS
Pe ny a kit p e m b uluh Ne uro p a ti o to no m Ne uro p a ti p e rife r
d a ra h te p i
Alira n Ind e ra Ge ra k
Ke ring a t d a ra h ra b a
Sum b a ta n Alira n
o ksig e n, nutrisi,
Re so rp si
a ntib io tik Ke hila ng a n
tula ng Atro p i
Kult ke ring , ra sa sa kit
pe c a h Ke rusa ka n
se nd i Ke hila ng a n
Luka sulit
se m buh Tra um a b a nta la n
Ke rusa ka n le m a k
ka ki
Tum p ua n b e ra t
ya ng b a ru
Sind ro m ja ri b iru INFEKSI ULKUS
Ga ng re n
Ga ng re n m a yo r
AMPUTASI
2
4
h. Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur
Tabel 2.3. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetik 5
Iskemia Neuropati
Derajat Lesi
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
kelainan bentuk kaki
Derajat I Ulkus superficial dan terbatas di kulit
Derajat II Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang
Derajat III Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis
Derajat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe
angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat
obstruksi, dan status vaskuler.9
2
5
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren
panas karena walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah
dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal.9
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila
sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis berupa 5P,
yaitu Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi
sumbatan secara kronis, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine.
a. Pemeriksaan Fisik
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis.10
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau,
bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada
ulkus yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar
kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia
bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk
ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau
kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,
tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit:
37%) dan daerah dorsum pedis (11%).10
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
2
6
CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit.10
Pemeriksaan lainnya ialah Transcutaneous Oxymetri (TcPO2) yang
berhubungan dengan saturasi O2 kapiler dan aliran darah kejaringan. TcPO2 pada
arteri yang mengalami oklusi sangat rendah. Pengukuran ini sering digunakan
untuk mengukur kesembuhan ulkus maupun luka amputasi.
USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti;
digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA)
atau computed tomography angoigraphy (CTA).10
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi.10
Magnetic Resonance Angiography (MRA) Merupakan teknik yang baru,
menggunakan magnetic resonance, lebih sensitif dibanding angiografi standar.
Arteriografi dengan kontras adalah pemeriksaan yang invasif, merupakan standar
baku emas sebelum rekonstruksi arteri. Namun, pasien-pasien diabetes memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya gagal ginjal akut akibat kontras meskipun
kadar kreatinin normal.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik.1
2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengobatan umum yaitu
pengendalian diabetes dan pengobatan khusus yaitu penanganan terhadap kelainan
kaki.9
1. Umum
Istirahat
Istirahat di tempat tidur mutlak pada setiap penderita kelainan kaki
diabetes, dengan berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan
2
7
merusak jaringan fibroblas, sehingga akan menghalangi penyembuhan.
Selain itu setiap tekanan pada luka menciptakan kondisi iskemia pada
daerah yang sakit dan sekitarnya sehingga penyembuhan menjadi semakin
sulit.
Pengendalian Diabetes (dengan insulin)
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah
dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara
sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita
malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis.
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satu-
nya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat
selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan
terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.
Dalam mengelola diabetes mellitus langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan
kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut
sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjut-
kan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau
pengelolaan farmakologis.
Perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus masih tetap
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus,
meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes
dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya
berdasarkan dua hal, yaitu; a).Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi
serat, atau b).Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan
tunggal.
Antibiotik
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian
tidaklah berarti pemberian antibiotik boleh dilakukan secara serampangan.
Biakan kuman mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik
2
8
yang sesuai. Dari pengalaman, hampir setiap infeksi menghasilkan biakan
kuman ganda. Dari salah satu penelitian di New England Deaconess
Hospital selalu ditemukan 3 kelompok kuman, yaitu: gram positif coccus,
gram negatif coccus dan kelompok anaerob.
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula jenis
kuman gram negatif.Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram
negatif Proteus, Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis umumnya
buruk. Gas gangren harus dicurigai sebagai tanda adanya infeksi oleh
kuman anaerob. Oleh karena infeksi pada diabetes cenderung untuk cepat
memburuk, pengobatan antibiotik sebaiknya segera dimulai. Pada infeksi
kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan antibiotik (sambil menunggu hasil
biakan) ialah pemberian intravena. Dua kelompok kombinasi yang
dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin
atau sefalosporin dan kloramfenikol.11
2. Khusus (pengendalian kaki)
Strategi pencegahan9
Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap
terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien,
perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat
melindungi.
Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan
sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu
atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko
terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat
memberi beban pada telapak kaki.
Pada penderita diabetes mellitus dengan gangguan penglihatan
sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki
putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus
adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi
risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan
sekitar.
