Hifema
Pembimbing:
dr. Ria , Sp.M
Disusun oleh:
Naura Andini Fadhila
41181396100089
Puji syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT sebagai Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah memberi kuasa dan nikmat-Nya hingga penulis dapat
menyelesaikan referat Hifema. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan
pada Nabi Muhammad SAW yang selalu mendoakan seluruh umatnya mendapat
syafaat di Hari Akhir kelak.
Penyusunan referat ini dilakukan sebagai salah satu tugas kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ria Sp.M sebagai dokter pembimbing dan berbagai pihak yang sudah membantu
penulis dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari masih terdapat berbagai kekurangan dalam penyusunan
referat ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak agar referat ini lebih baik kedepannya. Penulis berharap presentasi referat ini
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak selaku pembaca, terutama dalam bidang ilmu
kesehatan mata, bidang medis lainnya, dan berbagai bidang ilmu lainnya dalam
alam semesta ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………...……………………….....2
DAFTAR ISI…………………………………………………………...………....3
DAFTAR GAMBAR………………...………………………………...………....4
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...5
1.2 Tujuan…………………………………………………………………5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1Anatomi……………………………………………………….…….….6
2.1.1 Anatomi Bola Mata..............................................................................6
2.1.2 Anatomi Uvea………………………………………………………..8
2.1.3 Anatomi Bilik Mata Depan…………………………………………..9
2.2. Definisi................................................................................................10
2.3. Epidemiologi.......................................................................................11
2.4. Etiologi................................................................................................11
2.5. Patofisiologi.........................................................................................12
2.6. Diagnosis.............................................................................................15
2.7. Diagnosis Banding...............................................................................16
2.8. Tata Laksana........................................................................................16
2.9. Komplikasi…………………………………………………………18
2.11. Prognosis………………………………………………….…….….19
BAB III KESIMPULAN......................................................................................20
Daftar Pustaka......................................................................................................21
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma pada mata merupakan kasus yang sering ditemui. Trauma mata dapat
terjadi kapan saja melalui berbagai faktor dari lingkungan luar, yang merusak struktur
anatomis mata dan mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata, yang juga
disebut sebagai trauma okuli, merupakan penyebab kebutaan unilateral yang sering
terjadi.1
Kejadian trauma okuli sering terjadi pada rentang usia aktif, remaja hingga
dewasa, dan cenderung lebih sering pada jenis kelamin pria. Penyebabnya adalah
lingkungan luar, seringkali sebagai dampak dari aktivitas fisik (kecelakaan, cedera,
kekerasan fisik, dan lainnya). Kemenkes RI mengatakan bahwa sekitar 20% penyebab
gangguan penglihatan yang mengarah ke kebutaan di Indonesia sejak tahun 1993
hingga 2019 adalah trauma mata. Vision 2020, program inisiatif global oleh WHO
untuk penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan mengatakan dari data tahun
2010 bahwa trauma mata merupakan penyebab nomor 3 pada gangguan penglihatan
dan nomor 2 pada kebutaan.1,2
Trauma okuli yang disebabkan oleh benda tumpul disebut hifema. Hifema
dimasukkan dalam kategori emergensi okular karena terjadi perdarahan yang
memenuhi seluruh ruang mata. Paparan diatas membuktikan bahwa hifema memiliki
peran dalam mencetuskan permasalahan di bidang gangguan penglihatan bagi dunia
medis dan penduduk dunia.1
1.2 Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
2.1.1. Anatomi Bola Mata
Bola mata manusia terbungkus oleh 3 lapis jaringan: sklera, uvea, dan retina.
Sklera adalah jaringan ikat kenyal yang berfungsi untuk memberi bentuk pada mata dan
melindungi bola mata. Sklera adalah 5 per 6 bagian dari bola mata yang berwarna opak.
