Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS INTERNSHIP

PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK DIBAWAH UMUR

Pendamping
dr. M.Pratiknyo

Disusun Oleh :
dr. Syifa Dian Firmanita

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DEPARTEMEN KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG
RSUD AMBARAWA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Selama beberapa tahun terakhir kecenderungan terjadinya kekerasan seksual padaanak semakin
meningkat jumlahnya. Peningkatan jumlah kasus yang terlaporkan dandilaporkan meningkat
secara akumulatif hingga 100 kasus setiap tahunnya antara tahun 2010 ke tahun 2016. Secara
umum yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada
anak adalah keterlibatan seorang anakdalam segala bentuk aktivitas seksual yang
terjadisebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara
yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang
yangdianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk
kesenanganseksual atau aktivitas seksual.
Di Indonesia UU Perlindungan Anak memberi
batasan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas tahun) termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kejahatan seksual didefinisikan sebagai
perilaku motivasi seksual dengan paksaan
yang melanggar privasi walaupun terdapat perlawanan. Selanjutnya, segala motI
vasi perilaku seksual yang dilakukan pada anak di bawah
umur atau pada seseorang denganretardasi mental termasuk dalam lingkup terminologi kejahatan seksual.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RYF
Usia : 9 tahun
Alamat : Tingkir Lor RT 01/06 Salatiga
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Menikah
Tempat, tanggal pemeriksaan: IGD RSUD Ambarawa, 18 Juni 2017

II. ANAMNESIS
i. Keluhan Utama
Nyeri di kemaluan
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 18 Juni 2017 sekitar pukul 09.00 pasien datang dengan diantar kedua
orang tua pasien. Pasien mengeluh daerah kemaluannya nyeri sejak 3 hari yang lalu.
Nyeri di kemaluannya dirasakan terus menerus, kadang – kadang membaik bila
digunakan untuk istirahat. Ketika BAK juga dirasakan nyeri di kemaluan dan BAK
terasa agak panas sehingga kadang – kadang pasien menangis dan takut untuk BAK.
Luka dan terdapat darah ketika BAK tidak diketahui oleh pasien , riwayat BAK
berpasir, demam dan riwayat trauma / terjatuh disangkal oleh pasien.
Menurut keterangan orang tua pasien, anaknya telah mengalami pelecehan seksual
yang dilakukan oleh tetangganya yang dilakukan sebanyak tiga kali. Kejadian tersebut
terjadi ketika kedua orang tua sedang tidak ada dirumah. Setelah pulang sekolah korban
sering diminta untuk main kerumah tetangganya yang merupakan seorang kakek berusia
60 tahun dengan alas an untuk menemani kakek tersebut dirumah. Awal ketika korban
main, kakek tersebut tidak melakukan apa – apa, namun keika korban diminta untuk
datang kedua kali, kakek tersebut melakukan pelecehan seksual tersebut hingga 3 kali
berturut – tururt pada hari senin, selasa dan rabu dalam minggu yang sama.
Menurut korban An.RYF , ketika berada dirumah kakek tersebut, dirinya dipaksa
untuk melakukan hubungan seksual denga iming –iming uang 10 ribu rupiah. Apabila
dirinya menolak maka dia diancam akan disekap dan tidak diijinkan pulang. Korban
juga diacam agar tidak melaporkan perbuatan kakek tersebut ke orang lain termasuk
kedua orang tua pasien. Korban mengaku bahwa kakek tersebut memegangi kedua kaki
pasien, membuka baju dan celana dalamnya dengan paksa, lalu menggesek – gesekan
hingga measukkan kemaluannya kedalam vaginanya. Hal teesebut dilakukan sekali
sehari selama tiga hari.
Pada hari kedua dan ketiga , pasien seenarnya tidak mau lagi main kerumah, tapi
dihadang oleh kakaek di perjalanan pulang sekolah ke rumah dan dipaksa kerumah
kakek tersebut. Pasien selalu pulang sekolah sendirian karena rumahnya yang paling
jauh disbanding teman – temannya dan melewati ladang yang lumayan luas.

