Oleh :
Nafa Quita 2140312004
Irfani Rizka Fitri 2140312163
Farinda Amalya Hakiman 2140312082
Anandila Maulina 2140312023
Oeyi Mutia Satifa 2140312101
Preseptor :
dr. Muhammad Syukri, Sp.JP(K)
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa,
penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Referat ini berjudul “ST
Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)”, yang mana ditujukan untuk
menghimpun informasi sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pehaman penulis dan pembaca mengenai STEMI
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
BAB 1.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar belakang...................................................................................................1
1.2. Batasan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan................................................................................................2
1.4 Metode penulisan...............................................................................................2
BAB 2.......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 Definisi...............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi......................................................................................................4
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko.................................................................................5
2.4 Patogenesis.........................................................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis..............................................................................................6
2.6 Diagnosis............................................................................................................7
2.6.1 Anamnesis.......................................................................................................7
2.6.2 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................7
2.6.3 Pemeriksaan Elektrokardiogram.....................................................................8
2.7 Diagnosis Banding.............................................................................................9
2.8 Tatalaksana.......................................................................................................11
2.8.1 Tindakan Umum Dan Langkah Awal...........................................................11
2.8.2 Perawatan Gawat Darurat.............................................................................13
2.9 Komplikasi.......................................................................................................25
2.10 Prognosis........................................................................................................26
BAB 3 LAPORAN KASUS.................................................................................28
BAB 4 DISKUSI KASUS.....................................................................................32
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................45
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Langkah-Langkah Reperfusi 17
Gambar 2. Hasil EKG di RSUP Dr. M Djamil Padang 28
Gambar 3. Rontgen Thorax 29
Gambar 4. Ilustrasi Tindakan PCI 30
Gambar 5. Risiko Mortalitas berdasarkan Skor TIMI STEMI 35
Gambar 6. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana SKA 38
Gambar 7. Algoritma Tatalaksana Pasien STEMI 39
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
dikeluhkan pasien berupa nyeri dada substernal, dapat menjalar ke lengan
kiri, rahang, punggung, ulu hati; lama > 20 menit; disertai keringat dingin
dan bila ditanyakan kepada pasien dapat ditemukan salah satu atau
beberapa faktor risiko (Diabetes Mellitus, dislipidemia, Hipertensi,
genetik). Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien dengan anamnesis di
atas ditambah dengan pemeriksaan EKG.8
Tujuan utama tatalaksana STEMI adalah mendiagnosis secara
cepat, menghilangkan nyeri dada, menilai dan menginmplementasikan
strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi anti trombotik dan
antiplatelet, dan memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman
dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari AAC/AHA tahun
2013 dan ESC tahun 2012, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi
sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada.9
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah ini muncul lagi beberapa tahun kemudian pada tahun 1992
dalam sebuah artikel berjudul The Pathogenesjs of Coronary Artery Disease
and the Acute Coronary Syndromes, peneliti mendefinisikan ACS sebagai
MI, unstable angina, atau kematian mendadak iskemik. Sebagai titik sejarah
dalam evolusi penggunaan dan makna istilah ACS, menarik untuk dicatat
bahwa MI, unstable angina, dan kematian mendadak iskemik adalah bagian
dari spektrum manifestasi dari substrat arteri koroner aterosklerotik yang
sama.10
3
Pada ACS, suplai darah ke jantung tiba-tiba berkurang bahkan
terhenti akibat penumpukan kolesterol dan formasi dari gumpalan darah di
dalam arteri jantung. Menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke jantung
sehingga memicu angina pektoris serta infark miokard, dimana terjadi
