Anda di halaman 1dari 27

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan, yang dapat terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan atau kurang bulan. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30-40%
kelahiran preterm yang merupakan penyebab kematian serta kesakitan yang penting baik bagi
maternal maupun perinatal. 1,2, 3

Selaput ketuban normalnya pecah secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu
pada akhir kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang.
Ketuban yang pecah sebelum mulainya persalinan dengan usia kehamilan sebelum 37 minggu
disebut ketuban pecah dini preterm.4

Insidens KPD ini didapatkan sebanyak 10% dari semua kehamilan, dimana sebagian
besar kasus terjadi pada umur kehamilan lebih dari 37 minggu.1,6

Sampai saat ini masih banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan ketuban pecah
dini yang bervariasi dari tidak melakukan apapun sampai pada tindakan yang berlebihan.5

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

PASIEN

Nama : Ny. A

Umur : 25 tahun

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Dusun Krajan IV

Masuk RS : 25 Desember 2016

SUAMI PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 27 tahun

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun Krajan IV

2
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal 25 Oktober 2016 pukul 11.30 WIB
A. Keluhan Utama

Keluar cairan dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir sejak Senin, 24 Oktober
2016 pukul 14.00 WIB sehabis BAK. Cairan berwarna jernih, tidak berbau, tidak
berdarah, menurut pasien pada awalnya air yang keluar sedikit, tetapi hingga
malam hari air yang keluar semakin banyak kira-kira sebanyak 1 gelas belimbing,
mengalir seperti kencing yang merembes tidak dapat ditahan. Pada hari itu juga
pasien langsung datang ke bidan Sri Jaetin dimana pasien rutin mengontrol
kehamilannya. Dari hasil pemeriksaan dikatakan pasien belum ada pembukaan
dan ditunggu sampai 24 jam.

Selasa, 06 Desember 2011 pasien mengeluh air ketuban terus keluar, tidak
disertai rasa mules, kencang-kencang ataupun lendir darah. Pasien kembali datang
ke bidan Sri Jaetin, dan pada pukul 15.00 WIB, pasien bersama dengan bidan
datang ke klinik bersalin dan dilakukan pemeriksaan USG. Dari hasil
pemeriksaan, menurut pasien dokter mengatakan air ketuban masih ada dan
pasien dibawa ke RS Soeselo Slawi. Pukul 18.00 WIB pasien masuk ponek
RSUD Karawang, dilakukan pemeriksaan dalam dan dikatakan belum telah ada
pembukaan 1 cm.

Pasien mengaku merasakan gerakan janin. Tidak ada nyeri saat janin
bergerak. Tidak ada demam, tidak ada keputihan, tidak ada rasa sakit di daerah
kemaluan, tidak ada mual ataupun muntah, tidak ada sakit kepala. BAK dan BAB
tidak ada keluhan. Pasien tidak berhubungan intim dalam beberapa hari sebelum
keluhan muncul. Trauma disangkal. ANC di bidan teratur dan dikatakan normal
selama kehamilan.

C. Riwayat Menstruasi

3
Menarche pada usia 12 tahun, siklus 31hari, teratur, lamanya 7 hari,

banyaknya 2-3 pembalut/hari, tidak ada nyeri haid.


HPHT : 29 02 2016
TP : 08 12 2016

D. Status Pernikahan
Status menikah, perkawinan 1x, menikah tahun 2008, pada umur 17 tahun,

suami umur 19 tahun

E. Riwayat Kehamilan yang lalu


I. , 7 tahun, normal, 3500 gram
II. Hamil ini

F. Riwayat Kehamilan Sekarang


Hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-), hipertensi (-)
Hamil tua : mual (-), muntah (-), perdarahan (-), hipertensi (-)
ANC di bidan teratur tiap bulan.

G. Riwayat KB
KB suntik selama

H. Riwayat Penyakit Sistemik


Penyakit kencing manis, penyakit ginjal, penyakit jantung, hipertensi, dan asma

disangkal pasien.