iii. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat infeksi saluran kemih : disangkal
b. Riwayat pelecehan seksual : disangkal

iv. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat infeksi saluran kemih : disangkal
b. Riwayat pelecehan seksual : disangkal
c. Riwayat penyimpangan seksual : disangkal

v. Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, dan Status Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar kelas 4 SD, sehari-hari pasien tinggal bersama kedua
orang tuanya. Namun, bila siang pasein banyak menghabiskan waktunya sendiri untuk
bermain dirumah atau diluar rumah bersama teman sebayanya karena kedua orang tua
pasien bekerja. Ayah pasien ada pekerja buruh dan ibu pasien adalah pedagang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
i. Keadaan umum : baik
ii. Kesadaran : compos mentis
iii. GCS : E4, M6, V5
iv. Vital Sign
a. Tekanan darah : 110/70
b. Nadi : 80x/menit, nadi kuat angkat
c. Suhu : 36,10C
d. SpO2 : 100%
e. RR : 20x/menit
f. BB : 38 kg
v. Status Internus
a. Kepala : mesocpehal
b. Mata : penglihatan kabur (-/-), pandangan ganda (-/-), oedem palpebra (-
/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Hidung : discharge (-/-), obstruksi (-/-), mukosa hiperemis (-/-)
d. Mulut : tonsil (T1/T1)
e. Tenggorokan : nyeri telan (-), terasa ada lendir mengalir (-)
f. Telinga : secret (-/-), konka hiperemsi (-/-), penurunan pendengaran (-/-)
g. Leher : tidak ada deformitas
h. Thorax :
 Inspeksi : dada datar, pernafasan simetris
 Palpasi : pengembanagn dada kanan – kiri normal, simetris,
 Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

i. Abdomen
Inspeksi : perut datar, defens muscular
Auskultasi : bising usus (+), nyeri tekan (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, tidak teraba pembesaran organ
Perkusi : timpani di seluruh lapang perut
j. Ekstremitas :
 Inspeksi : terdapat 3 buah luka.
Luka pertama berupa vulnus ekskoriasi di lengan kanan dengan
jarak sekitar 2 cm dan batas pinggir bahu kanan dengan ukuran
sekitar 1 cm warna kemerahan.
Luka kedua berupa memar di mata kaki kanan bagian dalam
dengan ukuran 3x4 cm warna merah.
Luka ketiga berupa memar di 1/3 atas paha kanan bagian luar
dengan ukuran 5x7 cm warna kemerahan.

k. Genitalia :
Pada pemeriksaan genitalia didapatkan luka lecet pada fourchette posterior.
Didapatkan robekan pada hymen lama pada arah jam 8 yang tampak kemerahan.
Terdapat diskrit berwarna putih susu , Tidak terdapat perdarahan aktif/darah
kering/granulasi. Pada pemeriksaan bimanual tidak didapatkan kelainan, tinggi
fundus uteri tak teraba. Pada pemeriksaan rektal tidak ditemukan adanya luka
garukan, robekan otot, bengkak, maupun noda feses pada bokong. Sfingter ani
dalam kondisi intak dan tonus otot normal
Pada korban dilakukan pemeriksaan swab vagina dengan hasil spermatozoa
negatif. Selain itu dilakukan pula tes kehamilan dengan alat uji cepat dengan
bahan air kencing dan didapatkan hasil negatif.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


18 Juni 2017 15.20
JENIS NILAI
HASIL
PEMERIKSAAN NORMAL
Sekret vagian tidak ditemukan
Bakteri gram:
 Bakteri gram negatif
negatif
 Bakteri gram negative
positif
Jamur Tidak ditemukan
Trichomonas Tidak ditemukan
Leukosit Tidak ditemukan
Epitel Tidak ditemukan
Clue cell Tidak ditemukan
Lain-lain Tidak ditemukan

V. DIAGNOSIS
Multiple VE
Mendukung adanya tanda- tanda pelecehan seksual

VI. TATALAKSANA
Amoksisilin 3 x 250 mg
Paracetamol 3x 250 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prosedur Medikolegal


Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberi pengobatan
dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan pemeriksaan medik
untuk tujuan membantu penegak hukum, baik untuk korban hidup maupun korban mati.6
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1), yang berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli adalah penyidik. Sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP, pengertian mengenai
keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Keterangan Ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang
pengadilan berdasarkan pasal 184 KUHAP.6
Permintaan Keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara
tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2). Pada korban yang masih hidup, sebaiknya
diantar oleh petugas kepolisian guna pemastian identitas. Surat permintaan keterangan ahli
tersebut ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada
individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.6
Sementara penyidik memenuhi wewenang mereka dalam mengirimkan surat
permintaan keterangan ahli, maka dokter yang dalam hal ini berperan sebagai pihak yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya, wajib memberikan
keterangan ahli demi keadilan. Hal ini telah diatur dalam KUHP pasal 179 ayat (1) dan (2).4
Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensik, faktor keterbatasan di dalam
ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan, demikian halnya dengan faktor waktu serta
faktor keaslian dari barang bukti (korban), maupun faktor-faktor dari si pelaku kejahatan seksual
itu sendiri. Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus
kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada tidaknya tanda-tanda
persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur.4
2.2 Definisi
Kejahatan seksual merupakan perilaku motivasi seksual dengan paksaan yang
melanggar privasi walaupun terdapat perlawanan. Selanjutnya, segala motivasi perilaku
seksual yang dilakukan pada anak di bawah umur atau pada seseorang dengan retardasi
mental termasuk dalam lingkup terminologi kejahatan seksual.2
Anak dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.6

2.3 Klasifikasi
Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan:7
 pelecehan seksual
 gurauan porno,
 siulan, ejekan dan julukan
 tulisan/gambar
 ekspresi wajah,
 gerakan tubuh
 perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban.
 Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
Macam-macam kekerasan seksual berat :7
 Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul,
 perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina
 Pemaksaan hubungan seksual
 Hubungan seksual dgn cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan
 Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu.
 Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya korban.
 Tindakan seksual + kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan
sakit, luka, atau cedera.
2.4 Pemeriksaan Aspek Medikolegal pada Korban Kejahatan Seksual
Seyogyanya sebelum melakukan pemeriksaan terhadap korban perkosaan, dokter
perlu memperhatikan ada tidaknya permintaan Surat Permintaan Visum (SPV) dari polisi dan
keterangan mengenai kejadiannya, adanya persetujuan secara tertulis dari korban atau orang
tua/wali korban yang menyatakan tidak keberatan untuk diperiksa seorang dokter, adanya
perawat wanita atau polisi wanita yang mendampingi dokter selama melakukan pemeriksaan.4
Pemeriksaan secara medis pada korban kejahatan seksual, baik pada anak-anak
maupun dewasa pada dasarnya sama dengan pada pasien lain, yaitu anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang :
1. Anamnesis :
 Umur
 Status perkawinan
 Haid : siklus dan hari pertama haid terakhir
 Penyakit kelamin dan kandungan
 Penyakit lain seperti ayan dan lain-lain
 Riwayat persetubuhan sebelumnya, waktu persetubuhan terakhir dan penggunaan
kondom
 Waktu kejadian
 Tempat kejadian
 Ada tidaknya perlawanan korban
 Apakah korban pingsan
 Ada tidaknya penetrasi
 Ada tidaknya ejakulasi

2. Periksa pakaian :
 Robekan lama / baru / memanjang / melintang
 Kancing putus
 Bercak darah, sperma, lumpur dll.
 Pakaian dalam rapih atau tidak
 Benda-benda yang menempel sebagai trace evidence
3. Pemeriksaan badan :
Umum :
 Rambut atau wajah rapi atau kusut.
 Emosi tenang atau gelisah
 Tanda bekas pingsan, alkohol, narkotik. Ambil contoh darah
 Tanda kekerasan : Mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha
 Trace evidence yang menempel pada tubuh
 Perkembangan seks sekunder
 Tinggi dan berat badan
 Pemeriksaan rutin lainnya

Genitalia :
Pada pemeriksaan fisik anak, temuan tidak spesifik yaitu temuan yang mungkin
sebagai akibat dari seksual abuse, tergantung pada jarak saat pemeriksaan dan saat abuse,
tetapi mungkin juga akibat sebab lain atau merupakan varian yang normal.
 Eritema (kemerahan) vestibulum atau jaringan sekitar anus(dapat akibat zat iritan, infeksi
atau iritan)
 Adesi labia ( mungkin akibat iritasi atau rabaan)
 Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau karena traksi
labia mayor pada pemeriksaan)
 Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak karena
infeksi ataun trauma)
 Kulit genital semu (mungkin jumbai kulit atau kulit bukan genital mungkin condyloma
acuminata yang didapat bukan dari seksual)
 Fisura ani (biasanya akibat konstipasi atau iritasi perianal)
 Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter eksterna)
 Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
 Kongesti vena atau pooling vena (biasanya akibat posisi anak, juga ditemuka pada
konstipasi)
 Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau mungkin
akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental). Temuan pada anak yang
telah memiliki riwayat abuse, mungkin ada abuse, tetapi tidak cukup data yang
menunujukkan bahwa abuse adalah satu-satunya penyebab.

