Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

KAKI DIABETIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalankan

Kepanitraan Klinik Senior Bagian/SMF Ilmu Bedah

RSUD Meuraxa Banda Aceh

Pembimbing:

dr. Fachrul Junaidi, Sp.B(K)V

Disusun Oleh:

Cut Risna Wati

19174032

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


RSUD MEURAXA BANDA ACEH
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrorn klinis kelainan metabolik,


ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring
dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prevalensi DM meningkat
terutama di kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian
komplikasi kronik DM juga akan meningkat, temasuk komplikasi kaki diabetes,
yang akan menjadi topik bahasan utama kali ini. Pada penyandang DM dapat
terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah
kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf
dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi
komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung
(penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah).
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan
akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki,
yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes. Berbagai teori
dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis terjadinya komplikasi DM. Di
antaranya yang terkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosilasi dan terakhir
adalah teori stress oksidatif, yang dikatakan dapat menjelaskan secara keseluruhan
berbagai teori sebelumnya (unifying mechanism).
Apapun teori yang dianut, semuanya masih berpangkal pada kejadian
hiperglikemia, sehingga usaha untuk menurunkan terjadinya kornplikasi DM
harus dilakukan dengan memperbaiki, mengendalikan dan menormalkan
konsentrasi glukosa darah. Manfaat usaha menormalkan konsentrasi glukosa
darah untuk mencegah terjadinya berbagai komplikasi DM tipe 2 sudah terbukti
pada berbagai penelitian epidemiologis skala besar dan lama seperti misalnya
pada UKPDS. Hiperglikemia pada DM dapat terjadi karena masukan karbohidrat
yang berlebih, pemakaian glukosa di jaringan tepi berkurang, akibat produksi

2
glukosa hati yang bertambah, serta akibat insulin berkurang jumlah maupun
kerjanya.
Dengan memperhatikan mekanisme asal terjadinya hiperglikemia ini, dapat
ditempuh berbagai langkah yang tepat dalam usaha untuk menurunkan
konsentrasi glukosa darah sampai batas yang aman untuk menghindari terjadinya
komplikasi kronik DM. Pilar pengelolaan diabetes terdiri dari penyuluhan,
perencanaan makan yang baik, kegiatan jasmani yang memadai dan penggunaan
obat berkhasiat menurunkan konsentrasi glukosa darah seperti golongan
sekretagog insulin (sulfonilurea, repaglinid dan nateglinid), golongan metformin,
golongan inhibitor alfa glukosidase, golongan tiazolidindion dan insulin. Dengan
mengkombinasikan berbagai macam obat berkhasiat menurunkan konsentrasi
glukosa darah, akan dapat dicapai sasaran pengendalian konsentrasi glukosa darah
yang optimal untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik DM.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Umar Dani
No. RM : 003241
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Ingin Jaya, Aceh Besar
Tanggal Masuk : 06 Juli 2021

2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama : Demam

 Telaah
Pasien datang dengan keluhan demam tinggi 1 hari SMRS. Demam disertai
dengan menggigil dan badan terasa lemas. Pasien juga mengeluh badan sebelah
kiri kaku disertai nyeri pinggang. Nyeri dirasakan pada malam hari 1 hari SMRS,
dari pengakuan pasien, pasien meminta anak pasien untuk memijak pinggang
pasien agar nyeri berkurang, namun nyeri memberat saat pagi hari, nyeri
dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Terdapat telapak
kaki sebelah kiri diperban karena adanya luka, luka terjadi sejak 1 bulan yang lalu,
awalnya gembungan kecil berisi air yang lama-kelamaan bernanah, luka selalu
dibersihkan oleh petugas kesehatan namun tidak kunjung sembuh. Kedua kaki
kebas (+), sakit kepala (-), mual dan muntah (-), BAB normal, BAK sering
tersendat-sendat dan kadang harus mengedan.

4
 Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien pernah dirawat di rawat di RS pasca KLL untuk pesamangan pen di
kaki sebelah kiri pada tahun 2017. Pada saat itu juga pasien didiagnosis DM tipe-2
dan hipertensi. Pasien memiliki riwayat operasi ulkus diabetik sebanyak 2 kali di
kaki kanan dan 3 kali dikaki sebelah kiri.

 Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

 Riwayat Penggunaan Obat :


Gabapentin, Furosemid, Lantus 0-0-0-20 unit, Apidra 20-20-20, Harnal
Ocas.

 Riwayat Alergi : Tidak ada

 Riwayat Kebiasan :
Pasien perokok aktif, bekerja sebagai pedagang, suka mengkonsumsi
makanan yang manis dan bersantan.

2.3 Status Presens


 Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/69 mmHg
Nadi : 114 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 38,7 ˚C
SpO2 : 92 %
 Keadaan Penyakit
Anemia : -/-
Ikterus : -/-
Dispnoe :-
Sianosis :-
Pancaran Wajah : Tampak Sakit
R. Fisiologis : positif
R. Patologis : negatif

5
TB : 176 cm
BB : 90 kg
KU/KP/KG : 29,0 kg/cm2 (Obese I)

2.4 Pemeriksaan Fisik


 Kepala
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-) , ikterik (-)
 Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), sekret (-/-)
 Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), nyeri tekan sinus (-)
 Mulut : Simetris, sianosis (-), tonsil (T1/T1), faring
hiperemis (-)
 Leher
Trachea : berada ditengah
TVJ : <2 cm H2O
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran

 Thorak
Pulmo :
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi (-/-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil (+/+)
 Perkusi : sonor (+/+)
 Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal
 Auskultasi : BJ I > II, reguler, mumur (-), gallop (-)

 Abdomen
 Inspeksi : Buncit, bengkak (-), jejas (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (+) suprapubik, soepel (+)
 Auskultasi : Peristaltik usus normal
 Perkusi : tympani

6
 Genitalia : tidak diperiksa

 Orthopedi
 Look : Luka terbuka ditelapak kaki kiri, luka bersih,
deformitas (-/-), pembengkakan (-/-), warna kulit hitam didaerah
tungkai bawah, perdarahan (-/-)
 Feel : akral hangat (+/+), nyeri tekan (-/+), CRT <2 cm
 Move :
Pergerakan aktif : tidak terbatas, nyeri (+)
Pergerakan pasif : tidak terbatas
ROM : 30˚ (limited ekstension)

2.5 Diagnosis Banding


1. Febris ec Ulkus Diabetik
2. LBP ec Trauma punggung bawah
3. Retensi Urin ec dd - Nefrolitiasis
- ISK
- BPH
- Ca Prostat

2.6 Diagnosa Sementara : DM tipe 2 + Ulkus Diabetik grade 1

2.7 Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium (06/07/2021)
Darah Lengkap :
 Hemoglobin : 12,0 g/dl (↓)
 Eritrosit : 4,23 10^6/uL (↓)
 Hematokrit : 34,8 % (↓)
 Leukosit : 22,8 10^3/uL (↑)
Hitung Jenis :
 Eosinofil : 0,2 % (↓)

7
 Neutrofil : 88,9 % (↑)
 Limfosit : 3,2 % (↓)
Kimia Klinik :
 KGDs : 323 mg/dL (↑)
 Ureum : 52 mg/dL (↑)

2.6 Penatalaksanaan
Non-farmako :
1. Bed rest
2. Diet DM 1700 kkal
3. Hindari merokok
Farmako :
1. IVFD RL 10 gtt/i
2. Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
3. Inj. Omeprazole 1 vial/h
4. Inj. Mecobalamin 1 amp/12 jam
5. Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam
6. Drip pct 1 fls/8 jam
7. Drip levofloxacin 750/fls/h
8. Inj. Furosemid/8 jam
9. Sc lantus 0-0-0-20 unit
10. Sc apidra 20-20-20 unit
11. Pregabalin 2x1
12. Cpg 1x75 mg (pagi)
13. Carbamazepin (1x1 (malam)
14. Spironolacton 1x25 mg
15. Candesartan 1x8 mg
16. Cilostazol 1x1
17. Alprazolam 1x0,5 mg

8
2.8 Rencana Pemeriksaan
1. Darah rutin
2. Urinalisis
3. USG urologi
4. CT-Scan Abdomen

