Anda di halaman 1dari 30

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HIFEMA

Disusun oleh :
GAYATTHIRI NAAIDU
130100476

Supervisor :
Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Hifema”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku Pembimbing yang
telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 27 Mei 2020

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 3
HIFEMA ……………………………………......................... 3
2.1 Anatomi .......................................................................... 3
2.2 Definisi ........................................................................... 7
2.3 Etiologi ........................................................................... 8
2.4 Epidemiologi ................................................................. 9
2.5 Klasifikasi ...................................................................... 9
2.6 Patofisiologi .........................................…………..…… 11
2.7 Diagnosis ……………………....................................… 14
2.8 Tatalaksana ..................................................................... 16
2.9 Komplikasi ..................................................................... 20
2.10 Prognosis ........................................................................ 22
BAB III PENUTUP ............................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 24

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hifema didefinisikan sebagai kumpulan darah di ruang anterior.
Serangkaian hifema dapat bervariasi dari sel darah merah difusi yang bersirkulasi
dalam aqueous humor hingga perdarahan yang mengisi seluruh ruang anterior.
Paling sering hifema disebabkan oleh trauma atau pembedahan intraokular, tetapi
juga dapat terjadi secara spontan pada pasien dengan rubeosit iridis, jumbai
pembuluh darah di margin pupil, xanthogranuloma remaja, iris melanoma, distrofi
miotonik, keratouveitis, leukemia, hemofilia, trombositopenia atau penyakit Von
Willebrand. Hifema juga dapat dikaitkan dengan obat yang mengubah fungsi
trombosit atau trombin, seperti aspirin atau warfarin.1
Hifema adalah adanya sel darah merah di ruang anterior. Sejumlah kecil sel
darah merah kecil yang tersuspensi dalam aqueous humor disebut microhyphaema.
Mikrohyphaema hanya dapat terlihat dengan slit lamp, dalam bentuk eritrosit yang
melayang dan bersirkulasi dalam aqueous humor. Jumlah sel darah merah yang
sedikit lebih besar mengendap ketika massa dengan berbagai bentuk pada
permukaan iris, lensa atau cairan vitreus. Volume sel darah merah yang lebih besar
tertarik ke aspek anterior ruang interior, menghasilkan hifa berlapis yang terlihat
jelas, yang mungkin parsial atau lengkap.2,3,4,5,6
Hifema mengacu pada adanya darah dalam ruang anterior mata; Hyphema
traumatis cukup umum setelah trauma tumpul dan hasil dari kerusakan pada iris
atau sudut kapal.7 Cedera mata masih tetap menjadi salah satu penyebab paling
umum kebutaan sepihak di seluruh dunia. Cedera mata tumpul sebagian besar
mengakibatkan hyphema traumatis dan bukan merupakan penyebab jarang untuk
unit gawat darurat banyak klinik mata. Sebagian besar hasil dari cedera mata yang
tidak perlu, yang sebagian besar dapat dicegah.8,9,10,11,12,13,14
Hifema adalah salah satu masalah klinis paling menantang yang dihadapi
oleh dokter spesialis mata. Hifema traumatis ditemui pada anak-anak dan orang
dewasa. Hiphema biasanya merupakan hasil dari pukulan proyektil atau disengaja
yang mengenai bagian mata yang terbuka terlepas dari perlindungan tepi orbital
tulang. Berbagai rudal dan benda telah dituduh, termasuk bola, batu, mainan
1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

proyektil, pelet senapan angin, dan tinju manusia.15,16 Bahkan ada kasus yang
melibatkan benda yang lebih besar dari orbit, Seperti bola sepak.17 Dengan
meningkatnya pelecehan anak, tinju dan ikat pinggang sudah mulai memainkan
peran penting. Laki-laki terlibat dalam tiga perempat kasus.18
Karena perubahan mata setelah trauma dapat menyebabkan peningkatan
TIO yang signifikan, diduga kerusakan saraf optik akan terjadi jika tekanannya
tetap cukup tinggi. Meskipun neuropati optik glaukoma mungkin membutuhkan
waktu untuk berkembang, peningkatan TIO setelah trauma okular dapat terjadi
segera setelah cedera atau kapan saja di masa depan, bahkan bertahun-tahun
kemudian.19 Di seluruh dunia, kejadian tahunan rata-rata hyphema adalah sekitar
17 pasien dalam 100.000 dengan insiden puncak antara 10 dan 20 tahun.20 Di
daerah perkotaan, dua pertiga dari hyphema traumatis disebabkan oleh trauma
okuler tumpul.5

