Anda di halaman 1dari 17

Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Abses Mamae

KELOMPOK F4

Pendahuluan
Payudara merupakan organ yang terdapat pada laki-laki dan wanita dan terletak dekat
dengan kelenjar limfe. Payudara merupakan organ seks sekunder yang merupakan simbol
feminitas wanita. Setelah melahirkan, payudara menghasilkan ASI yang sangat dibutuhkan oleh
bayi. Jika terjadi gangguan pada payudara maka produksi ASI dapat terganggu dan menyebabkan
bayi dapat mengalami kekurangan gizi dan menimbulkan berbagai penyakit pada bayi.
Gangguan-gangguan yang dapat timbul pada payudara berupa tumor baik tumor ganas maupun
tumor jinak, radang yang disebut mastitis, dan abses payudara. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan gangguan pada payudara dapat dilakukan dengan
menggunakan tes mamogram yang disebut sebagai mamografi. Radang payudara (mastitis)
terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu. Biasanya
diawali dengan puting susu lecet atau luka. Gejala yang bisa diamati berupa kulit memerah,
payudara lebih keras serta nyeri dan berbenjol-benjol. Pada saat terjadi mastitis bila terjadi statis
dalam pengeluaran ASI dapat berkomplikasi menjadi abses payudara.1
Anatomi
Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio,
yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut garis susu yang terbentang dari
aksila sampai ke regio inguinal. Dua pertiga bagian atas mamma terletak di atas otot pektoralis
mayor, sedangan sepertiga bagian bawahnya terletak diatas otot seratus anterior, otot oblikus
eksternus abdominis dan otot rektus abdominis. Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus
kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke papila mamma yang disebut duktus
laktiferus yang akan bermuara ke papilla mamma. Di antara kelenjar susu dan fasia pektoralis,
juga di antara kulit dan kelenjar tersebut terdapat jaringan lemak. Yang memberi kerangka untuk
payudara adalah jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper.1

Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior dari arteri
mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris dan beberapa arteri
interkostalis. Payudara sisi superior dipersarafi oleh nervus supraklavikula yang berasal dari
cabang ke-3 dan ke-4 pleksus servikal. Payudara sisi medial dipersarafi oleh cabang kutaneus
anterior dari nervus interkostalis 2-7. Papila mamma terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus
lateral dari nervus interkostalis 4.1
Fisiologi
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan
pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa fertilitas, sampai
klimakterium, hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan progesteron yang
diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan berkembangnya duktus dan
timbulnya asinus.
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8, payudara membesar
dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Selama beberapa
hari menjelang haid, payudara menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi
sulit dilakukan. Bila ingin melakukan mamografi, hasilnya menjadi rancu karena kontras
kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semua hal di atas berkurang.
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan, payudara membesar
karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi dan tumbuh duktus baru. Sekresi
hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel
alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu yang dipicu oleh
oksitosin.1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (autoanamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). 2 Pada skenario
didapatkan pasien wanita berumur 28 tahun, maka dari itu dilakukan auto anamnesis, kemudian
ditanyakan beberapa hal dibawah ini:3
-

Apa keluhan yang dirasakan pasien? Sejak kapan?


Bagaimana pasien menggunakan tangan menjelaskan gejala? Pastikan dimana letaknya.

1. Bila terdapat rasa nyeri payudara (mastalgia)


-

Apakah nyeri bersifat unilateral atau bilateral?


Apakah timbul rasa panas atau kemerahan di tempat nyeri?
Apakah ada perubahan kulit lain yang terlihat?
Apakah nyeri bersifat siklis atau menetap? Dan apakah berkaitan dengan haid?
Apakah ada riwayat keluhan serupa sebelumnya?
Bagaimana riwayat haid (Katanemia)? Kapan haid terakhir? (karena waktu pemeriksaan payudara

terbaik adalah hari ke 5-7 setelah hari haid terakhir)


Apakah pasien sedang menyusui? Sudah berlangsung berapa lama? Bagaimana kebiasaan saat

menyusui?
Apakah pasien sedang mendapat terapi hormon (khususnya HRT, terapi sulih hormon)?