2.9 Lampiran

9
FOLLOW UP

Tanggal
08-07-21 S/ Demam (-), lemas Th/
(+), nyeri pada ulkus 1. Bed rest
(+), nyeri pinggang (+), 2. Diet DM 1700 kkal
sulit tidur (+), BAB (-), 3. Hindari merokok
BAK (+) 4. IVFD RL 10 gtt/i
O/ k/u : sedang 5. Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
TD : 106/73 mmHg 6. Inj. Omeprazole 1 vial/h
HR : 98x/i 7. Inj. Mecobalamin 1 amp/12 jam
RR : 22x/i 8. Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam
T : 36,3 ˚C 9. Drip pct 1 fls/8 jam
A/ DM tipe 2 + Ulkus 10. Drip levofloxacin 750/fls/h
Diabetikum 11. Inj. Furosemid/8 jam
12. Sc lantus 0-0-0-20 unit
13. Sc apidra 20-20-20 unit
14. Pregabalin 2x1
15. Cpg 1x75 mg (pagi)
16. Carbamazepin (1x1 (malam)
17. Spironolacton 1x25 mg
18. Candesartan 1x8 mg
19. Cilostazol 1x1
20. Alprazolam 1x0,5 mg

10
09-07-21 S/ Demam (-), lemas Th/
(+), nyeri pada ulkus 1. Bed rest
(+), nyeri pinggang (+), 2. Diet DM 1700 kkal
sulit tidur (+), BAB (-), 3. Hindari merokok
BAK (+) 4. IVFD RL 10 gtt/i
O/ k/u : sedang 5. Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
TD : 106/73 mmHg 6. Inj. Omeprazole 1 vial/h
HR : 98x/i 7. Inj. Mecobalamin 1 amp/12 jam
RR : 22x/i 8. Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam
T : 36,3 ˚C 9. Drip pct 1 fls/8 jam
A/ DM tipe 2 + Ulkus 10. Drip levofloxacin 750/fls/h
Diabetikum sinistra + 11. Inj. Furosemid/8 jam
SIRS ec ulkus 12. Sc lantus 0-0-0-20 unit
diabetikum 13. Sc apidra 20-20-20 unit
14. Pregabalin 2x1
15. Cpg 1x75 mg (pagi)
16. Carbamazepin (1x1 (malam)
17. Spironolacton 1x25 mg
18. Candesartan 1x8 mg
19. Cilostazol 1x1
20. Alprazolam 1x0,5 mg

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Diabetic Foot Ulcer (DFU) merupakan salah satu komplikasi kronik dari
diabetes melitus yang paling ditakuti. DFU adalah penyakit pada kaki penderita
diabetes dengan karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom serta
gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler. DFU merupakan morbiditas dan
penyebab utama penderita diabetes dirawat di rumah sakit. Ulkus, infeksi,
gangren, amputasi, dan kematian merupakan komplikasi signifikan yang tentu
memerlukan biaya yang tidak sedikit dan perawatan yang lebih lama.
Diperlukan pendekatan multidisipliner untuk mengatasi penyakit DFU.
Amputasi merupakan konsekuensi yang serius dari DFU. Perhatian yang lebih
pada kaki penderita DM dan pemeriksaan secara reguler diharapkan akan
mengurangi kejadian komplikasi berupa ulkus diabetik, yang pada akhirnya akan
mengurangi biaya rawat dan kecacatan. Oleh karena itu perlu peningkatan
pemahanan mengenai diagnosis DFU yang kemudian dilanjutkan dengan
penatalaksanaan yang optimal.

3.2 Epidemiologi
Menurut International Diabetes Federation (IDF) dan World Health
Organization (WHO), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan DM di dunia
pada tahun 2013. Diperkirakan juga, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis
sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi yang salah satunya
menjadi ulkus/gangrene diabetik.
Di negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan
adanya klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib
penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka
amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49- 85% dari
sebelumnya. Tahun 2005 International Diabetes Federation mengambil tema

12
Tahun Kaki Diabetes mengingat pentingnya pengelolaan kaki diabetes untuk
dikembangkan.
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3 % akan
meninggal dalam setahun pasca arnputasi, dan sebanyak 37% akan rneninggal 3
tahun pasca amputasi.

3.3 Etiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus/gangren diabetik meliputi
neuropati, penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki. Neuropati disebabkan
karena peningkatan kadar gula darah yang lama sehingga menyebabkan kelainan
vaskuler dan metabolik. Secara keseluruhan, penderita diabetes mempunyai
kemungkinan besar menderita atherosclerosis, terjadi penebalan membrane basalis
kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel. Hilangnya sensasi pada kaki
akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur
kaki, tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan
lunak.