I. Riwayat Operasi
-

J. RIwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat hipertensi, kencing manis, penyakit ginjal, jantung, asma.

K. Riwayat Kebiasaan dan Psikososial


Tidak merokok, minum alkohol, narkotika dan minum jamu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :

4
Tensi 120/80 mmHg
Nadi 80 x/m
RR 20x/m
S 36,4 0C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, lurus, distribusi merata
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik.
Mulut : Tidak kering, tidak cyanosis.
Leher : Pembesaran kelenjar (-).
Thoraks
Cor : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo : Sn Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-).
Ekstremitas : akral hangat, oedem -/-

Status Obstetrik

Abdomen

Inspeksi : membuncit, membesar arah memanjang, striae gravidarum (+).

Palpasi :

Leopold I : TFU 23 cm, teraba bagian bulat, lunak, tidak


melenting.
Leopold II : Kiri : Teraba 1 bagian besar, keras seperti papan

Kanan: teraba bagian bagian kecil janin

Leopold III : Teraba 1 bagian besar, bulat, keras, dan melenting.


Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP
His : (-)

Kesan : Janin I, Hidup Intrauterin, Presentasi kepala, Punggung kiri, bagian terbawah
janin belum masuk PAP

Auskultasi : DJJ 142 dpm, teratur.

Anogenital

- Inspeksi : Vulva/ uretra tenang, perdarahan (-), edema (-), varises (-).

5
- Inspekulo : tidak dilakukan

- VT : portio tebal lunak, posterior, pembukaan 1 cm, lendir darah pada


handscoon (-), AM (-), kepala di atas PAP

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium (25 Oktober 2016)
Hematologi

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hemoglobin 9,9 g/dl 12-16
Hematokrit 31,1 % 35-47
Leukosit 10,31 10^3 / ul 3,8-10,6
Trombosit 353 10^3 / ul 150-440
Eritrosit 3,69 10^6 / ul 3,6-5,8
MCV 84 fL 80-100
MCH 27 Pg 26-34
MCHC 32 g/dl 32-36
BT 2 menit 1-3
CT 10 menit 5-11
Golongan darah O
Rhesus faktor Positif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

B. USG
Dilakukan di RSUD Karawang

6
Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup, plasenta di fundus
BPD 8,25 / HC 29,6 / AC 29 / FL 6,4 / ICA 7,7 / EFW 2134 g

V. RESUME

Pasien Ny. A, 25 tahun, G2P1A0 datang dengan keluhan keluar cairan dari jalan
lahir sejak 1 hari SMRS. Air berwarna jernih,tidak berbau, jumlahnya sebanyak satu
gelas belimbing dan mengalir tidak dapat ditahan. Gerak janin (+), nyeri saat janin
bergerak (-), mulas-mulas (-), lendir darah (-), demam (-). ANC di bidan teratur. Di
USG 1x dan dikatakan air ketubannya masih ada. HPHT : 29/02/2016, TP :
08/12/2016.

Pemeriksaan fisik, KU/kes sakit sedang/ compos mentis, TD : 120/80 mmHg, N:


80x/m, RR : 20x/m, S : 36,4C, status generalis dalam batas normal.

7
Status Obstetrik :

Abdomen

Inspeksi : membuncit, membesar arah memanjang, striae


gravidarum (+)
Palpasi : TFU 23 cm, punggung kiri, presentasi kepala, belum
masuk PAP, his (-)
Auskultasi : DJJ 142 dpm, teratur.