kerusakan pada jantung.11
2.2 Epidemiologi
4
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan
prevalensi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebesar 0,5% dari seluruh
pasien penyakit tidak menular. Daerah tertinggi berdasarkan terdiagnosis dokter
adalah Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh
masing- masing (0,7%).3 Diketahui bahwa faktor risiko seseorang untuk terkena
ACS ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko. Pada 85% orang
yang menderita spasme arteri koroner ditemukan juga aterosklerosis. Sekitar
10-15% dari penderita nyeri dada yang khas, spasme arteri koroner dapat menjadi
penyebab utama dari kekurangan oksigen (iskemik) dan dapat menyebabkan rasa
nyeri. Beberapa orang yang menderita angina dapat juga ditemukan arteri koroner
yang normal.11
1. Peningkatan umur
3. Dislipidemia
4. Diabetes Melitus
5. Merokok
6. Hipertensi
7. Obesitas
Faktor resiko PJK menjadi : faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
yaitu : umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga sedangkan faktor risiko yang
dapat dimodifikasi yaitu: merokok, hipertensi, diabetes melitus, obesitas,
hiperkolesterolemia, diet tinggi lemak jenuh, dan faktor hemostatik. Berdasarkan
5
data dari World Health Organization (WHO), faktor risiko PJK yang ikut
berperan menyebabkan kematian adalah tingginya tekanan darah (13% dari
kematian global), diikuti oleh konsumsi tembakau (9%), peningkatan gula darah
(6%), rendahnya aktivitas fisik (6%), dan kelebihan berat badan atau obesitas
(5%).12
2.4 Patogenesis
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
6
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.13
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu,
atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit
atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan
penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas,
dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri
di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion),
sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang
sulit diuraikan.13
7
sesak napas, mual/muntah, dan pada pemeriksaan EKG didapatkan elevasi
segmen ST persisten di dua sadapan bersebelahan.14
8
segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada
pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai
ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah
≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di
sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai
ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9
adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang
berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai
pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di
V3-V6).13
Anterior V1-V4
Septal V1-V2
9
Gambaran EKG BER memiliki karakteristik elevasi segmen ST konkaf 1-
4 mm pada sadapan V2 – V5, terutama V3, gelombang J yang prominen
(berbentuk notched atau slurred) terutama di lead V5-V6 dan tidak adanya
gelombang S di V3.15
4. Perikarditis Akut
10
perikarditis akut dengan IMA adalah tidak adanya gelombang Q dan
inversi gelombang T pada saat EKG menunjukkan elevasi segmen-ST.15
5. Hiperkalemia
6. Sindrom Brugada
11
tonus pembuluh darah koroner (vasospasme) yang reversibel. Kelainan
ini banyak ditemukan pada laki- laki yang perokok (74 %). Keluhan
nyeri dada akan berkurang dengan pemberian nitrat.3,8 Elevasi segmen-
ST pada angina Prinzmetal tidak dapat dibedakan dari IMA, karena
keduanya memiliki patofisiologi yang sama. Dimana pada angina
prinzmetal terjadi iskemik transmural yang disebabkan oleh
vasospasme pada epikardial sedangkan pada IMA disebabkan oleh
thrombus yang persisten Apabila spasme berlangsung cukup lama,
dapat menimbulkan infark.15
2.8 Tatalaksana
1. Tirah baring
2. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual
12
Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien
STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan gen
fibrinolitik, atau
13
hari) serta dapat memulai IKP primer sesegera mungkin <90 menit sejak
panggilan inisial. Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang
terlibat dalam penanganan pasien STEMI harus mencatat dan mengawasi
segala penundaan yang terjadi dan berusaha untuk mencapai dan
mempertahankan target kualitas berikut ini : 16
1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama ≤10
menit
b. Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang dengan
awitan kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah sakit yang
mampu melakukan IKP)
14
Tabel 2. Rekomendasi Terapi Reperfusi
15
terapi sebagai berikut :
16
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Fibrinolitik
17
Gambar 1. Langkah-langkah Reperfusi
1. Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12 jam atau lebih dari 12 jam
dengan tanda dan gejala iskemik).
18
2. Risiko fibrinolisis dan indikasi kontra fibrinolisis Waktu yang
dibutuhkan untuk pemindahan ke pusat kesehatan yang mampu
melakukan IKP (<120 menit).
Langkah 2:
1. Tentukan pilihan yang lebih baik antara fibrinolisis atau strategi invasif
untuk kasus tersebut.
2. Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP dapat dilakukan tanpa
penundaan, tidak ada preferensi untuk satu strategi tertentu.