2. Bila terdapat sekret dari puting payudara


-

Apakah cairan seperti susu atau bahan lain?


Warna sekret (jernih, putih, kuning, tercemar darah)
Sekret keluar spontan atau tidak?
Apakah pengeluaran cairan unilateral atau bilateral?
Adanya perubahan dalam penampilan puting atau aerola?
Benjolan di payudara?

3. Bila terdapat benjolan di payudara


-

Kapan benjolan pertama kali didasari?


Apakah ukuran benjolan tetap sama atau membesar?
Apakah ukuran benjolan berubah-ubah sesuai siklus haid?
Apakah terasa nyeri?
Adakah kelainan kulit lokal?
Adakah riwayat benjolan payudara (tanyakan tentang riwayat biopsi, diagnosis, dan operasi)
Anamnesis sistem lengkap harus mencakup gejala lain yang mungkin menandakan suatu penyakit
neoplastik (penurunan berat, berkurangnya nafsu makan, lesu, dan sebagainya) dan penyebaran
metastatik ke sistem organ lain (sesak napas, nyeri tulang dan sebagainya)

Pertanyaan tentang payudara wanita mungkin sudah dimasukkan ke dalam riwayat medis
atau dapat ditanyakan pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Tanyakan Apakah Anda
memeriksa sendiri payudara Anda? Berapa sering Anda memeriksanya? Tanyakan apakah
pasien memiliki benjolan, nyeri atau gangguan rasa nyaman apa pun pada payudaranya.
Tanyakan juga tentang setiap pengeluaran sekret dari puting susu dan kapan peristiwa ini terjadi.
Jika pengeluaran sekret hanya terjadi setelah puting susu diurut, keadaan ini dianggap sebagai
keadaan yang fisiologis. Jika pengularan sekretnya terjadi secara spontan dan terlihat pada
pakaian dalam (kaus, BH) atau pakaian tidur tanpa stimulasi lokal, tanyakan warna, konsistensi,
dan jumlahnya. Apakah sekret tersebut keluar pada kedua atau salah satu payudara?1

Riwayat penyakit dahulu, penting untuk mencatat secara rinci semua masalah medis yang
pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti adakah tindakan operasi dan
anastesi sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu.2
Riwayat Pribadi dan Sosial, Secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan
kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan hal yang berkaitan.
Asupan gizi pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya, kuantitas dan kualitasnya.
Begitu pula juga harus menanyakan vaksinasi, pengobatan, tes skrining, kehamilan, riwayat obat
yang pernah dikonsumsi, atau mungkin reaksi alregi yang dimiliki pasien. Selain itu, harus
ditanyakan juga bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien. Selain itu yang juga perlu
diperhatikan adalah riwayat berpergian (penyakit endemik).2
Riwayat Keluarga, berguna untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien
karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit.2
Dari hasil anamnesis yang telah dilakukan di dapatkan wanita berusia 28 tahun dengan
payudara kirinya dirasa membengkak yang terasa sakit dan disertai demam sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien sedang menyusui.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup kesan
keadaan sakit, kesadaran pasien serta status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan umum maka
dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut yang memerlukan pertolongan segera
atau pasien dalam keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru
dilakukan pertolongan.4
TTV
Pasien juga harus diperiksa tanda-tanda vital yang mencakup frekuensi nadi, tekanan
darah, frekuensi pernafasan, dan suhu yang di sesuaikan dengan batas normal. Suhu tubuh
manusia yang normal adalah 36-370C; Tekanan darah 120/80 mmHg; Frekuensi nadi yang
normal 80 kali permenit; Frekuensi pernapasan yang normal 16-24 kali permenit.4
Pemeriksaan Payudara