Anogenital

Inspeksi : vulva, uretra tenang, edema (-), varises (-)


Inspekulo : tidak dilakukan
VT : portio tebal lunak, posterior, pembukaan 1 cm, lendir
darah pada handscoon (-), AM (-), kepala di atas PAP

Laboratorium

Hb : 9,9 g/dl

Ht : 31,1 %

VI. DIAGNOSIS
G2P1A0, 25 tahun, hamil preterm
Janin tunggal HIU, presentasi kepala, bagian terbawah janin belum masuk PAP
Ketuban Pecah Dini 1 hari SMRS

VII. TATA LAKSANA


Observasi TTV, kontraksi
Konservatif:
- Pematangan paru Dexamethasone 2 x 6 mg IV (2 hari)
- Tokolitik Nifedipin 4 x 10 mg, Profenid 3 x 100 mg
Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Awasi tanda-tanda IIU: cek DPL/hari

VIII. PROGNOSIS
Ibu
Ad Vitam : Dubia ad bonam

8
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Janin
Ad Vitam : Dubia ad bonam

27/10/2016 pukul 15.50 WIB


Dilakukan tindakan pembedahan SC, lahir bayi perempuan, presentasi kepala,
berat lahir 1770 gram, panjang badan 42 cm.
TD post SC 120/80 mmHg.

IX. FOLLOW UP

S O A P
06/12/11
18.30 WIB Drip Oksitosin
5ui/8 tpm

Kencang TSS/CM
22.30 WIB Pimpin meneran
G1P0A0
kencang (+), TD = 120 / 70 RR = 20
H.aterm,pres
rasa ingin x /m
N = 80 x /m S= entasi kepala
mengedan (+),
36,3 C KPD
rembesan ak
(+), lendir Obs & Gyn :
His 5x 10 - 30
darah (+)
DJJ : 150x/menit
07/12/11 - USG
Flatus (+) VT : pembukaan lengkap,
- infus RL 12 tpm
BAK (+) kepala H.III P1A0 PP

BAB(-) Spontan
KU/Kes:Baik/CM H+1 dengan
Perdarahan
TD:110/80mmHg KPD
dbn
N: 84X/mnt
ASI (-)
RR:20X/mnt
Mobilisasi (+)
Suhu : 36,5 CSt.Generalis :
Nyeri bekas
dbN
jahitan pada
St. Obs : TFU sepusat,

9
perineum kontraksi baik
Darah 1 kolf I : v/u tenang,perdarahan
masuk (-)
Hb post transfusi : 8,7 g/dl

08/09/11 Flatus (+) KU/Kes : Baik/CM P1A0PP Curretase


BAK (+) TD:110/60mmHg Spontan puasakan pasien
BAB(-) FN:80X/mnt H+2 dengan
Perdarahan FP:20X/mnt Retensi Sisa
dbn Suhu : 36,7 CSt.Generalis : Plasenta
ASI (+) dbN KPD
Mobilisasi (+) St. Obs : TFU sepusat,
Nyeri bekas kontraksi baik
jahitan pada I : v/u tenang,perdarahan
perineum (-).

09/12/11 Flatus (+) KU/Kes : Baik/CM P1A0PP Aff infus


BAK (+) TD:100/70mmHg Spontan Th/ oral
BAB(-) N:80X/mnt H+3post Amoxicillin 3x500
Perdarahan RR:20X/mnt curretase a/I Asam Mefenamat
dbn Suhu : 36,4 C Retensi Sisa 3x500
ASI (+) St.Generalis : dbN Plasenta SF 2x1
Mobilisasi (+) St. Obs : KPD Metilet 2x1
Nyeri bekas TFU2jbpst,kontraksibaik,p Pasien pulang
jahitan pada erdarahan(-)
perineum I : v/u tenang,perdarahan
(-).

10
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus didapati Ny. A usia 25 tahun dengan diagnosis G2P1A0, hamil preterm, janin
tunggal hidup, presentasi kepala, dengan KPD.

Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik, dan pemeriksaan


penunjang.

