Disusun Oleh:
Pembimbing
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Chest Pain Et Causa Unstable
Angina Pektoris (UAP).”
Penulis
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. G
b. Usia : 70 Tahun
d. Agama : Kristen
II ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3 hari
SMRS
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3 hari
SMRS. Pasien merasakan nyeri dada yang muncul mendadak dan hilang
timbul dan tidak menjalar kepunggung, leher ataupun lengan. Nyeri
berlangsung cukup lama ± 30 menit. Nyeri dirasakan seperti terhimpit benda
berat dan terasa panas. Skala nyeri pasien adalah 7 dimana terasa cukup berat
dan mengganggu. Nyeri dada dirasakan pada saat pasien beraktivitas minimal.
Pasien juga mengeluhkan bahwa nafas terasa sesak, lalu mengeluh adanya
keringat dingin, serta mual muntah. Pasien mengeluhkan nafsu makannya
menurun untuk BAB dan BAK pasien dalam keadaan normal.
3
4
Riwayat hipertensi ada. Riwayat diabetes tidak ada. Riwayat sakit jantung
tidak ada. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol tidak ada. Penyakit ini di
derita untuk pertama kalinya.
Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan paien.
Tidak ada riwayat diabetes melitus dalam keluarga dan tidak ada riwayat
hipertensi dalam keluarga
B. Status Generalis
1) Kepala
Normocephal, ukuran normal, simetris, hematom (-), deformitas (-), fraktur
(-), pulsasi tidak ada kelainan.
2) Leher
5
Lurus, torticollis (-), kaku kuduk (-), deformitas (-), tumor (-)
3) Mata
Reflek pupil isokor, Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikerik (-/-)
4) Hidung
Normosepta, sekret atau cairan yang mengalir keluar (-)
5) Mulut
Tidak ditemukan adanya kelainan
6) Thoraks
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
a. Laboratorium
Darah Rutin (20 Maret 2023)
Kesan :
C O R : Cardiomegali
Paru : Edem pulmonum
8
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan
basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Apex-nya (puncak) miring ke sebelah
kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Jantung adalah pompa berotot didalam
dada yang bekerja terus menerus tanpa henti memompa darah keseluruh tubuh.
Jantung berkontraksi dan relaksasi sebanyak 100.000 kali dalam sehari, dan
semua pekerjaan ini 9 memerlukan suplai darah yang baik yang disediakan oleh
pembuluh arteri koroner. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki
ruang sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah
(ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah,
maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan
keluar
a. Kedudukan Jantung
Jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru di belakang
sternum dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan.
Kedudukannya yang tepat dapat digambarkan pada kulit dada kita.
Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2cm
dari sternum, ke atas tulang rawan iga kedua kiri, 1 cm dari
sternum, menunjuk kedudukan basis jantung, tempat pembuluh
darah masuk dan keluar. Titik di sebelah kiri antara iga kelima dan
keenam, atau di dalam ruang interkostal kelima kiri, 4 cm dari
garis medial, menunjuk kedudukan apeks jantung, yang merupakan
ujung tajam ventrikel. Dengan menarik garis antara dua tanda itu
maka dalam diagram berikut, kedudukan jantung dapat ditunjukan.
10
11
b. Struktur Jantung
Jantung terbagi oleh sebuah septum (sekat) menjadi dua belah,
yaitu kiri dan kanan. Setiap belahan kemudian dibagi lagi dalam
dua ruang, yang atas disebut atrium, dan yang bawah disebut
ventrikel. Maka di kiri terdapat 1 atrium dan 1 ventrikel, dan di
kanan juga 1 atrium dan 1 ventrikel. Di setiap sisi ada hubungan
antara atrium dan ventrikel melalui lubang atrio-ventrikuler dan
pada setiap lubang tersebut terdapat katup: yang kanan bernama
katup (valvula) trikuspidalis dan yang kiri bernama katup mitral
atau katup bikuspidalis. Katup atrio-ventrikel mengizinkan darah
mengalir hanya ke satu jurusan, yaitu dari atrium ke ventrikel; dan
menghindari darah mengalir kembali dari ventrikel ke atrium.