2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Hifema
2.1 Anatomi
Ada beberapa bagian mata yang harus difokus iaitu:
 Kornea: Bagian transparan bola mata yang menutupi iris dan pupil.
 Sklera: Lapisan luar bola mata putih, padat, dan berserat.
 Iris: Diafragma berwarna di ruang anterior bola mata yang berkontraksi dan
mengembang untuk menyesuaikan intensitas cahaya.
 Pupil: Bukaan di tengah iris yang dilalui cahaya.
 Lensa: Tubuh transparan, dual-cembung yang memfokuskan sinar cahaya ke
retina.
 Retina: Membran di dinding bagian dalam bola mata yang menerima gambar
dari lensa dan mengubahnya menjadi impuls saraf.
 Gel vitreous: Zat seperti jeli yang jelas yang mengisi ruang posterior bola mata,
biasanya melekat pada retina.
 Saraf optik: Mentransmisikan impuls saraf dari lapisan sel retina ke otak.21
 Ruang anterior: Diikat di depan oleh kornea dan posterior oleh permukaan iris
anterior dan bagian pupil lensa. Reses lateral bilik anterior dibentuk oleh
sudut iridocorneal yang ditempati oleh trabecular meshwork. Ruang anterior
terdalam terpusat (3 mm) dan dangkal di penyisipan iris perifer, dan
mengandung sekitar 250 ml humor aqueous. Humor berair dikeringkan dari
ruang anterior terutama melalui jalur trabecular (konvensional) ke kanal
Schlemm kemudian ke saluran kolektor vena episkleral ke vena cava
superior22,23,24 ( Gambar 1 dan 2).

3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 1: Anatomi Mata22

Gambar 2: Anatomi ruang anterior25

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah


darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari
luar ke dalam, yaitu:26
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat
padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke
dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi
nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan

4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui
oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait
yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya
pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan
berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium
anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria,
terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4)
endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.26
2. Lamina vaskulosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea
(terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2)
corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior
terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris
dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan
kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara
lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat
otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan
iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke
badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan
dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis
schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot
siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemn
merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya
terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang –
lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan
kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20 – 30 buah,
yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera dan vena
siliaris anterior di badan siliar.26

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Tunica sensoria (retina)


Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya
berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan
organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora
serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat
non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel
silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan
bagian belakang iris.26

Vaskularisasi Bola Mata26


Pemasuk utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri
ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian
intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya
melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah
arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di
belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri
lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas,
cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior
longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri
supra orbitalis serta supra troklearis.

Gambar 3: Vaskularisasi pada bola mata

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian


nervus optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar,
beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior
membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari
cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini
memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk
sirkulus arteriosus major iris.
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior
dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris
anterior, dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus
kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus
pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.26

Gambar 4: Vaskularisasi pada Segmen Anterior

2.2 Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan
humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan
biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.26


Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.26
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora
dan blefarospasme. Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan
merusak sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu
lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman
trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah
menimbulkan bokade pupil.26

2.3 Etiologi
Trauma mata tumpul adalah penyebab paling umum, meskipun trauma
tembus dan hyphemas yang terjadi secara spontan juga terjadi.27 Kondisi medis
tertentu juga dapat membuat pasien berisiko terkena hiphema: leukemia, hemofilia,
penyakit von Willebrand, penyakit sel sabit, dan penggunaan obat antikoagulan.
Neovaskularisasi mata, yang sering dikaitkan dengan diabetes mellitus, juga
membuat pasien berisiko. Terakhir, pasien pasca operasi dapat mengalami hifema.
Ini dapat berkembang secara intraoperatif, tetapi juga dapat ditunda hingga satu
minggu setelah operasi.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi
karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma),
dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).26
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan
oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan
jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak
pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang timbul
dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid,

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan di dalam bola
mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini
karena gaya berat akan berada di bagian terendah.26

2.4 Epidemiologi
Insiden tahunan rata-rata hipertensi dari semua penyebab adalah sekitar 17
per 100.000.1 Mayoritas hipertensi terjadi pada pria (75% -78%) dengan usia rata-
rata 15,5 hingga 18,2 tahun.28 Sebuah studi terhadap 238 pasien dengan hyphema
traumatis menunjukkan bahwa penyebab utama trauma adalah batu proyektil, dan
sebagian besar trauma terjadi sebagai akibat dari kekerasan jalanan (43%) dan
kecelakaan di rumah (33%). Pada anak-anak, saudara kandung dan teman-teman
bertanggung jawab atas sebagian besar trauma, dan pada orang dewasa penyebab
utama trauma adalah kecelakaan.29 Sumber cedera yang signifikan lainnya adalah
olahraga, yang menyumbang 60% hyphemas traumatis dalam penelitian yang
berbeda.30 Olahraga berisiko tinggi di mana bola menyentuh mata termasuk
baseball, softball, bola basket, sepak bola dan cat bola. Tongkat atau raket lebih
mungkin menjadi sumber cedera dalam olahraga berisiko tinggi lainnya seperti
hoki, raket, dan squash.31
Insiden tahunan hyphema traumatis telah diperkirakan 17 cedera per
100.000 populasi, dengan laki-laki yang terkena tiga sampai lima kali lebih sering
daripada perempuan.32,33,34 Hingga 70 persen hyphema traumatis terjadi pada anak-
anak, dengan insidensi puncak antara usia 10 dan 20 tahun.8,33,34 Trauma mata
memiliki pantai ekonomi yang sangat besar karena biaya perawatan di rumah sakit
dan medis dan kehilangan jam kerja.5