3.4 Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari King's College Hospital London, Klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks
tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu klasifikasi
mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot.

13
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima semua pihak akan
mernpermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai
tempat di muka bumi. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan
apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah
pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren
dengan critical limb ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan untuk
mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau
faktor infeksi menonjol (I4), tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian
juga kalau faktor mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksi
untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.

Gambar : Klasifikasi kaki diabetik menurut wagner.

14
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan
pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki
diabetes (Edrnonds 2004-2005) :
 Stage 1 : Normal Foot
 Stage 2 : High Risk Foot
 Stage 3 : Ulcerated Foot
 Stage 4 : Infected Foot
 Stage 5 : Necrotic Foot
 Stage 6 : Unsalvable Foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan
semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh
podiatrist/chiropodist maupun oleh dokter umum/dokter keluarga. Untuk stage 3
dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan
yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik. Untuk
stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali
memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, di mana harus ada dokter
bedah, utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus
diingat berbagai faktor yang yang harus dikendalikan, yaitu :
 mechanical control-pressure control
 metabolic control
 vascular control
 educational control
 wound Control
 microbiological Control-Infection Control
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula.
Misalnya pada stadium 1 dan 2 tentu saja faktor wound control dan infection
control belum diperlukan, sedangkan untuk untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu
semua faktor tersebut harus dikendalikan, disertai keharusan adanya kerjasama
multidisipliner yang baik. Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, peran usaha
pencegahan untuk tidak terjadi ulkus sangat mencolok.

15
Peran rehabilitasi rnedis dalam usaha mencegah terjadinya ulkus dengan
usaha mendistribusikan tekanan plantar kaki memakai alas kaki khusus, serta
berbagai usaha untuk non-weight bearing lain merupakan contoh usaha yang yang
sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan akibat deformitas yang terjadi
pada kaki diabetes.

3.5 Patofisiologi
Terjadinya rnasalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pernbuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak rnenjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes.
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias yaitu,
iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan
menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa sensorik, motorik dan
autonom. Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi
proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga
meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propioseptif yaitu sensasi posisi kaki
juga hilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan
penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas
seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat
meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi ulkus. Neuropati autonom
ditandai dengan kulit kering, tidak kering, tidak berkeringat, berkeringat, dan
peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal
ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap
trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa

16
yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia,
serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini
disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang
ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis, dan arteri poplitea ; meyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang
biasanya biasanya dimulai dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan
ateroskelrosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri manebal dan menyempit
karena penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri dikaki
dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka jangka panjang panjang dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang berkembang menjadi ulkus kaki diabetik.

17
3.6 Diagnosis
Penegakkan diagnosis pada pasien ini didapatkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti :
1. Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Gejala neuropati menyebabkan hilang atau berkurangnya rasa nyeri dikaki,
sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan
nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3
bagian yaitu :
1. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas.
2. Penilaian kemungkinan insufisiensi vaskuler.
3. Penilaian kemungkinan neuropati perifer.
Luka yang tak kunjung sembuh merupakan salah satu gejala dari komplikasi
kronik DM yaitu vaskulopati dimana terjadi ketidakrataan permukaan lapisan
dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi turbulen yang berakibat
pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen arteri akan
tersumbat dan mana kala aliran kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan
bahkan gangren yang luas.
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah
yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di
telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus kaki
diabetik disebabkan oleh proses neuropati perifer, penyakit arteri perifer, ataupun

18
kombinasi keduanya. Pemeriksaan neuropati sensorik dapat dilakukan dengan
menggunakan monofilament Semmes-Weinstein 10 g, serta ditambah dengan
salah satu dari pemeriksaan : garpu tala frekuensi 128 Hz, tes reflex tumit dengan
palu reflex, tes pinprick dengan jarum, atau tes ambang batas persepsi getaran
dengan biotensiometer.