Keadaan dimana fibrinolisis lebih baik:
1. Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat
halangan untuk strategi invasive
2. Strategi invasif tidak dapat dilakukan
a. Transportasi bermasalah
19
2. Risiko tinggi STEMI
a. Syok kardiogenik
b. Kelas Killip ≥ 3
20
Tabel 5. Regimen Fibrinolitik untuk Infark Miokard Akut
21
b. Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir diberikan
dalam 8 jam, tak perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir
antara 8-12 jam, maka ditambahkan enoxapain intravena 0,3 mg/kg
c. Bila telah diberikan fondaparinuks, diberikan antikoagulan
tambahan dengan aktivitas anti IIa dengan pertimbangan telah
diberikan GP (glikoprotein) IIb/IIIa
5. Karena adanya risiko trombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan
digunakan sebagai antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya
ditambahkan antikoagulan lain dengan aktivitas anti IIa
22
2.8.8 Ringkasan Tatalaksana STEMI17
1. Fase Akut di UGD
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
Atorvastatin 40 mg
e. Monitoring jantung
Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap
melakukan dalam 2 jam
2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam)
a. Obat-obatan
23
Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg
Diazepam 1 x 5 mg
o Fondaparinux 1 x 2,5 mg
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
24
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
2.9 Komplikasi
Syok kardiogenik
Gagal jantung
Setelah STEMI fase akut dan subakut, disfungsi pada miokardium
sering terjadi. Adanya obstruksi mikrovaskular dan/atau jejas transmural
dapat mengarah pada pompa yang gagal bekerja dengan semestinya disertai
manifestasi klinis kegagalan jantung, yang dapat berakibat pada munculnya
gagal jantung kronik.16
Selain gagal jantung, dapat pula terjadi komplikasi yang lain, berupa
syok kardiogenik. Penyakit ini merupakan penyebab kematian utama pasien
dengan STEMI. Penelitian yang dilakukan di Kupang, Nusa Tenggara
Timur menunjukkan bahwa dari 23 pasien yang didiagnosis STEMI,
sebanyak tiga dari Sembilan subjek penelitian mengalami syok
kardiogenik14. Walaupun syok sering muncul pada fase awal setelah onset,
biasanya ia tidak didiagnosis saat pasien datang ke rumah sakit untuk
pertama kali. Biasanya, pasien datang dengan hipotensi, cardiac output
yang rendah, dan kongesti paru.16
25
miokard. Beberapa jenis aritmia yang muncul yaitu fibrilasi atrium awitan
baru (28%), VT tidak berlanjut (13%), blok AV derajat tinggi (10%), sinus
bradikardi (7%), henti sinus (5%, ≥5 detik), VT berkelanjutan (3%), dan VF
(3%).16
2.10 Prognosis
Variabel Nilai
BB <67 kg 1
26
keluar dari rumah sakit. Makin tinggi skor GRACE, risiko kematian akan
makin besar.9
2. II -> ada gagal jantung, tanda: S3 dan ronki basah pada setengah lapangan
paru, mortalitas 17%.
3. III -> ada edema paru, tanda: ronki basah di seluruh lapangan paru,
mortalitas 38%.
4. IV -> ada syok kardiogenik, tanda: sistol <90 mmHg dan hipoperfusi
jaringan, mortalitas: 81%.
27
28
BAB 3
LAPORAN KASUS
29
wheezing (-/-). Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi abdomen terlihat datar dan
supel, palpasi tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba hepar dan lien, perkusi
timpani, dan auskultasi didapatkan bising usus normal. Ekstremitas teraba akral
hangat, tidak terdapat diaforesis dan edema tungkai.
30
Gambar 3. Rontgen Thorax tanggal 20/05/2022
TIMI Score :
Usia 65-74/>75 (54) :0
Tekanan darah sistolik <100 mmHg (126) :0
Denyut jantung >100 x/ menit (99) :0
Killip Class II-IV (I) :0
St elevasi anterior / LBBB (ST Elevasi) :1
Diabetes/hipertensi/angina(+) :1
Berat badan <67 kg (65) :1
Time to treat >4 jam :1
Total skor : 4/14 (risiko mortalitas dalam 30 hari sesudah terjadi infark miokard
7,3%)
31
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, gambaran EKG,
pemeriksaan labor dan foto rontgen pasien didiagnosis dengan STEMI akut
anterior onset 3,5 jam KILLIP I TIMI 4/14 pro revaskularisasi. Pasien saat
di IGD diberikan tatalaksana berupa IVFD RL 500cc/24jam, drip NTG 10
mcg/kg/min uptitrasi, loading aspilet 2x80 mg, dan loading ticagrelor 2x90
mg. Selanjutnya pasien direncakanan untuk primary PCI. Pada tanggal 20
Mei pukul 03.25 WIB, pasien telah dilakukan PPCI 1 stent CID CRE 8
2,75x20 mm di Proksimal-Mid LAD pada CAD 1 VD (Lesi non signifikan
di distal LCX, distal RCA) timi Flow 3 MBG 3.