Aliran darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola dan kapiler kembali
ke atrium kanan melalui vena disebut peredaran darah besar atau sikulasi
sistemik. Aliran dari ventrikel kanan, melalui paru-paru, ke atrium kiri adalah
peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal.
12
2.2.1 Definisi5
Nyeri dada adalah sensasi tidak nyaman di dada atau diperkirakan berasal
dari struktur di dada. Karakteristik dan tingkat keparahan nyeri dada tergantung
etiologi penyakit. Diagnosis nyeri dada seringkali sulit karena presentasi palsu
dan lokasi asal nyeri sulit dibedakan. Nyeri dada merupakan penyebab tersering
orang berobat ke rumah sakit yaitu sejumlah 35%. Pasien datang ke instalasi
gawat darurat (IGD) dengan keluhan nyeri dada dapat disebabkan oleh keadaan
mengancam jiwa seperti sindrom koroner akut, diseksi aorta, emboli pulmonal,
pneumotoraks, perikarditis dengan tamponade, dan ruptur esofagus
13
2. Perikardikal
bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum
dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
4. Gastrointestinal
5. Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,
berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri
pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga
timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.
16
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak
di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa
adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional
dengan nyeri iskemik miokard.
7. pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru
akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai
dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer
lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu
exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar
ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
Angina tidak stabil dianggap ACS di mana tidak ada terdeteksi enzim dan
biomarker nekrosis miokard.7
2.3.2 Epidemiologi
Data demografi internasional terbaik yang tersedia adalah dari register OASIS-
2(Organization to Assess Strategies for Ischemic Syndromes)8.
Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register
18
Karena angina tidak stabil terkait erat dengan kejadian kejadian koroner,
perkiraan tren internasional dapat ditemukan di register MONICA (Monitoring Trends
and Determinants in Cardiovascular Diseases) yang disponsori oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO). Proyek besar ini memonitor lebih dari 7 juta orang berusia 35-
64 tahun dari 30 populasi di 21 negara dari pertengahan 1980-an. 9
Wanita yang mengalami angina tidak stabil akan berusia lebih tua dan memiliki
prevalensi lebih tinggi hipertensi, diabetes mellitus, CHF, dan riwayat keluarga PJK
dibandingkan laki-laki. Pria cenderung memiliki insiden yang lebih tinggi dari MI
sebelumnya dan revaskularisasi, proporsi yang lebih tinggi dari enzim jantung positif
pada saat masuk rumah sakit, dan tingkat yang lebih tinggi dari kateterisasi dan
revaskularisasi. Namun, hasil ini lebih terkait dengan tingkat keparahan penyakit daripada
jenis kelamin
2.3.3 Etiologi
Ustable Angina Pectoris disebabkan oleh iskemia miokardium reversible
dan sementara akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium
dan suplai oksigen miokardium
Etiologi UAP antara lain:7
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
19
1. Nyeri dada yang timbul saat istirahat atau saat melakukan aktivitas, seperti rasa
tertekan atau berat daerah retrosternal atau substernal yang dapat menjalar ke
21
leher, rahang, area interskapular, bahu, lengan kiri dan epigastrium, berlangsung
beberapa menit atau lebih dari 20 menit.
