Pendamping
dr. M.Pratiknyo
Disusun Oleh :
dr. Syifa Dian Firmanita
Selama beberapa tahun terakhir kecenderungan terjadinya kekerasan seksual padaanak semakin
meningkat jumlahnya. Peningkatan jumlah kasus yang terlaporkan dandilaporkan meningkat
secara akumulatif hingga 100 kasus setiap tahunnya antara tahun 2010 ke tahun 2016. Secara
umum yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada
anak adalah keterlibatan seorang anakdalam segala bentuk aktivitas seksual yang
terjadisebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara
yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang
yangdianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk
kesenanganseksual atau aktivitas seksual.
Di Indonesia UU Perlindungan Anak memberi
batasan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas tahun) termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kejahatan seksual didefinisikan sebagai
perilaku motivasi seksual dengan paksaan
yang melanggar privasi walaupun terdapat perlawanan. Selanjutnya, segala motI
vasi perilaku seksual yang dilakukan pada anak di bawah
umur atau pada seseorang denganretardasi mental termasuk dalam lingkup terminologi kejahatan seksual.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RYF
Usia : 9 tahun
Alamat : Tingkir Lor RT 01/06 Salatiga
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Menikah
Tempat, tanggal pemeriksaan: IGD RSUD Ambarawa, 18 Juni 2017
II. ANAMNESIS
i. Keluhan Utama
Nyeri di kemaluan
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 18 Juni 2017 sekitar pukul 09.00 pasien datang dengan diantar kedua
orang tua pasien. Pasien mengeluh daerah kemaluannya nyeri sejak 3 hari yang lalu.
Nyeri di kemaluannya dirasakan terus menerus, kadang – kadang membaik bila
digunakan untuk istirahat. Ketika BAK juga dirasakan nyeri di kemaluan dan BAK
terasa agak panas sehingga kadang – kadang pasien menangis dan takut untuk BAK.
Luka dan terdapat darah ketika BAK tidak diketahui oleh pasien , riwayat BAK
berpasir, demam dan riwayat trauma / terjatuh disangkal oleh pasien.
Menurut keterangan orang tua pasien, anaknya telah mengalami pelecehan seksual
yang dilakukan oleh tetangganya yang dilakukan sebanyak tiga kali. Kejadian tersebut
terjadi ketika kedua orang tua sedang tidak ada dirumah. Setelah pulang sekolah korban
sering diminta untuk main kerumah tetangganya yang merupakan seorang kakek berusia
60 tahun dengan alas an untuk menemani kakek tersebut dirumah. Awal ketika korban
main, kakek tersebut tidak melakukan apa – apa, namun keika korban diminta untuk
datang kedua kali, kakek tersebut melakukan pelecehan seksual tersebut hingga 3 kali
berturut – tururt pada hari senin, selasa dan rabu dalam minggu yang sama.
Menurut korban An.RYF , ketika berada dirumah kakek tersebut, dirinya dipaksa
untuk melakukan hubungan seksual denga iming –iming uang 10 ribu rupiah. Apabila
dirinya menolak maka dia diancam akan disekap dan tidak diijinkan pulang. Korban
juga diacam agar tidak melaporkan perbuatan kakek tersebut ke orang lain termasuk
kedua orang tua pasien. Korban mengaku bahwa kakek tersebut memegangi kedua kaki
pasien, membuka baju dan celana dalamnya dengan paksa, lalu menggesek – gesekan
hingga measukkan kemaluannya kedalam vaginanya. Hal teesebut dilakukan sekali
sehari selama tiga hari.
Pada hari kedua dan ketiga , pasien seenarnya tidak mau lagi main kerumah, tapi
dihadang oleh kakaek di perjalanan pulang sekolah ke rumah dan dipaksa kerumah
kakek tersebut. Pasien selalu pulang sekolah sendirian karena rumahnya yang paling
jauh disbanding teman – temannya dan melewati ladang yang lumayan luas.
k. Genitalia :
Pada pemeriksaan genitalia didapatkan luka lecet pada fourchette posterior.
Didapatkan robekan pada hymen lama pada arah jam 8 yang tampak kemerahan.
Terdapat diskrit berwarna putih susu , Tidak terdapat perdarahan aktif/darah
kering/granulasi. Pada pemeriksaan bimanual tidak didapatkan kelainan, tinggi
fundus uteri tak teraba. Pada pemeriksaan rektal tidak ditemukan adanya luka
garukan, robekan otot, bengkak, maupun noda feses pada bokong. Sfingter ani
dalam kondisi intak dan tonus otot normal
Pada korban dilakukan pemeriksaan swab vagina dengan hasil spermatozoa
negatif. Selain itu dilakukan pula tes kehamilan dengan alat uji cepat dengan
bahan air kencing dan didapatkan hasil negatif.
