Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Seorang Perempuan Umur 69 Tahun Datang dengan Keluhan


Utama Luka, Bengkak dan Nyeri di Punggung Kaki Kanan sejak
1 Minggu SMRS

Oleh:

Pembimbing:
dr. Ahmar Kurniadi, Sp.PD-KKV.FINASIM
dr. Hadhimuljono, Sp.PD. FINASIM
dr. Julfreser Sinurat, Sp.PD
Oleh:
dr. Renal Yusuf

Pendamping:

dr. Hj. Evi Damayanti, MARS

dr. Edward Yulizar

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RS SOBIRIN LUBUK LINGGAU
SUMATERA SELATAN
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Seorang Perempuan Umur 69 Tahun Datang dengan Keluhan


Utama Luka, Bengkak dan Nyeri di Punggung Kaki Kanan sejak
1 Minggu SMRS

Oleh:
dr.Renal Yusuf

Pendamping:

dr. Hj. Evi Damayanti, MARS

dr. Edward Yulizar

Wahana:

RSUD Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas

Telah dipresentasikan dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Program Internsip Dokter Indonesia.

Musi Rawas, Januari 2019

Pendamping,

dr. Hj. Evi Damayanti, MARS dr. Edward Yulizar


BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,


ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur. 2
Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat
penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati
maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga
pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai
diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan
dimengerti 3
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DW
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 69 Tahun
Alamat : Marga Tunggal Jayaloka Musi Rawas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Ruang : Anggrek 3.6
No. RM : 113443
Tgl. MRS : 11 Juli 2019

II. ANAMNESIS
2.1. Keluhan Utama:
Luka, bengkak dan nyeri di punggung kaki kanan sejak 1 minggu SMRS.
2.2. Keluhan Tambahan:
Badan lemas sejak 1 mingu SMRS

2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak ± 1 minggu SMRS Os mengeluh timbul bengkak pada


punggung kaki kanan, bengkak tidak diketahui penyebabnya oleh pasien.
Bengkak semakin membesar dari hari ke hari, terasa panas (+), merah (+),
nyeri (+). Bengkak dan luka bertambah luas hingga lateral digiti I . Darah (-),
nanah (+). Demam (+) hilang timbul, tidak terlalu tinggi, menggigil (-). Lemas
(+), nafsu makan menurun (+), Kesemutan diujung-ujung jari tangan dan kaki
(+), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os belum berobat.
±3 hari SMRS Os mengeluh badan semakin lemas, os mengaku tidak
nafsu makan. Demam (+), tidak terlalu tinggi, sesak (-), batuk (-), mual (-),
muntah (-). Pusing (+), nyeri didaerah tengkuk (+), BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Nyeri dan bengkak di kaki kanan (+), rasa kesemutan diujung-ujung
jari (+). Os dibawa oleh keluarga ke IGD RS. Dr. Sobirin Lubuk Linggau.

2.4. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat kencing manis sejak ±5 tahun yll, os mengaku sering kencing,


cepat haus dan lapar serta mengalami penurunan berat badan yang tidak
diketahui sebabnya. Os rutin kontrol dan minum obat glibenklamid 1x1
- Riwayat darah tinggi sejak ±3 tahun yll, tidak teratur minum obat.

2.5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga (+). Kakak os
menderita kencing manis

III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1. Keadaan Umum


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Kompos mentis
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 82x /menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Pernapasan : 20x /menit, regular, tipe thorakoabdominal
- Suhu : 37,20 C
- Tinggi badan : 160 cm
- Berat badan : 67 kg
- IMT : 26,17 kg/m2
- Status gizi : Overweight (Obese I)
3.2. Keadaan Spesifik
KEPALA
- Bentuk : Normosefali, simetris
- Rambut : Tidak mudah dicabut, rontok (-)
- Mata : Eksoftalmus (-/-), edema palpebrae (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+).
- Telinga : Bentuk normal, simetris, MAE lapang
- Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, deviasi (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis
(+), nyeri menelan (-), tonsil T1/T1
LEHER
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar Thyroid (-/-)

THORAKS

Bentuk toraks normal simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar,
retraksi dinding thoraks tidak ada.

Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan = kiri saat statis dan dinamis, retraksi -/-,
sela iga tidak melebar
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks. Batas paru hati pada linea
midclvavicula dextra ICS V
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra,
Batas kanan linea sternalis dextra,
Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+), hepar dan lien tak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
GENITALIA
Tidak ada kelainan

EKSTREMITAS
- Superior : Hangat (+), tremor (-), Eritema palmaris (-/-), Sianosis
(-/-), Clubbing finger (-/-), edema (-/-)
- Inferior : Hangat (+), Edema pretibial (-/-), Sianosis (-/-)
Terdapat gangren diabetik pada lateral digiti I pedis dextra,
nyeri (+), pus (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LABORATORIUM DARAH
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hemoglobin 10,4,0 11 – 16g/dL


Hematokrit 30,80 40 – 50%
Eritrosit 3,8 3.5 – 5.5juta/uL
Leukosit 17500 4.000 – 10.000/uL
Trombosit 521000 150.000 – 450.000/uL
LYM% 11,1 22 – 44 %
NEUT% 81,6 45-77%
MXD% 7,3 3-10%
MCH 27,2 26-31pg
MCV 80,6 86-100fL
MCHC 33,8 31-37g/L
Kimia Darah
BSS 309.9 0-180 mg/dl
Ureum 62.4 20-40 mg/dl
Kreatinin 1.46 0.8-1.5 mg/dl
Uric Acid 12.56 3.3-7 mg/dl
Kolesterol 216.8 80-250 mg/dl
Trigliserid 482.9 72-172 g/dl
HDL 24.0 0-55 mg/dl
LDL 181.7 108-188 mg/dl

BSN 403.0 70-100 mg/dl


BSPP 549.0 0-140 mg/dl

BSN 162 70-100 mg/dl


BSPP 111 0-140 mg/dl

3. RADIOGRAFI THORAX POSTERO-ANTERIOR

Hasil sebagai berikut :

- Jantung kesan tidak membesar.


- Mediastinum superior tidak melebar.
- Trakea letak ditengah.
- Hilus kanan dan kiri tidak menebal.
- Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
- Tidak tampak infiltrat di kedua paru.
- Tulang-tulang dan soft tissue baik
Kesan : Normal
4. RADIOGRAFI PEDIS DEXTRA ANTERO-POSTERIOR OBLIK

Hasil sebagai berikut :

- Kedudukan tulang-tulang pedis kanan baik


- Tidak tampak lesi litik atau destruksi maupun fraktur di tulang pedis
kanan.
- Celah sendi tidak menyempit atau melebar.
- Soft tissue tanpak swelling
Kesan :
 Tidak tampak tanda-tanda osteomielitis pada pedis kanan
 Soft tissue swelling
FOTO GANGREN PEDIS DEXTRA
Gambar 1. Luka pada lateral digiti I pedis dextra

V. DIAGNOSIS KERJA
DM tipe 2 + Gangren diabetikum pedis dextra + Hipertensi stage I +
Dislipidemia + Hiperuricemia + Trombositosis

VI. DIAGNOSIS BANDING


DM tipe 1 + Gangren diabetikum pedis dextra + Hipertensi stage I +
Dislipidemia + Hiperuricemia + Trombositosis

VII. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis
 Istirahat
 Diet DM 1500 kkal (rendah garam rendah purin)
 GV 2x1
 Edukasi

Farmakologis
 IVFD NaCl gtt xx/m
 Inj. Ceftriaxone 2x1 (IV)
 Inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)
 Inj. Ranitidin 2x1 (IV)
 Amlodipin 5mg 1x1 (PO)
 Inj. Novorapid 3x10 IU (SC)
 Inj. Levemir 1x13 IU (SC)
 Fenofibrat 100mg 2x1 (PO)
 Asetosal 80mg 1x1 (PO)
 Allupurinol 100mg 2x1 (PO)