Anamnesis

Keluar cairan dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS, cairan jernih, tidak berbau, tidak disertai
darah, mengalir seperti air kencing yang tidak dapat ditahan.
Tidak keluar lendir dan darah
Tidak merasa kencang kencang

Berdasarkan teori KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
pada primipara kurang dari 2 cm dan multipara kurang dari 5 cm. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
Pada pasien ini ada keluhan keluar cairan dari jalan lahir yang tidak bisa ditahan. Belum ada
kencang kencang dan tidak keluar lendir darah pada pasien ini berarti pasien belum in partu.
Dikatakan in partu bila terdapat his yang adekuat, keluar lendir darah dan adanya pembukaan 2
cm/ penipisan dari serviks.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan KPD, di antaranya :


Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
Serviks yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati
sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya KPD.

11
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
Selaput ketuban terlalu tipis
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, seperti demam atau jumlah leukosit
meninggi. Selama hamil, pasien menyatakan tidak ada keluhan.

Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan obstetrik didapatkan TFU 23 cm, DJJ 142 dpm dan teratur, his (-).
Pemeriksaan Leopold didapatkan kesan Janin I, hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung
kiri, bagian terbawah janin sudah masuk PAP. Pada pemeriksaan anogenital didapatkan VT 1
cm, lendir darah (-), portio tebal dan lunak.

Pemeriksaan Penunjang

Dari hasil laboratorium didapatkan leukosit 10.310 / ul menandakan tidak terdapat infeksi
Hb 9,9 g/dl Anemia
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi
eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan eritrosit meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat
hemodilusi.
Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan.
Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi Hb dan hitung eritrosit
tetapi tidak menurunkan jumlah absolute Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Mekanisme yang
mendasari perubahan ini belum jelas. Ada teori yang mengatakan bahwa anemia fisiologik
dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositas darah maternal sehingga meningkatkan
perfusi plasental dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin.

12
Tabel 1.1
Nilai batas untuk anemia pada perempuan

Status Kehamilan Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%)


Tidak hamil 12,0 36
Hamil trimester 1 11,0 33
Hamil trimester 2 10,5 32
Hamil trimester 3 11,0 33

Pada pasien ini tidak didapatkan adanya perdarahan yang dapat menjadi penyebab
penurunan kadar Hb yang mencapai 9,9 g/dl. Untuk mengetahui penyebab anemia
diperlukan pemeriksan lebih lanjut seperti kadar Ferritin, serum iron dan TIBC.
Kemungkinan penyebab lainnya adalah defisiensi zat-zat nutrisi, meliputi asupan yang
tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, kebutuhan yang berlebihan dan kurangnya
utilisasi nutrisi hemopoietik.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien ini, karena umur kehamilan 38 minggu yaitu sudah aterm dan
datang belum dengan tanda-tanda inpartu maka penilaian bishop skor dilakukan untuk
perencanaan penatalaksanaan selanjutnya. Pada pasien ini didapat Pelvic Skor <5
(pendataran servik 30%, konsistensi mulai lunak, pembukaan belum ada, posisi anterior
dan HII) maka diputuskan untuk dilakukan induksi dan mengakhiri persalinan. Karena
pada pasien ini KPD sudah >24 jam, diberikan antibiotik profilaksis, berupa Injeksi
Amoxicilin
1 g untuk mengurangi resiko infeksi, dilakukan skin tes terlebih dahulu. Induksi dengan
oksitosin berhasil maka direncanakan partus pervaginam.

Bishops Score
Cerviks 0 1 2 3

13
Position Posterior Midposition Anterior -
Consistency Firm Medium Soft -
Effacement 0-30% 40-50% 60-70% >80%
Dilation closed 1-2cm 3-4cm >5cm
Babys station -3 -2 -1 +1, +2

14
TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI

I. DEFINISI

Ketuban pecah dini ( KPD) atau spontaneus/ early/ premature rupture of the membrane
(PROM) mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum proses persalinan yang dapat terjadi pada kehamilan preterm dan
pada kehamilan aterm. Ketuban pecah dini preterm adalah ketuban yang pecah sebelum
kehamilan 37 minggu dan tidak sedang dalam masa persalinan. 1 Ada teori yang menghitung
berapa jam sebelum in partu, dan ada juga yang menyatakan dalam ukuran pecahnya ketuban
sebelum inpartu , yaitu bila pembukaan serviks pada kala I kurang dari 2 cm pada primipara dan
pada multipara kurang dari 5 cm. Namun pada prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum
waktunya.3

II. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian KPD di RSOB pada tahun 2006, seluruh partus spontan dengan
komplikasi 147 pasien, terdapat 31% (47 pasien) yang mempunyai riwayat KPD. Dan dari
seluruh partus secara Seksio sesarea sejumlah 386 pasien yang atas indikasi KPD sekitar 12%
(50 pasien).(2,3)
Sedangkan pada Januari Juni 2007 seluruh partus spontan dengan komplikasi 300
pasien, terdapat 39% (117 pasien) yang mempunyai riwayat KPD. Dan dari seluruh partus secara
Seksio sesarea sejumlah 552 pasien yang atas indikasi KPD sekitar 20% (111 pasien).

III. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak teori
mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, gemelli,
hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik serta perubahan pada selaput ketuban

15
baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan
infeksi (sampai 65 %). 3,5

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang terjadi
pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas
selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena
penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput ketuban terdapat
pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblast serta pada korion di daerah lapisan retikuler
dan trofoblas, dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari
epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator
inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/ amnion menyebabkan selaput
ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator tersebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.3,7

Taylor,dkk telah menyelidiki bahwa ketuban pecah dini ada hubungannya dengan hal-hal
sebagai berikut 6

Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-
penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama
dengan motilitas rahim.
Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi, disproporsi,
cervix incompten, dll.
Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

Amnion

16
Cairan amnion normalnya jernih dan menumpuk didalam rongga amnion akan meningkat
jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai aterm, saat terjadi penurunan
volume cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Pada kehamilan aterm rata-rata terdapat
1000ml cairan amnion, walaupun jumlah ini bervariasi dari beberapa mililiter sampai pada
beberapa liter pada keadaaan abormal (oligohidramnion, polihidramnion atau hidramnion)
Normalnya ketuban pecah secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu pada akhir
kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang. 1,4 Pada banyak
kasus obstetrik, pecahnya ketuban secara dini pada kehamilan dini merupakan penyebab
tersering pelahiran preterm. Secara umum air ketuban mempunyai fungsi 1) melindungi janin
terhadap trauma dari luar, 2 )memungkinkan janin bergerak dengan bebas, 3) melindungi suhu
tubuh janin, 4) meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan
5)membersihkan jalan lahir- jika ketuban pecah dengan cairan yang steril, dan mempengaruhi
keadaan dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi. Volume air ketuban pada hamil
cukup bulan 1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas agak amis
dan manis. Mempunyai berat jenis 1.008, terdiri dari 80% air, dan sisanya terdiri dari garam
anorganik serta bahan organic, protein 2,6% sebagian besar albumin.3

Patofisiologi

1. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara


ruang intraamnion dengan dunia luar

2. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran
infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion

3. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui
plasenta (sirkulasi fetomaternal)

4. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang
terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

17
Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli
(gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

III. FAKTOR PREDISPOSISI

Kehamilan multiple : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)


Riwayat persalinan preterm sebelumnya : resiko 2-4x
Terdapat riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
Tindakan senggama : tidak berpengaruh terhadap resiko, kecuali jika higiene buruk,
predisposisi terhadap infeksi.
Kekurangan vitamin dan mineral, merokok
Perdarahan pervaginam : trimester pertama (resiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
Bakteriuria : resiko 2x (prevalensi 7%)
pH vagina di atas 4.5 : resiko 32%
Serviks tipis/kurang dari 39 mm : resiko 25%
Flora vagina abnormal : resiko 2-3x
Fibronectin > 50 ng/ml : resiko 83%
Kadar CRH (corticotrophin releasing hormone) maternal tinggi, misalnya pada stress
psikolologis dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

IV. DIAGNOSIS

Diagnosis harus ditegakkan secara tepat dan efisien. Pemeriksaan yang berulang pada
vagina, baik itu pemeriksan dalam ataupun inspekulum tidak boleh terlalu sering dilakukan
untuk mengurangi terjadinya infeksi.

