Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

KISTA OVARIUM
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam
Mengikuti program Dokter Internsip Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Heru Pramono
Dokter Spesialis
Dr. H. A. Budi Putra, Sp.OG

BLUD H. ABDUL MADJID BATOE

STATUS PASIEN GYNEKOLOGI


I. IDENTITAS
Nama Pasien

: Ny. J

Umur

: 40 tahun

Pendidikan

: SMP

Agama

: Islam

Alamat

: Sengkati Kecil

Pekerjaan

: IRT

Tanggal Masuk

: 16 Mei 2016

II. ANAMNESA ( autoanamnesis tanggal 20 Mei 2016)


Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah sejak 3 bulan SMRS
Keluhan Tambahan
Mual, lemas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 3 bulan
SMRS. Nyeri seperti diremas dan dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan
menjalar sampai ke pinggang dan paha. 4 bulan terakhir pasien merasa
menstruasinya tidak teratur waktunya dan terasa nyeri saat menstruasi. Riwayat
perdarahan sehabis coitus disangkal tetapi nyeri saat koitus. Riwayat Trauma
disangkal. Riwayat keputihan disangkal. Riwayat perut yang semakin membesar
disangkal. 3 hari terakhir pasien masih mengeluh nyeri perut, badan terasa
lemas, dan mual. BAK dan BAB normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung, asma, hipertensi, alergi obat dan diabetes
melitus pada pasien disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus (-), asma (-), riwayat anggota
yang mengalami seperti ini (-). Riwayat keganasan (-).
Riwayat Operasi
Os tidak pernah dioperasi apapun sebelumnya.
Riwayat Menstruasi
Umur Menarche

: 11 tahun

Siklus

: 28 hari

Lama

: 7 hari

Banyak darah

: dalam batas normal (2- 3x ganti pembalut)

Sakit waktu menstruasi

: (+)

4 bulan terakhir pasien merasa menstruasinya tidak teratur.


Riwayat Pernikahan
Sudah Menikah 1x, pada umur 16 tahun.
Riwayat Kehamilan
1. Laki-laki / BBL 2500 gr / tahun 2004 / cukup bulan / bidan / sehat
2.

Laki-laki / BBL 3000gr / tahun 2006 / cukup bulan / bidan /


meninggal dengan penyebab tidak diketahui

3. Abortus
Riwayat KB
Tidak pernah memakai KB
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), minum alkohol (-), minum jamu (-), narkoba (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

: TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit

Tinggi Badan

: 150 cm

Berat Badan

: 45 kg

BMI

: 20 (normal)

Respirasi : 24x/menit
Suhu : 36,50C

Status Generalis
Kepala
Mata

: Conjungtiva Anemis +/+, Sklera Ikterik -/-

Hidung

: Tidak ada deformitas, tidak ada crepitasi, tidak ada sekret.

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid.

Thoraks
Inspeksi

: Bentuk simetris, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan gerak

Palpasi

: Vokal fremitus paru-paru kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada paru-paru kanan dan kiri

Auskultasi
Cor

: Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)

Pulmo : S1-S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)


Abdomen
Inspeksi

: Datar, striae (-), sikatrik (-)

Auskultasi

: Bising usus (+)

Palpasi

: Supel, Nyeri tekan (+) pada regio hipogastrica, hepar dan lien tak
teraba, massa tumor (-)

Perkusi
Ekstremitas

: Tympani
: Akral hangat, edema -/-, CRT < 2s

Status Ginekologis
Inspeksi

: vulva/uretra tenang, tak tampak tanda peradangan, tak tampak


benjolan, discharge, perdarahan pervaginal tak tampak.

Palpasi

: tidak dilakukan

Inspekulo

: tidak dilakukan

Vaginal Touche

: tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


PP test

: (-) negatif

Laboratorium Darah
RBC

: 4,33x106uL

WBC

: 7,2,x103uL

Hb

: 12,6 g/dl

HCT

: 35,8 %

PLT

: 194x103uL

CT

: 4 menit

BT

: 1 menit

Golongan Darah

:A

GDS

: 115

Pemeriksaan USG (Poli Kebidanan)


Kesan: Kista Ovarium dengan ukuran 2 x 5 cm

Resume :