V. DIAGNOSIS
Multiple VE
Mendukung adanya tanda- tanda pelecehan seksual
VI. TATALAKSANA
Amoksisilin 3 x 250 mg
Paracetamol 3x 250 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Klasifikasi
Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan:7
pelecehan seksual
gurauan porno,
siulan, ejekan dan julukan
tulisan/gambar
ekspresi wajah,
gerakan tubuh
perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
Macam-macam kekerasan seksual berat :7
Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul,
perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina
Pemaksaan hubungan seksual
Hubungan seksual dgn cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu.
Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya korban.
Tindakan seksual + kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan
sakit, luka, atau cedera.
2.4 Pemeriksaan Aspek Medikolegal pada Korban Kejahatan Seksual
Seyogyanya sebelum melakukan pemeriksaan terhadap korban perkosaan, dokter
perlu memperhatikan ada tidaknya permintaan Surat Permintaan Visum (SPV) dari polisi dan
keterangan mengenai kejadiannya, adanya persetujuan secara tertulis dari korban atau orang
tua/wali korban yang menyatakan tidak keberatan untuk diperiksa seorang dokter, adanya
perawat wanita atau polisi wanita yang mendampingi dokter selama melakukan pemeriksaan.4
Pemeriksaan secara medis pada korban kejahatan seksual, baik pada anak-anak
maupun dewasa pada dasarnya sama dengan pada pasien lain, yaitu anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang :
1. Anamnesis :
Umur
Status perkawinan
Haid : siklus dan hari pertama haid terakhir
Penyakit kelamin dan kandungan
Penyakit lain seperti ayan dan lain-lain
Riwayat persetubuhan sebelumnya, waktu persetubuhan terakhir dan penggunaan
kondom
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Ada tidaknya perlawanan korban
Apakah korban pingsan
Ada tidaknya penetrasi
Ada tidaknya ejakulasi
2. Periksa pakaian :
Robekan lama / baru / memanjang / melintang
Kancing putus
Bercak darah, sperma, lumpur dll.
Pakaian dalam rapih atau tidak
Benda-benda yang menempel sebagai trace evidence
3. Pemeriksaan badan :
Umum :
Rambut atau wajah rapi atau kusut.
Emosi tenang atau gelisah
Tanda bekas pingsan, alkohol, narkotik. Ambil contoh darah
Tanda kekerasan : Mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha
Trace evidence yang menempel pada tubuh
Perkembangan seks sekunder
Tinggi dan berat badan
Pemeriksaan rutin lainnya
Genitalia :
Pada pemeriksaan fisik anak, temuan tidak spesifik yaitu temuan yang mungkin
sebagai akibat dari seksual abuse, tergantung pada jarak saat pemeriksaan dan saat abuse,
tetapi mungkin juga akibat sebab lain atau merupakan varian yang normal.
Eritema (kemerahan) vestibulum atau jaringan sekitar anus(dapat akibat zat iritan, infeksi
atau iritan)
Adesi labia ( mungkin akibat iritasi atau rabaan)
Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau karena traksi
labia mayor pada pemeriksaan)
Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak karena
infeksi ataun trauma)
Kulit genital semu (mungkin jumbai kulit atau kulit bukan genital mungkin condyloma
acuminata yang didapat bukan dari seksual)
Fisura ani (biasanya akibat konstipasi atau iritasi perianal)
Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter eksterna)
Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
Kongesti vena atau pooling vena (biasanya akibat posisi anak, juga ditemuka pada
konstipasi)
Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau mungkin
akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental). Temuan pada anak yang
telah memiliki riwayat abuse, mungkin ada abuse, tetapi tidak cukup data yang
menunujukkan bahwa abuse adalah satu-satunya penyebab.
Terdapat beberapa hal penting yang harus ditentukan dan dievaluasi pada korban kejahatan
seksual, yaitu5:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat
kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air
mani, sehingga besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai seberapa jauh zakar masuk,
keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Derajat
penetrasi dapat dibagi dua, yaitu penetrasi minimal atau sebagian dan penetrasi seluruhnya
atau total. Penetrasi minimal adalah menggesekkan penis di antara labia pada vulva tanpa
memasukkan penis ke dalam vagina, adanya luka lecet, hiperemi, atau memar pada vulva
dapat ditemukan pada penetrasi yang minimal. Sedangkan penetrasi total adalah
menggesekkan penis dengan memasukkan penis ke dalam vagina. Hal yang dapat ditemukan
pada penetrasi total antara lain robekan pada selaput dara, tanda penyembuhan luka berupa
jaringan parut yang halus di sepanjang dinding vagina, pada anak yang prepubertas dapat
mengalami trauma genital yang berat yang memerlukan tindakan surgical repair, serta
ditemukannya ejakulat yang mengandung spermatzoa bila disertai dengan ejakulasi.13,14
Tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa pada wanita
tidak terjadi penetrasi, sebaliknya adanya robekan pada hymen hanya merupakan pertanda
adanya sesuatu benda (penis atau benda lain), yang masuk ke dalam vagina.
Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut
mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan. Apabila ejakulat tidak mengandung sperma maka pembuktian adanya
persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut.
Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah enzym asam
fosfatase, kholin dan spermin. Ketiganya bila dibandingkan dengan sperma, nilai untuk
pembuktian lebih rendah oleh karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik. Walaupun
demikian enzym fosfatase masih dapat diandalkan, oleh karena kadar asam fosfatase yang
normalnya juga terdapat dalam vagina, kadarnya jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan asam fosfatase yang berasal dari kelenjar prostat.
Tanda tidak langsung adanya persetubuhan yaitu terjadinya kehamilan dan penyakit
menular seksual. Namun apabila kedua tanda tersebut tidak ada, kemungkinan bahwa telah
terjadi persetubuhan juga tidak dapat disingkirkan.
Dengan demikian, apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan persetubuhan itu
tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian adanya persetubuhan
secara kedokteran forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Sebagai
konsekuensinya dokter tidak dapat secara pasti pula menentukan bahwa pada wanita tidak
terjadi persetubuhan. Maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang
diperiksa itu tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan:
pertama, memang tidak ada persetubuhan, dan kedua, persetubuhan ada tetapi tanda-
tandanya tidak dapat ditemukan.
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka perkiraan saat
terjadinya persetubuhan harus pula ditentukan. Hal ini menyangkut masalah alibi yang
sangat penting di dalam proses penyidikan. Sperma di dalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4-5 jam post coital. Sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post-coital pada korban yang hidup. Perkiraan saat terjadinya
persetubuhan juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara yang robek, yang
pada umumnya penyembuhan akan dicapai dalam waktu 7-10 hari post-coital.9
Tabel 1. Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan seksual
Penyebab Hasil pemeriksaaan yang diharapkan
Penetrasi zakar 1. Robekan pada selaput dara
2. Luka-luka pada bibir kemaluan dan
dinding vagina
Pancaran air mani (ejakulasi) 1. Sperma di dalam vagina
2.Asam fostase, kholin dan sperma di
dalam vagina
3.Kehamilan
Penyakit kelamin 1.G.O. (kencing nanah)
2.Lues (sifilis)
Gambar 1. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perkembangan payudara pada perempuan12
Gamba 2. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perubahan rambut pubis pada
perempuan12.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua
belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mira, Doni. 2010. Kekerasan Seksual Pada Anak. Newsletter PULIH – Volume 15 p1-8.
2. Kar, Hakan et al. 2010. Sexual Assault in Childhood and Adolescence; a Survey Study.
European Journal of Social Sciences – Volume 13, No. 4 pg549-55.
3. London et al. 2005. Disclosure of Child Sexual Abuse. Psychology, Public Policy, and Law
2005, Vol. 11, No. 1, 194–226
4. Kusuma, S.E dan Yudianto, A. 2007.Kejahatan Seksual. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Universitas
Airlangga Surabaya
5. Budiyanto, A,dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik.. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p1-5
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
7. Syaulia, et al. 2008. Kejahatan Seksual, Roman’s Forensic Ed 20. Available from
http://www.scribd.com/doc/54671022/48 (Accessed: March, 3 2012).
8. Saanin, S. Aspek-Aspek Fisik/ Medis Serta Peran Pusat Krisis dan Trauma dalam
Penanganan Korban Tindak Kekerasan. Available from: www. angelfire.com (Accessed:
March, 3 2012. Last update: January, 2007)
9. Idries, AM. 1997. Kejahatan Seksual. Dalam: Idries, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara. p 216-27
10. Narendra et al, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
11. Stang, J., Story, M., 2005. Pubertal Growth and Development. Available from: http://
www.epi.umn.edu/let/pubs/img/adol_ch1.pdf. (Accesed: 2012, March 3).
12. Behrman, RE., Kliegman, RM., Arvin AM., 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15.
Jakarta: EGC.
13. Wells, David et al. 2006. Paediatric Forensic Medicine, Centre for learning and Teaching
Support Monash University Churcill-Australia.p 188-203
14. Jean Edwards. 2007. Medical Examinations of Sexual Assault Victims: Forensic use and
Relevance. Available from: http://www.judcom.nsw.gov.au/ publications/
benchbks/sexual_assault(Accesed: 2012, March 13).
15. Syaiful Saanin. 2008. Aspek-Aspek Fisik / Medis Serta Peran Pusat Krisis Dan Trauma
Dalam Penanganan Korban Tindak Kekerasan. Available from:
www.angelfire.com/nc/neurosurgery/kekerasan.html(Accesed: 2012, March 13).