Anda di halaman 1dari 52

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PENCITRAAN RADIOLOGI TORAKS PADA PEDIATRIK

Oleh :
Zunnu R. Matdoan 2011-83-012
Kwan Sakti Calvin Rich C014192115
Tiffany Baby Sentosa C014192113
Felia Lairensia C014192071
Amanda Christy Br. Simanungkalit C014192070
Maman Surya Permana C014192069

Residen Pembimbing
dr. Albert Alexander Alfonso

Supervisor Pembimbing
dr. Rafikah Rauf, M.Kes, Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan anugerah-Nya, kami dapat menyelesaikan referat dengan judul

“Pencitraan Radiologi Toraks pada Pediatrik”. Referat ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami

ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Albert Alexander Alfonso selaku

pembimbing residen dan dr. Rafikah Rauf, M.Kes, Sp.Rad selaku dosen

pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran, untuk membantu

kami dalam menyelesaikan referat ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih belum

sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari

berbagai pihak sangat kami harapkan demi perbaikan penulisan referat ini ke

depannya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak

yang membutuhkan.

Makassar, Juli 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3

A. Insidensi dan Epidemiologi....................................................................3

B. Anatomi Radiologi.................................................................................4

C. Jenis Pemeriksaan Radiologi..................................................................13

D. Gambaran Radiologi...............................................................................17

E. Contoh Kasus Singkat............................................................................42

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Anak-anak dengan keluhan pernapasan sering ditemukan pada kasus-kasus

kegawatdaruratan, dan kegagalan pernapasan adalah penyebab paling umum

terjadinya henti jantung pada pasien-pasien pediatrik. Meskipun kebanyakan

penyakit pernapasan bersifat ringan dan self-limiting, terdapat pula penyakit-

penyakit pernapasan yang mengancam jiwa dan memerlukan diagnosis serta

penanganan yang tepat.1 Penyakit-penyakit pernapasan pada pediatrik dapat

timbul akibat bermacam-macam penyebab, diantaranya bersifat non-traumatik

seperti kelahiran prematur, penyakit kongenital, kondisi genetik dan infeksi, serta

yang bersifat traumatik, seperti inhalasi benda asing.2 Presentasi klinis dari

penyakit pernapasan yang bersifat emergensi tidak spesifik, dan banyak penyakit

pernapasan memiliki presentasi klinis yang serupa. Gejala yang umum ditemukan

adalah kesulitan bernapas, dan gejala-gejala lain seperti stridor, batuk, wheezing,

distres napas, takipnea, nasal flaring, dan retraksi tulang-tulang iga. Gangguan

menelan, hemoptisis, demam, sepsis, dan nyeri dada juga dapat dijumpai. 3

Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada pediatrik, seperti respiratory

distress syndrome (RDS) pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh berbagai

macam kondisi, dan penanganannya sangat bergantung pada penegakan diagnosis

yang dapat diperoleh dari pencitraan radiologi. 4 Kegawatdaruratan ini

membutuhkan diagnosis segera sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat

waktu, terutama karena pasien pediatri dapat dengan cepat mengalami

dekompensasi hemodinamik dan kegagalan pernapasan.3

1
Pencitraan radiologi memiliki peranan penting dalam mengevaluasi dan

menegakkan diagnosis berbagai macam kegawatdaruratan toraks yang

menyebabkan gangguan pernapasan pada anak. Toraks merupakan bagian tubuh

yang paling sering dievaluasi dalam pemeriksaan radiologi pada pediatrik.

Pencitraan radiologi toraks merupakan prosedur yang efektif dalam mengevaluasi

kelainan-kelainan paru pada bayi dan anak-anak.5 Modalitas pencitraan awal yang

sesuai untuk gagal pernapasan akut adalah foto polos, yang sering kali efektif

untuk sebagian besar kasus pada pediatri; terjangkau dan mudah didapat.

Ultrasound mungkin digunakan untuk mengevaluasi gerakan diafragma dan untuk

mendiagnosis efusi pleura dan perikardial. Pencitraan cross-sectional, seperti

computed tomography, dapat digunakan untuk mengevaluasi parenkim paru dan

massa pada mediastinum. Magnetic resonance imaging (MRI) biasanya

digunakan untuk mengevaluasi keadaan patologis mediastinum dan

kardiovaskuler. Pencitraan radiologi pada toraks juga dapat digunakan untuk

menilai respon penanganan yang telah diberikan.3,6

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

Penyakit pernapasan mencapai hampir 10% dari kasus-kasus gawat darurat

pediatrik. Penyakit-penyakit pernapasan juga berkontribusi terhadap jumlah

morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pediatrik, termasuk sekitar 20%

kasus rawat inap di rumah sakit dan 3-5% dari kasus kematian pada anak-anak.7

Kasus emergensi toraks non-traumatik adalah kegawatdaruratan paling umum

pada anak-anak, utamanya pada kasus-kasus kegagalan pernapasan akut.3

Distres pernapasan sering ditemukan pada neonatus akibat adanya cairan yang

tertahan di dalam paru-paru yang imatur dengan defisiensi surfaktan, atau

mengalami aspirasi mekonium.8 Menurut salah satu studi observasional yang

menggunakan data dari 145 pediatric intensive care unit (PICU) internasional,

ditemukan kasus baru acute respiratory distress syndrome (ARDS) pada 744 anak

(3.2% dari total pasien PICU) dengan angka mortalitas 17%.9 Penyakit lain seperti

transient tachypnea of neonate (TTN) dapat ditemukan pada neonatus prematur

dan cukup bulan, dengan prevalensi 3,6%-5,7% per 1000 bayi cukup bulan dan

mencapai 10 per 1000 kasus pada bayi prematur.8 Selain itu, penyakit-penyakit

pernapasan pada anak seringkali disebabkan oleh adanya infeksi virus maupun

bakteri, salah satunya adalah pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab utama

kematian di seluruh dunia dengan jumlah 1,2 juta kematian per tahun pada anak-

anak di bawah usia 5 tahun.who Di awal tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan

kejadian infeksi berat dengan penyebab yang belum diketahui, yang berawal dari

laporan dari Cina kepada World Health Organization (WHO) terdapatnya 44

3
pasien pneumonia yang berat di suatu wilayah yaitu Kota Wuhan, Provinsi Hubei,

China, tepatnya di hari terakhir tahun 2019 Cina. Penelitian selanjutnya

menunjukkan hubungan yang dekat dengan virus corona penyebab Severe Acute

Respitatory Syndrome (SARS) yang mewabah di Hongkong pada tahun 2003,

hingga WHO menamakannya sebagai novel corona virus (nCoV-19). Indonesia

melaporkan kasus pertama pada 2 Maret 2020, yang diduga tertular dari orang

asing yang berkunjung ke Indonesia. Kasus di Indonesia pun terus bertambah,

hingga tanggal 29 Maret 2020 telah terdapat 1.115 kasus dengan kematian

mencapai 102 jiwa. Tingkat kematian Indonesia 9%, termasuk angka kematian

tertinggi.10

Selain itu, gangguan pernapasan juga dapat disebabkan oleh adanya trauma.