32
BAB 4
DISKUSI KASUS
33
penyakit penyerta, dan menyingkirkan penyakit pembanding. Hasil
pemeriksaan fisik pada pasien nyeri dada iskemia bisa didapatkan keadaan
umum tampak sakit atau kesakitan, kesadaran composmentis cooperative,
denyut nadi bisa takikardi, tekanan darah bisa meningkat, dan frekuensi
nafas bisa takipnea. Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dan auskultasi
dapat normal. Dari pemeriksaan fisik juga bisa didapatkan tanda-tanda
komplikasi berupa regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3),
ronkhi basah halus, hipotensi. Hasil pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran CMC, tekanan darah 126/89
mmHg, frekuensi nadi 99x/ menit, frekuensi nafas 20x/ menit, suhu 36°C,
tinggi badan 170 cm, berat badan 65 kg, dengan IMT 22,5 m2, dan JVP
didapatkan 5 - 2 cmH2O. Pemeriksaan auskultasi paru tidak didapatkan
adanya ronki. Pada pemeriksaan jantung didapatkan iktus kordis tidak
terlihat, iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V. Pada auskultasi
ditemukan S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-). Hasil pemeriksaan lain
dalam batas normal. Hasil tersebut akan berperan dalam penentuan skala
risiko pasien dalam skor TIMI.16,18-20
Gambaran EKG pada pasien angina bisa normal, non diagnositik,
LBBB baru, elevasi segmen ST persisten > 20 menit atau tidak persisten,
ST depresi dengan atau tanpa T inverted. Penilaian ST elevasi dilihat pada
titik J point dan ditemukan pada dua sadapan yang bersebelahan. Nilai
ambang untuk diagnostik elevasi segmen ST untuk perempuan dan laki-laki
dapat dilihat ditabel.16
34
Gambaran EKG pada pasien STEMI pada saat pertama kali datang
dapat menggambarkan resiko awal. Pasien dengan EKG normal saat
pertama kali datang memiliki prognosa yang lebih baik dibandingkan pasien
dengan inversi T. Pasien STEMI memiliki gambaran EKG berupa elevasi
segmen ST di dua lead yang berdekatan.21
V3, V4 Anterior
V1, V2 Septum
35
Gambaran rontgen toraks PA pada saat di IGD didapatkan CTR
<50%, segmen aorta normal, segmen pulmonal normal, dan pinggang
jantung normal. Tidak terdapat infiltrate dan kranialisasi. Kesan rontgen
toraks normal.
Tanda-tanda pembesaran jantung kiri pada rontgen thoraks diantaranya
batas jantung kiri bergeser ke kiri, inferior dan posterior dan apeks jantung yang
bulat. Sedangkan pembesaran jantung kanan ditandai dengan batas jantung kiri
membulat dan apeks jantung terangkat. Penyebab dari pembesaran jatung kiri
antara lain overload tekanan (hipertensi, stenosis aorta), overload volume
(regurgitasi aorta dan mitral), dan kelainan pada dinding ventrikel (aneurisma
ventrikel dan kardiomiopati ventrikel).22
Data laboratorium yang harus dikumpulkan di ruang gawat darurat
adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah,
tes fungsi ginjal, dan panel lipid.5 Pemeriksaan laboratorium pada pasien
saat di IGD didapatkan kadar hemoglobin 15,4 gr/dL, leukosit 8.330/mm3,
Hematokrit 45,2%, trombosit 315.000/mm3 GDS 81 mg/dL, Ur/Cr : 16/110,
troponin I >40.000 ng/L. Kesan pemeriksaan laboratorium yaitu
peningkatan troponin I yang telah mencapai cut off infark miokard (>100
ng/dL).
