PAPER
Disusun oleh:
MAGHFIRA AULIA
140100031
Pembimbing:
dr.Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp. M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Cystoid Macular Edema”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepanitraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda
Virgayanti, M. Ked (Oph), Sp. M selaku pembimbing yang telah memberikan
saran dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
dan masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun agar kedepannya menjadi lebih baik.
Besar harapan penulis semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih.
Maghfira Aulia
i
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR ISI
ii
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR GAMBAR
iii
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
1
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata (Gambar 2.2).
2
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
3
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus
dan bercabang pada permukaan dalam retina (Gambar 2.3).7
4
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
area pusat cekungan di dalam fovea yang berisi sel kerucut, sel-sel Muller dan sel
glial. Fovea adalah pusat dari makula yang berupa cekungan berdiameter kurang
lebih 1,5 mm. Pada area ini terlihat bahwa sel kerucut terdorong ke tepi dan
lapisan pleksiforma luar ( lapisan Henle ) menjadi horizontal, sedangkan serat sel
Muller tersusun secara miring. Di dalam fovea terdapat area Fove Avascular Zone
(AFC). Parafovea memiliki ketebalan 1,5 mm mengelilingi fovea, area ini
memiliki sepuluh lapis sel retina. Perifovea juga memiliki ketebalan 1,5 mm, area
ini mengelilingi parafovea dan merupakan bagian terluar dari makula.
Vaskularisasi makula berasal dari arteri retina sentralis, korio kapiler, areteri
silliaris retina yang berjalan dari papil nervus optikus ke makula.9
5
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
endoplasma kasar dengan regio khusus di sel-sel ini untuk isomerisasi all trans
retinal (berasal dari vitamin A) dan pengangkutannya ke fotoreseptor.10
Lapisan dalam merupakan retina neural, mengandung neuron dan fotoreseptor.
Retina neural memiliki tiga lapisan neuron utama (Gambar 2.5). Suatu lapisan luar
sel fotosensitif, sel kerucut dan batang; suatu lapisan pertengahan neuron bipolar,
yang menghubungkan sel kerucut dengan batang; dan lapisan internal sel
ganglion, yang bersinaps dengan sel bipolar melalui dendritnya dan mengirimkan
akson yang bergabung membentuk nervus optikus yang meninggalkan mata dan
menuju otak.10
6
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
7
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
8
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
9
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
10
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
bentuk penebalan retina yang terjadi lokal di mana cairan terakumulasi dalam
bentuk ruang kistik terutama pada lapisan luar retina pada makula.12
2.4.2. Epidemiologi
Frekuensi CME yang tidak terkait dengan operasi katarak sangat bervariasi,
baik di Amerika Serikat maupun internasional, tergantung pada etiologi atau
kondisi yang mendasari terjadinya CME. Angka kejadian yang bervariasi karena
kesulitan dalam mengamati CME yang tidak jelas secara klinis, bias ahli bedah
dalam melaporkan CME, dan kurangnya dalam pemeriksaan angiografi fluoresens
atau Optical Coherence Tomography (OCT).6
Studi di Amerika menunjukan bahwa edema angiografi dapat terjadi pada 60
% dari operasi intrakapsular, sekitar 15-30 % pada operasi ekstrakapsular, dan 4-
11 % dalam fakoemulsifikasi.3 Keseluruhan prevalensi gangguan visual yang
dilaporkan terkait dengan uveitis CME adalah 33 - 42 %.5
Cystoid Macular Edema dengan berbagai etiologi sering menyebabkan
hilangnya penglihatan yang signifikan biasanya dalam kisaran 20/40 hingga
20/200. Distribusi antara laki-laki dan perempuan memiliki prevalensi yang sama
terhadap kejadian CME. Usia kejadian CME bervariasi sesuai dengan etiologi,
misalnya pada retinipati diabetik terjadi pada usia 40 tahun ke atas.6
2.4.3. Etiologi
Walaupun penyebab paling umum yang sering dapat menyebabkan terjadinya
edema makula kistoid adalah setelah dilakukannya operasi katarak, namun
berbagai macam kondisi dapat diasosiasikan dengan penumpukan cairan pada
ruang kistoid di regio makula.6 Berikut merupakan beberapa penyebab tersering
dari CME:13
1. Pasca operasi katarak
2. Penyakit vaskular retina
3. Inflamasi intraokular
4. Akibat efek samping obat-obatan
5. Distrofi retina
11
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.4.4. Patofisiologi
Edema makula disebabkan karena banyak cairan bertumpuk di dalam lapisan
retina. Pada keadaan normal, kadar cairan di dalam retina jumlahnya tetap dan
diatur keseimbangannya oleh tekanan osmotik dan hidrostatik antara retina dan
vaskular di sekitarnya, dan keduanya dipisahkan oleh blood-retina barrier.