Trauma toraks mencakup 14% dari angkat kematian pediatrik terkait trauma,

urutan kedua setelah trauma kepala. Trauma dada dapat bersifat tumpul (90%

kasus) dan tajam (penetrating). Pada pasien anak, antara 60-80% trauma dada

terjadi akibat trauma tumpul, umumnya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas

dan jatuh. Penyakit-penyakit seperti kontusio paru, pneumotoraks, hemotoraks,

dan fraktur tulang iga seringkali timbul ketika anak mengalami trauma dada. 11,12

Gangguan pernapasan akibat inhalasi atau aspirasi benda asing juga sering

ditemukan pada anak-anak, utamanya pada usia di bawah 4 tahun, paling sering

pada usia 6 bulan sampai 3 tahun.1, 3

B. ANATOMI RADIOLOGI

Anatomi paru-paru anak sangat mirip dengan orang dewasa. Paru-paru adalah

sepasang organ berisi udara yang terdiri dari jaringan seperti sponge yang disebut

parenkim paru-paru. Tiga lobus atau bagian membentuk paru-paru kanan, dan dua

4
lobus membentuk paru-paru kiri. Paru-paru terletak di kedua sisi toraks atau dada

dan berfungsi untuk memungkinkan tubuh menerima oksigen dan menghilangkan

karbon dioksida, gas buangan dari metabolisme. Untuk memahami anatomi paru-

paru anak dan penyakit paru-paru pada anak-anak, penting untuk melihat

keseluruhan sistem pernapasan pada anak.13

Gambar 1. Struktur Anatomi Saluran Pernapasan Anak13

Organ sistem pernapasan terbagi menjadi 2 bagian meliputi organ sistem

pernapasan bagian atas yang terdiri atas mulut, hidung, faring, dan laring serta

organ sistem pernapasan bagian bawah yang terdiri atas trakea, percabangan

bronkus, paru – paru (bronkiolus dan alveoli). Rongga hidung dilapisi selaput

lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan

faring dan selaput lender. Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar

tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang

rawan krikoid. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan

laringofaring kemudian Laring, laring berperan untuk pembentukan suara dan

untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Trakea,

5
merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago

yang terdiri dari tulangtulang rawan yang terbentuk seperti C.14

Gambar 2. (a) Rongga Thorax Anak (b) Struktur Anatomi Paru – Paru.14

Bronkus merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer

bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan

diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru-paru adalah

percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah bronki,

bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan

alveoli. Dibagian bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai

memasuki paru-paru disebut intrapulmonar. Terakhir adalah paru-paru yang

berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan

letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada

dibelakang tulang dada. Pada paru – paru, sebagian besar terdiri atas gelembung –

6
gelembung (alveoli) yang terdiri atas sel – sel epitel dan endotel yang juga

merupakan unit fungsional dari paru – paru yang berfungsi sebagai tempat

pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida dalam sistem respirasi.14

Gambar 3. Gambaran anatomi proses inspirasi dan ekspirasi.14

Bernafas adalah proses yang menggerakkan udara masuk (inspirasi) dan

menggerakkan udara keluar (ekspirasi) dari paru-paru melalui inhalasi dan

ekshalasi. Saat paru-paru mengembang dan berkontraksi, udara yang kaya oksigen

dihirup dan karbon dioksida dikeluarkan. Pernapasan dimulai di mulut dan hidung

di mana udara dihirup. Udara bergerak ke belakang tenggorokan, ke trakea dan

kemudian membelah menjadi saluran yang dikenal sebagai saluran bronkial.

Tabung bronkial terus membelah saat masuk lebih dalam ke paru-paru dan udara

dibawa ke alveoli. Oksigen melewati dinding alveoli dan masuk ke pembuluh

darah yang mengelilingi kantung kecil ini. Setelah oksigen masuk ke pembuluh

darah, maka oksigen akan dibawa dari paru-paru ke jantung dimana nantinya

oksigen tersebut dipompa ke seluruh tubuh ke organ dan jaringan lain. Ketika sel-

sel menggunakan oksigen, mereka menghasilkan produk yang disebut karbon

dioksida. Karbon dioksida dibawa oleh pembuluh darah kembali ke paru-paru.

Melalui proses ekshalasi, karbon dioksida dibawa keluar dari paru-paru di mana ia

dapat keluar melalui mulut atau hidung.14

7
Gambar 4. Foto Thorax normal pada anak usia 12 tahun.15

Meskipun anatomi dasar paru-paru anak dan paru-paru dewasa adalah

sama, ada beberapa perbedaan penting yang tidak boleh diabaikan. Perbedaan-

perbedaan ini dapat meningkatkan kejadian dan tingkat keparahan penyakit pada

paru-paru serta masalah pernapasan pada anak-anak yang nantinya akan

memberikan gambaran teknik yang efektif untuk perawatan serta dampaknya,

berikut ini merupakan perbedaan antara anataomi toraks pediatri dan dewasa :

- Tulang rusuk atau tulang iga lebih kenyal pada anak-anak yang membuat

dinding dada kurang kaku. Hal ini dapat menyebabkan dinding dada

retraksi saat terjadi distres pernapasan dan akan menurunkan volume tidal.

- Otot interkostal yang berada di antara tulang rusuk tidak sepenuhnya

berkembang sampai seorang anak mencapai usia sekolah. Hal ini akan

menyulitkan pengangkatan tulang rusuk terutama ketika sedang berbaring

telentang.

- Bagian belakang kepala anak biasanya lebih besar daripada orang dewasa.

Ini dapat menyebabkan leher melentur ketika seorang anak berbaring

telentang dan mengakibatkan jalan napas terhambat sebagian.

8
- Diameter internal saluran pernapasan pada anak lebih kecil. Setiap

peradangan atau obstruksi dapat menyebabkan tekanan yang lebih parah.

- Secara umum, saluran pernapasan anak lebih kecil, kurang kaku, dan lebih

rentan terhadap obstruksi.

- Anak-anak juga memiliki tingkat pernapasan yang lebih tinggi daripada

orang dewasa yang membuat mereka lebih rentan terhadap agen di udara.13

Gambar 5. (a) Strutur anatomi toraks normal pada foto toraks posisi AP Supine. (b) AP Erect15,16

Beberapa gambaran anatomi radiologi normal pada foto toraks dapat

memberikan gambaran yang berbeda sesuai dengan usia anak, terutama pada anak

usia sekolah :

9
 Pada inspirasi penuh, tampak diafragma yang setinggi ruang

intercostal (ICS) 8 dan 9 posterior di sisi kanan

 Paru – paru tampak lebih radiolusen dibandingkan pada orang dewasa

dikarenakan diameter toraks yang lebih kecil

 Pada siluet jantung biasanya terdapat air bronchogram : hal ini normal

ditemukan pada bayi yang baru lahir.

 Rasio kardiotoraks (cardiac thoracal index / CTI) dapat hingga 65% :

hal ini normal ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun

 Gambaran pelebaran mediastinum sering terjadi karena adanya timus

(tapi tidak terjadi penyempitan trakea).16

Gambar 6. Struktur anatomi toraks normal pada anak dengan CT-Scan17

Mediastinum

Di dalam cavitas thoracis terdapat pulmo, pleura dan mediastinum.

Mediastinum sendiri adalah struktur yang terletak di bagian tengah cavitas

thoracis, berada di antara pleura parietalis sinister dan pleura parietalis dexter

(pleura mediastinalis sinister et dexter). Meluas dari sternum di bagian ventral

sampai columna vertebralis di bagian dorsal. Di sebelah cranial dibatasi oleh

10
apertura thoracis superior, dan di bagian caudal dibatasi oleh apertura thoracis

inferior.