Riwayat sangat krusial dalam menentukan makna keseluruhannya :7


 Pelebaran anus (notch atau cleft) selaput dara di daerah posterior, mencapai dekat dasar
(sering merupakan artefak pada posisi pemeriksaan tertentu, tetapi bila konsisten pada
beberapa posisi, maka mungkin akibat kekerasan tumpul atau penetrasi sebelumnya)
 Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum
(mungkin akibat trauma aksidental, keadaan dermatologis seperti lichen sclerosus atau
hemangioma)
 Jejak gigitan atau hisapan di genitalia atau paha bagian dalam
 Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai selaput dara
(dapat akibat trauma aksidental)
 Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti chron’s
disease atau akibat tindakan medis sebelumnya)

Pemeriksaan ekstra genital


 Pemeriksaan terhadap pakaian dan benda-benda yang melekat pada tubuh
 Deskripsikan luka
 Pemeriksaan rongga mulut pada kasus oral sex
 Scrapping pada kulit yang memiliki noda sperma
 Pemeriksaan kuku jari korban untuk mencari material dari tubuh pelaku
 Pemeriksaan anal

4. Mendeskripsikan mengenai adanya robekan, iregularitas, keadaan fissura. Apabila terjadi


hubungan seksual secara anal, maka dapat terjadi perlukaan pada anus.

5. Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan seperti:


 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan cairan mani (semen)
 Pemeriksaan kehamilan
 Pemeriksaan VDRL
 Pemerikaan serologis Hepatitis
 Pemeriksaan Gonorrhea
 Pemeriksaan HIV
 Pemeriksaan rambut, air liur, dan pemeriksaan pria tersangka

Terdapat beberapa hal penting yang harus ditentukan dan dievaluasi pada korban kejahatan
seksual, yaitu5:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat
kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air
mani, sehingga besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai seberapa jauh zakar masuk,
keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Derajat
penetrasi dapat dibagi dua, yaitu penetrasi minimal atau sebagian dan penetrasi seluruhnya
atau total. Penetrasi minimal adalah menggesekkan penis di antara labia pada vulva tanpa
memasukkan penis ke dalam vagina, adanya luka lecet, hiperemi, atau memar pada vulva
dapat ditemukan pada penetrasi yang minimal. Sedangkan penetrasi total adalah
menggesekkan penis dengan memasukkan penis ke dalam vagina. Hal yang dapat ditemukan
pada penetrasi total antara lain robekan pada selaput dara, tanda penyembuhan luka berupa
jaringan parut yang halus di sepanjang dinding vagina, pada anak yang prepubertas dapat
mengalami trauma genital yang berat yang memerlukan tindakan surgical repair, serta
ditemukannya ejakulat yang mengandung spermatzoa bila disertai dengan ejakulasi.13,14
Tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa pada wanita
tidak terjadi penetrasi, sebaliknya adanya robekan pada hymen hanya merupakan pertanda
adanya sesuatu benda (penis atau benda lain), yang masuk ke dalam vagina.
Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut
mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan. Apabila ejakulat tidak mengandung sperma maka pembuktian adanya
persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut.
Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah enzym asam
fosfatase, kholin dan spermin. Ketiganya bila dibandingkan dengan sperma, nilai untuk
pembuktian lebih rendah oleh karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik. Walaupun
demikian enzym fosfatase masih dapat diandalkan, oleh karena kadar asam fosfatase yang
normalnya juga terdapat dalam vagina, kadarnya jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan asam fosfatase yang berasal dari kelenjar prostat.
Tanda tidak langsung adanya persetubuhan yaitu terjadinya kehamilan dan penyakit
menular seksual. Namun apabila kedua tanda tersebut tidak ada, kemungkinan bahwa telah
terjadi persetubuhan juga tidak dapat disingkirkan.
Dengan demikian, apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan persetubuhan itu
tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian adanya persetubuhan
secara kedokteran forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Sebagai
konsekuensinya dokter tidak dapat secara pasti pula menentukan bahwa pada wanita tidak
terjadi persetubuhan. Maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang
diperiksa itu tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan:
pertama, memang tidak ada persetubuhan, dan kedua, persetubuhan ada tetapi tanda-
tandanya tidak dapat ditemukan.
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka perkiraan saat
terjadinya persetubuhan harus pula ditentukan. Hal ini menyangkut masalah alibi yang
sangat penting di dalam proses penyidikan. Sperma di dalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4-5 jam post coital. Sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post-coital pada korban yang hidup. Perkiraan saat terjadinya
persetubuhan juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara yang robek, yang
pada umumnya penyembuhan akan dicapai dalam waktu 7-10 hari post-coital.9
Tabel 1. Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan seksual
Penyebab Hasil pemeriksaaan yang diharapkan
Penetrasi zakar 1. Robekan pada selaput dara
2. Luka-luka pada bibir kemaluan dan
dinding vagina
Pancaran air mani (ejakulasi) 1. Sperma di dalam vagina
2.Asam fostase, kholin dan sperma di
dalam vagina
3.Kehamilan
Penyakit kelamin 1.G.O. (kencing nanah)
2.Lues (sifilis)

