Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : Pegawai Laundry Rs. Ibnu Sina Makassar
No Berkas :
No Rekam Medis :
Data Administrasi
Tanggal : 10 September 2018 diisi oleh Nama : Nur Ainun Darwis NPM/NIP : 111 2016 2101
Nama Ny. N
Alamat Jl. Perintis Kemerdekaan VIII
Umur 45 Tahun Tempat/tanggal lahir : 2 Agustus 1972/Makassar
Kedudukan dalam keluarga Ibu rumah tangga
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Pendidikan SMP
Pekerjaan Pekerja Laundry
Status perkawinan Menikah
Kedatangan yang ke 1
Telah diobati sebelumnya Belum pernah
Alergi obat Tidak ada
Sistem pembayaran
Data Pelayanan
I. ANAMNESIS (subyektif)
dilakukan secara: autoanamnesis dengan pasien sendiri
B. Keluhan lain/tambahan
Tidak ada
1. Tuliskan jenis pekerjaan yang dilakukan sejak pertama kali, serta lama kerja di tiap pekerjaan tersebut
Jenis pekerjaan bahan/material yang digunakan tempat kerja (perusahaan) Masa kerja
(dalam bulan / tahun)
Karyawati di bagian Deterjen, air, baskom/ember, Laundry Rs. Ibnu Sina 3 tahun
Laundry timba, Linen, setrika
2. Uraian tugas/pekerjaan
Pasien adalah seorang pegawai Laundry di Rs Ibnu Sina Makassar. Pasien sering bekerja dalam posisi duduk, jongkok, membungkuk. Pasien
bekerja dari hari Senin-Sabtu, bekerja dari jam 07.00 - 14.00 atau sekitar 7-8 jam dalam sehari dengan waktu istirahat sekitar 30 menit- 1 jam di
tempat kerja.
Jam 13.00-14.00:
17.30-22.00: Jam 14.00: Melanjutkan
Jam 22.00: Pulang ke Kegiatan di tempat
Melakukan
Istirahat rumah kerja
aktivitas mandiri
3. Bahaya Potensial (potential hazard) dan risiko kecelakaan kerja pada pekerja serta pada lingkungan kerja
Pembawa Beban Debu Bakteri, Gerakan repetitif Monoton, bekerja - Alergi dan iritasi Jatuh
Linen berat. pada Virus, berlebih kulit terpeleset,
linen Parasit - Musculosceletal strain
kotor disorders ligament,
- Stress kerja sprain
muscle
Penampun Beban Debu Bakteri, Gerakan Monoton, kerjs - Alergi dan iritasi Jatuh
gan berat . pada virus, repetitive berlebihan kulit terpeleset,
linen parasit membungkuk - Musculosceletal strain
kotor disordes ligament,
- Iritasi Mata & sprain
Saluran muscle
pernapasan
Pemilah - Debu Bakteri, Gerakan repetitive - Alergi dan iritasi Jatuh
pada virus, membungkuk Monoton, kerjs kulit terpeleset,
linen parasit berlebihan - Musculosceletal strain
kotor disordes ligament,
Iritasi Mata & sprain
Saluran muscle
pernapasan
Bakteri, - Alergi dan iritasi Jatuh
Pencucia Geraka Deterje virus, Gerakan repetitive Monoton, kerjs kulit terpeleset,
n n n parasit membungkuk berlebihan - Musculosceletal strain
infeksius disordes ligament,
berulan
Iritasi Mata & sprain
g Saluran muscle
pernapasan
- Alergi dan iritasi Jatuh
Pengeri Beban Debu Bakteri, Gerakan repetitive Monoton, kerjs kulit terpeleset,
ngan berat virus, membungkuk berlebihan - Musculosceletal strain
parasit disordes ligament,
Iritasi Mata & sprain
Saluran muscle
pernapasan
3. Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang dialami (gejala / keluhan yang ada)
Pasien mengeluh nyeri dan kesemutan pada kedua pergelangan tangan yang menjalar ke telapak tangan. Keluhan ini
dialami sejak 2 bulan yang lalu semenjak bekerja di bagian pencucian dan pengeringan Laundry RS Ibnu Sina
Makassar.