Oleh suatu bidang horizontal, yang melalui angulus sternalis Louisi dan

tepi caudal corpus vertebrae thoracalis IV, mediastinum dibagi menjadi dua

bagian, yaitu mediastinum superius dan mediastinum inferius. Mediastinum

inferius dibagi menjadi mediastinum anterius yang berada di sebelah ventral

pericardium, mediastinum medius yang ditempati oleh pericardium dan

mediastinum posterius yang terletak di sebelah posterior pericardium.18,19

Gambar 7. Struktur Anatomi Mediastinum18,19

1. Mediastinum Superior

Di sebelah ventral dibatasi oleh manubrium sterni bersama ujung caudal

m.sternohyoideus dan m.sternothyreoideus. batas di sebelah dorsal adalah

corpus vertebrae thoracalis I – IV. Di sebelah lateral dibatasi oleh pleura

mediastinalis. Sebagai batas caudal adalah suatu bidang datar imaginer yang

ditarik melelui angulus sternalis Louisi.

Mediastinum superius berisikan:

a. Organ yang terletak retrosternal

11
Kelenjar thymus dan pembuluh vena besar, yang terletak retrosternal. Tiga

buah vena besar yang terdapat di tempat ini adalah vena anonyma sinistra,

vena anonyma dextra dan vena cava superior (vena anonyma = vena

innonimata = vena brachiocephalica).

b. Organ yang terletak prevertebralis

Organ-organ yang dimaksud adalah oesophagus, trachea , nervus recurrens

sinister dan ductus thoracicus, yang berjalan paralel melalui mediatinum

superior sebagai suatu unit (kesatuan).

c. Organ yang terletak di bagian intermedia

Arcus aortae merupakan lanjutan dari aorta ascendens, Nervus vagus

berjalan di sebelah lateral a.carotis communis, masuk kedalam cavitas

thoracis, berada di sebelah dorsal vena anonyma.

2. Mediastinum Inferior

a. Mediatinum Anterius

Dibatasi di sebelah ventral oleh corpus sterni, m.transversus

thoracis sinister, sebagian dari ujung costa IV – VII. Di sebelah dorsal

dibatasi oleh percardium parietalis yang meluas ke arah caudal mencapai

diaphragma thoracis. Berisi beberapa buah lymphonodi, jaringan ikat dan

jaringan lemak.

b. Mediastinum Medium

Berada diantara pleura parietalis sinister dan pleura parietalis

dexter. Merupakan bagian yang paling luas. Berisi percardium bersama cor

di dalamnya, aorta ascendens, pars caudalis vena cava superior, muara

12
vena azygos, vena pulmonalis sinistra dan vena pulmonalis dextra dan

n.phrenicus sinister et dexter.

c. Mediastinum Posterius

Dibatasi di sebelah ventral oleh pericardium dan diaphragma

thoracis, di sebelah dorsal oleh tepi caudal vertebra thoracalis 4 – vertebra

thoracalis 12, dan di sebelah lateral oleh pleura mediastinalis sinister et

dexter. Berisi aorta thoracalis, vena azygos, vena hemiazygos, N.vagus,

n.pherenicus, bifurcatio trachea, bronchus, oesophagus, ductus thoracicus

dan lymphonodi.18,19

C. JENIS PEMERIKSAAN RADIOLOGI

1. Radiografi (CXR)

Foto toraks merupakan foto radiologi yang sering dilakukan pada setiap

pemeriksaan radiodiagnostik. Foto toraks atau sering disebut chest X-ray

merupakan suatu proyeksi radiografi dari toraks untuk mendiagnosis kondisi-

kondisi yang mempengaruhi toraks, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto

toraks menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk sinar-X. Foto toraks

digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding toraks,

tulang toraks dan struktur yang berada di dalam kavitas toraks termasuk paru-

paru, jantung dan saluran-saluran yang besar.

Fungsi lain dari pemeriksaan foto toraks yaitu sebagai standar general check

up yang tujuannya untuk mengetahui kondisi tubuh secara menyeluruh, membantu

penegakan diagnosis, serta membantu proses evaluasi. Contohnya yaitu pada anak

yang menderita flek paru atau TBC primer sudah mendapat penyinaran, maka

13
setelah beberapa bulan lagi anak tersebut perlu melakukan foto lagi untuk

mengetahui ada perbaikan atau tidak. Gambaran yang berbeda dari toraks dapat

diperoleh dengan merubah orientasi relatif tubuh dan arah pancaran sinar-X.

Gambaran yang paling umum digunakan adalah posterior-anterior (PA) atau

anterior-posterior (AP).20

a. Posterior-anterior(PA)

Pada posisi ini sumber sinar-X diposisikan sehingga sinar-X masuk

melalui posterior dari toraks dan keluar dari anterior dimana sinar-X tersebut

terdeteksi. Untuk mendapatkan gambaran ini, pasien diposisikan menghadap

bucky stand (kaset vertikal), kedua punggung tangannya diletakkan di atas

panggul dan siku ditekan ke depan atau merangkul bucky. Sumber radiasi

diposisikan di belakang pasien dengan jarak fokus film sejauh 150 cm, dan

pancaran sinar-X ditransmisikan ke pasien.20

b. Anterior-posterior(AP)

Pada posisi AP sumber sinar-X berkebalikan dengan PA. Posisi AP lebih

sulit diinterpretasi dibandingkan dengan posisi PA. Posisi ini digunakan pada

pasien yang tidak bisa bangun dari tempat tidur atau pada bayi. Pada situasi

seperti ini, pasien diposisikan setengah duduk atau supine di atas meja

pemeriksaan/brandcare, kedua lengan lurus disamping tubuh, kaset di

belakang tubuh dengan jarak fokus film ke objek sebesar 100 cm.

Foto toraks pada bayi dan anak-anak berbeda dengan foto toraks orang dewasa

karena banyak sebab. Beberapa diantaranya karena sulitnya memperoleh foto

dengan inspirasi yang baik dan juga adanya perbedaan anatomi antara bayi anak

dan dewasa.20

14
2. Computer Tomography

Multidetector CT (MDCT) seiring dengan perkembangan revolusioner

teknologi khususnya multidetektor CT Scan yang memiliki berbagai kelebihan,

membawa konsekuensi meningkatnya penggunaan radiasi dan berbagai efek

samping berupa risiko radiasi yang dapat terjadi pada anak. Dari berbagai efek

yang dapat terjadi, efek samping yang paling mengkhawatirkan adalah risiko

induksi kanker, terutama pada anak sangat penting untuk mengenali kelebihan dan

kekurangan dari teknologi MDCT agar dapat menghindari resiko paparan radiasi

yang berlebihan dan tidak perlu; serta optimalisasi penatalaksanaan pada kasus-

kasus malignancy pada anak.21,22

Kelebihan pemeriksaan MDCT :

- Tampilan 3 Dimensi dengan potongan tipis (thin slice), mengunakan

tehnik rekonstruksi multiplanar, memberikan detail anatomi yang sangat

baik, dan detail struktur vascular yang memperdarahinya, baik untuk pre-

operative planning.