Sklera pada umumnya berwarna putih, pada anak-anak cenderung agak kebiruan karena
struktur lapisannya yang lebih tipis sehingga pigmen sel koroid lebih terlihat, dan pada
lansia cenderung agak kekuningan karena deposisi lemak.3
Dari sisi anterior, sklera adalah bagian warna putih yang secara umum terlihat
pada mata. Dari sisi posterior, sklera tersambung pada jaringan ikat yang menyelubungi
bola mata. Lapisan terluar sklera adalah lapisan yang halus kecuali pada bagian otot
bola mata yang terikat pada sklera. Terdapat bagian sklera yang terlubangi oleh struktur
persarafan optik, dikenal dengan nama foramen sklera posterior, pada bagian ini sklera
menyatu dengan lapisan dural dan arachnoid dari nervus optikus. Terdapat lamina
cribosa yang merupakan serat nervus optikus, yang merupakan area yang lemah. Pada
lamina cribosa terdapat arteri dan vena retina. Bagian lamina cribosa yang menonjol
keluar dinamakan cupped disk.4
Pada bagian depan sklera terdapat kornea dengan sifat transparan agar sinar
dapat masuk ke dalam bola mata. Kornea memiliki struktur kelengkungan yang lebih
besar dibandingkan sklera.3,4
Sklera terbagi dalam tiga bagian: anterior, tengah, dan posterior. Bagian anterior
dimulai dari insersi otot rectus dan merupakan percabangan arteri siliaris anterior,
berhubungan langsung dengan kornea karena terikat oleh limbus, yang dibelakangnya
terdapat kanal schlemm. Bagian tengah adalah tempat keluar vena vortex. Bagian
posterior adalah struktur kecil yang terdapat pada nervus optikus, berfungsi untuk
transmisi nervus dan pembuluh darah siliaris. 4
6
Gambar 2.1 Bagian sklera yang membentuk bola mata
(Richard Snell, 1997)4
Gambar 2.2 Diagram bola mata dan otot-otot yang ada pada bola mata
(Richard Snell, 1997)4
7
2.1.2. Anatomi Uvea
Jaringan uvea adalah jaringan vaskular, yang terdiri dari: iris, badan siliaris, dan
koroid. Pada iris terdapat pupil yang memiliki fungsi mengatur jumlah sinar yang
masuk ke dalam bola mata melalui 3 susunan otot: otot dilator, otot konstriktor, dan
otot siliar yang disertai sfingter iris. Otot dilator bertugas untuk kontraksi ketika ada
cahaya masuk, sehingga pupil dapat melebar melebihi ukuran sebelumnya dan cahaya
yang masuk akan lebih banyak. Otot konstriktor memiliki cara kerja berlawanan dengan
otot dilator yang bekerja dengan cara mengecilkan pupil sehingga cahaya yang masuk
menjadi lebih sedikit. Otot siliar dibantu oleh sfingter iris memiliki ranah kerja berbeda
yaitu mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. 3
Uvea adalah jaringan vaskular. Vaskularisasi pada uvea terbagi dua: anterior
dan posterior. Uvea bagian anterior diperdarahi oleh 2 arteri posterior longus yang
masuk menembus sklera di bagian temporal dan nasal (tempat masuk saraf optikus) dan
7 buah arteri siliar anterior. Berikutnya, arteri siliar anterior dan arteri siliar posterior
menyatu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea bagian posterior
8
diperdarahi 15-20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat
masuk saraf optikus.3
Bilik mata depan adalah ruang antara kornea dan iris. Ruang ini adalah tempat
yang mengandung cairan aqueous humor yang jernih. Kedalaman ruang ini kurang
lebih 2.5 mm dan semakin dangkal ketika mengarah ke perifer. Kedalaman ruang ini
cenderung tidak seragam, cenderung berbeda pada berbagai kondisi individu dan
penyakit yang diderita.7
Sudut bilik mata terletak pada pangkal iris dan merupakan tempat aliran keluar
cairan bilik mata. Sekitar sudut ini terdapat jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji
sklera, garis Schwalbe, dan jonjot iris. Garis Schwalbe berfungsi sebagai bagian akhir
pada endotel dan membrane descement. Kanal Schlemm berfungsi sebagai penampung
cairan mata yang keluar ke salurannya. Terdapat anyaman trabekula yang terdiri dari
uvea dan badan siliar, mengisi kelengkungan sudut filtrasi.3
9
Gambar 2.5 Bilik Mata Depan
(Netter, 2014)5
2.2 Definisi
Hifema adalah kondisi nyeri pada mata ketika terdapat darah di dalam mata.
Darah bisa terkumpul pada bagian depan mata, menutupi pupil atau iris, berupa
paerdarahan bilik mata depan. Penderita dapat merasa mengalami penurunan
penglihatan akibat darah yang menghalangi masuknya cahaya ke dalam mata.3
10
2.3 Epidemiologi
Estimasi insiden hifema secara global adalah 17 kejadian per 100.000 populasi.
Usia yang paling sering mengalami hifema adalah 11-15 tahun, dan perbandingan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan 4:1.6
Menurut data InfoDATIN Kemenkes, hifema akibat trauma sering terjadi pada
usia aktif mulai dari remaja hingga dewasa, dan lebih sering pada jenis kelamin pria.