2.5 Klasifikasi
Deskripsi dan klasifikasi hifema dalam hal beberapa variabel penting dalam
mengevaluasi keparahan, pemantauan dan manajemen. Ada sistem klasifikasi
umum yang memiliki penerimaan universal yang paling baik diklasifikasikan
menurut jumlah sel darah merah di ruang anterior.2,3,4,5,6 Ini terdiri dari penilaian
jumlah hadir lapisan darah. Dokumentasi pelapisan darah dilakukan dengan
menggambar hyphaema, mencatat persentase layering atau dengan pengukuran

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

langsung (dalam mm) dari pelapisan dari limbus bawah. Nilai kemudian dapat
diberikan sesuai dengan pedoman berikut:
Grade 0: mikrohifema, sirkulasinya hanya sel darah merah
Grade 1: kurang dari 1⁄4 anterior ruang
Grade 2: lebih dari 1⁄4 hingga 1⁄2 anterior ruang
Grade 3: lebih dari 1⁄2 hingga 3⁄4 anterior ruang
Grade 4: pengisian total atau "delapan bola" hifema
Hifema primer ini cukup tidak berbahaya dan sementara. Hifema sekunder
biasanya lebih parah (rebleed) dan terjadi beberapa hari hingga 2 minggu setelah
perdarahan asli (paling sering dalam 5 hari pertama). Ini mungkin terjadi karena
trombolisis normal bekuan asli sebelum perbaikan pembuluh darah yang rusak, dan
benar-benar dapat mengisi ruang anterior (delapan bola hifema setelah bola pool
hitam).7,35
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:26
i. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen
anterior bola mata.
ii. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
iii. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah.
iv. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
v. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:26
i. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
ii. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard):26
Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.6 Patofisiologi
Hifema yang terjadi sebagai akibat trauma biasanya disebabkan oleh
kerusakan pada lingkaran arteri utama dan cabang-cabangnya sebagai akibat dari
robekan pada iris atau badan ciliary.12 Trauma tumpul menyebabkan kompresi
antero-posterior bola mata dan ekspansi khatulistiwa secara simultan. Perluasan ini
menciptakan tekanan pada struktur sudut chamfer anterior, menyebabkan
robekannya ciliary body atau pembuluh stroma iris.7
Pasien-pasien dengan hyphema mungkin awalnya hadir dengan IOP yang
rendah atau tinggi. TIO yang rendah mungkin merupakan hasil dari iritis yang
menyertai yang menyebabkan penurunan produksi air atau karena peningkatan
sementara aliran keluar dari gangguan struktur di sudut ruang anterior.12 Lebih
umum, TIO naik secara akut karena sel-sel darah merah dan sel-sel imun-inflamasi
menghalangi kerja trabecular mesh.13 Sel darah merah segar dapat melewati
meshwork tradisional tanpa banyak kesulitan; namun, adanya jumlah sel yang
berlebihan di samping plasma, fibrin dan membran seluler lainnya dapat
menyebabkan obstruksi aliran keluar sementara.12 Pembengkakan meshwork
trabecular (trabeculitis) juga dapat menjadi faktor yang berkontribusi dalam

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

membatasi aliran keluar.14 Pada kasus yang parah, peningkatan TIO akut dapat
terjadi sekunder akibat blok pupil, karena bekuan berbentuk kancing kerah yang
melibatkan ruang anterior dan posterior.7 Gumpalan mencegah aliran normal air
dari ruang posterior, melalui ruang antara iris dan lensa, dan ke dalam ruang
anterior. Sebagai akibatnya, tekanan terbentuk di ruang posterior, mendorong iris
perifer anterior yang kemudian menutup sebagian atau seluruh meshwork
trabecular melalui apposisi.
Aliran air mungkin lebih lanjut terhambat pada pasien dengan
hemoglobinopati sel sabit. Eritrosit pada pasien ini menjadi memanjang dan kaku
(sabit) dalam aqueous humor, membuat perjalanan melalui kerja trabecular sulit.12
Sebagai hasil dari peningkatan TIO, segmen mata bagian depan dan belakang
menjadi lebih rendah. dengan cepat hipoperfusi dan hipoksia, dengan demikian
melanggengkan siklus di mana eritrosit dan sludging lebih lanjut terjadi.15 Oleh
karena itu, insiden peningkatan TIO di hadapan hyphema lebih tinggi pada pasien
dengan gangguan ini, dan dapat terjadi bahkan dalam kasus hyphemas kecil.12
Hifema trauma tumpul atau tembus biasanya menyebabkan hifemas
traumatis ke orbit. Pendarahan berasal dari air mata di pembuluh tubuh siliar dan
iris. Ketika kekuatan tumpul diterapkan ke bola mata anterior, ada peningkatan
instan dalam tekanan intraokular, menghasilkan kekuatan geser di seluruh tubuh
ciliary dan iris.27 Trauma penetrasi, bagaimanapun, menghasilkan cedera langsung
pada iris. Hyphemas spontan sering terjadi pada pasien yang kondisi medisnya
cenderung menjadi iskemia, neovaskularisasi atau kelainan pembuluh darah.
Pasien-pasien ini biasanya akan mengalami kebocoran pembuluh spontan. Seperti
yang diharapkan, ini lebih umum pada pasien dengan diabetes, tumor mata,
gangguan pembekuan, sel sabit, dan mereka yang menggunakan antikoagulan.5,36