- Meminimalisasi efek pergerakan, baik untuk pasien gelisah

- Efektif dan proses cepat pada kedaruratan (fast scan)

- Adanya teknologi virtual endoscopy, MPVR (multiplanar volume

rendering), MIP, dan CT Angiografi dapat mengurangi tindakan

angiografi yang tidak perlu dan sangat membantu dokter bedah/klinisi

dalam manajemen terapi dan tindakan operatif.

Kekurangan :

- Paparan radiasi yang lebih tinggi dari CT Scan single slice dan modalitas

lainnya, dan pada anak sebagian tetap membutuhkan anestesi.

15
- Kebutuhan penggunaan kontras tinggi ,untuk hasil yang optimal. Terdapat

keterbatasan pada pasien gangguan fungsi ginjal

- CT kurang superior untuk informasi detail karakteristik massa

dibandingkan MRI. Karena itu tidak terlalu dianjurkan sebagai modalitas

untuk follow up karena resiko radiasi.21,22

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan canggih pada kasus anak, yang

paling ideal karena tidak berisiko radiasi dan menggunakan medan magnet

berkekuatan tinggi. MRI superior untuk pemeriksaan pada berbagai jaringan

antara lain otak, tulang belakang, nasofaring, saluran bilier, dan otot.21,22

Kelebihan pemeriksaan MRI:

- Kemampuan multiplanar untuk menampilkan anatomi detail terutama

massa pada anak dan perluasannya.

- Pada pasien gangguan ginjal dengan kontra indikasi kontras, MRI tanpa

kontras dapat memberi informasi jauh lebih lengkap dibandingkan CT

Scan dan USG

- Karakteristik jaringan dan resolusi pasca kontras sangat jelas, selain itu

terdapat kemampuan dynamic post contrast imaging.

- Kemampuan rekonstruksi vascular, dapat mengurangi tindakan angiografi

yang tidak perlu, dan detail vaskularisasi massa.

- Tidak ada resiko radiasi, baik untuk menjadi pemeriksaan diagnostik dan

follow up berkala pada keganasan.

Kekurangan pemeriksaan MRI :

- Sensitif terhadap pergerakan

16
- Waktu pemeriksaan lebih lambat dibandingkan CT Scan. Peningkatan

nilai tes mempercepat waktu pemeriksaan dan resolusi.

- Lapangan scan lebih sempit sesuai coil

- Keterbatasan pada pasien dengan prothese disebabkan artefag, resiko

magnet dll.

- Faktor ansietas, dan fobia sehingga sebagian besar pemeriksaan pada anak

tetap membutuhkan anestesi dengan peralatan kompatibel alat MRI

- Risiko toksisitas kontras tetap ada pada MRI dengan kontras.21,22

D. GAMBARAN RADIOLOGI

Gambaran penyakit yang dapat ditemukan pada pencitraan radiologi toraks

pada pediatrik dapat dibagi menjadi dua, yaitu kasus-kasus trauma dan non-

trauma. Penyakit pernapasan pediatrik yang dapat timbul akibat trauma, antara

lain pneumomediastinum, pneumotoraks, kontusio paru, flail chest dan aspirasi

benda asing. Adapun penyakit-penyakit pernapasan non-traumatik yang sering

ditemukan, antara lain hyaline membrane disease (HMD), transient tachypnea of

the newborn (TTN), aspirasi mekonium, serta penyakit saluran pernapasan akibat

infeksi virus dan bakteri.

1. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum, disebut juga emfisema mediastinum, merupakan kondisi

terdapat udara atau gas di mediastinum. Biasanya pneumomediastinum

disebabkan oleh rupturnya alveoli paru pada penyakit-penyakit paru yang akut

atau kronik. Dispnea dan nyeri dada yang terasa seperti tertusuk yang menyebar

ke leher merupakan gejala khas dari pneumomediastinum. Meskipun sering

bersifat asimptomatik, emfisema subkutaneus pada neonatus hampir selalu

17
merupakan tanda patognomonik dari pneumomediastinum. Selain itu distress

napas dan bunyi dengkur yang persisten juga dapat terjadi pada neonates.1,2,3

Udara di dalam mediastinum biasanya menggeser pleura dan paru-paru ke

lateral. Normalnya lobus kanan dan kiri timus berada di basis jantung. Pada bayi

dan anak yang lebih muda, udara dalam mediastinum dapat menggeser timus ke

superior membentuk “spinnaker sail” sign atau “angel wing” sign (Gambar 8).24,26

Gambar 8. (A) Pada foto toraks frontal memperlihatkan bayangan timus yang terangkat (panah
putih), disebut “spinnaker sail sign”. Udara pada mediastinum (tanda bintang) juga berada di
antara diafragma dan pericardium, dan bayangan radiolusen mengelilingi jantung.24 (B) Pada foto
radiografi toraks posisi cross-table lateral dapat dilihat bayangan radiolusen yang mengangkat
timus (panah putih)

Ketika terjadi pneumomediastinum yang kecil, kadang-kadang pada foto

frontal toraks hanya tampak berupa garis lengkuk radioluscent yang terlihat di

dekat batas jantung, lebih sering di kiri (Gambar 9). Garis yang sedikit ini dapat

meningkatkan batas arcus aorta dan aorta desendens. Ketika udara berada di dekat

arteri pulmonalis atau cabangnya (khusunya yang kanan), pada foto radiografi

toraks posisi lateral dapat terlihat “ring around the artery” sign (Gambar 10).

Biasanya, permukaan superior bagian sentral dari diafragma tidak terlihat karena

dihalangi oleh bayangan jantung, di mana keduanya memiliki densitas yang sama

pada radiografi. Pada foto radiografi frontal toraks ditemukan “Continuous

18
diaphragm” sign yang disebabkan oleh karena udara yang berada di mediastinum

membentuk bayangan radiolusen berbentuk garis di permukaan superior bagian

sentral dari diafragma, sehingga diafragma dapat dilihat secara utuh yang

membentang dari sisi lateral dinding toraks ke sisi lateral lainnya.27 Meskipun

sering terjadi di anterior, pneumomediastinum juga dapat terjadi di posterior,

udara biasanya terkumpul di ruang infra-azygos (Gambar 11).

Pneumomediastinum posterior ini dapat terjadi akibat barotrauma selain itu perlu

juga dipikirkan penyebab iatrogenic dan khususnya cedera pada trakea atau

esofagus.28

Gambar 9. Tampak garis radiolusen tipis (panah putih) yang menunjukkan pneumomediastinum.27

19
Gambar 10. Pada foto radiografi toraks posisi lateral dapat terlihat “ring around the artery” sign
(panah putih) yang disebabkan udara yang berada di sekitar arteri pulmonalis atau cabangnya. 29

Gambar 11. Pneumomediastinum Infra-azygos pada anak berumur 5 minggu post repair H-
type tracheoesophageal fistula. Pada foto radiografi toraks posisi frontal (A) dan lateral (B)
memperlihatkan bayangan radiolusent yang besar pada mediastinum posterior akibat dari
pneumomediastinum infra-azygos yang mungkin disebabkan oleh kebocoran esofagus.28