3.7 Penatalaksanaan Kaki Diabetik


Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelornpok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer
sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik
yang sudah terjadi).
3.7.1 Pencegahan Primer
Kiat-kiat Pencegahan Terjadinya Kaki Diabetes :
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap
kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan
kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk sernua pihak terkait pengelolaan
DM, baik para ners, ahli gizi, ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen
pengelolaan. Khusus untuk dokter, sempatkan selalu melihat dan memeriksa kaki
penyandang DM sambil mengingatkan kembali mengenai cara pencegahan dan
cara perawatan kaki yang baik.
Berbagai kejadian/tindakan kecil yang tampak sepele dapat mengakibatkan
kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula pemeriksaan yang tampaknya sepele
dapat memberikan manfaat yang sangat besar. Periksalah selalu kaki pasien
setelah mereka melepaskan sepatu dan kausnya. Keadaan kaki penyandang
diabetes digolongkan berdasar risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang
mungkin tirnbul.
Penggolongan kaki diabetes berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg) :
1. sensasi normal tanpa deforrnitas;
2. sensasi normal dengan deforrnitas atau tekanan plantar tinggi;
3. insensitivitas tanpa deformitas;

19
4. iskemia tanpa deformitas;
5. kombinasi/complicated:
a) kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau deformitas
b) riwayat adanya tukak, deforrnitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peran ahli rehabilitasi
medis terutama dari segi ortotik sangat besar pada usaha pencegahan terjadinya
ulkus. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut :
 Untuk kaki yang kurang merasa/insensitif (kategori 3 dan 5), alas kaki perlu
diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut.
 Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian khusus
mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki.
 Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan kaki
perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.
 Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semua usaha dan dana seyogyanya
perlu dikerahkan untuk mencoba menyelamatkan kaki dan usaha ini masuk
ke usaha pencegahan sekunder yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

3.7.2 Pencegahan Sekunder


Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sarna multidisipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama :
 mechanical control-pressure control
 wound control
 microbiological control-infection control
 vascular control

20
 metabolic control
 educational control
Untuk pengelolaan ulkus gangren diabetik yang optimal, berbagai ha1 di
bawah ini merupakan penjabaran lebih rinci dari keenam aspek tersebut pada
tingkat pencegahan sekunder dan tersier, yaitu pengelolaan optimal ulkus/gangren
diabetik
A. Kontrol metabolik.
Keadaan urnum pasien harus dipert-atikan dan diperbaiki. Konsentrasi
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal rnungkin, untuk memperbaiki
berbagai faktor terkait hiperglikernia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentrasi glukosa darah.
Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.
Nutrisi yang baik jelas membantu kesernbuhan luka. Berbagai hal lain harus
juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi
Hb dan derajat oksigenisasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya. Semua
faktor tersebut tentu akan dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak
diperhatikan dan tidak diperbaiki.
B. Kontrol vaskular
Keadaan vaskular yang buruk : tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien
dan juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat
dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti : warna dan suhu kulit, perabaan
arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran
tekanan darah. Disamping itu saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir
untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif maupun
yang invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, pemeriksaan ekhodopler dan kemudian
pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa :
 Modifikasi faktor resiko :

21
 Stop merokok
 Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait aterosklerosis :
 Hiperglikemia
 Hipertensi
 Dislipidemia
Walking program-latihan kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi
oleh jajaran rehabilitasi medik.
 Terapi farmakologis
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat akan bermanfaat pula
untuk pembuluh darah kaki penyandang dm. Tetapi sampai saat ini belum ada
bukti yang cukup kuat untuk pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki
patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.
 Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio
intermitten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan
gambaran pernbuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskular
dapat lebih rnudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya. Untuk
oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang
pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular-PTCA. Pada keadaan
sumbatan akut dapat pula dilakukan trombo-arterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. paling tidak
faktor vaskular sudah memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung
pada berbagai faktor lain yang juga masih banyak jumlahnya. terapi hiperbarik
dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi
jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. walaupun demikian masih
banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengeloaan
umum kaki diabetes.
C. Wound control