A. Gejala subjektif

Pasien dengan ketuban pecah dini mengeluh adanya keluar air ketuban warna putih
keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kebocoran

18
cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas. Dapat disertai demam jika sudah ada
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.

Riwayat haid pasien, umur kehamilan pasien diperkirakan dari hari haid terakhir dan
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.

B. Pemeriksaan Fisik

Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum,
terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.

Pemeriksaan umum
Suhu nomal kecuali bila disertai infeksi suhu ibu dapat mencapai >3 8 C, dan dapat juga
disertai takikardi.
Pemeriksaan abdomen :
Uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingakan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan
ukuran janin dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi.
Pemeriksaan pelvis
Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum. Verniks kaseosa, rambut, lanugo, atau
bila telah terinfeksi dan berbau.
Inspekulo: Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus: bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah
urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina, kertas nitrazin
dapat dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas nitrazin menjadi biru bila ada cairan
alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo, atau bentuk kristal daun pakis
cairan amnion kering (ferning) dapat membantu.Bila kehamilan belum cukup bulan,
penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila ada kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis
servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap streptokokus beta grup B, klamidia,
dan gonorea (pada populasi tertentu).

19
Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina
juga mengidentifikasi bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps
tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa
persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.
Pemeriksaan pH forniks posterior adalah basa.

Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten = LP = lag
period. Makin muda umur kehamilan, makin panjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan
lebih pendek, yaitu primi 10 jam dan multi 6 jam.5,8,9

Jika pasien mengalami infeksi intraamnion, dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu
maternal >38 0 C, takikardi fetal, nyeri pada fundus, discharge vagina yang purulen, takikardi
maternal.1

C. Pemeriksaan penunjang

1 Tes lakmus (tes nitrazine)


PH normal vagina 4,5-5,5, cairan amnion bersifat basa yaitu pH antara 7,0-7,5, maka
kertas lakmus merah berubah menjadi biru. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas
mendekati 90%. False dapat terjadi apabila ada : larutan antiseptic, darah, urine, atau
infeksi pada vagina.
2 2. Tes fern/Pakis
Kristalisasi dari cairan amnion yang sering membentuk gambaran daun pakis, terdapat
lanugo dan skuama anukleat. Perdarahan pervaginum dapat menyebabkan gambaran ini
sulit terlihat.

3 Tes evaporasi

20
Diambil sample dari endoserviks kemudian dipanaskan sampai menguap, bila cairan
putih yang tertinggal maka tes (+), bila warna cokelat maka membrane masih intak.
4 USG
Pemeriksaan ini sebenarnya tidak terlalu diperlukan, tetapi dapat digunakan untuk
mengukuran diameter biparietal, sirkumferensia tubuh janin, dan panjangnya femur
untuk memberikan perkiraan umur kehamilan, posisi janin, lokasi plasenta,
memperkirakan berat janin, menghitung indeks cairan amnion, gradasi plasenta serta
jumlah air ketuban.
Diameter biparitel lebih dari 9,2cm pada pasien nondiabetes atau plasenta tingkat III
biasanya berhubungan dengan maturitas paru janin. Sonografi dapat mengidentifikasi
kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi kantong cairan amniosentesis.
5 Amniosintesis
Digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan fosfotidigliserol yang
berguna untuk mengevaluasi kematangan janin.
6 Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan awal korioamnionitis.
7 Laboratorium
Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis >15000/mm3 dengan
peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterine.
8
Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Laenec atau dengan fetal phone atau CTG.
Bila ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan meningkat.