Pada pneumomediastinum yang besar, sulit dibedakan dengan

pneumotoraks khususnya pada pencitraan pasien dalam posisi supine. Untuk itu

diperlukan foto chest x-ray posisi lateral, pada posisi ini dapat membedakan

pneumomediastinum dengan pneumotoraks dengan mengidentifikasi udara yang

berada di area non-dependen, yang membatasi permukaan pleura.24,26

Kadang kala, pneumomediastinum juga sulit untuk dibedakan dengan

pneumoperikardium. Pada pneumomediastinum, udara dapat meluas hingga apex

cavum toraks akan tetapi pada pneumoperikardium, udara tidak dapat melewati

tidak menyebabkan terangkatnya timus atau tidak membatasi arkus aorta karena

udara dalam perikardium dibatasi oleh refleksi pericardial di superior.24,26

Pada CT Scan Toraks pneumomediastinum dapat terlihat mengelilingi

pembuluh darah besar yang ada di mediastinum (Gambar 12).24

20
Gambar 12. Pneumomediastinum pada perempuan berumur 2 tahun. Pada CT Scan toraks
bidang axial di lung window dapat dilihat udara di mediastinum.24

2. Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah keberadaan udara di ruang potential antara pleura

viseralis dan parietal. Pada anak-anak biasanya memiliki gejala berupa nyeri dada

unilateral yang tiba-tiba, dispnea, dan sianosis. Biasanya didapatkan juga distress

pernapasan, retraksi, penurunan bunyi napas, perkusi timpani pada hemitoraks

yang terkena.24

Pada foto radiografi toraks dapat dilihat pleura viseralis dengan

menghilangnya corakan paru di luar dari batas pleura. Pada neonatus, foto

radiografi dilakukan pada posisi supine sehingga udara dalam cavum pleura

terakumulasi di anterior, inferior, dan medial. Berbeda dengan anak yang lebih tua

dan orang dewasa, garis pleura pada apical atau lateral tidak sering terlihat

21
sehingga foto radiografi posisi decubitus lateral atau cross-table lateral diperlukan

untuk melihat pneumotoraks anterior yang kecil. Diagnosis dapat ditetapkan

dengan melihat perbedaan densitas kedua paru dan tampakan batas mediastinum

dan diafragrma yang lebih jelas. “Deep sulcus” sign dapat terlihat sulcus

costofrenikus yang lebih dalam dibandingkan yang lainnya. Pneumotoraks

anterior juga dapat mengkompresi timus membentuk tonjolan “pseudomass” di

mediastinum superior.27

Gambar 13. (a) Pada foto radiografi toraks posisi AP memperlihatkan densitas hiperlusent pada
hemitoraks kiri disertai sulcus costofrenikus yang jelas dan dalam. Lobus kiri timus tertekan oleh
pneumotoraks anterior membentuk tampakan tonjolan “pseudomass” (panah putih). (b) pada foto
radiografi toraks posisi AP terlihat batas mediastinum dan diafragma yang jelas. Juga dapat dilihat
“deep sulcus” sign (panah putih) di hemitoraks kanan.27

3. Kontusio Pulmonal

Kontusio pulmonal biasanya terjadi setelah adanya trauma tumpul pada toraks

dan biasanya berkembang di sekitar daerah yang terkena trauma atau di tempat

lain yang jauh dari titik trauma. Darah dan cairan edema dapat mengisi alveoli

paru dalam 12 jam pertama setelah trauma, membentuk area air space radioopak

yang terdispersi yang dengan cepat terkonfluens dan akan sulit dibedakan dengan

pneumonia aspirasi (Gambar 14). Pasien biasanya merasakan sesak napas dan

22
batu darah. Secara radiografi, kontusio pulmonal akan mengalami stabilisasi

dalam 24 jam dan membaik dalam waktu 2 – 7 hari. Progresif opasifikasi lebih

dari 48 jam setelah trauma perlu dicurigai sebagai pneumonia aspirasi atau

ARDS.30

Laserasi pulmonal merupakan sequela yang biasa terjadi pada trauma tumpul

atau tajam di toraks. Sifat elastis dari paru merubah laserasi linear menjadi sebuah

kista bulat. Kista ini dapat berisi udara dan darah akibat laserasi pada kapiler

pulmonal; jika terisi sepenuhnya dengan darah maka disebut hematoma pulmonal.

Pada radiografi dan CT-scan, kista ini berbentuk bayangan radiolusen yang bulat

berisi udara atau terdapat air-fluid level (Gambar 14).30

Gambar 14. Kontusio Pulmonal dan Kista Paru Traumatik. (A) pada foto radiografi toraks
tampak bayangan radioopak pada lobus medial paru kanan dan lobus superior paru kiri. Dapat
dilihat juga bayangan radiolusent yang tipis pada daerah radioopak (panah putih). (B), (C): Pada
foto toraks CT-Scan potongan coronal memperlihatkan ground-glass (kontusio pulmonal) dan
opasifikasi dengan dinding tipis yang hiperdens (traumatic lung cysts) pada lobus superior paru
bilateral dan lobus inferior paru kanan bagian medial.30

23
4. Flail Chest

Flail chest merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada pasien pediatrik

dengan trauma tumpul pada dada. Flail chest dilaporkan timbul sekitar 2,2-4,4%

dari pasien pediatrik dengan trauma tumpul.31 Flail chest timbul ketika terjadi

fraktur pada dua tempat atau lebih yang paralel (fraktur segmental) dari tiga atau

lebih tulang rusuk yang berdekatan dengan hilangnya kontinuitas tulang dari

rongga dada. Flail chest dapat menyebabkan terjadinya gerakan pernapasan

paradoksal (berlawanan), dimana bagian dinding dada yang cedera tertarik ke

dalam pada saat inspirasi dan menggembung ke luar pada saat ekspirasi, sehingga

dapat terjadi distres napas pada anak.12, 32

Gambar 15. Fraktur multipel tulang rusuk kiri pada seorang anak laki-laki akibat kecelakaan jet
ski berkecepatan tinggi. Radiografi dada frontal menunjukkan fraktur pada tulang rusuk ketujuh
sampai kesembilan kiri posterolateral dan fraktur halus pada tulang rusuk kesepuluh dan
kesebelas. Terdapat fraktur diastatik (panah) sepanjang leher dan badan skapula kiri. Emfisema
subkutan terlihat di sepanjang sisi lateral dinding dada sisi kiri, juga terlihat konsolidasi (tanda
bintang) pada lapangan paru kiri bawah dengan kontusio paru.24

24
Flail chest umumnya dianggap sebagai penanda tingkat keparahan trauma

dada dan hampir selalu dikaitkan dengan cedera dada lainnya, yang juga

merupakan kontributor utama terjadinya gangguan pernapasan, seperti kontusio

paru, pneumotoraks, emfisema subkutan, dan hemotoraks. Apabila flail chest

tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos toraks, dapat dilakukan pemeriksaan

radiologi lanjutan berupa CT-scan.33

Gambar 16. Anak perempuan usia 9 tahun dengan trauma tumpul dada dan flail chest. Tampak
adanya fraktur multipel pada tulang rusuk keempat hingga ketujuh.34

Foto x-ray toraks dan computed tomography (CT) toraks memainkan peranan

penting dalam diagnosis trauma dada. Foto x-ray toraks posisi anteroposterior

atau supine seringkali dilakukan sebagai pemeriksaan radiologi awal. Foto x-ray

toraks memiliki sensitivitas rendah dan terkadang sulit untuk melihat adanya lesi

dinding dada. CT lebih efektif untuk melihat adanya fraktur pada tulang rusuk dan

cedera intratoraks dibandingkan foto x-ray toraks, utamanya lokasi-lokasi fraktur

tulang rusuk yang lebih mudah dilihat melalui CT-scan.35

25
Gambar 17. Gambar CT-scan fraktur segmental. Pasien dengan trauma dada menunjukkan dua
fraktur terpisah di tulang rusuk yang sama (panah), dan hematoma ekstrapleural. 32