4. Body Discomfort Map:
Keterangan :
1. Tanyakan kepada pekerja atau pekerja
dapat mengisi sendiri
2. Isilah : keluhan yang sering dirasakan oleh
pekerja dengan memberti tanda/mengarsir
bagian- bagian sesuai dengan gangguan
muskulo skeletal yang dirasakan
pekerja
Tanda pada gambar area yang dirasakan :
Kesemutan = x x x Pegal-pegal = / / / / /
Baal = v v v Nyeri = ////////
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
a. Nadi : 88 kali/menit c. Tekanan Darah (duduk) : 120/80 mmHg
2. Status Gizi
a. Tinggi Badan : 153 cm Berat Badan : 55 Kg c IMT = 23,4 kg/m2
b. Lingkar perut : 78 cm d. Bentuk badan : Astenikus Atletikus Piknikus
a. Persepsi Warna Normal Buta Warna Parsial Normal Buta Warna Parsial
Buta Warna Total Buta Warna Total
b. Kelopak Mata Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
c. Konjungtiva Normal Hiperemis Sekret Normal Hiperemis Sekret
Pucat Pterigium Pucat Pterigium
d.Kesegarisan / gerak bola mata Normal Strabismus Normal Strabismus
e. Sklera Normal Ikterik Normal Ikterik
f. Lensa mata tidak keruh Keruh tidak keruh Keruh
g. Bulu Mata Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
7. Hidung
9. Tenggorokan
a. Pharynx Normal Hiperemis Granulasi
14. Genitourinaria
a. Kandung Kemih Normal Tidak Normal
b. Anus/Rektum/Perianal Normal Tidak Normal
Normal Tidak Normal
c Genitalia Eksternal
d. Prostat (khusus Pria) Normal Tidak Normal
Kanan Kiri
15a.Tulang / sendi Ekstremitas atas
- Gerakan Normal tidak normal Normal tidak normal
- Tulang Normal tidak normal Normal tidak normal
- Sensibilitas baik tidak baik baik tidak baik
- Oedema tidak ada ada tidak ada ada
- Varises tidak ada ada tidak ada ada
- Kekuatan otot 5 5
- vaskularisasi baik tidak baik baik tidak baik
- kelainan Kuku jari tidak ada ada
tidak ada ada
Pemeriksaan Khusus :
Tes Range of Motion : (+)
Kanan Kiri
15b.Tulang / Sendi Ekstremitas bawah
- Gerakan Normal tidak normal Normal tidak normal
- Kekuatan otot 5 5
- Tulang Normal tidak normal Normal tidak normal
- Sensibilitas baik tidak baik baik tidak baik
- Oedema tidak ada ada tidak ada ada
- Varises tidak ada ada tidak ada ada
- vaskularisasi baik tidak baik baik tidak baik
- kelainan Kuku jari tidak ada ada tidak ada ada
Pemeriksaan khusus :
Tes Range of Motion: (+)
Tes Strength: a. Heel walking: (+) b. Toe walking: (+) c. Resistes great toe dorsoflexion: (+)
Tes Patrick: (+/+)
Tes Kontra patrick : (-) Tes laseque: (-)
V. DIAGNOSIS KERJA :
Carpal Tunnel Syndrome
3 . Evidence Based (sebutkan secara Kelainan otot rangka merupakan gangguan fungsi otot, tendon, saraf, pembuluh
teoritis) pajanan di tempat kerja yang darah, tulang dan ligamen yang biasa diderita oleh pekerja dengan aktivitas kerja
menyebabkan diagnosis klinis di
menggunakan kekuatan otot, seperti pekerja laundry. Penelitian ini bertujuan
langkah 1.
mengetahui sikap kerja pekerja laundry dan hubungan dengan risiko
Dasar teorinya apa?
musculoskeletal disorders di Kecamatan Purwokerto Utara. Penelitian ini
menggunakan desain studi potong lintang dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan quota sampling dengan kriteria inklusi responden bekerja hanya
pada satu bagian kerja tertentu dari laundry, tidak memiliki keterbatasan
komunikasi dan kriteria eksklusi responden keluar dari pekerjaan dan tidak
bersedia dijadikan responden. Sampel sebanyak 150 orang dengan kuota masing-
masing bagian diambil sebagai sampel sebanyak 30 orang, meliputi bagian
penimbangan, pencucian, pengeringan, penyetrikaan dan pengemasan. Penelitian
menemukan sikap kerja yang berhubungan dengan risiko kelainan otot rangka
adalah pada bagian pencucian (nilai p = 0,014, nilai p < 0,05). Sedangkan sikap
kerja bagian penimbangan (nilai p = 0,77), pengeringan (nilai p = 0,257),
penyetrikaan (nilai p = 0,109) dan pengemasan (nilai p =0,370) tidak berhubungan
dengan risiko MSDs (nilai p > 0,05). Hanya sikap kerja pada bagian pencucian
yang berisiko menimbulkan MSDs, sehingga perlu dilakukan intervensi berupa
pelatihan sikap kerja mencuci yang benar.
Sumber :
SIKAP KERJA DAN RISIKO MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA PEKERJA
LAUNDRY
Nur Ulfah, Siti Harwanti, Panuwun Joko Nurcahyo
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 1, Januari 2014 (ISSN:
330-336)
4. Apakah pajanan cukup
Masa kerja 3 tahun
Jumlah jam terpajan/ hari ± 7-8 jam/hari
Pemakaian APD Tidak ada
Konsentrasi pajanan Sulit dinilai
Lainnnya...........