Tabel 2. Tanda-tanda Persetubuhan.15


Selaput Dara Sperma Kesan
Utuh Dalam pintu liang vagina Tanda-tanda ejakulasi di
pintu, tapi tidak terdapat
Lubang sebesar ujung jari
masuknya alat kelamin
pria. Tidak dapat
dikatakan telah terjadi
persetubuhan
Utuh Tidak ada Tidak terdapat tanda-
tanda persetubuhan
Lubang sebesar ujung jari
Utuh Tidak ada Tidak terdapat tanda-
tanda persetubuhan yang
Lubang sebesar dua jari baru (3-6 hari terakhir)
Dalam liang vagina Terdapat tanda-tanda
persetubuhan yang baru
Robekan segar /baru Dalam liang sanggama Terdapat tanda-tanda
persetubuhan yang baru
Tidak ada Robekan disebabkan oleh
masuknya kelamin pria
dalam ereksi atau benda
tumpul yang menyerupai.
Tidak ada sperma belum
menyingkirkan telah
terjadi persetubuhan
Dengan satu atau Tidak ada Persetubuhan pernah
beberapa robekan lama terjadi pada waktu yang
dan dapat dilalui dengan lampau
dua jari Dalam liang vagina Terdapat tanda-tanda
persetubuhan baru

2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan


Pembuktian adanya kekerasan pada tubuh wanita korban tidaklah sulit. Dalam hal ini
perlu diketahui lokasi luka-luka yang sering ditemukan yaitu pada daerah mulut dan
bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan, pangkal paha serta di sekitar dan pada alat
genital. Luka-luka akibat kekerasan pada kejahatan seksual biasanya berbentuk luka-luka
lecet bekas kuku, gigitan serta luka memar.9
Dalam hal pembuktian adanya kekerasan bahwa tidak selamanya kekerasan itu
menimbulkan bekas yang berbentuk luka. Dengan demikian tidak ditemukannya luka
tidak berarti bahwa pada korban tidak terjadi kekerasan. Tindakan pembiusan
dikategorikan sebagai kekerasan maka dengan sendirinya diperlukan pemeriksaan untuk
menentukan ada tidaknya obat-obat atau racun yang kiranya membuat korban pingsan.
Sehingga dalam setiap tindakan kejahatan seksual pemeriksaan toksikologi menjadi
prosedur rutin dikerjakan.4
3. Memperkirakan umur
Tujuan pemeriksaan untuk memperkirakan umur korban salah satunya mengacu pada
pasal 287 KUHP bahwa” barang siapa yang bersetubuh dengan seorang wanita diluar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya
belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk
dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Tindak pidana ini
merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang belum cukup
umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan
baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan (delik aduan).5,9
Selain itu, pentingnya memperkirakan umur korban juga didasarkan pada pasal 81
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bahwa:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian pemeriksaan yang
meliputi perkembangan fisik, ciri-ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi atau
penyatuan dari tulang-tulang khususnya tengkorak serta pemeriksaan radiologik lainnya.9
Salah satu cara memperkirakan umur pada korban kejahatan seksual adalah dengan
memperhatika ciri-ciri seks sekunder. Dalam hal ini termasuk perubahan pada genitalia,
payudara dan tumbuhnya rambut-rambut seksual yang pertama tumbuh hampir selalu di
daerah pubis10.
Sexual Maturation Rate (SMR) atau dikenal juga dengan Tanner Staging merupakan
penilaian ciri seks sekunder. SMR didasarkan pada penampakan rambut pubis,
perkembangan payudara dan terjadinya menarke pada perempuan. SMR stadium 1
menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan prapubertal, sedangkan stadium 2-4
menunjukkan pubertas progress. SMR stadium 5 pematangan seksual sudah sempurna.
Pematangan seksual berhubungan dengan pertumbuhan liniar, perubahan berat badan dan
komposisi tubuh, dan perubahan hormonal11.
Sexual Maturating Rate (SMR) pada Perempuan berdasarkan Tanner Stage