(A) (B)

Gambar 18. CT-scan dada anak laki-laki berusia 2 tahun dengan klinis adanya gerakan
pernapasan paradoksal pada dinding dada kiri. (A) CT-scan dua dimensional aksial
menunjukkan adanya kontusio paru bilateral dan pneumotoraks pada hemitoraks kiri. (B)
Rekonstruksi tiga dimensi CT-scan menunjukkan adanya fraktur pada klavikula kiri dan
fraktur tulang rusuk ketiga hingga kelima kiri.31

26
5. Aspirasi Benda Asing

Aspirasi benda asing ke dalam saluran napas trakeobronkial merupakan

penyebab tersering gangguan pernapasan akut pada pasien anak, terutama yang

berusia antara 6 bulan dan 3 tahun. Meskipun perjalanan penyakit ini kebanyakan

tergolong ringat tetapi komplikasi yang parah atau bahkan kematian dapat terjadi

apabila terdapat obtruksi total dan akut dari larings dan trakea. Beberapa pasien

anak-anak yang memiliki riwayat aspirasi benda asing umunya akan diikuti oleh

gejala klinis seperti batuk, stridor, mengi, serta gangguan pernapasan akut, atau

penurunan bunyi napas, bahkan sebagian besar anak yang terdampak memiliki

riwayat klinis yang kurang jelas.18

Gambar 19. Aspirasi benda asing radio-opak pada seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang
datang dengan batuk akut dan gangguan pernapasan. (A) Foto toraks frontal menunjukkan benda
asing radio-opak (panah) yang terletak di lobus kiri bawah, daerah retrocardiac. (B) Rontgen dada
lateral mengkonfirmasi lokasi benda asing (panah) di bronkus lobus kiri bawah.24

Indikasi radiografi aspirasi benda asing tergantung pada ukuran, lokasi, durasi,

dan sifat benda asing yang disedot (Gambar 19). Benda asing radiopak biasanya

mudah dideteksi dengan studi radiografi, yang harus mencakup daerah frontal dan

lateral yang meliputi jalan napas atas dari nasofaring ke perut bagian atas. Ketika

benda asing itu tidak radiopak, maka dibutuhkan suatu pemeriksaan tambahan

27
yaitu CT-Scan dan fluoroskopi yang dapat menunjukkan kekaburan yang tampak

samar mengganggu ruang udara di dalam saluran pernapasan.24

6. Hyaline Membrane Disease (HMD)

Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membran hialin merupakan

penyakit akibtar defisiensi surfaktan, biasanya terlihat pada neonatus dari minggu

ke 26 sampai minggu ke 33 kehamilan disertai dengan berat lahir rendah.37

Tampakan radiologi:36

- Volume paru mengecil.

- Granular / ground glass opacity bilateral difus.

- Air bronchogram sign.

- Corakan vaskular berkurang.

- Tidak ada efusi pleura.

Gambar 20. Gambaran Foto Toraks Hyaline Membran Disease


Pasien neonates lahir preterm dengan distress napas, tampak ground glass opacities bilateral.
Volume paru tampak berkurang dan terlihat air bronchogram sign, tetapi tidak ada gambaran efusi
pleura. Penyebab paling mungkin ialah defisiensi surfaktan. 1

28
Patogenesis HMD terkait erat dengan kematangan paru-paru dan kemampuan

sintesis surfaktan. Surfaktan adalah lipoprotein yang berfungsi untuk mengurangi

tegangan permukaan alveolar dan menjaga keutuhan bentuk paru-paru agar tidak

kolaps. Kekurangan surfaktan dapat menyebabkan atelektasis, hipoksemia, dan

asidosis. Faktor risiko untuk RDS termasuk prematuritas, gawat janin, diabetes

pada ibu, operasi caesar, paten ductus arteriosus, dll.37

7. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)

Transient tachypnea of the newborn (TTN) biasa dikenal sebagai wet lung,

dan merupakan salah satu penyebab paling umum dari dyspnea perinatal. 38 Bayi

dengan TTN mengalami penumpukan cairan berlebihan akibat kegagalan untuk

mengeluarkan cairan dari paru mereka dan sering dialami oleh bayi yang

dilahikan secara seksio sesaria. Akibatnya bayi akan mengalami pernapasan yang

cepat dan butuh usaha tambahan daripada normal.39

Gambar 21. Gambaran Foto Thorax Transient Tachypnea of the Newborn


Chest X-Ray pada pasien dengan Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) menunjukkan
margin pembuluh darah dan jantung yang kabur dan cairan pleura yang halus.36

29
Sebelumnya diagnosis TTN dapat ditegakkan melalui anamnesis, riwayat

klinis, manifestasi klinis, pemeriksaan analisis gas darah dan pemeriksaan foto

polos thorax. Saat ini untuk membedakan TTN dari penyebab distress napas pada

bayi baru lahir, dapat digunakan pemeriksaan ultrasonografi paru.38

8. Aspirasi Mekonium

Mekonium merupakan material padat dan kental yang berasal dari usus

besar janin yang dikeluarkan sebagai proses normal usus ataupun pada kondisi

gawat janin. Gawat janin akan menyebabkan pergerakan dalam usus dan

mengeluarkan meconium yang terkontaminasi yang selanjutnya dapat

menyebabkan aspirasi mekonium jika tersedot oleh janin. Mekonium jarang

dijumpai pada usia kehamilan 34 minggu, oleh karena itu penyakit ini lebih sering

didapati pada bayi dengan usia aterm ke atas.37

Gambar 22. Gambaran Foto Thorax Aspirasi Mekonium


Foto thorax AP dan lateral pada neonatus post-term dengan gejala distress napas, memperlihatkan
peningkatan volume paru-paru, ground glass opacity, atelektasis dan kolaps, tampak air trapping
dan pneumothorax anterior. Merupakan gambaran Meconium Aspiration Syndrome.36

Ketika mekonium masuk ke dalam saluran pernapasan, partikel mekonium

akan menyumbat dan menyebabkan iritasi dari bronkiolus. Pada foto rontgen dada

30
akan menunjukkan area campuran emfisema dan atelektasis, peningkatan volume

paru, terkadang terlihat pneumothorax dan hipertensi pulmonal.37,40

9. Corona Virus Disease (COVID) pada Anak

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak

bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. 41

Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini

utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.42

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.

Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan

bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala

gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien

timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan

progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan

perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa

pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.

Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi

kritis bahkan meninggal.

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.41

a) Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala

yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat

disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan

nyeri otot.

31
b) Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak

ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat

ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas

cepat atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat. Definisi takipnea

pada anak :

- < 2 bulan : ≥ 60x/menit

- 2-11 bulan : ≥ 50x/menit

- 1-5 tahun : ≥ 40x/menit.

c) Pneumonia berat.