2. Diaforesis (keringat dingin), mual, muntah, nyeri abdominal, dan sesak napas.
1) Pemeriksaan laboratorium
Karena tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya diagnosa lain seperti infark
miokard akut, CPK, SGOT, atau enzim LDH yang sering diuji. Enzim yang
diukur dalam penelitian ini meningkat ketika infark jantung parah, tetapi pada
angina kadarnya masih dalam kisaran normal. Selain itu, tes lipid darah seperti
kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida harus dilakukan untuk menemukan
faktor risiko.11
2) Elektrokardiogram (EKG)
Gambar EKG sering menunjukkan konsekuensi dari pasien yang memiliki infark
miokard sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan pembesaran
ventrikel kiri dan perubahan segmen ST pada pasien hipertensi dan angina,
gelombang T atipikal pada pasien angina paroksismal dan EKG pada segmen
ST.11
Pada hasil foto rontgen dada seringkali menunjukan bentuk jantung yang normal,
namun pada pasien hipertensi dan angina terlihat jantung yang membesar dan
dalam beberapa kasus tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.11
2.3.7 Diagnosis
Diagnosis SKA pada pasien UAP dapat ditegakkan dari 3 komponen
utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac
marker).7,10
a) Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang
khas kardial (gejala kardinal), yaitu10:
Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti
diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas, lemah.
Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi
Faktor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM,
hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.
b) Elektro Kardiografi7,10
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV)
atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.
c) Cardiac Marker7,10
Pada pasien UAP dimana Biomarka jantung yang tidak meningkat secara
bermakna. Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB
(CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan
myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan
enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C Pada semua jenis otot
Troponin I & T Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah
dideteksi
b. Myoglobin
24
2.3.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana Angina pektoris tidak stabil
d. Tatalaksana Medikamentosa
Pengobatan angina pektoris bertujuan untuk mengurangi keluhan dan
gejala, serta mencegah komplikasi berupa serangan jantung. Penanganan
yang diberikan kepada tiap pasien dapat berbeda-beda, tergantung pada
kondisi yang dialaminya. Biasanya, pasien yang mengalami angina
pektoris akan diberikan obat-obatan untuk mengurangi keluhan. Dibawah
ini adalah rincian dari berbagai cara pengobatan angina pektoris3
1. Obat-obatan
Jenis obat yang dapat diberikan oleh dokter untuk meredakan gejala
angina yaitu obat pengencer darah: aspirin, clopidogrel, atau ticagrelor.
Obat pelebar pembuluh darah: nitrogliserin, untuk melebarkan dan
merelaksasi pembuluh darah, sehingga aliran darah ke antung lebih baik.
Obat penghambat beta untuk memperlambat denyut jantung dan
merelaksasi pembuluh darah, sehingga mengurangi beban kerja jantung,
dan obat untuk mengontrol penyakit diabetes, kolestrol, dan hipertensi
yang merupakan faktor risiko dari penyakit jantung koroner penyebab
angina.
I. Fase Akut15
1.Bed Rest total
2. Oksigen 2-4 L/Menit
3. Pemasangan IVFD
4. Obat-obatan:
a. Aspilet 160mg kunyah
b. Clopidogrel (untuk usia < 75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi
clopidogrel) berikan 30- mg atau ticagrelor 180 mg.
c. Nitrat Sublingual 5 mg, dapat diulang sampai 3( tiga) kali jika
masi ada keluhan, dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan persisten
II. Fase Perawatan Intensif 15
Obat-obatan:
a. Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20- 40mg atau
rosuvastatin 1 x 20 mg jika kadar LDL di atas target
26
b. Aspilet 1x80-160 mg
c. Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg
d. Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x
12,5 mg jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi;
diberikan jika tidak ada kontra indikasi
e. Ramipril1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau
jika LV fungsi menurun EF < 50%
f. Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat
golongan ARB: Candesartan 1 x 16, Valsartan 2x80 mg
g. Obat pencahar 2x1C h. Diazepam 2x5 mg
i. Heparinisasi dengan: UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal
4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 unit/kgBB
maksimal 1000 Unit/jam atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC atau
antikoagulan lainnya
2. Prosedur medis
khusus Apabila angina pektoris tidak mereda setelah pemberian
obatobatan, dokter menungkin akan menganjurkan prosedur medis khusus
menanganinya, antara lain :
a. Pemasangan ring jantung, untuk melebarkan arteri yang mengalami
penyempitan dengan meletakkan kawat khusus (ring) yang berbentuk
seperti tabung di pembuluh darah arteri jantung.
b. Operasi baypass jantung
yaitu dengan mengambil pembuluh darah dari bagian tubuh lain untuk
membuat saluran aliran darah baru sebagai pengganti saluran aliran darah
yang menyempit. Selain pengobatan medis diatas, penderita perlu
melakukan perubahan gaya hidup untuk mencegah keluhan muncul
kembali yaitu dengan melakukan olahraga secara teratur, menerapkan pola
makan yang baik, menghentikan kebiasaan merokok, dan beristirahat yang
cukup.