V. DIAGNOSIS BANDING

1. Fistula vesiko vaginal dengan kehamilan


2. Stress inkontinensia

VI. KOMPLIKASI

Komplikasi pada Preterm KPD :


Infeksi pada fetus dan neonatal

21
Infeksi maternal
Prolaps/kompressi tali pusat
Gagalnya induksi pada persalinan sehingga dilakukan Sectio Caesarae
Melahirkan dalam waktu 1 minggu
Respiratory Distress Syndrome
Chorioamnionitis
Abruptio Plasenta
Kematian fetus antepartum
Komplikasi pada Term KPD :
Persalinan preterm
Infeksi fetus dan neonatus
Infeksi maternal
Prolaps/kompressi tali pusat
Gagalnya induksi pada persalinan sehingga dilakukan Sectio Caesarae
Deformasi pada fetus
Hypoplasia pada pulmonary (dengan early, severe oligohydramnion)

Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.
Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin. Pada ketuban pecah 6
jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2
kali lipat. Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus sudah partus.
Ditandai seperti demam (37), maternal dan fetal takikardia, leukositosis, nyeri tekan pada uteri
dan bau yang tidak enak (foul odor) dari amnion dapat digunakkan untuk menegakkan diagnosa.
Bila terdapat setidaknya 2 dari gejala klinik tersebut maka dapat dikatakan menderita
korioamnionitis. Sekitar 20% dari pasien KPD kemungkinan terkena korioamnionitis dan hal ini
berbanding terbalik dengan umur gestasi (UCLA series), kemungkinan terkena korioamnionitis
semakin besar pada kehamilan kurang dari 28 minggu atau berat janin kurang dari 2000 gram.
Hal ini mungkin disebabkan karena imunitas yang berasal dari cairan amnion masih rendah,
begitu juga dengan fetusnya pada kehamilan muda. Insiden terjadinya infeksi korioamnionitis
pada pasien KPD berhubungan dengan lamanya waktu masa laten dari terjadinya KPD hingga

22
terjadinya persalinan. Bakteri penyebab terjadinya korioamnionitis biasanya streptococcus grup
B. Pasien dengan jumlah leukosit 18.500/mm 3 dan shift to the left dapat dicurigai adanya
korioamnionitis, ditambah dengan penilaian terhadap C-reaktive protein (CRP) darah yang
dinilai normalnya pada kehamilan adalah 0,7- 0,9 mg/dl dan terjadinya peningkatan ini terlihat 2
3 hari sebelum timbulnya gejala klinis.(6,7)

Pulmonary hypoplasia
Penyakit ini sering timbul bila KPD terjadi pada kehamilan kurang dari 26 minggu dan masa
laten diperpanjang hingga 5 minggu. Yang nantinya dapat berkembang menjadi multiple
pneumothoraks dan interstisial emphysema. Biasanya penyakit ini akan beakibat kematian,
namun bayi yang dapat bertahan akan menderita kronik bronkopneumothorak displasia.
Diagnosis perinatalnya dapat ditegakkan dengan mengukur rasio antar lingkar torak dengan
abdomen. Rasio ini akan tetap konstan selama masa kehamilan dan bila lebih dari 0,89 maka
prognosisnya baik.
Gawat Janin
Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus KPD. KPD preterm yang inpartu mempunyai
8,5% insiden gawat janin dibandingkan 1,5% pada persalinan pretarem tanpa KPD. Yang
biasanya terjadi adalah timbulnya variabel deselerasi akibat kompresi pada tali pusat yang
disebabkan oleh keadaan oligohidramion. Dan sebagai konsekuensinya adalah banyaknya pasien
dengan KPD yang harus dilakukan seksio cesaria.
Fetal Deformitas
Deformitas muka dan tulang mungkin terjadi karena lamanya KPD. Seperti pada pulmonary
hipoplasia, kebanyakan pada kasus ini muncul pada KPD sebelum 26 minggu dan setelah masa
laten 5 minggu atau lebih..

