Anda di halaman 1dari 38

Case Report Session (CRS)

*Program Studi Profesi Dokter /G1A222069/Maret 2023


**Pembimbing : dr. H. Ali Imran Lubis, Sp.Rad

Chest Pain Et Causa Unstable Angina Pektoris (UAP)

Hannaya Putri Aurora,S.Ked *


dr. H. Ali Imran Lubis, Sp.Rad **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

Chest Pain Et Causa Unstable Angina Pektoris (UAP)

Disusun Oleh:

Hannaya Putri Aurora,S.Ked


G1A222069

Sebagai Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Radiologi RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Maret 2023

Pembimbing

dr. H. Ali Imran Lubis, Sp.Rad

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Chest Pain Et Causa Unstable
Angina Pektoris (UAP).”

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. H.


Ali Imran Lubis, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang memberikan banyak
ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Radiologi.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna,


penulis juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran agar lebih baik kedepannya.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan Case Report Session


(CRS) ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi
dan pengetahuan kita.

Jambi, Maret 2023

Penulis

II
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini


merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit
jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat
proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Pada PJK terjadi
gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mengalami
hipoksia. Pembuluh darah koronaria mengalami penyumbatan sehingga aliran
darah yang menuju otot jantung terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral
dari pembuluh darah di sekitarnya. Keluhan pasien dengan PJK dapat berupa
nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal atau substernal, dapat
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20
menit).1
Angina pektoris adalah nyeri dada yang terjadi saat otot jantung tidak
mendapatkan suplai darah yang cukup karena pembuluh darah arteri pada jantung
tersumbat atau menyempit. Angina pektoris ditandai dengan episode atau
paroksima nyeri atau perasaan tertekan di dada depan. Unstable Angina Pectoris
(UAP) atau disebut juga angina pectoris tidak stabil yaitu bila nyeri timbul untuk
pertama kali, sakit dada yang tiba-tiba terasa pada waktu istirahat atau aktivitas
minimal yang terjadi lebih berat secara mendadak atau bila angina pectoris sudah
ada sebelumnya namun menjadi lebih berat dimana dengan tidak adanya elevasi
segmen ST pada gambaran EKG (elektrokardiografi) dan pemeriksaan enzim
jantung yang tidak mengalami peningkatan. 1
Sindroma UAP telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark miokard
akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa UAP merupakan risiko untuk
terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan
bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati mendadak pada riwayat

1
2

penyakitnya mengalami gejala prodroma ATS. Sedangkan penelitian jangka


panjang mendapatkan IMA terjadi pada 5-20% penderita UAP dengan tingkat
kematian 14-80%.2
Faktor resiko terjadinya UAP terbagi dua yaitu faktor resiko yang tidak
dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi seperti usia (lebih dari 45 tahun untuk
pria dan 55 tahun untuk wanita), jenis kelamin, dan keturunan serta Faktor risiko
yang dapat diubah atau di modifikasi adalah merokok, hipertensi, diabetes
mellitus, dislipidemia dan obesitas.3

2
BAB II

LAPORAN KASUS

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : Ny. G

b. Usia : 70 Tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Agama : Kristen

e. Alamat : Bahar Mulya, RT.15 Muaro Jambi

g. MRS : 20 Maret 2023

II ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3 hari
SMRS

b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3 hari
SMRS. Pasien merasakan nyeri dada yang muncul mendadak dan hilang
timbul dan tidak menjalar kepunggung, leher ataupun lengan. Nyeri
berlangsung cukup lama ± 30 menit. Nyeri dirasakan seperti terhimpit benda
berat dan terasa panas. Skala nyeri pasien adalah 7 dimana terasa cukup berat
dan mengganggu. Nyeri dada dirasakan pada saat pasien beraktivitas minimal.
Pasien juga mengeluhkan bahwa nafas terasa sesak, lalu mengeluh adanya
keringat dingin, serta mual muntah. Pasien mengeluhkan nafsu makannya
menurun untuk BAB dan BAK pasien dalam keadaan normal.

3
4

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal yang sama . Pasien


memiliki riwayat penyakit hipertensi Untuk riwayat penyakit diabetes melitus
,penyakit jantung, penyakit paru paru, riwayat demam, trauma kepala, riwayat
mengkonsumsi alkohol semuanya disangkal. Pasien disarankan utuk
melakukan pemeriksaan Rontgen Throax PA dan laboratorium di RSUD
Raden Mattaher.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi ada. Riwayat diabetes tidak ada. Riwayat sakit jantung
tidak ada. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol tidak ada. Penyakit ini di
derita untuk pertama kalinya.

d. Riwayat penyakit keluarga

Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan paien.
Tidak ada riwayat diabetes melitus dalam keluarga dan tidak ada riwayat
hipertensi dalam keluarga

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum (16 Januari 2023)

1) Kesadaran : Komposmentis GCS : 15 (E4M6V5)


2) Tekanan Darah : 196/125 mmHg
3) Nadi : 148x/ menit
4) Respirasi : 24x/menit
5) Suhu : 36,5 °C

B. Status Generalis

1) Kepala
Normocephal, ukuran normal, simetris, hematom (-), deformitas (-), fraktur
(-), pulsasi tidak ada kelainan.