V. DIAGNOSIS
Kista Ovarium
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam

: Dubia ad bonam

Ad Sanam

: Dubia ad bonam

Ad Fungsionam

: Dubia ad bonam

VIII. TERAPI
Kalnex injeksi 3x1 amp
Asam Mefenamat 3x250mg
Inbion 3x1
KB oral

TINJAUAN PUSTAKA
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
Definisi
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang
didalam maupun diluar siklus haid, yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional
mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat
reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause1.
Etiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan
menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa permulaan dan pada mssa
akhir fungsi ovarium. Pada usia perimenars, penyebab paling mungkin adalah faktor
pembekuan darah dan gangguan psikis1.
Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh
gangguan atau terlambat proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa
premenopasuse proses terhentinya proses ovarium tidak selalu berjalan lancar2.
Patofisiologi
Pasien

dengan

perdarahan

uterus

disfungsional

telah

kehilangan

siklus

endometrialnya yang disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai hasilnya
pasien mendapatkan siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat menstimulasi pertumbuhan
endometrium, berproliferasi terus menerus sehingga perdarahan yang periodik tidak terjadi3.
Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium
pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan
metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak
terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasi
endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus.
Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan
bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yaitu endometrium atrofik, hiperplastik,
proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar.
7

Pembagian endometrium menjadi endomettrium sekresi dan non sekresi penting artinya,
karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan ovulatoar dari yang anovulatoar.
Klasifikasi ini memiliki nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini memiliki
dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan
disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular,
hematologi dan vasomotorik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang
perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin2.
Gambaran Klinik
Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan
siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis
perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena
perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang
bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan
berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologiya :
1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan
ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan
banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula
menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosa
irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut
Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh
gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial
dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya
didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh
darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
8

Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang
bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu
waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia,
dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen
tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium
bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan
kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan
menstrual seorang wanita, tapi paling sering pada masa pubertas dan masa premenopause.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa
lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita
dewasa terutama dalam masa premenopasue dengan perdarahan tidak teratur mutlak
diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor
ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan pemberian obat penenang juga dapat
menyebabkan perdarahan anovulatoar yang bisanya bersifat sementara2.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum dinilai adanya hipo/hipertiroid dan gangguan homeostasis
seperti ptekie, selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk kearah kemungkinan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain.
Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan
organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu)1.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah biopsi endometrium (pada


wanita yang sudah menikah), laboratorium darah dan hemostasis, USG, serta radio immuno
assay1.
Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan
bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama
perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang
menunjuk kearah penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun, dan lai-lain. Kecurigaan
terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan
pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang
menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).
Pada wanita dalam masa pubertas tidak perlu dilakukan kuretase untuk penegakkan
diagnosis. Pada wanita usia antara 20 dan 40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan
terganggu, polip, mikoma submukosum, dan sebagainya. Kerokan dilakukan setelah dapat
diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yan masih memeberi
harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam masa premenopause, kerokan perlu
dilakukan untuk menastikan ada tidaknya tumor ganas2.
Penatalaksaaan
Tujuan penanganan perdarahan uterus disfungsional adalah untuk mengontrol
perdarahan yang keluar, mencegah komplikasi, memperbaiki keadaan umum pasien,
memelihara fertilitas dan menginduksi ovulasi bagi pasien yang menginginkan anak4.
Terkadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak. Sehingga
penderita harus bed rest dan diberi transfusi darah. Pada usia premenars, pengobatan
hormonal perlu bila tidak dijumpai kelainan organik maupun kelainan darah, gangguan
terjadi selama 6 bulan atau 2 tahun setelah menarche belum dijumpai siklus haid yang
berovulasi, perdarahan yang terjadi sampai mebuat keadaan umum memburuk.
Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus
dan tidak ada abortus inkomplitus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi
dengan hormon steroid. Dapat diberikan :

10

a. Estrogen dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan
berhenti. Dapat diberikan estradiol dipropionat 2,5mg atau estradiol benzoat 1,5mg
secara intramuskular. Kekurangan terapi ini adalah setelah suntikan dihentikan,
perdarah timbul lagi.
b. Progesteron, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh
estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron
125mg, secara intamuskular atau dapat diberikan peroral sehari norethindrone 15mg
atau medroksi-progesteron asetat (provera) 10mg, yang dapat diulangi. Terapi ini
berguna pada wanita masa puberas.
Androgen