VII. PENATALAKSANAAN

23
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban
pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, dan populasi pasien.
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus
dirujuk ke rumah sakit.8 Penanganan ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan sering
ditujukan untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan janin. Terdapat dua jenis
penatalaksanaan, yaitu penangan aktif, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan dengan
konsekuensi meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif yaitu diterminasi
kehamilannya jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada
ibu dan janin. Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko infeksi dapat terjadi setiap saat setelah
ketuban pecah dan infeksi janin mungkin sudah terjadi walaupun belum ada tanda-tanda infeksi
pada ibu, sehingga atas dasar alasan tersebut mereka lebih memilih penanganan aktif, yaitu
melakukan induksi segera setelah diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang
berpendapat bahwa resiko infeksi baru meningkat secara bermakna setelah periode waktu
tertentu. Penanganan aktif akan meningkatkan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus
KPD akan terjadi persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan alasan tersebut
mereka lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila dalam waktu tertentu belum
ada tanda persalinan, dilakukan induksi persalinan. 5

Penanganan

o Rawat rumah sakit.


o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta.
o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik:
Ampisilin 2 gr I.V./6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB I.V./24 jam
Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pasca persalinan.
Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan berikan
metronidazol 500 mg I.V./8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:

24
Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, yaitu ampisilin
4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg/oral 3 kali per hari selama 7
hari.
Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin.
Berikan betametason 12 mg I.M. dalam 2 dosis/12 jam atau deksametason 6 mg
I.M. dalam 4 dosis/6 jam. (Jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi).
Lakukan persalinan pada kehamilan 37 mg.
Jika terdapat his dan darah lendir, kemungkinan terjadi persalinan preterm.
o Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan ampisilin 2 gr I.V./6 jam,
atau penisilin G 2 juta unit I.V./6 jam sampai persalinan, jika tidak ada infeksi
pasca persalinan hentikan antibiotika.
Nilai serviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin. Jika belum, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin atau
lahirkan dengan seksio sesarea.

o Jika terdapat infeksi dan umur kehamilan < 37 minggu :


Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah khorioamnionitis. Induksi
dengan oxitocyn harus dilakukan bila serviks telah matang. Namun biasanya serviks
belum matang dan induksi biasanya berakhir dengan seksio. Oleh karena itu lebih baik
dilakukan penatalaksanaan menunggu yang dikombinasikan dengan terapi antibiotika.
Hal tersebut dapat menurunkan angka mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal
dan insiden HMD (Hyalin Membran Disease). Antibiotika yang dipergunakan Ampicillin
sulbactam 2x1,5 gr i.v, per 6 jam.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Wilkes, P.T, Premature Ruptur of Membrane, 2004 available at www. emedicine.


com / med/med/topic.3246.htm
2. Antonius BM (ed), Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum, Kuliah
ObstetriGinekologi FKUI, www.geocities.com/yosemite/rapids
http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt11.html
3. Svigos, J.M, Robinson, J.S, Vigneswaran,R. Premature Rupture of the Membranes,
High Risk Pregnancy Management Options, W.B Saunders Company, London, 1994,
h.163-171
4. Standard Operating procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Fatmawati No.
HK.00.07.1.358. Ketuban Pecah Dini, Agustus, 2002
5. Elder, M.G, et al. Preterm Premature Rupture of Membranes, Preterm Labor, 1 st ed,
Churchill Livingstone Inc. New York, 1997, hal 153-164
6. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Ketuban Pecah Dini ,
Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta, 1991, hal. 39-40.

26
7. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH, (ed) Ketuban Pecah Dini, Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-POGI, Jakarta, 2002, hal M112-115
8. Arif M, Kuspuji T, dkk, (ed) Ketuban Pecah Dini, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I,
Edisi ke-3, Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001, hal 310-313

27

Anda mungkin juga menyukai