Gambar 5: Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek
pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara
spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang
COA, mengotori permukaan dalam kornea.26
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya
mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme
pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah
yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik
mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga
4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada
bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator
kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang
sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama
dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan
menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.26
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat
daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat
sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi
daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat
waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.26
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk
ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya hifema yang penuh.26

13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang
berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal
ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi
sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya
glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada
bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi
perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea
dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan
pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain
yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi
lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi
perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur
koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.26

2.7 Diagnosis
Inspeksi untuk cedera mata kasar, evaluasi adneksa dan penilaian
ketajaman visual, bidang visual, fungsi pupil, motilitas okular dan posisi bola harus
dilakukan. Lakukan tanpa koreksi, ketajaman visual yang dikoreksi dan lubang
jarum (jika diindikasikan) tergantung pada luas hyphaema dan cedera mata lainnya
yang dapat memengaruhi penglihatan. Evaluasi murid akan membantu menentukan
sejauh mana cedera traumatis pada adneksa di sekitarnya. Ekimosis dan edema
kelopak mata sering menyertai cedera kontusio pada mata. Edema konjungtiva atau
perdarahan yang tidak proporsional dapat mengindikasikan ruptur skleral, dan
pembatasan motilitas okular dapat menunjukkan adanya fruktus orbital blow out.
10 Untuk alasan yang tidak diketahui, banyak pasien yang didiagnosis dengan
hyphaema traumatis mungkin tampak mengantuk, sehingga mekanisme cedera
harus ditetapkan dengan jelas sehingga cedera kepala tidak akan terdiagnosis.37
Sebagian besar pasien akan memiliki riwayat trauma okular atau operasi
okular baru-baru ini. Setiap pasien yang datang setelah trauma berhak
mendapatkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang konsisten dengan protokol
ATLS (Advanced Traumatic Life Support). Anamnesis harus mencakup
pertanyaan yang berkaitan dengan kemungkinan benda asing intraokular,

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perubahan penglihatan, fotofobia, nyeri mata, mual, muntah, dan riwayat diatesis
perdarahan, terutama penyakit atau sifat sel sabit.27
Langkah yang paling penting adalah mengevaluasi bola dunia yang
berpotensi terbuka atau menembus cedera mata. Semua luka tembus harus
dianggap memiliki cedera bola mata terbuka terkait. Dalam hal ini, letakkan semua
proyektil di tempat, lindungi mata dengan perisai, dan dapatkan konsultasi
oftalmologi yang muncul di unit gawat darurat. Jika diinduksi oleh trauma, pasien
juga harus dievaluasi untuk sindrom kompartemen orbital akut. Tanda-tanda
sindrom kompartemen orbital termasuk proptosis, penurunan ketajaman visual, dan
cacat pupil aferen relatif.27
Setelah globe terbuka dan sindrom kompartemen orbital telah
dikesampingkan, evaluasi menyeluruh dapat dilakukan. Dokter harus memeriksa
kelopak mata, bulu mata, alat lakrimal, dan kornea. Mengevaluasi tanggapan pupil
langsung dan konsensual, serta untuk cacat pupil aferen relatif. Ketajaman visual,
bidang visual konfrontasional, dan otot ekstra okuler semua harus dievaluasi juga.
Temuan khas dalam pengaturan hyphema termasuk penurunan ketajaman visual,
fotofobia, anisocoria, dan temuan visual darah di ruang anterior.27
Visual acuity biasanya memburuk dengan posisi terlentang. Gejala dapat
membaik dengan meningkatnya kepala karena pelapisan darah di bawah sumbu
visual. Visual acuity yang menurun adalah hasil dari perubahan refraktori yang
disebabkan oleh darah di ruang anterior. Humor yang biasanya jernih dan berair
tidak memengaruhi jalur cahaya, sedangkan sel darah merah akan mencegah
cahaya untuk memfokuskan secara tepat pada retina. Anisokor disebabkan oleh
robekan pada otot sfingter iris, yang dapat menyebabkan meiosis atau midriasis
pada mata yang terkena. Dokter menilai hifema dengan jumlah darah di ruang
anterior. Grade 0 atau mikrohifema terjadi dengan sel darah merah yang tersebar di
ruang anterior yang tidak berlapis. Hyphema tingkat I memiliki pengisian ruang
anterior kurang dari 33%. Grade II memiliki pengisian 33% hingga 50%. Tingkat
III memiliki lebih dari 50% tetapi kurang dari pengisian total ruang anterior, dan
kelas IV memiliki pengisian ruang anterior 100%.28
Ada beberapa teknik yang bisa dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang
iaitu:26

15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

a)Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus


dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
b)Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,
glaukoma.
c)Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d)Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e)Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal
atau meningkat ringan.26

