Oleh:
Pembimbing:
dr. Ahmar Kurniadi, Sp.PD-KKV.FINASIM
dr. Hadhimuljono, Sp.PD. FINASIM
dr. Julfreser Sinurat, Sp.PD
Oleh:
dr. Renal Yusuf
Pendamping:
Laporan Kasus
Oleh:
dr.Renal Yusuf
Pendamping:
Wahana:
Telah dipresentasikan dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Program Internsip Dokter Indonesia.
Pendamping,
PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DW
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 69 Tahun
Alamat : Marga Tunggal Jayaloka Musi Rawas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Ruang : Anggrek 3.6
No. RM : 113443
Tgl. MRS : 11 Juli 2019
II. ANAMNESIS
2.1. Keluhan Utama:
Luka, bengkak dan nyeri di punggung kaki kanan sejak 1 minggu SMRS.
2.2. Keluhan Tambahan:
Badan lemas sejak 1 mingu SMRS
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga (+). Kakak os
menderita kencing manis
THORAKS
Bentuk toraks normal simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar,
retraksi dinding thoraks tidak ada.
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan = kiri saat statis dan dinamis, retraksi -/-,
sela iga tidak melebar
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks. Batas paru hati pada linea
midclvavicula dextra ICS V
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra,
Batas kanan linea sternalis dextra,
Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+), hepar dan lien tak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
GENITALIA
Tidak ada kelainan
EKSTREMITAS
- Superior : Hangat (+), tremor (-), Eritema palmaris (-/-), Sianosis
(-/-), Clubbing finger (-/-), edema (-/-)
- Inferior : Hangat (+), Edema pretibial (-/-), Sianosis (-/-)
Terdapat gangren diabetik pada lateral digiti I pedis dextra,
nyeri (+), pus (+)
1. LABORATORIUM DARAH
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
V. DIAGNOSIS KERJA
DM tipe 2 + Gangren diabetikum pedis dextra + Hipertensi stage I +
Dislipidemia + Hiperuricemia + Trombositosis
VII. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis
Istirahat
Diet DM 1500 kkal (rendah garam rendah purin)
GV 2x1
Edukasi
Farmakologis
IVFD NaCl gtt xx/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 (IV)
Inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)
Inj. Ranitidin 2x1 (IV)
Amlodipin 5mg 1x1 (PO)
Inj. Novorapid 3x10 IU (SC)
Inj. Levemir 1x13 IU (SC)
Fenofibrat 100mg 2x1 (PO)
Asetosal 80mg 1x1 (PO)
Allupurinol 100mg 2x1 (PO)
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Malam
IX. Follow Up
Tanggal 11-07-2019
S Badan lemas, nyeri diluka kaki (+), mual(+).
O:
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 82x/ menit
Penapasan 22x/ menit
Suhu tubuh 370C
Mata Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema palpebra(-/-)
Leher JVP (5-2)cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest (-)
Pulmo Inspeksi: statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding
dada (-)
Palpasi: stem fremitus kanan = kiri, sela iga tidak melebar.
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar ICS V,
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat, voussure cardiaque (-)
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Jantung Perkusi: batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung pada
linea sternalis kanan, batas kiri jantung ICS V linea
midclavicularis kiri.
Auskultasi: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (+).
Perkusi: tympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas Clubbing finger (-/-), Edema pretibial (-/-)
A DM tipe 2 overweight + Gangren diabetikum pedis dextra +
Hipertensi stage I + Dislipidemia + Hiperuricemia +
Trombositosis
P Non Farmakologi
Istirahat
Diet DM 1500 kkal (rendah garam, rendah purin)
Wound toilet (GV 2x1)
Edukasi
Farmakologi
IVFD NaCl gtt xx/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 (IV)
Inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)
Inj. Ranitidin 2x1 (IV)
Amlodipin 5mg 1x1 (PO)
Inj. Novorapid 3x10 IU (SC)
Inj. Levemir 1x13 IU (SC)
Fenofibrat 100mg 2x1 (PO)
Asetosal 80mg 1x1 (PO)
Allupurinol 100mg 2x1 (PO)
Tanggal 12-07-2019
S Badan lemas, nyeri diluka kaki (+), mual(+).
O:
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 80x/ menit
Penapasan 20x/ menit
Suhu tubuh 36,80C
Mata Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema palpebra(-/-)
Leher JVP (5-2)cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest (-)
Pulmo Inspeksi: statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding
dada (-)
Palpasi: stem fremitus kanan = kiri, sela iga tidak melebar.
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar ICS V,
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat, voussure cardiaque (-)
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Jantung Perkusi: batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung pada
linea sternalis kanan, batas kiri jantung ICS V linea
midclavicularis kiri.
Auskultasi: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (+).
Perkusi: tympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas Clubbing finger (-/-), Edema pretibial (-/-)
A DM tipe 2 overweight + Gangren diabetikum pedis dextra +
Hipertensi stage I + Dislipidemia + Hiperuricemia +
Trombositosis
P Non Farmakologi
Istirahat
Diet DM 1500 kkal (rendah garam, rendah purin)
Wound toilet (GV 2x1)
Edukasi
Farmakologi
IVFD NaCl gtt xx/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 (IV)
Inj. Metronidazole 3x500 mg (IV)
Inj. Ranitidin 2x1 (IV)
Amlodipin 5mg 1x1 (PO)
Inj. Novorapid 3x10 IU (SC)
Inj. Levemir 1x13 IU (SC)
Fenofibrat 100mg 2x1 (PO)
Asetosal 80mg 1x1 (PO)
Allupurinol 100mg 2x1 (PO)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.2
2.4 Patogenesis
2.4.1 Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau
sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja
sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta
dan penampakan diabetes.5
2.6 Komplikasi
a. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh
menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin
mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas
akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam
kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang
kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel
yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda
keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein
dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya
KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO 3
rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala
berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda
khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari
600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350
mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes
tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh
kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah
nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah
keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium
parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak
ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium
simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan
gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala
neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa
kejang.
b. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
• Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan
inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol
seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan
berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan
retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina
menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan
sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada
retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-
protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini
berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi
saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat
penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap
tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.
Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat
progresivitas kerusakan retina.
• Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200
ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut
menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada
tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced
glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan
kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai
vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi
terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah
menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang
menjadi chronic kidney disease.9
• Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6
2. Makroangiopati
• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata
keluarga PJK atau DM
• Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering
anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang
pertama muncul.9
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes melitus dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan yang baik. Tujuan pengelolaan secara umum menurut Perkeni
(2006) adalah meningkatkannya kualitas hidup pasien Diabetes.
Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar utama pengelolaan Diabetes
Melitus, yang meliputi: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
intervensi farmakologis.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO)dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
2.7.1 Penatalaksanaan Farmakologis
Sarana penatalaksanaan farmakologis diabetes dapat berupa obat
hipoglikemik oral (OHO):
a. Pemicu Sekresi Insulin
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masihh boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.6
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati.6
b. Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin (Tiazolidindion)
Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi
sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau
ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.
2.7.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan
diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan
motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan
evaluasi.10
c. Olah Raga
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur. (3-
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan10
2.8 Pencegahan
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
• Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
• Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang
dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk
mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli
di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
BAB IV
ANALISIS KASUS