22
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridemen yanga dekuat.
Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut) yang masing-masing
tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan juga letak luka
tersebut. Dressing yang mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated
dressing, alginate dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih
produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated
dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi.
Tetapi jangan lupa bahwa tindakan debridemen yang adekuat merupakan
syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan
mengklasifikasikan luka. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat
membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus gangren.
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada
luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau yodine encer, senyawa
silver sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridemen
non-surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. Jika luka sudah lebih baik dan tidak
terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing yang dapat dipertahankan
beberapa hari dapat digunakan. Tentu saja untuk kesembuhan luka kronik seperti
pada luka kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk penyembuhan
harus dipertahankan. Yakinkan bahwa luka selalu dalam keadaan optimal, dengan
demikian penyembuhan luka akan terjadi sesuai dengan tahapan yang harus selalu
dilewati dalam rangka proses penyembuhan.
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi dan kemudian
epitelialisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula
dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini dipakai di banyak
sekali tempat perawatan kaki diabetes. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat
dimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagrafl, apligraft, growth factor,
protease inhibitor dsb, untuk rnempercepat kesembuhan luka.

23
Bahkan ada dilaporkan terapi gen untuk mendapatkan bakteri e. coli yang
dapat rnenghasilkan berbagai faktor pertumbuhan. Ada pula dilaporkan
pemakaian maggot (belatung), lalat (lalat hijau) untuk rnembantu mernbersihkan
luka. Berbagai laporan tersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan
belum cukup terbukti secara luas untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan rutin
kaki diabetes.
D. Microbiological control
Data rnengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta data terakhir
menunjukkan bahwa pada pasien yang datang dari luar, umumnya didapatkan
infeksi bakteri yang multipel, anaeob dan anerob. Antibiotik yang dianjurkan
harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai
acuan, dari penelitian tahun 2004 di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,
umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan
gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau.
Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan
antibiotik dengan spektrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif
(seperti rnisalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang
bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).
E. Pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat
badan-weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat
menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar seperti luka
pada kaki Charcot. Peran jajaran rehabilitasi medis pada usaha pressure control ini
juga sangat mencolok.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weightbearing dapat dilakukan
antara lain dengan :
 Removable cast walker
 Total contact casting
 Temporary shoes
 Felt padding
 Crutches Wheelchair

24
 Electric carts
 Craddled insoles
Berbagai cara surgikal dapatdipakai untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti :
1) Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses
2) Prosedur koreksi bedah seperti operxi untuk hammer toe, metatarsal head
resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
F. Education control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan rnendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesernbuhan luka yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus
dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan
terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan, keterlibatan ahli
rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangi kecacatan yang mugkin
timbul pada pasien. Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh
sesudah amputasi, untuk rnemberikan bantuan bagi para amputee menghindari
terjadinya ulkus baru.
Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan
sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang terjadi berikut
memberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada ulkus yang pertama.

25
Pada pemeriksaan penunjang, pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap
dan kadar gula darah. Infeksi pada ulkus diabetic harus dievaluasi dan didiagnosis
secara klinis berdasarkan tanda dan gejala inflamasi lokal. Diagnosis DM
ditegakan dengan pemeriksaan kadar gula darah puasa, gula darah plasma 2 jam
setelah TTGO, dan HbA1c yang dijelaskan pada Gambar 3 dan 4 berikut :

Pengendalian infeksi misalnya, berkaitan erat dengan pemberian antibiotik


yang tepat dan sesuai dengan kultur. Penentuan derajat infeksi menjadi sangat
penting. Menurut The Infectious Diseases Society of America membagi infeksi
menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Infeksi ringan: apabila didapatkan eritema 2 cm 3.
2. Infeksi berat: apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
Staphylococus sp, Streptococus sp, Enterobacteriaceae, Pseudomonas,
Enterococus dan bakteri anaerob misalnya Bacteriodes, Peptococus,

26
Peptostreptococus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan
pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta
aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi
imipenem-cilastatin, Blactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-
tazobactam) dan cephalosporin spektrum luas.
Apabila hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan di lapangan adalah
pemberian antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas Ceftriaxone,
Ciprofloxacin, dan Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik
spektrum luas, yang dapat mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram
negatif, maupun bakteri anaerob. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita
kaki diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan
kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.

3.8 Prognosis
Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang terlibat dalam
patofisiologi, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Penatalaksanaan holistik
harus ditekankan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas kaki diabetik.