2
9
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta
penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat
penderita datang untuk kontrol.6
Pencegahan kaki diabetik, yaitu :6
a. Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga
menuntut perhatian penuh.
b. Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering
setiap kali mandi.
c. Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan
menggunakan cermin.
d. Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
e. Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.
f. Sepatu harus cukup lebar dan pas.
g. Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
h. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.
i. Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
j. Kuku dipotong secara lurus.
k. Berhenti merokok.
B. Penanganan Ulkus9
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat
dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau
penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian
membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang
sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu;
Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki
khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang
dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada
kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak
dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya
3
0
memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy)
atau dengan pembenahan deformitas.
Tingkat I :
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
Tingkat II :
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil
kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih
berarti.
Tingkat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,
amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik
parenteral yang sesuai dengan kultur.
Tingkat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian
atau amputasi seluruh kaki.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan
jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian
enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisiskan kolagen
dan elastin.
3
1
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzimproteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis
debridemen yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk.
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal
Tindakan Bedah
Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat
kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency).
Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti
pada kelainan spur tulang, hammer toesatau bunions. Tindakan bedah profilaktif
diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien
yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah
melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif
diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif. Contoh
tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular (angioplasti dengan
menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah
vaskular.
Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini
jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus
dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk
menghilangkan penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan.
3
2
Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy
atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan,
yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi.
Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan
nekrotik. Dari sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus
terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1
dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade 3 dan 4).
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan
tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan
jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk
mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai
adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari
infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah fasciitis nekrotika dan gas
gangren.
Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang
mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang
dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi
amputasi pada kaki diabetika:6
a. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas
b. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan
c. Ulkus resisten
d. Osteomielitis
e. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
f. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
g. Trauma pada kaki
h. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati
3
3
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan
suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko
operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang
sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel,calcium
alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya.6
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu
yang akan diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak
menyebabkan maserasi pada luka
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak
sering diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat
3.2.10 Prognosis
Menurut penelitian pada penderita kaki diabetik yang telah dilakukan
amputasi transtibial, dalam kurun waktu 2 tahun terdapat 36% penderita
meninggal.2 Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena
semakin tua usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan
masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes
mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan
dari tenaga medis atau paramedis.9
3
4
3.2.11 Penyakit Buerger
Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans merupakan penyakit oklusi
kronis pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang. Terutama
mengenai pembuluh darah perifer pada ekstremitas inferior dan superior. Penyakit
pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan
jarang pada alat-alat dalam.14
Penyebab penyakit Buerger tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor
familial serta tidak berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita
penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia
muda, kadang pada usia sekolah. Penghentian kebiasaan merokok memberikan
perbaikan pada penyakit ini.
Gambaran klinis penyakit Buerger terutama disebabkan oleh iskemia.
Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri. Pengelompokkan Fontaine
tidak dapat digunakan karena nyeri terjadi justru saat istirahat. Nyeri bertambah
saat malam hari dan dalam keadaan dingin, dan berkurang bilang ekstremitas pada
keadaan tergantung. Serangan nyeri dapat bersifat paroksimal dan sering mirip
dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lanjut, ketika ada gangren
maka nyeri semakin hebat dan menetap. Manifestasi awal adalah adanya
klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk
penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan gambaran dari adanya oklusi arteri
distal yang mengenai arteri plantaris atau tibialis. Nyeri pada saat istirahat timbul
progresif dan tidak hanya mengenai jari kaki tetapi juga jari tangan, jari yang
terkena memperlihatkan tanda sianosis atau rubor. Sering terjadi radang lipatan
kuku dan dapat berakibat paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama
phalang distal yang dapat berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang
nyeri. Perubahan warna kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya
kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di
ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan
campuran pucat, sianosis, dan kemerahan bila mendapat rangsangan dingin.
Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral.
Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah
atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.
3
5
Gambar 4. Penyakit Buerger
3
6
yang terkena adalah pembuluh darah tangan, maka gejala yang muncul adalah
nyeri dan jari-jari yang membiru sampai gambaran nekrosis. Kulit akan menjadi
kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil dapat terjadi ulkus karena
suplai darah yang tidak adekuat menyebabkan proses penyembuhan luka tidak
berjalan dengan baik.
3
7
DAFTAR PUSTAKA
3
8
12. Greenspon J, Williams SB, Young HA, Orkin BA. Thrombosed external
hemoroids: outcome after conservative or surgical management. Dis Colon
Rectum. 2004. 47(9): 1493–1498
13. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 1 Ed/6. Jakarta: EGC; 2014
14. Sugimoto, M., Komori, K., 2016. Buerger’s disease (thromboangiitis
obliterans), in: Systemic Vasculitides: Current Status and Perspectives.
Springer International Publishing, pp. 361–376. doi:10.1007/978-3-319-
40136-2_3.
3
9