2.8 Tatalaksana dan Manajemen


Penatalaksanaan hiphema dari semua penyebab ditujukan untuk mencegah
perdarahan sekunder, mencegah trauma lebih lanjut pada mata, mempromosikan
pengendapan darah ke bagian bawah ruang anterior dan mengendalikan uveitis
traumatik.30 Pemantauan ketat sangat penting sehingga pengobatan untuk
komplikasi terkait segera dimulai jika terjadi.
Disarankan rawat inap atau rawat jalan dengan tindak lanjut harian. Rawat
inap harus dipertimbangkan untuk pasien dengan cedera parah atau kelainan darah
dan mereka yang tidak mampu perawatan diri atau mungkin tidak patuh dengan
rejimen pengobatan. Selain itu, rawat inap harus dipertimbangkan untuk anak-anak
yang berisiko amiloskopik atau jika diduga terjadi pelecehan anak.
Penatalaksanaan terdiri dari perlindungan mata dengan pelindung plastik atau
logam, aktivitas fisik terbatas, peningkatan postur kepala, dan penghindaran aspirin
dan zat antiinflamasi nonsteroid lainnya.38 Memiliki pasien yang tidur pada sudut
30-45 derajat meningkatkan penyerapan darah yang lebih cepat dan menurunkan
tekanan vena ke seluruh dunia, membantu mengurangi TIO dan memungkinkan
pembentukan dan resolusi gumpalan.39 Aktivitas normal dapat dilanjutkan satu
minggu setelah cedera awal atau rebleed. Namun, jika darah tetap di ruang anterior
setelah satu minggu, aktivitas harus tetap dibatasi sampai resorpsi darah terjadi.38
Iritis adalah umum pada pasien dengan hyphema traumatis. Kortikosteroid
diresepkan untuk mengurangi peradangan dan obat-obatan sikloplegik digunakan

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan mencegah pembentukan sinkronia


posterior.1 Cycloplegics adalah obat antikolinergik. Mereka sementara
menghambat reseptor asetilkolin pada otot sfingter iris dan tubuh silia. Hal ini
menghasilkan midriasis pupil, yang membantu mengurangi risiko sinekia posterior
dengan meminimalkan kontak antara iris posterior dan kapsul lensa anterior.
Penghambatan reseptor asetilkolin dalam tubuh sili melumpuhkan otot, yang
merelaksasi kejang siliaris dan mengurangi rasa sakit.40 Selain itu, baik
cycloplegics dan corticosteroids dapat mengurangi risiko perdarahan sekunder.
Steroid menstabilkan sawar darah dan secara langsung menghambat fibrinolisis.1
Cycloplegics meminimalkan pergerakan iris dan tekanan pada pembuluh pecah
yang asli.41
Pada pasien dengan peningkatan TIO lebih tinggi dari 25 mmHg, beta
blocker dan inhibitor anhidrase karbonat (CAI) biasanya merupakan pengobatan
lini pertama. CAI topikal harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
hemoglobinopati sel sabit karena obat-obatan ini dapat menurunkan pH berair dan
meningkatkan pembentukan sel-sel darah lebih lanjut.38 Jika obat topikal tidak
memadai dalam mengelola IOP, CAI oral, seperti acetazolamide dan
methazolamide, dapat diresepkan. Efek hipotensi acetazolamide dalam tablet
membentuk puncak dalam dua jam dan berlangsung selama enam jam, sedangkan
dalam bentuk kapsul memuncak dalam delapan jam dan bertahan lebih dari 12 jam.
Acetazolamide umumnya diberikan sebagai 500 mg PO dua kali sehari untuk
orang dewasa. Untuk anak-anak, dosis yang dianjurkan adalah 5-10 mg / kg berat
badan setiap empat hingga enam jam. Dosis methazolamide dapat dimulai dengan
25 mg dua kali sehari dan ditingkatkan menjadi 50 mg dua kali sehari atau hingga
100 mg tiga kali sehari jika diperlukan. CAI oral efektif dalam menurunkan TIO;
Namun, mereka memiliki banyak efek samping. Efek samping sistemik yang
umum termasuk peningkatan frekuensi kemih dan parestesia jari, jari kaki dan di
sekitar mulut. Efek samping lain termasuk ketidaknyamanan perut, rasa logam,
mual dan diare. Lebih tinggi dosis CAI oral dapat menyebabkan asidosis metabolik
dan harus dihindari pada pasien dengan insufisiensi hati, gagal ginjal,
adrenokortikal ketidakcukupan, asidosis hiperkloremik, kadar natrium atau kalium
tertekan atau obstruksi paru berat. CAI oral dikontraindikasikan pada pasien