2.3.9 Komplikasi3
Komplikasi angina pektoris sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Bila
pembuluh darah koroner semakin sempit dan tersumbat total, maka akan muncul
serangan jantung yang bisa mengancam nyawa. Oleh karena itu, angina pektoris
perlu diperiksakan sejak masih berupa gejala awal, atau sejak nyeri masih ringan
dan bisa mereda sendiri dengan istirahat. Komplikasi yang mungkin terjadi pada
angina pektoris yaitu aritmia, gagal jantung, komplikasi mekanik (Ruptur dinding
ventrikel, regurgitasi mitral akut).
2.3.10 Prognosis 13
Risiko MI, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil bervariasi karena
spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh interval angina tidak stabil. Agresivitas
pendekatan terapi harus sepadan dengan estimasi risiko individual. 10
Diketahui PJK 1
↑ petanda biokimia 1
Deviasi ST 1
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3 hari SMRS.
Pasien merasakan nyeri dada yang muncul mendadak dan hilang timbul dan tidak
menjalar kepunggung, leher ataupun lengan. Nyeri berlangsung cukup lama ± 30
menit . Nyeri dirasakan seperti terhimpit benda berat dan terasa panas. Skala nyeri
pasien adalah 7 dimana terasa cukup berat dan mengganggu. Nyeri dada dirasakan
pada saat pasien beraktivitas minimal. Pasien juga mengeluhkan bahwa nafas
terasa sesak, lalu mengeluh adanya keringat dingin.
Berdasarkan Teoril, nyeri dada adalah sensasi tidak nyaman di dada atau
diperkirakan berasal dari struktur di dada. Karakteristik dan tingkat keparahan
nyeri dada tergantung etiologi penyakit. Nyeri dada terbagi menjadi 2 yaitu nyeri
dada pleuritik dan nyeri dada non pleuririk. Nyeri dada pleuritic dimana nyeri
yang dirasakan biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh difusi pelura akibat infeksi
paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik pneumotoraks dan
penumomediastinum. Sedangkan nyeri dada non pleuritik adalah nyeri dada yang
dirasakan biasanya pada lokasi sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat
lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru. Contoh nyeri dadan non
pleuiritik adalah nyeri dada kelompok kardial yaitu pada iskemik miokard dimana
akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal. Nyeri disebabkan karena
saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik miokard. Iskemik miokard
terjadi bila kebutuhan miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner.
Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena
adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Salah satu sindrom pada iskemik
miokard adalah Unstable Angina Pektoris (UAP).
Unstable Angina Pectoris (UAP) atau disebut juga angina pectoris tidak
stabil yaitu bila nyeri timbul untuk pertama kali, sakit dada yang tiba-tiba terasa
pada waktu istirahat atau aktivitas minimal yang terjadi lebih berat secara
30
31
setiap hari dan secara perlahan tapi pasti,otot yang bekerja akan berubah dari yang
awalnya elastis menjadi lebih keras, begitu juga pada bilik jantung. Jika terjadi
pelebaran bilik jantung maka akan mempengaruhi keefektifan jantung dalam
memompa darah menuju seluruh tubuh. Hal ini sesuai berdasarkan teori dimana
Ustable Angina Pectoris terjadi karena adanya iskemia miokardium reversible
dan sementara akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium
dan suplai oksigen miokardium sehingga memungkinan otot jantung untuk
bekerja lebih keras untuk memompa darah menuju seluruh tubuh. Pada kesan
edem pulmonum dari hasil rontgen thorax, kondisi ini bisa terjadi pada hipertensi
berat, karena meningkatnya beban afterload dan resistensi vaskuler sistemik
(SVR). Edema paru dimana terjadi penurunan fungsi pompa otot miokard, dan
menurunnya fungsi ejeksi ventrikel kiri. Kondisi ini menimbulkan perubahan pada
keseimbangan gaya starling tekanan kapiler alveolar, berupa peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler alveolar disertai kebocoran cairan ke intersisial dan alveoli.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka pasien ini di diagnosis chest pain et causa Unstable Angina
Pektoris (UAP).