Sebelum memeriksa payudara wanita, pemeriksa harus memiliki pendamping. Idealnya


pendampingnya adalah seorang wanita. Pasien harus membuka seluruh pakaiannya hingga ke
pinggang dan duduk di tepi kursi dengan kedua lengan di samping.3
Inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian, inspeksi dilakukan
terhadap bentuk kedua payudara, ukuran, simetri, warna kulit, lekukan, retraksi papila, adanya
kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling) akan terlihat
lebih jelas bila pasien diminta untuk mengangkat lengannya lurus ke atas. 5 Pada puting payudara
dilihat kesimetrisan, apakah mengalami eversi, datar, atau inversi, berskuama, mengeluarkan
cairan. Pada aksila, pasien diminta untuk meletakkan kedua tangan mereka di kepala dan ulangi
proses inspeksi. Beri perhatian khusus pada setiap asimetri atau cekungan kulit yang terlihat.
Periksa aksila untuk massa atau perubahan warna.3
Palpasi, Tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada nyeri spontan atau nyeri tekan, dan
periksa daerah tersebut terakhir. Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan
bantal yang tipis di punggung sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan ruas
pertama jari telunjuk, tengah, dan manis yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada
setiap pada setiap kuadran payudara dengan alur melingkar atau zig-zag. Pada sikap duduk,
benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Bila teraba
benjolan maka uraikan benjolan tersebut. Selain perabaan benjolan, palpasi juga berguna untuk
mengetahui benjolan apakah melekat ke kulit atau ke dinding dada atau mobile (dapat
digerakkan). Minta pasien untuk memberi tahu Anda jika timbul nyeri selama pemeriksaan.
Pemijatan halus puting susu dilakukan untuk mengetahui adanya pengeluaran cairan, berupa
darah atau bukan. Bila sekret seperti susu, seosa, atau hijau-coklat hampir selalu jinak, namun
bila pengeluaran darah dari puting payudara diluar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan, seperti karsinoma, papiloma di salah satu duktus, dan kelainan yang disertai ekstasia
duktus. Perabaan aksila misalnya sebelah kanan, abduksi lengan kanan pasien dan topanglah di
pergelangan tangannya dengan tangan kanan sementara tangan kiri memeriksa ketiak pasien.
Bila teraba adanya kelenjar limfe, uraikan kelenjar limfe tersebut serta apakah terdapat nyeri.3,5
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TTV dalam batas normal, namun ditemukan adanya
benjolan pada kuadran lateral bawah dari payudara kiri dengan ukuran 4x3cm, hiperemis, teraba
fluktuasi serta nyeri tekan.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan darah
lengkap yang kemudian disesuaikan dengan hasil normal. Bila terjadi penurunan maupun
peningkatan dapat menuntun Anda dalam mendiagnosa pasien. Setelah dilakukan anamnesis
sampai pemeriksan fisik, dapat diduga pasien menderita mastitis (peradangan pada payudara
yang disebakan oleh bakteri) atau bisa juga sudah menjadi abses payudara yang merupakan
komplikasinya. Maka dari pemeriksaan laboratorium kemungkinan di dapatkan peningkatan
kadar leukosit dan neutrofil.6
Berbagai metode dewasa ini digunakan untuk memeriksa lesi mamma. Metode tersebut
adalah:7
1. Ultrasonografi: fibroadenoma, kista, tumor (paling baik untuk wanita muda/payudara padat).
2. Mamografi: tumor, kista, penyakit fibrokistik, nekrosis lemak
3. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy): tumor, fibroadenoma, penyakit fibrokistik, nekrosis
lemak, mastitis.

USG (Ultrasonography)
Ultrasonografi payudara sangat membantu untuk mendiagnosis lesi payudara pada pasien
yang memiliki payudara yang padat, membedakan antara kista dan massa padat, menindaklanjuti
penyakit fibrosistik payudara, mengevaluasi lesi payudara pada pasien yang menjalani implantasi
silikon payudara. Mamografi sinar X tetap merupakan pemeriksaan skrining pilihan karena USG
tidak dapat mendeteksi mikrokalsifikasi. Meskipun demikian, USG tetap berguna sebagai alat
bantu diagnostik pada payudara. Pada kasus abses payudara, USG dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul serta menyingkirkan kemungkinan adanya massa
tumor, kista, atau keganasan.6
Mamografi
Mamografi merupakan pecitraan payudara dengan menggunakan sinar X berdosis rendah
untuk mendeteksi kista atau tumor. Pemeriksaan mamografi disebut sebagai tes mamogram yang
terbagi menjadi dua, yaitu:8
1. Screening mamogram.
Pemeriksaan ini ditunjukkan bagi wanita yang tidak mengalami gangguan pada
payudaranya. Prinsip dasar strategi skrining adalah asumsi dasar bahwa deteksi lebih dini akan
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Sampai kini, mamografi skrining harus ditawarkan
setiap tahun pada wanita-wanita yang berusia 50 tahun ke atas, dan setidaknya setiap dua tahun
bagi wanita yang berusia 40 sampai 49 tahun.