Kerusakan atau gangguan pada blood- retina barrier ini menyebabkan cairan
dapat berakumulasi di ronggga kistoid di dalam retina.6
Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan bagaimana bisa
terjadi edema makula kistoid ini. Karakteristik dari distribusi kebocoran
vaskular dan edema retina mungin dapat dijelaskan secara baik melalui mediator
difusi, (contohnya prostaglandin) yang dilepaskan oleh mata. Mediator
inflamasi ini dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah retina.6
12
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
13
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
3. Inflamasi Intraokular
Edema makula kistoid dapat terjadi setelah adanya gangguan pada blood-
retinal barrier dan merupakan penyebab utama dari kehilangan pengelihatan
pada pasien dnegan uveitis. Inflamasi intraocular menyebabkan kerusakan sel
yang mengakibatkan aktivasi kaskade asam arakidonat dan pelepasan
prostaglandin, nitrit oksida, interleukin-6, dan VEGF. Mediator inflamasi ini
menyebabkan hiperpermeabilitas pada dinding pembuluh darah retina dan
menyebabkan kerusakan retinal pigmented epithelium sehingga menghasilkan
cairan dan protein intravaskular ke interstitial retina.5
14
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
5. Distrofi retina
Distrofi retina biasanya pada retinitis pigmentosa.13 Retinitis pigmentosa
merupakan salah satu kelainan pada retina yang dikaitkan dengan terjadinya
CME. Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter
yang ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel
secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina.7 Studi menunjukkan
bahwa terjadi kenaikan permeabilitas dari epitel pigmen retina dan kapiler
perifoveal pada pemeriksaan dengan angiografi. Penelitian menemukan suatu
antibodi antiretina pada pasien dengan retinitis pigmentosa yang memiliki CME,
sehingga dapat disimpulkan bahwa proses ini terkait dengan autoimun.6
15
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.4.6. Diagnosis
1. Diagnosis CME dapat ditegakkan dari anamnesis dengan adanya gejala klinis
berupa pandangan kabur, mikropsia, dan metamorfopsia. Adanya riwayat
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan hipertensi. Adanya riwayat
operasi katarak, ataupun penggunaan obat-obatan seperti latanoprost.1,5,6
2. Pada pemeriksaan visus didapatkan visus 20/40 atau lebih buruk.12
3. Pemeriksaan oftalmoskopi
Pemeriksaan dengan oftalmoskop tampak honey-comb appearance di daerah
makula oleh karena adanya multiple cystoid oval spaces (Gambar 2.9).13
16
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
4. Fluorescein angiography
Fluorescein angiography merupakan gold standard dalam diagnosis CME.