2) Leher
5

Lurus, torticollis (-), kaku kuduk (-), deformitas (-), tumor (-)

3) Mata
Reflek pupil isokor, Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikerik (-/-)

4) Hidung
Normosepta, sekret atau cairan yang mengalir keluar (-)

5) Mulut
Tidak ditemukan adanya kelainan

6) Thoraks

Paru

Inspeksi : Simetris saat inspirasi - ekspirasi, retraksi (-), jejas (-/-)

Palpasi : Fremitus taktil kedua lapang paru

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi basah (+/+), wheezing


(-,-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak dapat terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV linea mid clavicla


sinistra

Perkusi : Batas jantung tidak melebar

Auskultasi : BJ1-BJ2 regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Abdomen datar, Asites(-), striae (-), bekas operasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani di keempat kuadran, pekak alih (-)


6

Ekstremitas

Superior : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik


Inferior : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium
Darah Rutin (20 Maret 2023)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 13,5 g/dL (L) 13,4 – 15,5 g/dL


Hematokrit 37,0 % (L) 34,5 – 54 %

Eritrosit 4,43x 106/uL(L) 4,0 – 5,0 x 106/uL


Trombosit 277 x 103/uL(L) 150-450 x 106/uL
Leukosit 7,56 x 103/uL 4,0 – 10,0 x 106/uL

Glukosa Darah (20 Maret2023)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Gula Darah Sewaktu 107 mg/dl <200 mg/dl

Faal Ginjal (20 Maret 2023)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Ureum 29 mg/dl (H) 15-39 mg/dl


Creatinin 1.01 mg/dl (KH) 0,55-1,3 mg/dl
7

Penanda jantung (20 Maret 2023)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


CKMB <3.00 ng/ml <5.1 ng/ml
Tn-1 Plus 0.10 ng/ml <0.3 ng/ml

b. Radiologi ( 20 Maret 2023)


Rontgen Thorax PA
Hasil:
Thorax PA
Cor: CTR > 50%. Kontur Baik
Aorta: Normal
Paru : Corakan bronchovaskular meningkat. Tampak infiltrate di
parahhiller dan paracardial. Sinus costrophrenicus kanan/kiri tajam.
Diapraghma kanan dan kiri regular. Tulang dan jaringan lunak dinding
baik.

Kesan :
C O R : Cardiomegali
Paru : Edem pulmonum
8

c) EKG ( 20 Maret 2023)


9

Hasil Pemeriksaan EKG:


- Sinus takikardi
- ST depresi di lead V4 s/d V6
- T wave abnormality

VI. Diagnosis Banding

- Angina Pektoris Tidak Stabil


- Infark Miokard Non-ST Elevasi

VII. Diagnosis Kerja


Chest Pain Et Cause Unstable Angina Pektoris
VIII. Tatalaksana
a) Pemasangan IVFD RL
b) PO Nitrogliserin 3x5 mg tablet/hari
c) PO Canderstan 1x8 mg tablet/hari
d) Inj. ranitidine 2x1 ampul
e) Inj. furosemide 3x1 ampul
IX. Prognosis
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi Sistem Cardiovaskuler


2.1.1 Anatomi Jantung4

Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan
basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Apex-nya (puncak) miring ke sebelah
kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Jantung adalah pompa berotot didalam
dada yang bekerja terus menerus tanpa henti memompa darah keseluruh tubuh.
Jantung berkontraksi dan relaksasi sebanyak 100.000 kali dalam sehari, dan
semua pekerjaan ini 9 memerlukan suplai darah yang baik yang disediakan oleh
pembuluh arteri koroner. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki
ruang sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah
(ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah,
maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan
keluar

a. Kedudukan Jantung
Jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru di belakang
sternum dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan.
Kedudukannya yang tepat dapat digambarkan pada kulit dada kita.
Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2cm
dari sternum, ke atas tulang rawan iga kedua kiri, 1 cm dari
sternum, menunjuk kedudukan basis jantung, tempat pembuluh
darah masuk dan keluar. Titik di sebelah kiri antara iga kelima dan
keenam, atau di dalam ruang interkostal kelima kiri, 4 cm dari
garis medial, menunjuk kedudukan apeks jantung, yang merupakan
ujung tajam ventrikel. Dengan menarik garis antara dua tanda itu
maka dalam diagram berikut, kedudukan jantung dapat ditunjukan.