2. Diagnostic mamogram.
Dilakukan jika dari pemeriksaan klinis atau screening mamogram ditemukan suatu
kelainan. Bertujuan untuk mengevaluasi ketidaknormalan pada payudara pasien yang baru atau
pasien lama yang membutuhkan pemeriksaan lanjutan. Pada pemeriksaan diagnostik diberikan
tambahan sinar X dari sudut lain ataupun pencitraan khusus pada area tertentu.

Gambar 1. Posisi Frontal


Jika dari hasil pemeriksaan didapatkan gambaran abnormal, maka pemeriksaan akan
dilanjutkan dengan memberikan tambahan sinar X. Tambahan sinar X ini dapat dilakukan pada
saat bersamaan atau dilakukan beberapa hari kemudian. Pemeriksaan screening mammography
pada umumnya berlangsung 15-30 menit, sedangkan pemeriksaan diagnostic mammography
dapat berlangsung hingga 1 jam. The American Cancer Society dan The American College of
Radiologists menyarankan bahwa wanita berusia antara 35 dan 40 tahun melakukan mamografi
setiap 2 tahun, dan wanita berumur diatas 40 tahun melakukan setiap tahun.6
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Biopsi dilakukan setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mamogram.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum halus yang ditusukkan ke dalam daerah lesi
(bila perlu dibimbing dengan imaging radiologi atau USG) dan sel kemudian diaspirasi tanpa
memerlukan anestesi lokal. Cairan yang dikeluarkan berfungsi sebagai diagnostik sekaligus
terapi. Keuntungan pemeriksaan ini adalah rasa sakit yang relatif kurang dan diagnosis serta
penatalaksanaan dapat segera di lakukan.6
Isolasi Bakteri
Biakan postif yang ditemukan merupakan standar penting untuk mendiagnosa Abses
payudara ini. Spesimen dapat di kultur dari ASI. Spesimen yang ditanam di cawan agar darah

membentuk koloni yang khas dalam 18 jam pada suhu 37 oC, tetapi tidak menghasilkan pigmen
dan hemolisis sampai beberapa hari kemudian. S. aureus memfrementasikan manitol.9,10
Biakan ASI penting untuk diagnostik serta penatalaksanaan. Sehingga antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Lakukan pemeriksaan darah lengkap, biakan darah dan
pemeriksaan laboratorium bila diperlukan.11
Dalam kasus belum didapatkan hasil pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Banding
Mastitis Akut
Hampir semua kasus mastitis akut terjadi selama menyusui. Selama minggu-minggu
pertama menyusui, payudara rentan terhadap infeksi bakteri akibat terbentuknya fisura dan celah
di puting. Dari tempat masuk ini biasanya Staphylococus aureus menginvasi jaringan payudara.
Infeksi stafilokokus cenderung menimbulkan daerah inflamasi akut lokal yang dapat berkembang
menjadi abses tunggal atau multiple. Pasien datang dengan payudara yang eritematosa dan nyeri
serta biasanya disertai demam. Awalnya hanya satu sistem duktus atau sektor payudara yang
terkena.12 Peradangan umumnya terjadi unilateral dan wanita yang baru pertama kali menyusui
lebih sering terkena.13
Jika tidak diobati, infeksi dapat menyebar keseluruh payudara. Kebanyakan kasus mastitis
laktasional mudah diterapi dengan antibiotik yang sesuai dan mengeluarkan seluruh susu dari
payudara. Meskipun jarang, mungkin dibutuhkan drainase secara bedah. 12 Medika mentosa yang
dapat diberikan kepada pasien adalah dicloxacillin atau cephalosporin 500 mg peroral setiap 6
jam selama 5-7 hari dan non medika mentosa yang dapat dilakukan adalah pengosongan
payudara dengan mengeluarkan seluruh ASI ataupun yang tersisa dengan tangan atau dengan alat
hisap khusus. Sebaiknya dilakukan pengisapan air susu dengan pengisap khusus.13
Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:14
1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.