VI. RENCANA PEMERIKSAAN


o Urin rutin
o Keton
o HbA1C
o Kultur pus dan resistensi

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Malam

VIII. RINGKASAN MASALAH

Os, perempuan, 69 tahun datang ke IGD RS Dr. Sobirin Lubuk Linggau


dengan keluhan utama luka, bengkak dan nyeri di punggung kaki kanan sejak 1
minggu SMRS dan badan yang semakin lemas sejak ±3 hari SMRS. Os mengaku
sejak ± 1 minggu SMRS timbul bengkak pada punggung kaki kanan, bengkak
tidak diketahui penyebabnya oleh pasien. Bengkak semakin membesar dari hari
ke hari, terasa panas, merah, nyeri. Bengkak dan luka bertambah luas. Darah
tidak ada, nanah ada. Demam ada hilang timbul, tidak terlalu tinggi. Badan
lemas , nafsu makan menurun. BAK dan BAB tidak ada keluhan. ±3 hari SMRS
Os mengeluh badan semakin lemas, tidak nafsu makan, os mengaku tidak makan
selama tiga hari ini. Demam ada, tidak terlalu tinggi. Sesak dan batuk disangkal,
mual, muntah ada. Pusing ada, nyeri didaerah tengkuk ada, BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Os memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe II sejak tahun 2010 dan
hipertensi sejak tahun 2013. Os rutin berobat kencing manis dan meminum obat
glibenclamide 1x1. Os tidak rutin kontrol tekanan darah tingginya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, keadaan
umum sakit sedang, Tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 82x /menit, reguler, isi
dan tegangan cukup, pernapasan 20x /menit, regular, tipe thorakoabdominal, suhu
36.90 C. Paru dan Jantung dalam batas normal, terdapat pembengkakan pada
punggung kaki kanan dan ulkus yang melebar ke ibu jari lateral kaki kanan sejak
1 minggu SMRS. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa radiografi thorak
dengan hasil gambaran paru dan jantung yang normal serta radiografi pedis kanan
dengan hasil tidak ditemukan adanya tanda-tanda osteomielitis.

IX. Follow Up
Tanggal 11-07-2019
S Badan lemas, nyeri diluka kaki (+), mual(+).
O:
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 82x/ menit
Penapasan 22x/ menit
Suhu tubuh 370C
Mata Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema palpebra(-/-)
Leher JVP (5-2)cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest (-)
Pulmo Inspeksi: statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding
dada (-)
Palpasi: stem fremitus kanan = kiri, sela iga tidak melebar.
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar ICS V,
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat, voussure cardiaque (-)
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Jantung Perkusi: batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung pada
linea sternalis kanan, batas kiri jantung ICS V linea
midclavicularis kiri.
Auskultasi: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (+).
Perkusi: tympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas Clubbing finger (-/-), Edema pretibial (-/-)
A DM tipe 2 overweight + Gangren diabetikum pedis dextra +
Hipertensi stage I + Dislipidemia + Hiperuricemia +
Trombositosis
P Non Farmakologi
Istirahat
Diet DM 1500 kkal (rendah garam, rendah purin)
Wound toilet (GV 2x1)
Edukasi
Farmakologi
 IVFD NaCl gtt xx/m
 Inj. Ceftriaxone 2x1 (IV)
 Inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)
 Inj. Ranitidin 2x1 (IV)
 Amlodipin 5mg 1x1 (PO)
 Inj. Novorapid 3x10 IU (SC)
 Inj. Levemir 1x13 IU (SC)
 Fenofibrat 100mg 2x1 (PO)
 Asetosal 80mg 1x1 (PO)
 Allupurinol 100mg 2x1 (PO)

Tanggal 12-07-2019
S Badan lemas, nyeri diluka kaki (+), mual(+).
O:
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80x/ menit
Penapasan 20x/ menit
Suhu tubuh 36,80C
Mata Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema palpebra(-/-)
Leher JVP (5-2)cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest (-)
Pulmo Inspeksi: statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding
dada (-)
Palpasi: stem fremitus kanan = kiri, sela iga tidak melebar.
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar ICS V,
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat, voussure cardiaque (-)
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Jantung Perkusi: batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung pada
linea sternalis kanan, batas kiri jantung ICS V linea
midclavicularis kiri.
Auskultasi: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (+).
Perkusi: tympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas Clubbing finger (-/-), Edema pretibial (-/-)
A DM tipe 2 overweight + Gangren diabetikum pedis dextra +
Hipertensi stage I + Dislipidemia + Hiperuricemia +
Trombositosis
P Non Farmakologi
Istirahat
Diet DM 1500 kkal (rendah garam, rendah purin)
Wound toilet (GV 2x1)
Edukasi
Farmakologi
 IVFD NaCl gtt xx/m
 Inj. Ceftriaxone 2x1 (IV)
 Inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)
 Inj. Ranitidin 2x1 (IV)
 Amlodipin 5mg 1x1 (PO)
 Inj. Novorapid 3x10 IU (SC)
 Inj. Levemir 1x13 IU (SC)
 Fenofibrat 100mg 2x1 (PO)
 Asetosal 80mg 1x1 (PO)
 Allupurinol 100mg 2x1 (PO)
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. 4