Penyebab paling sering yang dilaporkan adalah dampak dari aktivitas fisik, seperti
kecelakaan, cedera saat berada di lingkungan terbuka, dan kekerasan fisik. Menurut
Vision 2020 oleh WHO hifema akibat trauma mata merupakan penyebab nomor 3 pada
gangguan penglihatan dan nomor 2 pada kebutaan. 1,2
Lebih dari 50% hifema mengakibatkan adanya perdarahan pada badan siliaris
anterior, dengan kerusakan pembuluh darah dan percabangannya: arteri koroid, vena
badan siliaris, dan beberapa arteriol yang ruptur pada insiden ruptur iris, siklodialisis,
atau iridodialisis.6
2.4 Etiologi
Trauma benda tumpul pada mata adalah penyebab hifema yang paling sering
terjadi. Trauma benda tajam pada mata dan perdarahan spontan saat sudah terjadi
hifema sebelumnya juga menjadi penyebab. Pasien yang baru selesai mengalami
operasi dapat mengalami hifema, biasanya terjadi intraoperasi namun dapat terjadi
postoperasi.6
Berikut ini adalah beberapa penyebab adanya darah di bilik mata depan
(hifema):7
1. Trauma
2. Post operasi
3. Iridosiklitis e.c herpes
4. Neovaskularisasi pada iris
5. Spontan (pada penyakit leukemia)
11
Pada pasien yang mengalami trauma, berikut adalah beberapa benda yang dapat
menyebabkan insiden trauma hifema:9
Pada pasien yang mengalami hifema setelah operasi, lima jenis operasi yang
cenderung menyebabkan klinis hifema adalah operasi glaukoma, ekstraksi katarak,
iridektomi, dan tertusuk jarum pada berbagai operasi lainnya. 10
2.5 Patofisiologi
12
atau diafragma iris pada bagian posterior, dan peningkatan tekanan intra okuler (TIO).
Enam hal tersebut menyebabkan kerusakan jaringan pada sudut bilik mata depan. 6
Selain karena trauma benda tumpul, hifema dapat hadir sebagai penyerta dari
penyakit berat seperti glaukoma, leukemia, dan hemoglobinopati sickle cell. Kondisi
hifema yang menyertai penyakit ini cenderung lebih sulit untuk diobati karena kondisi
biokimia dan metabolik pasien, pada keadaan ini sel eritrosit pada aqueous humor
menjadi bulan sabit, dan sel-sel eritrosit sabit ini menghambat siklus aliran dan
meningkatkan tekanan intra okuler. Hifema sebagai penyerta penyakit berat ini tidak
harus keadaan hifema berat, bisa juga terjadi pada hifema yang lebih ringan.6
1. Primer
Hifema primer dikategorikan cenderung tidak berbahaya dan sifatnya
sementara.
2. Sekunder
Hifema sekunder biasanya cenderung lebih berat derajatnya, ditandai
dengan terjadi perdarahan berulang terus menerus dan berlangsung selama
minimal 5 hari dan maksimal 2 minggu.
13
Terdapat lima grade hifema trauma benda tumpul, berdasarkan akumulasi darah
pada bilik mata depan:6,11
1. Microhyphema
Hanya terlihat ada sel darah merah di bilik mata depan, tidak
membentuk kelompok atau lapisan, tidak menempati bilik mata depan secara
luas.11
2. Grade 1
3. Grade 2
Hifema grade 2 memiliki resiko yang tinggi karena menempati lebih dari
setengah anterior chamber. Lebih sering terjadi pada rasa afro-caribbean.
Terdapat peningkatan tekanan intra okuler dan perdarahan sekunder yang
menyebabkan grade 2 ini lebih parah dibanding grade 1. 6 Darah menempati
bilik mata depan sepertiga hingga setengah daerah. 11
4. Grade 3
5. Grade 4
14
Gambar 2.7 Klasifikasi Hifema
(Andrew Mick, 2016)11
2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien hifema yang disebabkan benda tumpul seringkali datang dengan ciri dan
gejala sebagai berikut:3,6
b. Pemeriksaan Fisik
15
4. Pada bilik mata depan dapat terlihat hifema (sel darah di dalam bilik mata
depan dengan permukaan darah yang datar). Hifema dapat dilihat tanpa slit
lamp.
5. Pada sudut bilik mata depan dapat terjadi penimbunan cairan bilik mata
sehingga terjadi peningkatan tekanan intra okuler, terjadi pada glaukoma
yang merupakan komplikasi hifema.
6. Pada badan kaca kemungkinan didapatkan kekeruhan akibat perdarahan.
Pada pemeriksaan fundus okuli kemungkinan refleks fundus tidah terlihat
akibat kekeruhan darah atau jaringan fibrosis.
7. Pada retina dapat terlihat adanya perdarahan. Hasil ini terlihat ketika pasien
diminta melihat ke langit-langit, melihat jauh ke sisi samping, dan ke bawah.