2. Puting lecet.Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan
ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.Biasanya mulai
terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam atau
pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4. Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak
termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran
ASI tidak sempurna.
6. Ibu atau bayi sakit.
7. Frenulum pendek.
8. Produksi ASI yang terlalu banyak.
9. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
10. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada
mobil.
11. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan
lain-lain.
12. Penggunaan krim pada puting.
13. Ibu stres atau kelelahan.
14. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah

Diagnosis Kerja
Abses Payudara
Abses payudara adalah area kemerahan (efek peradangan), nyeri tekan serta pengerasan
yang timbul di payudara saat sedang menyusui. Bakteri yang paling umum dijumpai pada abses
adalah Staphylococcus aureus. Infeksi payudara pada wanita yang tidak sedang menyusui jarang
terjadi.13
Abses ini terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnya peradangan. Harus
dibedakan antara abses dan mastitis. Gejalanya adalah pasien tampak lebih parah sakitnya,
payudara lebih merah mengkilap, benjolan lebih lunak karena berisi nanah. Sehingga kasus ini

perlu di rujuk ke dokter ahli untuk dilakukan insisi dan mengeluarkan nanah. Pada abses
payudara perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan analgesik. Sementara bayinya hanya
disusukan tanpa dijadwal pada payudara yang sehat saja. Sedangkan ASI dari payudara yang
sakit diperas sementara (tidak disusukan). Setelah sembuh bayi bisa disusukan kembali.15
Etiologi
Penyebab paling sering mastitis adalah bakteri Staphylococcus aureus. Sumber organisme
langsung yang menyebabkan mastitis hampir selalu berasal dari hidung dan tenggorokan bayi.
Bakteri memasuki payudara melalui papila mammae pada fisura atau abrasi kecil.10
Stafilokokus adalah sel sferis, berdiameter sekitar 1mikro meter tersusun dalam
kelompok yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan bentuk rantai juga terlihat
di biakan cairan. Kokus yang muda memberikan pewarnaan gram positif yang kuat. Stafilokokus
tidak motil dan tidak membentuk spora. Bila dipengaruhi obat-obat seperti penisilin, stafilokokus
lisis.9
Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium bakteriologik dalam lingkungan
aerobik atau mikroaerofilik. Organisme ini paling cepat berkembang pada suhu 37 0C tetapi suhu
yang terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan (20-25 0C). Staphylococcus aureus
biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning tua kecoklatan.9

Epidemiologi
Pada penelitian oleh Matheson (1988) melaporkan Staphylococcus aureus ditemukan
Peradangan payudara sering terjadi pada wanita yang menyusui, dan sering terjadi dalam waktu
1-3 bulan setelah melahirkan. Mastitis terjadi pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan.
Sedangkan absesnya biasa terbentuk setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan.10
Patofisiologi
Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya
infeksi.14

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat
stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Ketika ASI tidak dikeluarkan sepenuhnya sewaktu
menyusui, sisa ASI terperangkap di dalam salurannya dan menyebabkan terjadinya peradangan
yang dikenal sebagai mastitis. Peradangan akan meningkatkan resiko infeksi bakteri selanjutnya
pada saluran tersebut.10, 12, 14
Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang pecah. Ketika bakteri
memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh akan berusaha untuk melawan bakteribakteri tersebut dengan mengirim sel-sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada proses
pembunuhan bakteri-bakteri, beberapa jaringan dapat mengalami kerusakan membentuk suatu
kantung kecil yang akan diisi oleh nanah (campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel darah
putih) dan membentuk abses payudara.10,12
Manifestasi Klinik
Gejala pada mastitis biasanya didapatkan payudara nampak merah, bengkak keras serta
nyeri berat diikuti oleh demam dan takikardia. Infeksi hampir selalu bersifat unilateral, dan
pembengkakan yang bermakna biasa terjadi sebelum inflamasi.
Gejala pada abses payudara tampak lebih parah, payudara lebih mengkilat, panas dan
lebih sakit serta terdapat benjolan yang berisi penuh/bengkak berisi cairan sehingga teraba
adanya benjolan lunak berfluktuasi dan suhu tubuh meningkat.14
Penatalaksanaan
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik
disertai dengan pengosongan payudara mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan
pemberian antibiotik saja. Sebab dinding abses membentuk halangan yang melindungi bakteri
patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin untuk mencapai kadar antibiotik
yang efektif dalam jaringan terinfeksi.14
Non Medika Mentosa