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association


(ADA), 2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi
pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI


1998
A
DM TIPE 1: DM TIPE 2 : DM TIPE LAIN : DM
Defisiensi Defisiensi insulin 1. Defek genetik fungsi sel beta : GESTASIONAL
insulin absolut relatif : Maturity onset diabetes of the young
akibat destuksi 1, defek sekresi Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain
sel beta, insulin lebih 2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis
karena: dominan daripada Pankreatektomy
1.autoimun resistensi insulin. 3.Endokrinopati : akromegali, cushing,
2. idiopatik 2. resistensi insulin hipertiroidisme
lebih dominan 4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
daripada defek 5.Akibat virus: CMV, Rubella
sekresi insulin. 6.Imunologi: antibodi anti insulin
7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

2.3 Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.2

2.4 Patogenesis
2.4.1 Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau
sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja
sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta
dan penampakan diabetes.5

2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2


Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5

2.5 Manifestasi Klinik


Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan
mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan,
Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan,
rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
 Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal
2x.3
Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94
 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa.
 Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) ,
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat
 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau
GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
 TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
 GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

2.6 Komplikasi
a. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh
menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin
mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas
akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam
kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang
kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel
yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda
keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein
dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya
KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO 3
rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala
berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda
khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari
600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350
mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes
tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh
kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah
nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah
keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium
parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak
ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium
simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan
gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala
neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa
kejang.
b. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
• Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan
inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol
seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan
berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan
retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina
menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan
sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada
retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-
protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini
berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi
saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat
penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap
tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.
Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat
progresivitas kerusakan retina.
• Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200
ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut
menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada
tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced
glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan
kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai
vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi
terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah
menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang
menjadi chronic kidney disease.9
• Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6

2. Makroangiopati
• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata
keluarga PJK atau DM
• Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering
anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang
pertama muncul.9

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes melitus dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan yang baik. Tujuan pengelolaan secara umum menurut Perkeni
(2006) adalah meningkatkannya kualitas hidup pasien Diabetes.
Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar utama pengelolaan Diabetes
Melitus, yang meliputi: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
intervensi farmakologis.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO)dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
2.7.1 Penatalaksanaan Farmakologis
Sarana penatalaksanaan farmakologis diabetes dapat berupa obat
hipoglikemik oral (OHO):
a. Pemicu Sekresi Insulin
 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masihh boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.6
 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati.6
b. Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin (Tiazolidindion)

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada


Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu
dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.6

c. Penghambat Glukoneogenesis (Metformin)


Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.6
d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,


sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.6

Hal-hal yang harus diperhatikan :


OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai
respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea
generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum
makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada
saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama.
Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

Insulin
 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
fisiologis.
 Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
 Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
 Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi
sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau
ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.
2.7.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan
diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan
motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan
evaluasi.10

b. Terapi Medis Gizi


Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal kabohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan
gizi baik sebagai berikut:
 Kabohidrat : 60 – 70%
 Protein : 10 – 15%
 Lemak : 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat
badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki
dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan
kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang
diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada
dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non
diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik
maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati
ideal.10

c. Olah Raga
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur. (3-
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan10