Troponin adalah kompleks regulator di filamen tipis apparatus
kontraktil miokard yang terdiri dari 3 subunit protein, diantaranya troponin
C (komponen pengikat kalsium), troponin T (komponen pengikat kalsium),
dan troponin I (komponen inhibitori). Sebagian besar troponin T dan I
jantung disimpan di sarkomer, dan sejumlah kecil (4-6%) ditemukan di
kumpulan sitosol. Setelah kerusakan miokard, troponin sitosolik dilepaskan
terlebih dahulu, dan ketika kerusakan lebih lanjut terjadi, troponin yang ada
di sarkomer dilepaskan ke dalam sirkulasi.23
Tingkat troponin T dan I mulai meningkat 4 sampai 9 jam setelah
infark miokard akut dan memuncak pada 12 hingga 24 jam dan dapat tetap
tinggi hingga 14 hari. Troponin T dan I memiliki banyak keunggulan
dibandingkan CK-MB. Pertama, kadar troponin pada individu normal
sangat rendah atau tidak terdeteksi. Oleh karena itu, peningkatan troponin
36
yang signifikan merupakan indikasi cedera pada miokardium. Peningkatan
kecil troponin (tetapi kadar CK-MB normal) dapat menunjukkan zona
mikroskopis nekrosis miokard (mikroinfark). Troponin I sangat spesifik
untuk miokardium karena hanya satu isoform troponin I yang telah
diidentifikasi hanya ditemukan di miosit jantung. Sejumlah kecil troponin T
jantung telah diidentifikasi di otot rangka. Ekspresi isoform troponin T
jantung telah dilaporkan pada pasien dengan distrofi otot, polimiositis,
dermatomiositis, dan penyakit ginjal stadium akhir. Troponin C tidak
spesifik untuk jantung sehingga tidak digunakan untuk menilai infark,
namun terjadi peningkatan troponin C saat infark terjadi.23
Pelepasan troponin memiliki durasi yang lebih pendek pada angina
tidak stabil. Emboli paru dan perimiokarditis adalah diagnosis banding yang
paling umum untuk peningkatan kadar troponin. Kadar troponin juga
meningkat pada takiaritmia, hipertensi, miokarditis, dan memar miokard.23
Stratifikasi risiko TIMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction)
digunakan untuk prediksi mortalitas, yaitu risiko terjadinya infark miokard
baru atau rekuren atau iskemia rekuren berat yang membutuhkan
revaskularisasi setelah 14 hari revaskularisasi. Terdapat dua jenis skor
TIMI, skor TIMI untuk STEMI (total skor 14) dan skor TIMI untuk
NSTEMI dan UA (total skor 7).24
37
Gambar 5. Risiko Mortalitas berdasarkan Skor TIMI STEMI.20
Tabel 11. Risiko Mortalitas berdasarkan skor TIMI untuk NSTEMI & UA.25
Skor TIMI Risiko mortalitas (%)
0-1 4,7
2 8,3
3 13,2
4 19,9
5 26,2
6-7 40,9
38
Usia 65-74/>75 (54) :0
Tekanan darah sistolik <100 mmHg (126) :0
Denyut jantung >100 x/ menit (99) :0
Killip Class II-IV (I) :0
St elevasi anterior / LBBB (ST Elevasi) :1
Diabetes/hipertensi/angina(+) :1
Berat badan <67 kg (65) :1
Time to treat >4 jam :1
Total skor : 4/14 (risiko mortalitas dalam 30 hari sesudah terjadi infark miokard
7,3%)
39
Klirens kreatinin 110 ml/menit : 7
Diabetes mellitus : 0
Tanda gagal jantung : 0
Tekanan darah sistolik 126 mmHg : 1
Denyut jantung 99x/menit : 6
Penyakit vascular sebelumnya : 0
Jenis kelamin laki-laki : 0
Total skor : 17 (risiko perdarahan sangat rendah)
Penggolongan risiko pada kelas Killip berdasarkan indikator klinis gagal
jantung dan tingkat mortalitas dalam 30 hari. Pada pasien didapatkan kelas Killip
kelas 1, yaitu tidak terdapat gagal jantung.