berefek

baik

terhadap

perdarahan

disebabkan

oleh

hiperplasia

endomentirum. Terapi ini tidak boleh diberikan terlalu lama, karena bahaya virilisasi. Dapat
diberikan testosteron propionat 50 mg intramuskular yang dapat diulangi 6 jam kemudian.
Pemberian metiltestosteron peroral kurang dapat efeknya. Androgen berguna pada perdarahan
disfungsional berulang, dapat diberikan metil testosteron 5 mg sehari. Erapi oral lebih baik
dari pada suntikan, dengan pedoman pemberian dosis sekecil-kecilnya dan sependek
mungkin.
Kecuali pada masa pubertas, terapi paling baik adalah dilatase kuretae. Tindakan ini
penting untuk diagnosis dan terapi, agar perdarahan tidak berulang. Bila ada penyakit lain
maka harus ditangani pula.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat
diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian
besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrenisme. Pemberian progesteron saja
berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan hal-hal tersebut
diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan, untuk
keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dpat dilakukan mulai hari ke-5
perdrahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progeseteron untuk 7 hari, mulai hari ke
ke-21 siklus haid2.
Pil kontrasepsi dapat menekan pertumbuhan endometrium, mengontrol sifat
perdarahan, menurunkan perdarahan terus-menerus dan menurunkan resiko anemia defesiensi
besi3.

11

Bila setelah dialakukan kerokan masih timbul perdarahan disfungsional, dapat


diberikan terapi hormonal. Pemberian kombinasi estrogen dan progestron, seperti pemberian
pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke 5 perdarahan
sampai 21 hari. Dapat diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke 21 siklus haid.,
Sebagai tindakan terakhir pada wanita dengan peredarahan disfungsional terusmenerus (meski telah kuretase) adala histerektomi2.

12

PEMBAHASAN
Diagnosis pada kasus ini adalah perdarahan uterus disfungsional, hal ini berdasarkan :
1. Anamnesis

: Seorang wanita, P0A0, 14 tahun, datang dengan keluhan

menometroragia.
2. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan : Pada palpasi abdomen, terdapat nyeri tekan pada
daerah hipogastrica. Pada inspeksi genitalia, didapatkan perdarahan (+), merah agak
kehitaman, progkol-progkol (-).
3. Pada pemeriksaan penunjang : didapatkan hasil PP test (-) negative.
Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas didapatkan beberapa diferensial
diagnosis, yaitu perdarahan uterus disfungsional, kehamilan ektopik, tumor adnexa dan
abortus. Akan tetapi setelah di lakukan pemeriksaan penunjang berupa PP test dengan hasil
negative, maka dapat diambil diagnosis perdarahan uterus disfungsional. Perdarahan
perimenars pada usia ini umumnya terjadi pada siklus anovulatorik, yaitu sebanyak 95-98%.
Seperti yang terjadi pada pasien ini, mengingat keganasan pada pada usia pubertas sangatlah
jarang, keluhan hanya terjadi baru kali ini. Diagnosis anovulasi dan analisa hormonal tidak
perlu dilakukan. Selama perdarahan yang terjadi tidak berbahaya atau tidak mengganggu
keadaan pasien, maka tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Namun bila, terpaksa perlu
diobati misalnya terjadi gangguan psikis atau permintaan pasien, maka dapat diberikan
antiprostaglandin, antiinfamasi steroid, atau asam traneksamat. Pemberian estrogen
progesterone, kontrasepsi hormonal, Gn-RH analog hanya bila dengan pemberian obat-obat
diatas tidak memberikan hasil. Pada PUD perimenars akut, maka penanganannya sama
seperti PUD pada usia reproduksi. Selama siklus haidnya belum berovulasi, kemungkinan
terjadi perdarahan akut berulang tetap ada. Tidak dianjurkan pemberian induksi ovulasi.
Tindakan diatasi dan kuretase hanya merupakan pilihan terakhir.
Pengobatan pada pasien ini adalah

kalnex (asam tranexamat) 3x500 mg, asam

mefenamat 3x500 mg, inbion 1x1 tablet, dan KB oral, keadaan umum pasien ini membaik.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A., et al., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Media Aesculapius.
Jakarta.
2. Wiknjosastro, H., 1999. Ilmu Kandungan, Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirorahardjo. Jakarta.
3. Queenan, J. T., Elia, G. F. W., 2004. Dysfuntional Uterine Bleeding. Diakses dari
http://www.emedicine.com/.
4. Rosevear, S. K., 2002. Handbook of Gynaecoligy Management. Blackwell Science.
United Kingdom.

14

Anda mungkin juga menyukai