10
11

b. Struktur Jantung
Jantung terbagi oleh sebuah septum (sekat) menjadi dua belah,
yaitu kiri dan kanan. Setiap belahan kemudian dibagi lagi dalam
dua ruang, yang atas disebut atrium, dan yang bawah disebut
ventrikel. Maka di kiri terdapat 1 atrium dan 1 ventrikel, dan di
kanan juga 1 atrium dan 1 ventrikel. Di setiap sisi ada hubungan
antara atrium dan ventrikel melalui lubang atrio-ventrikuler dan
pada setiap lubang tersebut terdapat katup: yang kanan bernama
katup (valvula) trikuspidalis dan yang kiri bernama katup mitral
atau katup bikuspidalis. Katup atrio-ventrikel mengizinkan darah
mengalir hanya ke satu jurusan, yaitu dari atrium ke ventrikel; dan
menghindari darah mengalir kembali dari ventrikel ke atrium.

2.1.2 Pembuluh darah4

Vena kava superior dan inverior menuangkan darahnya ke dalam atrium


kanan. Lubang vena kava inverior dijaga katup semilunar Eustakhius. Arteri
pulmonalis membawa darah keluar dari ventrikel kanan. Empat vena pulmonalis
membawa darah dari paru-paru ke atrium kiri. Aorta membawa darah keluar dari
ventrikel kiri. Lubang aorta dan arteri pulmonalis dijaga katup semilunar. Katup
antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aortik, yang menghindar darah
mengalir kembali dari aorta ke ventrikel kiri. Katup antara ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis disebut katup pulmonalis yang menghindarkan darah mengalir
kembali ke dalam ventrikel kanan.

2.1.3 Sirkulasi Darah4

Aliran darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola dan kapiler kembali
ke atrium kanan melalui vena disebut peredaran darah besar atau sikulasi
sistemik. Aliran dari ventrikel kanan, melalui paru-paru, ke atrium kiri adalah
peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal.
12

a. Peredaran Darah Besar


Darah meninggalkan ventrikel kiri jantung melalui aorta, yaitu arteri terbesar
dalam tubuh. Aorta ini bercabang menjadi arteri lebih kecil yang
menghantarkan darah ke berbagai bagian tubuh. Arteri-arteri ini bercabang
dan beranting lebih kecil lagi hingga sampai pada arteriola. Arteri-arteri ini
mempunyai dinding yang sangat berotot yang menyempitkan salurannya dan
menahan aliran darah. Dinding kapiler sangat tipis sehingga dapat
berlangsung pertukaran zat antara plasma dan jaringan interstisiil. Kemudian
kapiler-kapiler ini bergabung dan membentuk pembuluh lebih besar yang
disebut venula, yang kemudian juga bersatu menjadi vena, untuk
menghantarkan darah kembali ke jantung.
b. Peredaran Darah Kecil (Sirkulasi Pulmonal)
Darah dari vena tadi kemudian masuk ke dalam ventrikel kanan yang
berkontraksi dan memompanya ke dalam arteri pulmonalis. Arteri ini
bercabang dua untuk menghantarkan darahnya ke paru-paru kanan dan
kiri. Darah tidak suka memasuki pembuluh-pembuluh darah yang
mengaliri paru-paru. Di dalam paru-paru setiap arteri membelah menjadi
arteriola dan akhirnya menjadi kapiler pulmonal yang mengitari alveoli di
dalam jaringan paru-paru untuk memungut oksigen dan melepaskan
karbon dioksida.

2.2 Nyeri Dada ( chest pain)5

2.2.1 Definisi5

Nyeri dada adalah sensasi tidak nyaman di dada atau diperkirakan berasal
dari struktur di dada. Karakteristik dan tingkat keparahan nyeri dada tergantung
etiologi penyakit. Diagnosis nyeri dada seringkali sulit karena presentasi palsu
dan lokasi asal nyeri sulit dibedakan. Nyeri dada merupakan penyebab tersering
orang berobat ke rumah sakit yaitu sejumlah 35%. Pasien datang ke instalasi
gawat darurat (IGD) dengan keluhan nyeri dada dapat disebabkan oleh keadaan
mengancam jiwa seperti sindrom koroner akut, diseksi aorta, emboli pulmonal,
pneumotoraks, perikarditis dengan tamponade, dan ruptur esofagus
13

2.2.2 Macam-macam nyeri dada5

Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:5

A. Nyeri dada pleuritik


Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam
dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan
berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri
berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar,
diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh : - Difusi pelura akibat infeksi
paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ; pneumotoraks
dan penumomediastinum.
B. Nyeri dada non pleuritic
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar
paru.
1.Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama
iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan
apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui
medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila
kebutuhan miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada
penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena
adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
14

Ada 3 sindrom iskemik yaitu :


- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada
khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan
menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul
setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan
atau gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis
Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh
rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan
berlangsung lebih lama.
- Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30
menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih
lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina
pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas
fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping
itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa
ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.

b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau


substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya
murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran
echokardiogram dapat membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga
dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.

2. Perikardikal

Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas


diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal,
tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya
seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau
15

bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum
dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.

3. Aortal

Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko


tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang
hebat timbul tibatiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler
serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.