40
pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA berdasarkan
keluhan angina, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG atau biomarka jantung
(sebelum dirujuk).
41
Gambar 7. Algoritma Tatalaksana Pasien STEMI.16
42
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam (waktu absolut dari diagnosis IMA-
EST ke reperfusi PPCI), reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah
fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke
pusat dengan fasilitas PPCI.
A Absolut Relatif
43
Penyakit perdarahan Infeksi endokarditis
Jika pasien tidak ada kontraindikasi, terapi yang dapat diberikan adalah
ateplase bolus 15 mg IV 0,75 mg/kgBB selama 30 menit, kemudian 0,5
mg/kgBB selama 60 menit, dosisi total tidak lebih dari 100 mg atau
streptokinase 1,5 juta IU dalam 100 cc dextrose 5% atau larutan salin 0,9%
dalam waktu 30-60 menit.
Pasien dibawa ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas PCI, RSUP Dr. M.
Djamil setelah nyeri dada 3,5 jam yang merupakan indikasi untuk pilihan terapi
PPCI. Pasien diberikan tatalaksana berupa IVFD RL 500cc/24jam, drip NTG 10
mcg/kg/min uptitrasi, loading aspilet 2x80 mg, dan loading ticagrelor 2x90 mg.
Selanjutnya pasien direncakanan untuk primary PCI. Pada tanggal 20 Mei pukul
03.25 WIB, pasien telah dilakukan PPCI 1 stent CID CRE 8 2,75x20 mm di
Proksimal-Mid LAD pada CAD 1 VD (Lesi non signifikan di distal LCX, distal
RCA) timi Flow 3 MBG 3.
Pasien diberikan tatalaksana awal berupa nitrat yaitu NTG drip mulai 10
mikro/menit dan aspirin yaitu loading Aspilet 2x80 mg. Pada pasien diberikan
brilanta 2x90 mg (Ticagrelor) yang merupakan ko-terapi antiplatelet pada pasien
yang menjalani PPCI.
44
2. Aspirin 80 mg (75-100 mg) / hari tanpa henti
5. Statin dosis tinggi dilanjutkan setelah pasien masuk RS, tanpa menilai
LDL untuk stabilisasi plak.
7. MRA indikasi pada pasien STEMI dengan heart failure dan LVEF <
40%. Kontraindikasi pada severerenal failure dan hyperkalemia.
45
BAB 5
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Anbe DT, Amstrong PW, Bates ER, green LA, hand M, Hochman JS et al.
2004. AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With ST-
Elevation Acute Coronary Syndromes A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.
The American Heart Association, Inc., and The American College of
Cardiology Foundation.
47
8. Kumar A, Cannon CP. Acute coronary syndromes: diagnosis and
management. Mayo Clin Proc. 2009;84(10).917-38.
12. Ceponiene, I., Zaliaduonyte-Peksiene, D., Gustiene, O., Tamosiunas, A., &
Zaliunas, R. (2014). Association of major cardiovascularrisk factors with the
development of acute coronary syndrome in Lithuania. European Heart
Journal Supplements, 16 (suppl A), A80–A83.
14. Putra B. STEMI Inferior dengan Bradikardi dan Hipotensi. 2018. CDK-260:
45(1).
15. Sukamto. Elevasi Segmen ST, Apakah selalu penanda infark miokard akut?.
Jurnal Kesehatan Melayu. 2018.
18. Burnside MG. Diagnosis Fisik (Physical Diagnosis). 17th ed. EGC; 2008.
48
in patients without cardiogenic shock undergoing primary angioplasty.
Archivos de cardiologia de Mexico. 2012;82(1):7-13.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22452860.
20. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, et al. TIMI risk score for ST-
elevation myocardial infarction: A convenient, bedside, clinical score for risk
assessment at presentation: An Intravenous nPA for Treatment of Infarcting
Myocardium Early II trial substudy. Circulation. 2000;102(17):2031-2037.
doi:10.1161/01.CIR.102.17.2031
22. Fonarow GC, Hsu JJ. Left Ventricular Ejection Fraction. JACC: Heart
Failure. 2016;4(6):511-513. doi:10.1016/j.jchf.2016.03.021
49