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dengan alergi sulfa, karena CAI termasuk dalam golongan obat sulfonamid.42 Jika
CAI sistemik diperlukan pada pasien dengan sel sabit, metazolamid digunakan
karena ia menciptakan lebih sedikit asidosis sistemik, dan karena itu
mempromosikan lebih sedikit sabit eritrosit, daripada acetazolamide.1 Manitol
intravena, diuretik, dapat juga diberikan pada kasus TIO yang tidak terkontrol;
Namun, sangat hati-hati harus digunakan pada pasien dengan sel sabit, karena
diuretik menginduksi asidosis dan kontraksi volume.31
Prostaglandin dan pilocarpine umumnya dihindari dalam pengobatan
peningkatan TIO karena peradangan yang terkait dengan hyphema traumatis.
Beberapa studi awal menunjukkan bahwa prostaglandin topikal dosis besar
menyebabkan peradangan dan kerusakan sawar darah-air. Dalam laporan yang
lebih baru, beberapa pasien mengembangkan uveitis anterior saat menggunakan
latanoprost. Namun, penelitian lain belum menunjukkan efek inflamasi inokular
dari prostaglandin.42 Peningkatan permeabilitas penghalang air berair terhadap
protein plasma telah ditunjukkan secara klinis setelah berangsur-angsur
pilocarpine.43 Selain itu, miosis yang diinduksi oleh pilocarpine meningkatkan
zona kontak antara iris dan lensa, dan karenanya meningkatkan risiko sinekia
posterior.
Intervensi bedah diperlukan hingga 5% dari hyphemas dalam kasus
peningkatan TIO, pewarnaan darah kornea, atau total hyphemas yang berlangsung
lebih dari 10 hari. Jika TIO tetap lebih besar dari 50 mmHg selama lima hari, atau
lebih besar dari 35 mmHg selama tujuh hari, terlepas dari manajemen medis,
operasi diindikasikan.41 Parasentesis ruang anterior efektif untuk menurunkan TIO;
namun seringkali hanya tindakan sementara dan intervensi bedah tambahan
diantisipasi.38 Irigasi ruang anterior dapat dilakukan untuk menghilangkan sel
darah merah yang tersebar, dan bekuan darah yang terbentuk dapat diekstraksi
secara manual melalui sayatan kornea yang jelas.1 Jika perlu, trabeculectomy
dilakukan untuk mengelola TIO dengan membuat pembukaan baru untuk aliran air.
Verma44 melaporkan bahwa kombinasi trabekulektomi, iridektomi perifer dan
ekstraksi gumpalan darah secara manual memuaskan dalam menurunkan TIO.
Semua pasien dalam penelitian ini memiliki ketajaman proyeksi cahaya,
pewarnaan darah kornea dan TIO rata-rata 45 mmHg sebelum operasi. Rata-rata

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TIO pada kunjungan tindak lanjut terakhir setelah operasi adalah 18,4 mmHg, tetapi
prognosis visual masih buruk. Laser trabeculoplasty biasanya tidak efektif pada
kasus trauma okular, karena kerusakan pada trabecular meshwork.45
Obat tambahan dapat digunakan dalam pengobatan hyphema karena darah
di ruang anterior mulai membentuk gumpalan. Gumpalan darah dibersihkan dari
tubuh melalui proses yang dikenal sebagai fibrinolisis. Selama proses inilah risiko
yang ter-reble adalah yang tertinggi.41 Agen antifibrinolitik, termasuk asam
aminocaproic (ACA) dan asam traneksamat, digunakan untuk mengurangi risiko
perdarahan sekunder dengan memperlambat atau menghambat resorpsi gumpalan
darah di dalam pembuluh darah yang mengalami trauma. ACA bertindak sebagai
inhibitor kompetitif untuk lisin untuk situs pengikatan pada aktivator plasminogen
jaringan, sehingga menghambat konversi plasminogen menjadi plasmin. Plasmin
adalah enzim yang terlibat dalam pemecahan bekuan fibrin. Selain mencegah
pembentukan plasmin, ACA juga secara kompetitif menghambat pengikatan
plasmin ke bekuan fibrin itu sendiri.30 Tindakan ini menstabilkan gumpalan fibrin,
sehingga mencegah perdarahan ulang sementara perbaikan permanen terjadi.1 Efek
samping dari ACA sistemik terjadi pada 50% pasien dan termasuk mual, muntah,
hipotensi sistemik, tinitus (kurang umum), mati rasa, ruam kulit, mialgia dan
hematuria.46 Ini dikontraindikasikan pada pasien dengan koagulopati, penyakit
ginjal, dan pada pasien yang hamil, dan harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan penyakit hati, kardiovaskular atau serebrovaskular. ACA dalam
bentuk gel topi memiliki efektivitas yang sebanding dengan bentuk oral, tetapi
dengan sedikit efek samping.30 Karkhaneh et al 47
menemukan ACA topikal tidak
mempengaruhi laju rebleing, tetapi dikaitkan dengan waktu yang lebih lama untuk
penyerapan bekuan darah di ruang anterior. Asam traneksamat, agen
antifibrinolitik lainnya, memiliki mekanisme aksi yang sama dengan ACA.
Traneksamat Asam juga memiliki efek samping yang serupa, tetapi efek samping
lambung lebih sedikit. Meskipun data menunjukkan bahwa agen antifibrinolitik
mengurangi risiko perdarahan sekunder, mereka tidak memiliki efek signifikan
pada ketajaman visual, dan penggunaannya kontroversial.30 Oleh karena itu,
beberapa penulis merekomendasikan pemberian antifibrinolitik hanya untuk
pasien-pasien yang berisiko lebih tinggi untuk perdarahan sekunder berdasarkan

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pada karakteristik masing-masing pasien, termasuk ras dan adanya hemoglabopati


sel sabit.30,48

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping
komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina,
katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada
tingginya hifema.26
1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer.
Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu
bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.26
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya
20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat
menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi
sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat
pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata
sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.26
3. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk
sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya
akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan
adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai
dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat
masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan

20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh
disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan
sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus
karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali
jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam
bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat
menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.26
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini
akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang
mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan
evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae
terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9
hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis
yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut
COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang
menyebabkan sudut bilik mata tertutup.26
5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.26
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,
uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang
mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada
funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya
lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman
penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal.
Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan
kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma.
Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra
okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.26

21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.10 Prognosis
Sebagian besar pasien akan pulih sepenuhnya tanpa defisit, tetapi
komplikasi lebih mungkin terjadi pada mereka dengan komorbiditas lain seperti sel
sabit, dan dengan meningkatnya ukuran hifema. Sebagai contoh, peningkatan
tekanan intraokular terlihat pada 13,5% hyphemas tingkat I ke II; sedangkan, ada
risiko 52% dengan hyphemas tingkat IV. Prognosis untuk penglihatan normal juga
dipengaruhi oleh tingkat hyphema. Hyphemas tingkat I memiliki sekitar 90%
tingkat penglihatan normal; sedangkan, grade IV hanya memiliki 50% hingga 75%
prognosis untuk penglihatan normal.27,49 Penyebab paling umum untuk gangguan
penglihatan adalah pewarnaan kornea dari sumbu visual, yang menggarisbawahi
prognosis yang memburuk untuk hyphemas tingkat tinggi.28
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera
okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai
glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan
hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami
glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut
menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah
mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)
karena dapat menyebabkan kebutaan.26

22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III

PENUTUP

Mode presentasi klinis yang paling umum pada trauma mata tumpul adalah
hifema. Hifema biasanya tidak menyebabkan kehilangan penglihatan permanen.
Namun, kehadirannya menandakan penghinaan besar terhadap dunia dan oleh
karena itu memerlukan tindak lanjut dan manajemen yang hati-hati. Pendidikan
pasien sangat penting untuk meminimalkan komplikasi dalam beberapa hari
pertama setelah cedera serta untuk kesehatan mata jangka panjang pasien. Risiko
glaukoma tetap bertahun-tahun setelah cedera dan harus selalu dipertimbangkan
dalam kasus glaukoma unilateral setiap saat dalam hidup.

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata


depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan
humor aqueus yang jernih.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi
karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma),
dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama
mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik
ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan
visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal,
fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar
melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi
atau somnolen.

23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. Walter W, Von Hagen S, Grigorian R, et al. Management of traumatic


hyphema. Survey of Ophthalmology. 2002;47(4): 297-334.

2. Rocha KM, Martins EN, Melo LAS, et al. Outpatient management of


traumatic hyphema in children: prospective evaluation. J AAPOS 2004; 8:
357 – 361.

3. Nirmalan PK, Katz J, Tielsch JM, et al. Ocular trauma in a rural South Indian
population. The Aravird comprehensive eye survey. Ophthalmol 2004; 111:
1778 – 1781.

4. Calzada JI and Kerr NC. Traumatic hyphemas in children secondary to


corporal punishment with a belt. Am J Ophthalmol 2003; 135: 719 – 720.

5. Walton W, Van Hagen SV, Grigorian R and Zorbin M. Management of


traumatic hyphema. Surv Ophthalmol 2002; 47: 297 – 334.

6. Demeo ML. Management of spontaneous hyphema in a patient with sickle


cell trait: A case report. Clin Eye Vis Care 1998; 10: 141 – 145.

7. Bruce AS, Loughnan MS (2003) Anterior eye disease and therapeutics A – Z


(1st edn.). Elsevier, Netherlands. pp: 164-165.

8. Edwards WC, Layden WE (1973) Traumatic hyphema: A report of 184


consecutive cases. Am J Ophthalmol 75: 110-116.

9. Agapitos PJ, Leon-Paul N, Clarke WN (1987) Traumatic hyphema in children.


Ophthalmology 94: 1238-1241.

10. Luksza L, Homziuk M, Nowakowska-Klimek M, Glasner L, Iwaszkiewicz-


Bilikiewicz B (2005) Traumatic hyphema caused by eye injuries. Klin Oczna
107: 250-251.

11. McEwen CJ, Baires PS, Desai P (1999) Eye injuries in children: the current
picture. Br J Ophthalmol 83: 933-936.

12. Collet B (1982) Traumatic hyphema, review. Ann Ophthalmol 14: 52-56.

13. Spoor TC, Kwitko GM, O’Grady JM, Ramocki JMI (1990) Traumatic
hyphema in an urban population. Am J Ophthalmol 109: 23-27

14. Amoni SS (1981) Traumatic hyphema in Kaduna, Nigeria. Brit J Ophthalmol


65: 439-444.

15. Morris DS (2006) Ocular blunt trauma: Loss of sight from an ice hockey
injury. Br J Sports Med 40: e5.

24
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

16. Listman DA (2004) Paintball injuries in children: more than meets the eye.
Pediatrics 113: e15-18.

17. Kent JS, Eidsness RB, Colleaux KM, Romanchuk KG (2007) Indoor soccer-
related eye injuries: should eye protection be mandatory? Can J Ophthalmol
42: 605-608.