4. Gastrointestinal

Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri


esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu
dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat
menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi
gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga
mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama
– sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan
berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto
gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan
pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.

5. Mulkuloskletal

Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,
berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri
pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga
timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.
16

6. Fungsional

Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak
di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa
adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional
dengan nyeri iskemik miokard.

7. pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru
akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai
dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer
lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu
exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar
ke pleura, organ medianal atau dinding dada.

2.3 Unstable Angina Pektoris (UAP)


2.3.1 Definisi
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium
yang dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan miokardium akan
oksigen; seperti latihan fisik; dan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat
atau pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah suatu sindroma klinik yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan (demand) dan suplai aliran
arteri koroner.6
Unstable Angina Pectoris (UAP) atau disebut juga angina pectoris tidak
stabil yaitu bila nyeri timbul untuk pertama kali, sakit dada yang tiba-tiba terasa
pada waktu istirahat atau aktivitas minimal yang terjadi lebih berat secara
mendadak atau bila angina pectoris sudah ada sebelumnya namun menjadi lebih
berat. Biasanya dicetuskan oleh faktor yang lebih ringan dibanding sebelumnya.6
Angina tidak stabil merupakan salah satu spektrum presentasi klinis
disebut secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACSS), yang berada
diantara infark miokardelevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI).
17

Angina tidak stabil dianggap ACS di mana tidak ada terdeteksi enzim dan
biomarker nekrosis miokard.7

2.3.2 Epidemiologi
Data demografi internasional terbaik yang tersedia adalah dari register OASIS-
2(Organization to Assess Strategies for Ischemic Syndromes)8.
Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register
18

Karena angina tidak stabil terkait erat dengan kejadian kejadian koroner,
perkiraan tren internasional dapat ditemukan di register MONICA (Monitoring Trends
and Determinants in Cardiovascular Diseases) yang disponsori oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO). Proyek besar ini memonitor lebih dari 7 juta orang berusia 35-
64 tahun dari 30 populasi di 21 negara dari pertengahan 1980-an. 9
Wanita yang mengalami angina tidak stabil akan berusia lebih tua dan memiliki
prevalensi lebih tinggi hipertensi, diabetes mellitus, CHF, dan riwayat keluarga PJK
dibandingkan laki-laki. Pria cenderung memiliki insiden yang lebih tinggi dari MI
sebelumnya dan revaskularisasi, proporsi yang lebih tinggi dari enzim jantung positif
pada saat masuk rumah sakit, dan tingkat yang lebih tinggi dari kateterisasi dan
revaskularisasi. Namun, hasil ini lebih terkait dengan tingkat keparahan penyakit daripada
jenis kelamin

2.3.3 Etiologi
Ustable Angina Pectoris disebabkan oleh iskemia miokardium reversible
dan sementara akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium
dan suplai oksigen miokardium
Etiologi UAP antara lain:7
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
19

3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus: terjadi


pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T ↑ metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/faktor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia.10
2.3.4 Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris karena suplai oksigen yang tidak
memadai ke selsel miokardium yang disebabkan oleh arteriosklerosis dan
penyempitan lumen arteri koroner karena beban jaringan meningkat dan
kebutuhan oksigen meningkat. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner
yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat,
maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada
jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak
darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami
kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasisebagai
respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik
(kekurangan suplai darah) miokardium.4,11

Faktor-faktor seperti usia, genetika, dan jenis kelamin menyebabkan


disfungsi endotel. Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel yang
diaktifkan, yang selanjutnya bermigrasi ke lapisan subepitel dan berubah menjadi
makrofag. Makrofag mengeliminasi kolesterol LDL dan sel makrofag yang
terpapar kolesterol LDL teroksidasi. Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari media ke intima dan proliferasi matriks yang
mengubah tambalan lemak menjadi ateroma matang. Vasokontriksi pada arteri
koroner disebabkan oleh formasi plak yang dapat memperburuk keadaan
obstruksi. Apabila perfusi tidak adekuat, suplai oksigen ke jaringan miokard
20

menurun dan dapat menyebabkan gangguan fungsi mekanis, biokimia, dan


elektrikal miokard. Iskemia yang disebabkan oleh oklusi total atau subtotal pada
arteri koroner akan menyebabkan kegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi. Iskemia yang ireversible berakhir pada infark miokard. 4

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO


(Nitrat Oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.
Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan
timbul spasmuskoroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai
oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan
gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari
75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan
berkurang. 11