Pada CME dikenali dengan penurunan tajam penglihatan yang tidak diketahui
penyebabnya, dengan karakteristik flower petal patern atau petaloid appearance
of cystic space (Gambar 2.10) pada pemeriksaan fluorescein angiografi atau
dengan peningkatan ketebalan retina pada pemeriksaan Optical Coherence
Tomography (OCT).14,18
17
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan edema makula kistoid
ditentukan bergantung pada etiologi yang mendasari terjadinya edema. Apabila
dicurigai terjadi akibat retinopati diabetik, maka dapat dilakukan gula darah dan
toleransi glukosa. Apabila terjadi akibat uveitis kronis, maka evaluasi yang
menyeluruh harus dilakukan terhadap uveitisnya tersebut.6
2.4.7. Penatalaksanaan
Pada CME karena diabetes atau oklusi vena retina pemberian anti-VEGF
dapat efektif.19 Vascular Endothelial Growth Factor meningkatkan permeabilitas
vaskular dengan melonggarkan endothelial cell junction sehingga meningkatkan
permeabilitas dan terjadi kebocoran plasma. Yang termasuk Anti VEGF yaitu:
pegaptanib, ranibizimab, dan bevacizumab.2 Pada penderita makular edema
diabetikum suntikan triamsinolon memberikan perbaikan penglihatan dan laser
koagulasi dapat dilakukan pada penderita makular edema diabetikum.17
Terapi yang digunakan pada pasien edema makula yang diakibatkan oleh
oklusi vena retina adalah kombinasi terapi dari laser photocoagulation Hal ini
dilaporkan bisa memperbaiki daya penglihatan.6
Carbonic anhidrase inhibitor (topikal atau sistemik) digunakan untuk
pengobatan CME akibat distrofi retina bawaan.19 Mekanisme obat ini akan
menghambat enzim carbonic anhidrase sehingga terjadi peningkatan transport
cairan epitel pigmen retina dari ruang sub retina ke koroid dan dapat mengurangi
edema. Asetazolamid merupakan agent terapetik dalam penatalaksanaan edema
makula akibat retinitis pigmentosa.2
CME dapat diberikan ketorolak topikal 0,5 % atau prednison asetat 1 %. Pada
suatu penelitian klinis dengan ketorolak topikal 0,5 % atau prednison asetat 1 %
memberikan efek yang baik pada CME kronik. Untuk memperbaiki tajam
penglihatan, kombinasi ketorolak topikal 0,5 % dan prednison asetat 1 % 4 kali
sehari memberikan hasil yang lebih baik dari pada pemberian obat satu jenis
saja.18
18
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.4.8. Prognosis
Prognosis visual pada mata dengan CME tergantung pada etiologinya. Jika
CME membaik setelah pengobatan, ketajaman visual 20/40 atau lebih baik umum
terjadi. Namun, dengan CME yang berlangsung lama, visus 20/100 hingga 20/200
sering terjadi. Pasien CME setelah operasi katarak dapat mencapai visus 6/9 atau
lebih dalam waktu 3-12 bulan dari operasinya.6,19
19
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB III
KESIMPULAN
20
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology. 7th ed. Cina. Elsevier .2011: 630.
2. Rotsos TG, Moschos MM. Cystoid Macular Edema. Clinical
Ophthalmology.. 2008; 2 (4): 919-930.
3. Carricondo PC, Abalem MF, Machado CG, Junior NK. Prophylaxis and
treatment of cystoid macular edema after cataract surgery. Rev Bras
Oftalmo. 2015;74 (2): 113-8.
4. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course:
Retina and Vitreous. Section 12th . San Fransisco. American Academy Of
Ophthalmology. 2018.
5. Schaal S, Kaplan HJ. Medical and Surgical Management: Cystoid Macular
Edema. USA. Springer. 2017.
6. Eshraghi H. Nonpseudophakic Cystoid Macular Edema. Emedicine. 2018.
7. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2008 Vaughan GD, Asbury T. Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Wangko S. Histofisiologi Retina. Jurnal Biomedik. 2013; 5(3): 1-6
9. Efendi RG , Wimbo S. Idiopatihic Macular Hole. Jurnal Oftalmologi
Indonesia. 2008 ; 6 (3): 158-168.
10. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Edisi ke-12.
Jakarta: EGC. 2011: 409-414.
11. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2012
12. Helvinda W, Puteri ER. Irvine Gass Syndrome. Jurnal Kesehatan Andalas.
2018; 7(1): 43-50
13. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New
Age International Ltd; 2007: 273-4
14. Tsilimbaris MK, Tsika C, Diakonis V, Karavitaki A, Pallikaris I. Cataract
Surgery: Macular Edema and Cataract Surgery. 2013: 321- 336
15. Cho H, Madu A. Etiology and treatment of the inflammatory causes of
cystoids macular edema. Jurnal of Inflammation Research. 2009; 2: 37-43
21
PAPER NAMA : MAGHFIRA AULIA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100031
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
22