Untuk terapi pasien mendapatkan terapi berupa Inj. ranitidine 2x1 ampul,
Inj. furosemide 3x1 ampul, PO canderstan 1x8 mg tab, PO Nitrogliserin 3x5 mg
tab. Dimana Pasien mendapatkan terapi nitrogliserin, terapi tersebut merupakan
terapi inisial untuk pasien dengan SKA sesuai dengan pedoman dari American
Heart Association.
BAB V
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Maros, Hikmah, dan Sarah Juniar. 2016. “Bab II Tinjauan Pustaka Konsep
Dasar Angina Pectoris.” (2002): 1–23.
2. Anwar, T Bahri. 2004. “Angina Pektoris Tak Stabil.” : 1–6.
3. Vlachopoulos, Charalambos, Christos Georgakopoulos, Dimitris Pollalis, dan
Dimitris Tousoulis. 2017. “Stable angina pectoris.” Coronary Artery Disease:
From Biology to Clinical Practice: 157–200.
4. Kristiara Yoga. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Unstable Angina
Pectoris Dengan Nyeri Akut Di Ruang Melati 3 Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Soekardjo Tasikmalaya.” E-Jurnal Medika: 100.
http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/933.
5. Anwar, T Bahri. 2004. “Nyeri Dada.” Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara: 1–9.
6. Vlachopoulos, Charalambos, Christos Georgakopoulos, Dimitris Pollalis, dan
Dimitris Tousoulis. 2017. “Stable angina pectoris.” Coronary Artery Disease:
From Biology to Clinical Practice: 157–200.
7. Amsterdam, E. A.; Wenger, N. K.; Brindis, R. G., et al. 2014 AHA/ACC
guideline for the management of patients with non–ST-elevation acute coronary
syndromes: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines, Journal of the American College
of Cardiology. 2014, 64, e139-e228.
8. Yusuf, S.; Pogue, J.; Anand, S., et al. Effects of recombinant hirudin (lepirudin)
compared with heparin on death, myocardial infarction, refractory angina, and
revascularisation procedures in patients with acute myocardial ischaemia without
ST elevation: a randomised trial, Lancet. 1999, 353, 429-438.
9. Luepker, R. V. WHO MONICA project: what have we learned and where to go
from here?, Public Health Reviews. 2011, 33, 1.
10. Braunwald, E. Unstable angina and non–ST elevation myocardial infarction,
American journal of respiratory and critical care medicine. 2012, 185, 924-932.
34
35
11. Tri A. 2022. “Asuhan Keperawatan dengan diagnosis unstable angina pektoris
di ruang ICCU RSPAL dr. Ramelan Surabaya. Program Studi Diploma III
Keperawaran Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya
12. PERKI, 2018, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular, edisi pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, Jakarta.
13. Cannon, C. P.; McCabe, C. H.; Stone, P. H., et al. The Electrocardiogram
Predicts One-Year Outcome of Patients With Unstable Angina and Non–Q Wave
Myocardial Infarction: Results of the TIMI III Registry ECG Ancillary Study fn1,
Journal of the American College of Cardiology. 1997, 30, 133-140.
14. Lucyani D. 2009. Angina Pektoris Tidak Stabil. Journal information 10(3)
15. Kemenkes RI. 2017. “Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Penyakit
Kardiovaskular Untuk Dokter.” 1: 1–60.