Kadar oksigen yang kurang membuat miokardium mengubah metabolisme


yang bersifat aerob menjadi anaerob. Metabolisme anaerobik menghasilkan asam
laktat, yang menurunkan pH sel dan dapat menyebabkan rasa nyeri. Kombinasi
hipoksia, penurunan ketersediaan energi, dan asidosis menyebabkan gangguan
fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraktil dari area miokardium yang terkena
memperpendek serat, yang dapat mengurangi kekuatan dan kecepatan serat.
Pergerakan bagian iskemik dinding tidak normal, dan setiap kali ventrikel
berkontraksi, bagian itu menonjol. Penurunan kontraktilitas dan gangguan gerakan
jantung mengubah hemodinamik. Respon hemodinamik dapat bervariasi
tergantung pada ukuran segmen iskemik dan derajat respons refleks kompensasi
oleh sistem saraf otonom. Penurunan fungsi ventrikel dapat mengurangi curah
jantung dengan mengurangi volume sekuncup.4,11

2.3.5 Manifestasi Klinis 12


Menurut (PERKI). 2018 manifestasi klinis pada angina pektoris tidak stabil yaitu :

1. Nyeri dada yang timbul saat istirahat atau saat melakukan aktivitas, seperti rasa
tertekan atau berat daerah retrosternal atau substernal yang dapat menjalar ke
21

leher, rahang, area interskapular, bahu, lengan kiri dan epigastrium, berlangsung
beberapa menit atau lebih dari 20 menit.

2. Diaforesis (keringat dingin), mual, muntah, nyeri abdominal, dan sesak napas.

3. Gambaran EKG : Depresi segmen ST >1mm dan atau inversi gelombang T


>2mm di beberapa sadapan prekordial, dapat disertai dengan elevasi segmen ST
yang tidak persisten ( < 20 menit) gelombang Q yang menetap, non-diagnostik
dan normal

4. Biomarka jantung yang tidak meningkat secara bermakna

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien Unstable Angina Pectoris diperlukan pemeriksaan penunjang
sehingga tenaga medis dapat dilakukan penananganan yang tepat. Terdapat
pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk pasien Unstable Angina
Pectoris, yaitu : 11

1) Pemeriksaan laboratorium

Karena tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya diagnosa lain seperti infark
miokard akut, CPK, SGOT, atau enzim LDH yang sering diuji. Enzim yang
diukur dalam penelitian ini meningkat ketika infark jantung parah, tetapi pada
angina kadarnya masih dalam kisaran normal. Selain itu, tes lipid darah seperti
kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida harus dilakukan untuk menemukan
faktor risiko.11

2) Elektrokardiogram (EKG)

Gambar EKG sering menunjukkan konsekuensi dari pasien yang memiliki infark
miokard sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan pembesaran
ventrikel kiri dan perubahan segmen ST pada pasien hipertensi dan angina,
gelombang T atipikal pada pasien angina paroksismal dan EKG pada segmen
ST.11

3) Foto rontgen dada


22

Pada hasil foto rontgen dada seringkali menunjukan bentuk jantung yang normal,
namun pada pasien hipertensi dan angina terlihat jantung yang membesar dan
dalam beberapa kasus tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.11

2.3.7 Diagnosis
Diagnosis SKA pada pasien UAP dapat ditegakkan dari 3 komponen
utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac
marker).7,10
a) Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang
khas kardial (gejala kardinal), yaitu10:
 Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
 Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti
diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
 Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
 Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
 Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas, lemah.
 Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi
 Faktor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM,
hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

b) Elektro Kardiografi7,10
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV)
atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.

Depresi ST pada iskemia miokard:


A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik untuk
iskemia
23

Inverse T pada iskemia miokard:


A. Inverse T yang kurang spesifik untuk iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris, spesifik
untuk iskemia.

Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut


Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan
paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium.
Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai
menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.

c) Cardiac Marker7,10
Pada pasien UAP dimana Biomarka jantung yang tidak meningkat secara
bermakna. Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB
(CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan
myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan
enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
 Paling spesifik untuk infark miokard
 Troponin C  Pada semua jenis otot
 Troponin I & T  Pada otot jantung
 Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah
dideteksi
b. Myoglobin
24

 Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya


sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
 Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
 Ditemukan pada otot, otak, jantung
 Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
 Ditemukan di seluruh jaringan
 LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung
 Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
 Spesifik untuk infark miokard

Tabel 2. Karakteristik Beberapa Cardiac Marker

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal

cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari

cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari

CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari

CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari

Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam

LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari

2.3.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana Angina pektoris tidak stabil

c. Tatalaksana Non medikamentosa


penatalaksanaan angina pektoris yaitu: tirah baring dan pemberian oksigen 2-4
liter/menit dan untuk penatalaksaan umum dapat diberikan pemasangan IVFD.3
25