18. Crouch ER, Frenkel M (1976) Aminocaproic acid in the treatment of


Traumatic Hyphema. Am J Ophthalmol 81: 355-360.

19. Choplin NT (2003) Glaucoma associated with ocular trauma. In: Choplin NT
(ed.) Ophthalmic care of the Combat Casualty. Army Medical Center,
Washington. pp: 185-194

20. Papaconstantinou D, Georgalas I, Kourtis N, Karmiris E, Koutsandrea C, et al.


(2009) Contemporary aspects in the prognosis of traumatic Hyphema. Clin
Ophthalmol 3: 287-290.

21. Roberts D (2009) Anatomy of the eye.

22. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/199272/eye

23. Read JE, Goldberg MF (1974) Traumatic hyphema: Comparison of medical


treatment. Trans Am Acad Ophthalmol Otolaryngol 78: 799.

24. Snell, Richard S (2004) Clinical anatomy (7th edn.). Lippincott Williams and
Wilkins. pp: 832-833.

25. http:/www.davidsoneye.com/images/glaucoma_pictures/NORMAL-
ANGLEa.jpg

26. Nurulfath F. Hifema [Pre-Graduate]. Universitas YARSI; 2020.

27. Sankar PS, Chen TC, Grosskreutz CL, Pasquale LR. Traumatic hyphema. Int
Ophthalmol Clin. 2002 Summer;42(3):57-68. [PubMed]

28. Brandt TM, Haug RH. Traumatic hyphema: A comprehensive review. J Oral
Maxillofac Surg. 2001;59:1462-1470.

29. Rahmani B, Jahadi H, Rajaeefard A. An analysis of risk for secondary


hemorrhage in traumatic hyphema. Ophthalmology. 1999;106(2):380-385.

30. Gharaibeh A, Savage H, Scherer R, et al. Medical interventions for traumatic


hyphema. Cochrane Database Syst Rev. 2012;1:CD005431.

31. Andreoli C, Gardiner M. Traumatic hyphema: epidemiology, anatomy, and


pathophysiology. UpToDate. 2012.

25
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

32. Kanski, Lack J (2007) Retinal detachment. Clinical ophthalmology: A


systemic approach (6th edn). Butterworth-Heinemann UK. p. 708.

33. Kennedy RH, Brubaker RF (1988) Traumatic hyphema in a defined


population Am J Ophthalmol 106: 123.

34. Thomas J, Gang L, Skuka GL, Cantor LB (2003-2004) Basic and Clinical
Science Course: Section 13 International Ophthalmology. Chapter XI, Ocular
Trauma Epidemiology and prevention. American Academy of Ophthalmology,
San Francisco, CA.

35. http://www.atlasopthalmology.com/atlas/photo

36. Wilker SC, Singh A, Ellis FJ. Recurrent bleeding following traumatic
hyphema due to mild hemophilia B (Christmas disease). J AAPOS. 2007
Dec;11(6):622-3. [PubMed]

37. Mathebula SD. Sports related traumatic hyphema. S Afr Optom 2005; 64: 76-
77.

38. Elhers JP, Shah CP. The Wills eye manual. 5th ed. Philadelphia, PA: Wolters
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

39. Catania L. Primary care of the anterior segment. 2nd ed. Norwalk, CT:
Appleton & Lange; 1995.

40. Sowka JW, Kabat AG. Open your eyes to cycloplegia. Review of Optometry.
2007;144(3).

41. Macsai M. Surgical management and rehabilitation of anterior segment


trauma. In: Krachmer J, Mannis M, Holland E, ed. Cornea. 2nd ed. Volume 2.
Philadelphia, PA: Elsevier Mosby; 2005. 42.

42. Allingham R. Shields textbook of glaucoma. 6th ed. Philadelphia, PA:


Lippincott Williams &Wilkins; 2011.

43. Mori M, Araie M, Sakurai M, et al. Effects of pilocarpine and tropicamide on


blood-aqueous barrier permeability in man. Invest Ophthalmol Vis Sci.
1992;33(2):416-423.

44. Verma N. Trabeculectomy and manual clot evacuation in traumatic hyphema


with corneal blood Optometric Education 118 Volume 39, Number 3 /
Summer 2014 staining. Australian and New Zealand Journal of
Ophthalmology. 1996;24(1):33-38.

45. Milder E, Davis K. Ocular trauma and glaucoma. International


Ophthalmology Clinics. 2008;48(4):47-64.

26
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : GAYATTHIRI NAAIDU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 130100476
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

46. Beiran I, Talmon T, Miller B. Characteristics and functional outcome of


traumatic hyphema without routine administration of ȝ-aminocaproic acid.
IMAJ. 2002;4:1009-1010.

47. Karkhaneh R, Naeeni M, Chams H, et al. Topical aminocaproic acid to


prevent rebleeding in cases of traumatic hyphema. European Journal of
Ophthalmology. 2003; 13(1):57-61.

48. Lai J, Fekrat S, Barron Y, et al. Traumatic hyphema in children. Arch


Ophthalmol. 2001;119:64-70.

49. Shiuey Y, Lucarelli MJ. Traumatic hyphema: outcomes of outpatient


management. Ophthalmology. 1998 May;105(5):851-5. [PubMed]

27

Anda mungkin juga menyukai