Gambar 1. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perkembangan payudara pada perempuan12
Gamba 2. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perubahan rambut pubis pada
perempuan12.

Tabel 2. Sexual Maturating Rate (SMR) pada perempuan12


Tahap SMR Rambut Pubis Payudara
1 Preremaja Preremaja
(<10 tahun)
2 Jarang, kurang berpigmen, lurus, Payudara dan papilla menonjol
(10-11 tepi medial labia seperti bukit kecil, diameter areola
tahun) bertambah
3 Lebih gelap, mulai keriting, makin Payudara dan areola membesar,
(12-14 lebat tidak ada pemisahan kontur
tahun)
4 Kasar, keriting, lebat, tetapi kurang Areola dan papilla membentuk
(13-15 lebat dibandingkan dengan orang bukit kecil sekunder
tahun) dewasa
Segitiga peminim dewasa, Matur, putting menonjol, areola
5
menyebar ke permukaan medial merupakan bagian dari kontur
(>16 tahun)
paha payudara keseluruhan
Kejahatan seksual menurut kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) adalah:
1. Pasal 285 KUHP tentang perkosaan
2. Pasal 286 KUHP tentang senggama dengan wanita tidak berdaya
3. Pasal 287 KUHP tentang bersenggama dengan wanita dibawah umur
Pasal 287 KUHP tentang bersenggama dengan wanita dibawah umur, terdapat 2 ayat yaitu:
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya
tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua
belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mira, Doni. 2010. Kekerasan Seksual Pada Anak. Newsletter PULIH – Volume 15 p1-8.
2. Kar, Hakan et al. 2010. Sexual Assault in Childhood and Adolescence; a Survey Study.
European Journal of Social Sciences – Volume 13, No. 4 pg549-55.
3. London et al. 2005. Disclosure of Child Sexual Abuse. Psychology, Public Policy, and Law
2005, Vol. 11, No. 1, 194–226
4. Kusuma, S.E dan Yudianto, A. 2007.Kejahatan Seksual. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Universitas
Airlangga Surabaya
5. Budiyanto, A,dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik.. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p1-5
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
7. Syaulia, et al. 2008. Kejahatan Seksual, Roman’s Forensic Ed 20. Available from
http://www.scribd.com/doc/54671022/48 (Accessed: March, 3 2012).
8. Saanin, S. Aspek-Aspek Fisik/ Medis Serta Peran Pusat Krisis dan Trauma dalam
Penanganan Korban Tindak Kekerasan. Available from: www. angelfire.com (Accessed:
March, 3 2012. Last update: January, 2007)
9. Idries, AM. 1997. Kejahatan Seksual. Dalam: Idries, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara. p 216-27
10. Narendra et al, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
11. Stang, J., Story, M., 2005. Pubertal Growth and Development. Available from: http://
www.epi.umn.edu/let/pubs/img/adol_ch1.pdf. (Accesed: 2012, March 3).
12. Behrman, RE., Kliegman, RM., Arvin AM., 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15.
Jakarta: EGC.
13. Wells, David et al. 2006. Paediatric Forensic Medicine, Centre for learning and Teaching
Support Monash University Churcill-Australia.p 188-203
14. Jean Edwards. 2007. Medical Examinations of Sexual Assault Victims: Forensic use and
Relevance. Available from: http://www.judcom.nsw.gov.au/ publications/
benchbks/sexual_assault(Accesed: 2012, March 13).
15. Syaiful Saanin. 2008. Aspek-Aspek Fisik / Medis Serta Peran Pusat Krisis Dan Trauma
Dalam Penanganan Korban Tindak Kekerasan. Available from:
www.angelfire.com/nc/neurosurgery/kekerasan.html(Accesed: 2012, March 13).

Anda mungkin juga menyukai