d. Tatalaksana Medikamentosa
Pengobatan angina pektoris bertujuan untuk mengurangi keluhan dan
gejala, serta mencegah komplikasi berupa serangan jantung. Penanganan
yang diberikan kepada tiap pasien dapat berbeda-beda, tergantung pada
kondisi yang dialaminya. Biasanya, pasien yang mengalami angina
pektoris akan diberikan obat-obatan untuk mengurangi keluhan. Dibawah
ini adalah rincian dari berbagai cara pengobatan angina pektoris3
1. Obat-obatan
Jenis obat yang dapat diberikan oleh dokter untuk meredakan gejala
angina yaitu obat pengencer darah: aspirin, clopidogrel, atau ticagrelor.
Obat pelebar pembuluh darah: nitrogliserin, untuk melebarkan dan
merelaksasi pembuluh darah, sehingga aliran darah ke antung lebih baik.
Obat penghambat beta untuk memperlambat denyut jantung dan
merelaksasi pembuluh darah, sehingga mengurangi beban kerja jantung,
dan obat untuk mengontrol penyakit diabetes, kolestrol, dan hipertensi
yang merupakan faktor risiko dari penyakit jantung koroner penyebab
angina.
I. Fase Akut15
1.Bed Rest total
2. Oksigen 2-4 L/Menit
3. Pemasangan IVFD
4. Obat-obatan:
a. Aspilet 160mg kunyah
b. Clopidogrel (untuk usia < 75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi
clopidogrel) berikan 30- mg atau ticagrelor 180 mg.
c. Nitrat Sublingual 5 mg, dapat diulang sampai 3( tiga) kali jika
masi ada keluhan, dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan persisten
II. Fase Perawatan Intensif 15
Obat-obatan:
a. Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20- 40mg atau
rosuvastatin 1 x 20 mg jika kadar LDL di atas target
26

b. Aspilet 1x80-160 mg
c. Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg
d. Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x
12,5 mg jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi;
diberikan jika tidak ada kontra indikasi
e. Ramipril1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau
jika LV fungsi menurun EF < 50%
f. Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat
golongan ARB: Candesartan 1 x 16, Valsartan 2x80 mg
g. Obat pencahar 2x1C h. Diazepam 2x5 mg
i. Heparinisasi dengan: UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal
4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 unit/kgBB
maksimal 1000 Unit/jam atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC atau
antikoagulan lainnya
2. Prosedur medis
khusus Apabila angina pektoris tidak mereda setelah pemberian
obatobatan, dokter menungkin akan menganjurkan prosedur medis khusus
menanganinya, antara lain :
a. Pemasangan ring jantung, untuk melebarkan arteri yang mengalami
penyempitan dengan meletakkan kawat khusus (ring) yang berbentuk
seperti tabung di pembuluh darah arteri jantung.
b. Operasi baypass jantung
yaitu dengan mengambil pembuluh darah dari bagian tubuh lain untuk
membuat saluran aliran darah baru sebagai pengganti saluran aliran darah
yang menyempit. Selain pengobatan medis diatas, penderita perlu
melakukan perubahan gaya hidup untuk mencegah keluhan muncul
kembali yaitu dengan melakukan olahraga secara teratur, menerapkan pola
makan yang baik, menghentikan kebiasaan merokok, dan beristirahat yang
cukup.

Tahap pengobatan Angina Pektoris Tidak Stabil14


27

Tahap 1 : Farmako terapi awal :


• Obat terpilih untuk terapi awal adalah nitrat
• Bila hasil kurang memuaskan ditambah penyekat saluran kalsium atau β
– blocker
• Hasil terbaik dengan triple therapy (nitrat kerja lama + calcium channel
blocker, β Blocker + Calcium channel blocker)
Tahap 2 : Arteriografi koroner
Bila triple terapi tidak berhasil mengatasi manifestasi iskemia miokard
dalam 6-12 jam, maka dilakukan tahap ini. Ini perlu untuk mendapatkan
gambaran yang lebih jelas dari patogenesisnya, sehingga dapat ditetapkan
pelaksanaan yang optimal.
Tahap 3 : tergantung hasil dari arteriografi koroner, dapat berupa terapi
trombolitik, PTCA, CABG harus segera dilakukan.

Tabel 3 Dosis Nitrat


28

2.3.9 Komplikasi3
Komplikasi angina pektoris sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Bila
pembuluh darah koroner semakin sempit dan tersumbat total, maka akan muncul
serangan jantung yang bisa mengancam nyawa. Oleh karena itu, angina pektoris
perlu diperiksakan sejak masih berupa gejala awal, atau sejak nyeri masih ringan
dan bisa mereda sendiri dengan istirahat. Komplikasi yang mungkin terjadi pada
angina pektoris yaitu aritmia, gagal jantung, komplikasi mekanik (Ruptur dinding
ventrikel, regurgitasi mitral akut).

2.3.10 Prognosis 13
Risiko MI, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil bervariasi karena
spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh interval angina tidak stabil. Agresivitas
pendekatan terapi harus sepadan dengan estimasi risiko individual. 10

Tabel 4. Klasifikasi Killip pada AMI:


Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6


29

II + S3 dan/atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Tabel 6. Skoring resiko TIMI untuk SKA:


Usia >65 tahun 1

>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, rokok) 1

Diketahui PJK 1

Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1

Angina berat (<24 jam) 1

↑ petanda biokimia 1

Deviasi ST 1
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak ± 3 hari SMRS.
Pasien merasakan nyeri dada yang muncul mendadak dan hilang timbul dan tidak
menjalar kepunggung, leher ataupun lengan. Nyeri berlangsung cukup lama ± 30
menit . Nyeri dirasakan seperti terhimpit benda berat dan terasa panas. Skala nyeri
pasien adalah 7 dimana terasa cukup berat dan mengganggu. Nyeri dada dirasakan
pada saat pasien beraktivitas minimal. Pasien juga mengeluhkan bahwa nafas
terasa sesak, lalu mengeluh adanya keringat dingin.