Hifema kadang sulit dibedakan dengan iridoplegia dan iridodialisis. Penyulit ini terjadi
karena hifema, iridoplegia, dan iridodialisis adalah tiga klinis dari trauma tumpul uvea, dan
ketiganya bisa terjadi bersamaan atau hanya dua dari ketiganya. Dapat juga terjadi masing-
masing sehingga sulit dibedakan dan butuh pemeriksaan lanjutan. 3
Hifema dapat diobati dengan cara meminta pasien untuk meninggikan kepala 30 derajat
saat bed rest, mata ditutup, dan diberi obat koagulasi dan obat penenang. 6
Tindakan parasintesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada
pasien dengan hifema yang terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema
penuh dan berwarna hitam, bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan
berkurang.3,6
Manajemen hifema e.c trauma benda tumpul biasanya konservatif. Pada pasien grade 1
dilakukan tahapan sebagai berikut:6
16
3. Pasien sebiknya kontrol rutin untuk mengecek tekanan intarokuler
4. Peningkatan tekanan diobati dengan obat anti glaukoma topikal, seperti asetazolamid
oral atau mannitol sebagai hiper osmosis.
5. Steroid topikal digunakan untuk mengobati uveitis dengan trauma atau mengurangi
resiko perdarahan sekunder.
6. Aspirin dan NSAID sebaiknya dihindari karena memiliki efek antitrombotik.
7. Pasien sebaiknya segera berobat kembali jika terjadi penurunan penglihatan atau rasa
sakit meningkat.
8. Pasien sebaiknya menghindari aktivitas fisik serius (berat) selama beberapa minggu
karena ada resiko perdarahan berulang lebih lanjut.
17
2.8 Komplikasi
Pada hifema, komplikasi tersering adalah glaukoma karena terjadi peningkatan tekanan
intra okuler setelah perdarahan. Glaukoma sekunder terjadi akibat kontusi badan siliar yang
berakibat reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.3
Penigkatan tekanan intra okuler setelah trauma dapat terjadi dengan tahapan sebagai
berikut:6
1. Elevasi bertahap (hingga 24 mmHg) segera setelah terjadinya cedera, dalam durasi
6 sampai 18 jam. Hal ini karena terjadi penyumbatan mekanik di trabekular
meshwork dan inflamasi akibat debris. Bis jadi terdapat cedera langsung dan edema
yang mengikuti pada trabecular meshwork.
2. Kembalinya tekanan intra okuler pada keadaan normal atau bahkan hipotoni.
Observasi dilakukan sejak hari ke 2 hingga hari ke 4 atau 5 dan terjadi peningkatan
tekanan atau perdarahan sekunder. Hipotoni dapat terjadi disebabkan adanya
reduksi pada produksi aqueous humour akibat trauma pada badan siliaris.
3. Peningkatan tekanan intra okuler secara bertahap pada hari ke 5 hingga hari ke 6.
Terjadinya hal ini karena adanya pengembalian fungsi pada badan siliaris yang
sempat terganggu karena ada obstruksi pada sirkulasi aqueous humour.
4. Kembalinya tekanan intra okuler seperti semula akibat kembalinya penyerapan
darah dan pemulihan kembali pada trabecular meshwork selama 4-18 hari.
Sel inflamasi dan partikel debris (darah, fibrin, pigmen iris, material lensa) secara
mekanik dapat menghalangi alur aliran, dan menyebabkan hambatan pada pupil dan menjadi
glaukoma sekunder atau sudut terbuka.6
18
2.9 Prognosis
Prognosis pada hifema ditentukan dari tingkat derajat keparahan hifema, kepatuhan
pasien, dan tata laksana yang diberikan saat mencegah perdarahan sekunder. 6,8
Tanda-tanda klinis yang mempengaruhi prognosis pada hifema adalah ukuran atau
tingkat keparahan hifema, warna darah, kekambuhan perdarahan, waktu penyerapan,
peningkatan tekanan intra okuler.8
19
BAB III
KESIMPULAN
Hifema adalah perdarahan pada bilik depan mata yang dapat terjadi pada korban
trauma, pasien yang baru selesai operasi, penderita iridosiklitis e.c herpes, pasien
dengan neovaskularisasi iris, dan timbul spontan pada pasien dengan penyakit penyerta
seperti Hb sickle cells atau leukimia. Trauma benda tumpul adalah kausa terbesar pada
pasien dengan hifema.
Pasien dengan hifema datang ke pelayanan kesehatan dengan mata yang sudah
berdarah. Hal yang kemungkinan menjadi keluhan pasien adalah perdarahan pada mata,
mata terasa nyeri, penurunan kemampuan melihat, dan terdapat kesulitan untuk
menggerakan (menutup) kelopak mata. Penatalaksanaan hifema antara lain adalah
simptomatik untuk menghentikan perdarahan dan pemberian obat untuk menurunkan
tekanan intra okuler, agar mencegah komplikasi lanjutan seperti perdarahan sekunder
atua glaukoma. Hifema bukan merupakan kasus kegawatdaruratan (SKDI: 3A), bagian
dari tatalaksana hifema adalah dilakukan rujukan ke dokter spesialis mata.
20
DAFTAR PUSTAKA
21