27
PEMBAHASAN

Keluhan Keterangan
Nama : umar dani Diabetic Foot Ulcer (DFU)
Usia : 52 tahun merupakan salah satu komplikasi
Riwayat DM (+) kronik dari diabetes melitus. Pada
Obesitas (+) kasus, pasien didiagnosis dengan DM
Merokok (+) tipe 2 sejak 4 tahun yang lalu dengan
gula darah yang tidak terkontrol dan
tidak ada pantangan dalam makanan.
Gejala : Pada kasus, pasien mengalami
Pasien tidak tau bahwa ada luka gangguan Neuropati sensorik berat
dikaki, awalnya tau ada luka karena sehingga sensasi daerah kaki sudah
ada gembung berisi air yang kemudia mulai berkurang. Neuropati sensorik
bernanah. ini menghilangkan sensasi proteksi
yang berakibat rentan terhadap trauma
fisik dan termal, sehingga
meningkatkan risiko ulkus kaki. Hal
ini menyebabkan ulkus terjadi secara
berulang.
Berdasarkan kriteria wagner,
ulkus diabetik pada pasien adalah
derajat 1 yaitu ulkus terdapat pada
superfisial. Pada kasus, terdapat
adanya kulit yang kering yang
merupakan salah satu neuropati
gangguan otonom. Neuropati autonom
ditandai dengan kulit kering, tidak
kering, tidak berkeringat, berkeringat,
dan peningkatan pengisian kapiler
sekunder akibat pintasan
arteriovenosus kulit.

28
1. IVFD RL 10 gtt/i Ketorolac adalah obat inflamasi
2. Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam non steroid yang digunakan untuk
3. Inj. Omeprazole 1 vial/h meredakan peradangan dan rasa nyeri
4. Inj. Mecobalamin 1 amp/12 jam dengan penggunaan dalam jangka
5. Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam pendek. Obat ini bekerja dengan cara
6. Drip pct 1 fls/8 jam menghambat kerja dai enzim
7. Drip levofloxacin 750/fls/h siklooksigenasi (COX) dimana enzim
8. Inj. Furosemid/8 jam ini berfungsi dalam membantu
9. Sc lantus 0-0-0-20 unit pembentukan prostaglandin saat
10. Sc apidra 20-20-20 unit terjadinya luka dan menyebabkan rasa
11. Pregabalin 2x1 sakit serta peradangan. Kerita kerja
12. Cpg 1x75 mg (pagi) enzim COX terhalangi, maka produksi
13. Carbamazepin (1x1 (malam) prostaglandin lebih sedikit, sehingga
14. Spironolacton 1x25 mg rasa sakit dan peradangan akan
15. Candesartan 1x8 mg berkurang.
16. Cilostazol 1x1 Omeprazole adalah Obat maag
17. Alprazolam 1x0,5 mg jenis penghambat pompa
proton atau proton pump
inhibitors (PPIs) untuk mengurangi
kadar asam lambung.
Mecobalamin adalah obat
generik yang merupakan satu bentuk
kimiawinya berupa co-enzyme dari
b12. Obat ini digunakan untuk
mengobato neuropati perifer (saraf
tepi) dengan memperbaiki gangguan
metabolisme asam nukleat dan protein
di dalam jaringan saraf seta
memperbaiki gangguan saraf sensoris
dan motoris.
Ondansentron adalah obat
golongan antiemetik. Ondansetron

29
bekerja dengan menghambat ikatan
serotonin pada reseptor
5HT3, sehingga membuat
penggunanya tidak mual dan berhenti
muntah.
Paracetamol adalah obat
golongan antipiretik dan analgesik.
Paracetamol bekerja dengan cara
mengurangi produksi zat penyebab
peradangan, yaitu prostaglandin.
Dengan penurunan kadar
prostaglandin di dalam tubuh, tanda
peradangan seperti demam dan nyeri
akan berkurang.
Levofloxacin adalah antibiotik
golongan quinolon. Mengobati infeksi
akibat bakteri, termasuk infeksi
saluran kemih, sinusitis, infeksi
prostat, pneumonia, infeksi kulit,
anthrax, dan penyakit pes.
Furosemide adalah obat
golongan diuretik yang bermanfaat
untuk mengeluarkan kelebihan cairan
dari dalam tubuh melalui urine. Obat
ini sering digunakan untuk mengatasi
edema (penumpukan cairan di dalam
tubuh) atau hipertensi (tekanan darah
tinggi). Furosemide bekerja dengan
cara menghalangi penyerapan natrium
di dalam sel-sel tubulus ginjal dan
meningkatkan jumlah urine yang
dihasilkan oleh tubuh.