2.8 Pencegahan
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
• Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
• Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang
dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk
mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli
di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompokpenyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin,kerja insulin atau kedua-duanya.
Kasus ini memaparkan seorang perempuan Ny. DW, berusia 69 tahun,
MRS tanggal 06 Juli 2019, dengan keluhan utama luka, bengkak dan nyeri di
punggung kaki kanan sejak 1 minggu SMRS dan badan yang semakin lemas sejak
±3 hari SMRS. Dari hasil anamnesis os mengaku sejak ± 1 minggu SMRS timbul
bengkak pada punggung kaki kanan, bengkak tidak diketahui penyebabnya oleh
pasien. Bengkak semakin membesar dari hari ke hari, terasa panas, merah, nyeri.
Bengkak dan luka bertambah luas. Darah tidak ada, nanah ada. Demam ada
hilang timbul, tidak terlalu tinggi. Badan lemas , nafsu makan menurun. BAK dan
BAB tidak ada keluhan. ±3 hari SMRS Os mengeluh badan semakin lemas, tidak
nafsu makan, os mengaku tidak makan selama tiga hari ini. Demam ada, tidak
terlalu tinggi. Sesak dan batuk disangkal, mual, muntah ada. Pusing ada, nyeri
didaerah tengkuk ada, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Os memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe II sejak tahun 2010 dan
hipertensi sejak tahun 2013. Os rutin berobat kencing manis dan meminum obat
glibenclamide 1x1 namun os tidak rutin kontrol tekanan darah tingginya. Dari
pemeriksaan hematologi saat pasien masuk, didapatkan kadar BSS yang tinggi
yakni 309,9 mg/dl. Dalam penegakan diagnosis DM perlu dicari keluhan khas
DM berupa poliuria, polidpsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Pada pasien ini, juga ditemukan keluhan berupa lemah
serta kesemutan. Jika terdapat keluhan khas DM, pemeriksaan gula darah sewaktu
≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM. Ditambah juga pada
pasien ini memang telah didiagnosis DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan rutin
mengkonsumsi obat Glibenklamid sekali sehari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, keadaan
umum sakit sedang, Tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 82x /menit, reguler, isi
dan tegangan cukup, pernapasan 20x /menit, regular, tipe thorakoabdominal, suhu
36.90 C. Paru dan Jantung dalam batas normal, terdapat pembengkakan pada
punggung kaki kanan dan ulkus yang melebar ke ibu jari lateral kaki kanan sejak
1 minggu SMRS. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa radiografi thorak
dengan hasil gambaran paru dan jantung yang normal serta radiografi pedis kanan
dengan hasil tidak ditemukan adanya tanda-tanda osteomielitis.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan diatas, dapat ditarik daftar
permasalahan yang ada pada pasien ini yaitu DM tipe 2 overweight + Gangren
diabetikum pedis dextra + Hipertensi stage I + Dislipidemia + Hiperuricemia +
Trombositosis. Penatalaksanaan untuk DM type 2 pada pasien ini yakni dengan
memberikan terapi suntikan insulin. Indikasi suntikan insulin pada pasien ini
yakni dikarenakan adanya kaki diabetik terinfeksi, dan fluktuasi gula darah yang
tinggi walaupun telah menggunakan OHO. Untuk itu, pada pasien ini diberikan
injeksi Novorapid dengan dosis 3x10 IU dan levemir 1x13 IU. Pengobatan infeksi
untuk kaki diabetik pasien ini, diberikan antibiotik berupa Injeksi Ceftriaxone 2x1
(IV) dan infus Metronidazole 3x500 mg (IV). Amlodipin 5mg diberikan sekali
sehari pada pasien ini mengingat tekanan darahnya yang cukup tinggi yakni
150/90 mmHg. Trigliserid yang tinggi dapat diturunkan dengan menggunakan
fenofibrat 100mg 2 kali sehari. Hiperuricemia pada pasien ini diturunkan dengan
menggunakan Allupurinol 100 mg 2 kali sehari.
Diagnosa dini sangatlah penting dalam menentukan prognosis.
Karakteristik yang dapat diambil sebagai tolak ukur dalam mendiagnosis adalah
ditemukannya hasil gula darah yang abnormal yang diperiksa beberapa kali
kecuali disertai gejala klinis yang klasik. Intervensi farmakologis ditambahkan
jika sasaran kadar glukosa darah belum juga tercapai dengan pengaturan makanan
dan latihan jasmani. Yang bertujuan mencegah terjadinya komplikasi karena
bilaman sudah terjadi komplikasi maka tidak dapat diperbaiki lagi dan
menimbulkan cacat yang dapat menimbulkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar


ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu
Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai
penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2
di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis,
dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal.
1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine
Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia.
Jakarta;2005; hal.1259

Anda mungkin juga menyukai