Pada abses payudara perlu dirujuk ke dokter ahli. Penanganan tradisional yang dapat
dilakukan adalah insisi abses, yang biasanya memerlukan anestesi umum. Pada kasus yang dini,
insisi tunggal pada bagian yang paling berfluktuasi biasanya cukup, namun abses multipel
membutuhkan beberapa insisi dan mengganggu lokulasi. Kavitas yang terbentuk diisi dengan
gumpalan kasa secara longgar yang harus diganti setelah 24 jam dengan gumpalan yang lebih
kecil. Alternatif yang kurang invasif adalah aspirasi jarum yang dipandu dengan sonografik
menggunakan anestesia lokal yang mempunyai angka keberhasilan 80-90%. Selama tindakan ini
dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar
antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.14

Medika Mentosa
1. Antibiotik Dosis Tinggi

Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, namun ibu dianjurkan
untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah
dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai
waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati
dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara
intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu
hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih
dianjurkan klindamisin.14
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik
sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis
berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.14
2. Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna
dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesik
yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam
menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau

asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga
direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.14
Edukasi
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting karena stasis ASI merupakan masalah yang
biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari
payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari
sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila
sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami
sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi
mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi
transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus
menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui
harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan
segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim
selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan
aliran ASI.14
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan
yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah
agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu
mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk
mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih
nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada
kenyamanan ibu.14
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat
membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar
proses menyusui terus berlangsung.14

Komplikasi
Dengan penanganan yang cepat dan tepat serta edukasi yang baik terhadap pasien, pada
umumnya akan mengecilkan kejadian terjadinya komplikasi. Berikut beberapa komplikasi yang
dapat terjadi:14
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk
berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko
terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman
untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan
dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu
harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi
stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah
(eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans.
Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya
didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di
antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan.
Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus
diberi nistatin oral pada saat yang sama.

Pencegahan
Menurut WHO 2002. Abses payudara sangat mudah dicegah bila menyusui dilakukan
dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan stasis ASI dan bila tanda
dini seperti bendungan ASI, sumbatan saluran payudara, dan nyeri puting susu diobati dengan
cepat.10
Menurut pendapat ahli mengatakan bahwa: 10-11,15
a. Segera setelah melahirkan menyusui bayi dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif
b. Melakukan perawatan payudara dengan tepat dan benar. Massage payudara, kompres hangat dan
dingin, dan lakukan senam laktasi, yaitu menggerakkan lengan secara berputar sehingga sendi

bahu ikut bergerak ke arah yang sama guna membantu memperlancar peredaran darah dan limfe
di payudara.
c. Rajin mengganti bh / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan ASI, BH tidak boleh
terlalu sempit dan menekan payudara biasanya dengan ukuran 2 nomor lebih besar.
d. Metode yang bermanfaat untu mencegah terbentuknya fisura pada putting: (1) Menyelipkan jari
pada sudut mulut bayi untuk menghentikan tenaga mengisap pada akhir minum; (2) Jangan
menyusui pada satu payudara untuk waktu lama karena akan terjadi maserasi, jadi lakukan
bergantian pada kedua payudara kanan dan kiri
e. Segera mengobati puting susu yang lecet, bila perlu oleskan sedikit ASI pada puting tersebut. Bila
f.