30
Lantus merupakan sediaan yang
mengandung insuline glargine yang
termasuk dalam golongan insulin
analog kerja panjang (long-acting),
obat ini dapat menurunkan kadar gula
darah dalam tubuh pada pasien DM.
Apidra adalah obat yang
diperuntukkan bagi pasien dengan
diabetes mellitus, baik tipe 1 maupun
tipe 2. Pengobatan ini mengandung
insulin glulisine yang termasuk ke
dalam golongan insulin long acting
atau rapid acting insulin. Injeksi
insulin ini dilakukan pada 15 menit
sebelum makan atau 20 menit setelah
makan. Karena mengandung insulin
glulisine, Apidra merupakan insulin
buatan yang menyerupai insulin alami
manusia. Satu unit Apidra memiliki
kemampuan menurunkan gula darah
sama dengan insulin alami manusia.
Pregabalin termasuk ke dalam
golongan obat antikonvulsan. Obat ini
bekerja dengan mengurangi aktivitas
listrik yang abnormal di sistem saraf.
Dengan begitu, nyeri dan kejang bisa
mereda.
Clopidogrel adalah obat
golongan antiplatelet yang bekerja
dengan mencegah trombosit atau sel
keping darah saling menempel dan
membentuk gumpalan darah.
Carbamazepine adalah obat
antikonvulsan untuk mengontrol dan
mencegah terjadinya kejang akibat

31
epilepsi. Obat ini juga digunakan
untuk mengatasi nyeri di wajah akibat
gangguan saraf trigeminal
(trigeminal neuralgia) atau gangguan
bipolar. Obat ini bekerja dengan cara
mengembalikan keseimbangan impuls
dan aktivitas kelistrikan yang ada di
sistem saraf. Cara kerja ini akan
mampu meredakan kejang dan nyeri.
Spironolactone termasuk ke
dalam jenis obat diuretik hemat
kalium. Obat ini bekerja dengan cara
menghambat penyerapan garam
(natrium) berlebih ke dalam tubuh dan
menjaga kadar kalium dalam darah
agar tidak terlalu rendah, sehingga
tekanan darah dapat diturunkan.
Candesartan termasuk ke dalam
obat golongan angiotensin receptor
blockers (ARB) yang bekerja dengan
cara menghambat reseptor angiotensin
II. Saat angiotensin II dihambat,
pembuluh darah akan lemas dan
melebar sehingga aliran darah menjadi
lebih lancar dan tekanan darah turun.
Cilostazol adalah obat untuk
mengatasi klaudikasio intermiten,
yaitu kondisi yang menyebabkan sakit
pada tungkai ketika berjalan, karena
penyempitan pembuluh darah. Kondisi
tersebut biasanya dialami oleh
penderita penyakit arteri perifer. Obat
ini kadang juga digunakan untuk
mencegah stroke.
Cilostazol bekerja dengan cara
menghambat keeping darah
(platelet/trombosit) saling menempel,
sehingga mencegah terjadinya
penggumpalan darah. Cilostazol juga
membuat pembuluh darah melebar

32
(vasodilator), sehingga memperlancar
aliran darah dan menambah pasokan
oksigen pada sel tubuh.
Alprazolam adalah obat
penenag golongan benzodiazepin, obat
ini bekerja di dalam saraf otak untuk
menghasilkan efek menenangkan
dengan meningkatkan aktivitas zat
kimia alami dalam tubuh yang disebut
asam gamma-aminobutirat (GABA).

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo Aw, Stiyohadi B, Syam Af. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid Ii. Ed. Vi. Jakarta : Interna Publishing. 2014.
2. Lina Ema Purwanti, Sholihatul Maghfirah. Faktor Risiko Komplikasi Kronis
(Kaki Diabetik) Dalam Diabetes Mellitus Tipe 2. The Indonesian Journal Of
Health Science, Vol. 7, No. 1, Desember 2016
3. Eva Decrol. Diagnostic Of Diabetic Foot Ulcer. Subbagian Endokrin
Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran Unand/ Rsup Dr.
M. Djamil Padang
4. Nurul Amelya Amsyar. Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Komplikasi Kaki
Diabetik Wagner IV. Referat. Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
Palu. 2018

34

Anda mungkin juga menyukai