Berdasarkan Teoril, nyeri dada adalah sensasi tidak nyaman di dada atau
diperkirakan berasal dari struktur di dada. Karakteristik dan tingkat keparahan
nyeri dada tergantung etiologi penyakit. Nyeri dada terbagi menjadi 2 yaitu nyeri
dada pleuritik dan nyeri dada non pleuririk. Nyeri dada pleuritic dimana nyeri
yang dirasakan biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh difusi pelura akibat infeksi
paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik pneumotoraks dan
penumomediastinum. Sedangkan nyeri dada non pleuritik adalah nyeri dada yang
dirasakan biasanya pada lokasi sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat
lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru. Contoh nyeri dadan non
pleuiritik adalah nyeri dada kelompok kardial yaitu pada iskemik miokard dimana
akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal. Nyeri disebabkan karena
saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik miokard. Iskemik miokard
terjadi bila kebutuhan miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner.
Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena
adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Salah satu sindrom pada iskemik
miokard adalah Unstable Angina Pektoris (UAP).

Unstable Angina Pectoris (UAP) atau disebut juga angina pectoris tidak
stabil yaitu bila nyeri timbul untuk pertama kali, sakit dada yang tiba-tiba terasa
pada waktu istirahat atau aktivitas minimal yang terjadi lebih berat secara

30
31

mendadak. Berdasarkan teori, untuk menegakaan diagnosis UAP terdapat 3


komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim
jantung (cardiac marker). Berdasarkan hasil anamnesis, pasien menunjukan gejala
UAP dengan adanya nyeri dada seperti ditindih benda berat pada daerah
substernal secara mendadak dan terjadi pada saat sedang melakukan aktivitas serta
pasien juga mengeluh adanya keringat dingin, sesak napas dan mual muntah .
Menurut (PERKI). 2018 manifestasi klinis pada angina pektoris tidak stabil yaitu
adanya nyeri dada yang timbul saat istirahat atau saat melakukan aktivitas, seperti
rasa tertekan atau berat daerah substernal berlangsung beberapa menit atau lebih
dari 20 menit. Kemudia adanya diaforesis (keringat dingin), mual, muntah, nyeri
abdominal, dan sesak napas. Berdasarkan faktor resiko dan epidemiologi dari
UAP sendiri, dimana UAP banyak terjadi pada wanita berusia diatas 40 tahun dan
memiliki prevalensi lebih tinggi pada penderita hipertensi. Pada pasien dalam
kasus ini adalah seorang wanita yang berusia 70 tahun yang memiliki riwayat
penyakit hipertensi.

Pada pemeriksaan TTV didapatkan hipertensi derajat 2 dan pernapasan


cepat(takipnea) serta nadi yang cepat (takikardi). Pada pemeriksaan penunjang
yaitu EKG didapatkan adanya sinus takikardi, ST depresi di lead V4 dan V6
kemudian ditemukan juga adanya Twave abnormality. Pada pemeriksaan enzim
jantung, tidak terdapat peningkatan secara bermakna yaitu untuk nilai Tn-1 Plus
adalah 0,10 ng/ml. dimana hal ini sesuai berdasarkan teori untuk penegakan
diagnosis UAP dengan hasil gambaran EKG adanya depresi segmen ST >1mm
dan atau inversi gelombang T >2mm di beberapa sadapan prekordial dan
biomarka jantung yang tidak meningkat secara bermakna.

Pada hasil pemeriksaan rontgen foto thorax pasien, terdapat gambaran


corakan bronchovaskular meningkat dan tampak infiltrate diparahiller dan
paracardial serta adanya CTR> 50%. Dimana tampak kesan pada jantung adanya
kardiomegali serta pada paru terdapat edem pulmonum. Berdasarkan teori,
kardiomegali merupakan kondisi dimana jantung mengalami pembesaran akibat
penyakit tertentu. Pembesaran terjadi karena otot jantung bekerja terlalu keras
32