puting bernanah atau berdarah, konsultasikan dengan bidan di klinik atau dokter yang merawat
Seorang ibu harus menjaga tangan dan puting susunya bersih untuk menghindari kotoran dan
kuman masuk ke dalam mulut bayi. Dengan cara mencuci kedua tangannya dengan sabun dan air
sebelum menyentuh putting susunya dan sebelum menyusui Hal ini juga menghindari puting susu

sakit dan infeksi pada payudara.


g. Biasakan untuk menyusui bayi hingga kedua payudara terasa kosong dan bila bayi tampak sudah
kenyang namun payudara masih terasa penuh atau ASI menetes deras, segera kosongkan dengan
cara memerah secara manual menggunakan jari - jari tangan menekan pada areola (lingkaran
hitam sekitar puting), simpan ASI di kulkas jangan di buang, bisa diberikan kembali dengan cara
menyuap ke mulut bayi menggunakan sendok atau biarkan bayi mencecap dengan cawan kecil
setelah ASI dihangatkan.
h. Bila menemui kesulitan seperti puting payudara tenggelam atau ASI tidak bisa lancar keluar
tetapi payudara tampak mengeras tanda berproduksi ASI maka konsultasikan dengan bidan cara
i.

memerah ASI dengan benar agar tidak terjadi penumpukan produksi ASI
Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui. Setelah menyusui,
puting susu dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A dan D.

Prognosis
Prognosis untuk kasus ini baik bila segera dilakukan insisi abses dan pemberian antibiotik
yg adekuat serta analgetik yang diindikasikan untuk ibu menyusui.
Jika penderita datang dengan keadaan payudara membengkak dan belum demam, apabila
dilakukan terapi dengan adekuat maka terjadinya abses dapat dicegah. Akan tetapi, jika sudah
menjadi abses payudara (keadaan yang lebih parah dan terdapat benjolan fluktuasi yang teraba
lunak seperti berisi cairan), penderita harus segera ditangani dengan diberikan antibiotik dan
analgetik secara teratur sehingga abses tersebut cepat sembuh, dan tidak pecah spontan. Jika

abses tersebut mengalami pecah spontan, maka penyembuhan dari payudara tersebut memakan
waktu yang lama karena terbentuknya fistel yang sukar sembuh. 10
Kesimpulan
Dari kasus wanita 28 tahun yang datang dengan keluhan payudara kirinya dirasa
membengkak yang terasa sakit dan disertai demam sejak 1 minggu yang lalu setelah dilakukan
anamnesis yang lebih lengkap, serta pemeriksaan fisik dan penunjang yang terarah, dapat di
tegakkan diagnosis bahwa pasien menderita abses payudara. Justeru, hipotesis diterima.

Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Buku ajar: Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Jakarta: EGC; 2009. h.
305, 319

2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 94.
3. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford: Pemeriksaan fisik dan ketrampilan praktis. Jakarta:
EGC; 2012. h. 372-83.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Simbadibrata M, Setiati S. Buku ajar: Ilmu
penyakit dalam. Edisi-5. Jilid 1. Jakarta: Internal Publishing. h. 29, 31-2

5. Sjamsuhidajat R. De jong: Buku ajar ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2010. h. 471-5
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi-6. Jakarta: EGC; 2007. h. 47781, 503, 601, 673.
7. Grace PA, Borley NR. At a glance: Ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 17-21
8. Townsend CN, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Buku saku: Ilmu bedah Sabiston. Jakarta:
EGC; 2010. h. 413-4.
9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick, Adelberg.
Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 225-6
10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams.
Volume 1. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2012. h. 681-3.

11. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku: Obstetri dan ginekologi. Edisi-9. Jakarta: EGC. 2008. h.
286, 491

12. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, penyunting. Robbins & Cotran: Dasar patologis penyakit. Edisi7. Jakarta: EGC; 2009. h. 1147

13. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange: Current medical diagnosis & treatment. 49th ed. New york:
Mc Graw Hill. p. 651-2, 720-1

14. Alasiry E. Mastitis: Pencegahan dan penanganan. 26 Agustus 2013. Diunduh dari:
http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan.html, pada tanggal
23 April 2016

15. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi3. Jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius; 2001.h.324-5.

Anda mungkin juga menyukai