Kesimpulan jumlah pajanan dan
dasar perhitungannya
5. Apa ada faktor individu yang Ada, dirumah dan ditempat lain yang berpotensi menyebabkan nyeri dan kesemutan pada kedua
berpengaruh thd timbulnya pergelangan tangan menjalar ke telapak tangan.
diagnosis klinis? Bila ada,
sebutkan.
6 . Apa terpajan bahaya potensial Tidak ditemukan
yang sama spt di langkah 3 luar
tempat kerja?
Bila ada, sebutkan
7 . Diagnosis Okupasi Carpal Tunnel Syndrome et causa gerakan tangan yang terus menerus pada pekerja.
Apa diagnosis klinis ini termsk Penyakit akibat kerja
penyakit akibat kerja?
Bukan penyakit akibat kerja
(diperberat oleh pekerjaan/
bukan sama sekali PAK)_
Butuh pemeriksaan lbh lanjut)?
IX. PROGNOSIS
1. klinik : ad vitam : dubia ad bonam
ad sanasionam : dubia ad bonam
ad fungsionam : dubia ad bonam
2. Okupasi (bila ada d/ okupasi): dubia ad bonam
Non-medikamentosa:
- Menjelaskan tentang penyakit kepada pasien.
- Menyarankan pasien bekerja dengan posisi yang benar,
memberitahu bagaimana cara mengangkat beban berat
degan posisi yang benar.
- Memperbaiki cara memegang atau menggenggam alat dan
benda
- beristirahat untuk meregangkan badan beberapa menit
disela-sela pekerjaan.
- Fisioterapi
Okupasi:
- Eliminasi : sulit dilakukan
- Subsitusi : dapat dilakukan
- Isolasi : sulit dilakukan
- APD : tidak perlu
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing : Dr. dr. H. Sultan Buraena MS, Sp.OK
Tanda Tangan:
A. Definisi Carpal Tunnel Syndrome
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam
terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga
disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy Carpal Tunnel
Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium
lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre
Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah Carpal Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tabun
1938.7
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline, Carpal Tunnel Syndrome
adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti
peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel
Syndrome dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan
mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis
kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit local.8
Carpal Tunnel syndrome adalah salah satu gangguan saraf yang umum terjadi. Sebuah survei di
California memperkirakan 515 dari 100.000 pasien mencari perhatian medis untuk carpal tunnel syndrome
pada tahun 1988. Di Belanda, prevalensinya dilaporkan 220 per 100.000 orang.6
Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3 kasus per
1.000 orang setiap tahunnya dengan revalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. Orang
tua setengah baya lebih mungkin beresiko dibandingkan orang yang lebih muda, dan wanita tiga kali lebih
sering daripada pria.3,9
National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS lebih sering mengenai wanita daripada
pria dengan usia berkisar 25 - 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40
– 60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-
laki. CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42%
kasus ( 29% kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral.5
Perkembangan CTS berhubungan dengan usia. Phalen melaporkan jumlah kasus meningkat untuk setiap
dekade usia 59 tahun, setelah itu, jumlah kasus di setiap dekade menurun. Atroshi et al. mengamati serupa
distribusi usia dengan prevalensi tertinggi CTS pada pria dari 45-54 tahun dan wanita usia 55-64. Lunak dan
Rudolfer menemukan bahwa kasus CTS memiliki distribusi usia dengan puncak pada usia 50-54.10
Tana et al menyimpulkan bahwa dapat jumlah tenaga kerja dengan CTS di beberapa perusahaan garmen di
Jakarta sebanyak 20,3% responden dengan besar gerakan biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada
tangan pergelangan tangan kanan 74,1%, dan pada tangan kiri 65,5%. Pekerja perempuan dengan CTS lebih
tinggi secara bermakna dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan
umur, pendidikan, masa kerja, jam kerja serta tekanan biomekanik berulang sesaat terhadap peningkatan
terjadinya CTS.2
Jagga et al meneliti bahwa pekerjaan yang beresiko tinggi mengalami Carpal Tunnel Syndrome adalah 1:
2. Pekerja perakitan
5. Pekerja tekstil
6. Pengguna komputer.
Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Dan pola itu sesuai dengan
variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial telapak tangan. Pada permukaan dorsum manus,
kawasan sensorik N. Medianus bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan
keempat. Di terowongan karpal N. Medianus sering terjepit. N. Medianus adalah saraf yang paling sering
mengalami cedera oleh trauma langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari n
median sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia atau hipestesia dari
“Carpal Tunnel Sydrome”.11
Terdapat beberapa kunci co-morbiditas atau human factor yang berpotensi meningkatkan risiko CTS.
Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin perempuan, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor
risiko lain termasuk kehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif,
sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit
rematologi, arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan,
penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja manual di beberapa pekerjaan
memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar.3
Beberapa penyebab dan factor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal tunnel syndrome antara
lain: 6,12
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary
motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan .Sprain
pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang.
Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan
pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga
merupakan etiologi dari carpal turner syndrome.
5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom carpal tunnel
juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.
6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi
dari terapi anti koagulan.
12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus
medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome.
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan gangguan
studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori
getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di
terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi
saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh
beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan
berkepanjangan atau berulang.5
Teori insufisiensi mikrovaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan
nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk
mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada
keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama
kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel
dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry) bahwa
normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum
karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi
diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai
dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik . Kiernan dkk menemukan bahwa
konduksi melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu
disebabkan myelinisasi yang terganggu.5
Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang
bergetar pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median
dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti
mekanik, iskemik, dan trauma kimia.5
Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam
terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat.
Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada
malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerakgerakkan atau diurut, mungkin
akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi
fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh
jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.13
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan
mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan
intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf
tersebut.13
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS terjadi karena kompresi saraf median
di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang
rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT
minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat
badan ramping. American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki
kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat.13
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada
keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti
terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik
nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.14
Komar dan Ford membahas dua bentuk carpal tunnel syndrome: akut dan kronis. Bentuk akut mempunyai
gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun.
Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai
gejala baik disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri
proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome.6
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga
dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri
ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan
meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak
mengistirahatkan tangannya.15
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil misalnya saat memungut
benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang
penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis
dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.16
E. Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat dengan pemeriksaan
yaitu :
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi,
motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan diagnosa CTS adalah :17
a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik
timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat
sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter
di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosa.
c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus
medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dynamometer
h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam
waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita idak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan
mendukung diagnose
j) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (twopoint discrimination)
pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnose
k) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang
kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnose
CTS.
2) Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya
jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus,
KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang,
menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih
sensitif dari masa laten motorik.12
3) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain
seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada
vertebra. USG, CTscan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG
dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang sensitif dan
spesifik untuk carpal tunnel syndrome.15,18,19
4) PemeriksaanLaboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang
repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun
darah lengkap.15
DiagnosisBanding
Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah hila leher
bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi
otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan
dan lengan bawah.
Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada CTS karena
cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal. de Quervain's syndrome.
Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat
gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat
ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif
bila nyeri bertambah.
Penatalaksanaan Carpal Tunnel Syndrome
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas kompresi
saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit
sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral
selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat
diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup
mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi. 6,12
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:17
a) Terapi konservatif
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau
hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan
leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari
ekstremitas atas. Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer
dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada
neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan
sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah
defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3
bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat
bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat
berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila
terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral.
Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada
atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten.15
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita
secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini
lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti
adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara
terbuka.15
1. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran peralatan tangan pada
saat bekerja.
2. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
4. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.
5. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat mengenali
gejala-gejala CTS lebih dini. Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering
mendasari terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah
sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi,
akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen
vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat
menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.13
H. Prognosis Carpal Tunnel Syndrome
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila keadaan tidak membaik
dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik,
tetapi karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post
operatifnya bertahap.13
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali
kemungkinan berikut ini:13
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi,
hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif
maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
BAB III PENUTUP
Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan
tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di
tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini
ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak
dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik, faktor
mekanis dan penyakit lokal.8
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis dan pemeriksaan baik fisik maupun
penunjang. Pemeriksaan fisik yang patognomonis yaitu Phalen test dan Tinnel test. Sedangkan pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan Pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologi dan laboratorium.5
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas kompresi
saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit
sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral
selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat
diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup
mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi.6,12
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga, V. Lehri, A et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel syndrome- A Review.
Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011. Vol. 7, No. 2: 68-78.
2. Kurniawan, Bina. et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita
Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol.
3, No. 1.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on the Treatment of Carpal
Tunnel Syndrome. 2008.
5. Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta. Buletin Peneliti
Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.
7. Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition. Philadelpia: Lippincott
Williams & Wilkins. 2005.
10. Mc Cabe, Steven J. et al. Epidemiologic Associations of Carpal Tunnel Syndrome and Sleep
Position: Is There a Case for Causation?. American Association for Hand Surgery. 2007. No.2 :127–
134
11. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat. 2009.
12. Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical Publishing. 2007.
13. Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No. 14.
14. Salter RB. 1993. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed.
Baltimore: Williams&Wilkins Co;.p.274-275.
15. Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2004.
17. Jeffrey n. Katz, et al. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol. 346, No. 23.
18. Wilkinson, Maureen. Ultrasound of the Carpal Tunnel and Median Nerve: A Reproducibility Study.
Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2001 Vol. 17, No. 6.
19. Cartwright, michael s. Et al. Evidence-based Guideline: Neuromuscular Ultrasound for The
Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. American Association of Neuromuscular and
Electrodiagnostic Medicine. 2012.