setiap hari dan secara perlahan tapi pasti,otot yang bekerja akan berubah dari yang
awalnya elastis menjadi lebih keras, begitu juga pada bilik jantung. Jika terjadi
pelebaran bilik jantung maka akan mempengaruhi keefektifan jantung dalam
memompa darah menuju seluruh tubuh. Hal ini sesuai berdasarkan teori dimana
Ustable Angina Pectoris terjadi karena adanya iskemia miokardium reversible
dan sementara akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium
dan suplai oksigen miokardium sehingga memungkinan otot jantung untuk
bekerja lebih keras untuk memompa darah menuju seluruh tubuh. Pada kesan
edem pulmonum dari hasil rontgen thorax, kondisi ini bisa terjadi pada hipertensi
berat, karena meningkatnya beban afterload dan resistensi vaskuler sistemik
(SVR). Edema paru dimana terjadi penurunan fungsi pompa otot miokard, dan
menurunnya fungsi ejeksi ventrikel kiri. Kondisi ini menimbulkan perubahan pada
keseimbangan gaya starling tekanan kapiler alveolar, berupa peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler alveolar disertai kebocoran cairan ke intersisial dan alveoli.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka pasien ini di diagnosis chest pain et causa Unstable Angina
Pektoris (UAP).
Untuk terapi pasien mendapatkan terapi berupa Inj. ranitidine 2x1 ampul,
Inj. furosemide 3x1 ampul, PO canderstan 1x8 mg tab, PO Nitrogliserin 3x5 mg
tab. Dimana Pasien mendapatkan terapi nitrogliserin, terapi tersebut merupakan
terapi inisial untuk pasien dengan SKA sesuai dengan pedoman dari American
Heart Association.
BAB V
KESIMPULAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini


merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia. Keluhan pasien dengan PJK dapat berupa nyeri
dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Angina pektoris
tidak stabil merupakan suatu keadaan sindrom koroner akut yang ditandai dengan
gejala nyeri dada tipikal, tidak ada elevasi segmen ST, dan tidak ada ditemukan
peningkatan pada biomarker iskemia atau infark miokard. Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko utama penyebab terjadinya angina pektoris tidak stabil.
Komplikasi angina pektoris sering disebabkan oleh penyakit jantung
koroner. Bila pembuluh darah koroner semakin sempit dan tersumbat total, maka
akan muncul serangan jantung yang bisa mengancam nyawa oleh karena itu
penanganan awal yang cepat dan ketepatan diagnosa merupakan kunci utama
keberhasilan penatalaksanaan angina pektoris tidak stabil.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Maros, Hikmah, dan Sarah Juniar. 2016. “Bab II Tinjauan Pustaka Konsep
Dasar Angina Pectoris.” (2002): 1–23.
2. Anwar, T Bahri. 2004. “Angina Pektoris Tak Stabil.” : 1–6.
3. Vlachopoulos, Charalambos, Christos Georgakopoulos, Dimitris Pollalis, dan
Dimitris Tousoulis. 2017. “Stable angina pectoris.” Coronary Artery Disease:
From Biology to Clinical Practice: 157–200.
4. Kristiara Yoga. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Unstable Angina
Pectoris Dengan Nyeri Akut Di Ruang Melati 3 Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Soekardjo Tasikmalaya.” E-Jurnal Medika: 100.
http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/933.
5. Anwar, T Bahri. 2004. “Nyeri Dada.” Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara: 1–9.
6. Vlachopoulos, Charalambos, Christos Georgakopoulos, Dimitris Pollalis, dan
Dimitris Tousoulis. 2017. “Stable angina pectoris.” Coronary Artery Disease:
From Biology to Clinical Practice: 157–200.
7. Amsterdam, E. A.; Wenger, N. K.; Brindis, R. G., et al. 2014 AHA/ACC
guideline for the management of patients with non–ST-elevation acute coronary
syndromes: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines, Journal of the American College
of Cardiology. 2014, 64, e139-e228.
8. Yusuf, S.; Pogue, J.; Anand, S., et al. Effects of recombinant hirudin (lepirudin)
compared with heparin on death, myocardial infarction, refractory angina, and
revascularisation procedures in patients with acute myocardial ischaemia without
ST elevation: a randomised trial, Lancet. 1999, 353, 429-438.
9. Luepker, R. V. WHO MONICA project: what have we learned and where to go
from here?, Public Health Reviews. 2011, 33, 1.
10. Braunwald, E. Unstable angina and non–ST elevation myocardial infarction,
American journal of respiratory and critical care medicine. 2012, 185, 924-932.

34
35

11. Tri A. 2022. “Asuhan Keperawatan dengan diagnosis unstable angina pektoris
di ruang ICCU RSPAL dr. Ramelan Surabaya. Program Studi Diploma III
Keperawaran Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya
12. PERKI, 2018, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular, edisi pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, Jakarta.
13. Cannon, C. P.; McCabe, C. H.; Stone, P. H., et al. The Electrocardiogram
Predicts One-Year Outcome of Patients With Unstable Angina and Non–Q Wave
Myocardial Infarction: Results of the TIMI III Registry ECG Ancillary Study fn1,
Journal of the American College of Cardiology. 1997, 30, 133-140.
14. Lucyani D. 2009. Angina Pektoris Tidak Stabil. Journal information 10(3)
15. Kemenkes RI. 2017. “Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Penyakit
Kardiovaskular Untuk Dokter.” 1: 1–60.

Anda mungkin juga menyukai