Pada pasien anak-anak, gejala batuk atau tampak sesak ditambah satu

diantara kondisi berikut:

- Sianosis central atau SpO2 <90%

- Distress napas berat (retraksi dada berat)

- Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi

atau penurunan kesadaran atau kejang).41,42

Adapun gambaran radiologi dari COVID-19 pada anak-anak sebagai berikut.

a. Foto Toraks

Foto toraks kurang sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40%

kasus tidak ditemukan kelainan pada foto toraks.42 Sehingga foto toraks, bisa

dilanjutkan dengan computed tomography scan (CT scan) toraks dengan

kontras.44 Pemeriksaan foto toraks diperlukan sesuai kebutuhan berdasarkan

klinis, dapat juga untuk pasien COVID-19 anak untuk menilai respons

terhadap terapi, mengevaluasi kelainan klinis, atau menilai posisi perangkat

32
pendukung yang digunakan.43 Gambaran foto toraks pneumonia yang

disebabkan oleh infeksi COVID-19 mulai dari normal hingga gambaran

ground glass, maupun konsolidasi.44 Pada foto toraks pada kondisi tahap awal,

dapat terlihat adanya bayangan multipel infiltrat atau opasitas yang meningkat

yang sering terlihat pada bagian perifer paru dan subpleura dan kemudian

dapat berkembang menjadi multipel ground glass dan bayangan infiltrat pada

kedua lapangan paru. Pada kasus yang berat, dapat ditemukan adanya

konsolidasi paru yang memberikan gambaran "white lung" dengan efusi pleura

(jarang) dan pembesaran nodus lymphoid mediastinum atau penebalan

peribronkial.45

Secara umum ganbaran foto toraks dibagi menjadi 4 kategori :43

1) Tipikal (Gambaran yang umumnya ditemukan pada foto Toraks anak -

anak dengan pneumonia COVID-19) : Gambaran GGO (Ground Glass

Opacity) subpleural dan/atau terdistribusi bilateral dan/atau adanya

gambaran konsolidasi.

2) Indeterminet (Gambaran yang tidak spesifik ditemukan pada foto toraks

anak-anak dengan pneumonia COVID-19) :

- Tampakan GGO perifer dan sentral atau perifer unilateral dan /

atau konsolidasi.

- Penebalan eribronkial bilateral dan / atau adanya opasitas

peribronkial

- GGO multifokal atau difus dan/atau konsolidasi tanpa distribusi

yang spesifik

33
3) Atipikal ( Gambaran Tidak umum yang ditemukan pada foto toraks anak-

anak dengan pneumonia COVID-19):

- Konsolidasi lobaris atau segmental unilateral

- GGO bilateral atau sentral unilateral dan/atau konsolidasi

- Efusi pleura

- Limfadenopati

4) Negatif : Tidak tampak gambaran yang mengarah ke arah pnemonia

Covid-19.

Gambar 23. (A) Tipikal : Foto Toraks pasien perempuan 16 tahun dengan tuberous sclerosis
dan postif tes RT-PCR COVID-19. Tampak konsolidasi inhomogen pada bagian bawah kedua
paru kanan dan kiri. (B) Indeterminet : Perempuan 15 tahun dengan asma, pneumotoraks dan
postif tes RT-PCR COVID-19.Tampak gambaran Ground-glass opacity pada bagian perifer
bilateral paru dengan distribusi sentral. (C) Atipikal: Laki-laki 4 tahun dengan demam dan
gawat nafas. Tampak konsolidasi pada bagian tengah paru atas kanan.43

b. CT-scan Toraks

CT scan toraks dapat dilakukan untuk melihat lebih detail kelainan.

Gambaran CT-scan toraks pada pasien anak yang umum ditemukan adalah

adanya ground glass bilateral perifer dan/ atau subpleural dan / atau

konsolidasi yang sering di lobus bawah paru-paru. Berdasarkan pengalaman

klinis, palmer dkk, mendapatkan 50% pasien anak menunjukkan adanya

34
"halo" sign, konsolidasi fokal dengan tepi yang dikelilingi gambaran gorund-

glass.46

Berdasarkan telaah sistematis oleh Salehi, dkk. temuan utama pada CT-

scan toraks adalah opasifikasi ground-glass (88%), dengan atau tanpa

konsolidasi, sesuai dengan pneumonia viral. Keterlibatan paru cenderung

bilateral (87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering pada lobus inferior

dengan distribusi lebih perifer (76%). Penebalan septum, penebalan pleura,

bronkiektasis, dan keterlibatan pada subpleural tidak banyak ditemukan.44

Gambaran CT-scan dipengaruhi oleh perjalanan klinis:42

1) Pasien asimptomatis

Cenderung unilateral, multifokal, predominan gambaran ground-glass.

Penebalan septum interlobularis, efusi pleura, dan limfadenopati

ditemukan.

2) Satu minggu sejak onset gejala

Lesi bilateral dan difus, predominan gambaran ground-glass. Efusi pleura

5%, limfadenopati 10%.

3) Dua minggu sejak onset gejala

Predominan gambaran ground glass, namun mulai terdeteksi konsolidasi

4) Tiga minggu sejak onset gejala

Predominan gambaran ground-glass dan pola retikular. Dapat ditemukan

bronkiektasis, penebalan pleura, efusi pleura, dan limfadenopati.

Secara umum gambaran CT-Scan Toraks pasien pediatri covid-19 dibagi

dalam 4 kategori:43

1) Tipikal :

35
- Tampak adanya GGO Bilateral, Periferal dan/ atau subpleural

dan/atau konsolidasi pada lobus bawah.

- Tampak adanya "halo" sign (tahap awal)

2) Indeterminet :

- GGO sentral dan perifer atau perifer unilateral dan/atau konsolidasi.

- Penebalan peribronkial bilateral dan/atau opasitas peribronkial.

- GGO multifokal atau difus dan/atau konsolidasi tanpa distribusi yang

spesifik.

- "Crazy paving" sign

3) Atipikal :

- Konsolidasi lobaris atau segmental unilateral

- GGO bilateral atau sentral unilateral dan/atau konsolidasi

- Nodul-nodul kecil

- Kavitas paru

- Efusi pleura

- Limfadenopati

4) Negatif : Tidak tampak gambaran yang mengarah ke arah pnemonia

Covid-19.

36
Gambar 24. Gambaran CT-Scan pada pasien anak COVID-19. (A)Tipikal : Tampak
gambaran ground- glass (GGO) periferal bilateral dan konsolidasi (panah) pada CT-scan
Thoraks pasien anak laki-laki usia 9 tahun. (B) Indeterminet:Tampak gambaran ground-
glass (GGO) dan konsolidasi pada bagian bawah posterior paru kanan pada CT-scan
Thoraks pasien anak perempuan berusia 16 tahun . (C)Atipikal: Tampak adanya
konsolidasi segmental pada lobus kiri atas tanpa GGO atau abnormalitas lain pada CT-
scan Thoras anak perempuan berusia 11 tahun. 43,47

c. LUS (Lung Ultrasound)

Penggunaan LUS dalam kasus Covid-19 dapat memberikan gambaran

dasar fisik dan pola kelainan yang ada pada paru pasien Covid-19. Sehingga,

di Italia dan China, LUS juga digunakan untuk mendiagnosis dan memantau

pneumonia Covid-19 serta digunakan untuk mengurangi pajanan radiasi pada

anak-anak. Gambaran kelainan paru yang dapat terlihat dengan pemeriksaaan

LUS pada pasien Covid, seperti irregularitas pleura, konsolidasi subpleural,

artefak vertikal, infiltrat pada white lung dan efusi pleura.49

Gambar 25. Pemeriksaan LUS (Lung Ultrasound) menunjukkan adanya Patchy Area pada
White lung. (C) dan artefak vertikal panjang dan tebal.49

10. Tuberkulosis Paru Primer dan Post-Primer

37
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri

berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis.

Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak (droplet) dari

penderita TB kepada individu yang rentan (daya tahan tubuh rendah). Pada

umumnya TB menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga menyerang organ

lainnya.50

Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik atau umum atau

sesuai organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang sering dijumpai adalah

batuk persisten, berat badan yang turun atau gagal tumbuh, demam lama serta lesu

dan tidak aktif gejala – gejala tersebut sering dianggap tidak khas karena juga

dijumpai pada penyakit lain. Namun demikian, sebenarnya gejala TB bersifat

khas, yaitu menetap ( lebih dari 2 minggu ) walaupun sudah diberikan terapi yang

adekuat (misalnya antibiotik atau anti malaria untuk demam yang lama, antibiotik

atau obat asma untuk batuk lama, dan pemberiam nutrisi yang adekuat untuk

masalah berat badan).51

Beberapa keadaan klinis khusus pada pasien, memerlukan pemeriksaan lebih

lanjut di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Misalnya ditemukan gibbus atau

koksitis TB, juga tanda bahaya TB saraf pusat, yaitu kejang, kaku kuduk, dan

penurunan kesadaran. Selain itu, juga adanya tanda kegawatan lain, misalnya

sesak napas atau pada pemeriksaan foto rontgen polos dada atau toraks

menunjukan gambaran efusi pleura, milier, atau kavitas.52

Pada sistem skoring, beberapa parameter memerlukan penjelasan khusus.

Kontak dengan pasien pasien dewasa TB BTA positif diberi skor 3, hanya bila ada

bukti tertulis hasil laboratorium BTA dari orang dewasa sebagai sumber

38
penularan. Data ini dapat diperoleh dari formulir TB 01 atau dari hasil

laboratorium. Penentuan status gizi anak dilakukan dengan parameter BB/TB atau

BB/U dengan Berat Badan, Panjang atau Tinggi Badan, dan Umur diukur saat

pasien datang (moment opname). Apabila BB kurang, anak juga harus diberikan

upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.52

Tabel 1. Skoring TB pada anak.52

Gejala klinis demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) lama, dapat

bernilai apabila tidak membaik setelah diberikan pengobatan, sesuai baku terapi di

fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Selain itu, gambaran foto toraks yang

mendukung TB dapat berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan

atau tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental atau lobar, milier, kalsifikasi

dengan infiltrat, ataupun tuberkuloma. Foto toraks bukan merupakan alat

diagnostik utama pada TB anak. Diagnosis TB pada anak dengan sistem skoring

sebaiknya ditegakkan oleh dokter. Dalam sistem skoring ini, anak didiagnosis TB

jika jumlah skor ≥ 6, dengan skor maksimal 13.52

39
Temuan radiografi dada setelah infeksi spesifik untuk TBC pada anak tampak

infeksi TB primer limfadenopati hilar, paratrakeal, atau nodus mediastinum,

atelektasis, efusi pleura, dan infiltrat pola miliar.

Gambar 26. Tampak gambaran konsolidasi pada TB primer (panah).53

Gambar 27. Tampak gambaran Limfadenopati Hilar. Pembesaran kelenjar getah bening hilar
kanan membuat bayangan cembung di antara pembuluh hilar (panah).53

40
Gambar 28. Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun dengan TBC. Pasien memiliki riwayat sesak
napas 1 minggu dan rasa sakit yang tajam di sisi kanannya saat mengendarai sepeda. Gambaran
hilar kanan adenopati dan kompleks primer di sebelah kanan bidang paru perifer.54

Gambar 29. Seorang anak perempuan berusia 6 tahun dengan Fokus tuberculous primer
kalsifikasi yang sangat besar di lobus kanan bawah.55

Gambar 30. Tampak gambaran pola milier pada kedua lapangan paru .56

41
Pada TB primer, foto thoraks biasanya menunjukkan limfadenopati hilus dan

kekeruhan ruang udara paru. TB primer dapat dilihat pada kelompok umur apa

pun kecuali TB paling umum pada anak-anak muda, sebelum usia remaja penyakit

TB hanya 10% yang memiliki temuan radiologis penyakit primer dengan

lymphadenopathy. Remaja lebih mungkin untuk memiliki TB seperti orang

dewasa dengan kavitas.53

E. CONTOH KASUS SINGKAT

Corona Virus Disease (COVID) pada Pediatri

Seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang didiagnosa sebagai

COVID-19 setelah kontak dekat dengan 1 anggota keluarga yang terinfeksi.

Pasien tidak merasakan adanya gejala (asimptomatik) sepanjang perjalanan

penyakit (7-15 hari). Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan di rumah sakit

setempat, dengan tingkat keparahan penyakit yang ringan. Hasil pemeriksaan fisik

pasien tidak didapatkan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien,

didapatkan jumlah hitung leukosit 6,52 x 109/L, neutrofil 3,48 x 109/L, limfosit

2,33 x 109/L, Alanin aminotransferase 15 U/L, Aspartat aminotransferase 16 U/L,

Procalcitonin <0,05 mg/L, C-reactive protein 1,70 mg/L. Hasil CT-scan thoraks

didapatkan adanya gambaran ground-glass opacity berukuran < 1 cm yang

terdistribusi di bagian perifer bawah kedua paru sinistra dan dekstra. Interval

waktu dari konfirmasi ke hasil RT-PCR tes negatif pertama, yaitu 3 hari. Pasien

kemudian dipulangkan, setelah mendapatkan minimal 2 hasil tes RT-PCR negatif,

yaitu setelah 13 hari isolasi.48

42
Gambar 31: CT-Scan Thoraks, didapatkan adanya lesi kecil dengan gambaran ground-glass
opacity pada bagian perifer bawah paru kiri (A) dan perifer tengah paru kanan (B). 48

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Richards AM. Pediatric Respiratory Emergencies. Emerg Med Clin North Am.
2016;34(1):77-96. doi:10.1016/j.emc.2015.08.006
2. Walkup LL, Higano NS, Woods JC. Structural and Functional Pulmonary
Magnetic Resonance Imaging in Pediatrics-From the Neonate to the Young
Adult. Acad Radiol. 2019;26(3):424-430. doi:10.1016/j.acra.2018.08.006
3. Wang MX, Baxi A, Rajderkar D. Pictorial review of non-traumatic thoracic
emergencies in the pediatric population. Egypt J Radiol Nucl Med.
2019;50(11):1-13. https://doi.org/10.1186/s43055-019-0012-0
4. Liszewski MC, Stanescu AL, Phillips GS, Lee EY. Respiratory Distress in
Neonates: Underlying Causes and Current Imaging Assessment. Radiol Clin
North Am. 2017;55(4):629-644. doi:10.1016/j.rcl.2017.02.006
5. Asada Y, Ichikawa T. Consideration of diagnostic reference levels for
pediatric chest X-ray examinations. Radiol Phys Technol. 2019;12(4):382-
387. doi:10.1007/s12194-019-00533-7
6. Hart A, Lee EY. Pediatric Chest Disorders: Practical Imaging Approach to
Diagnosis. In: Hodler J, Kubik-Huch RA, von Schulthess GK, eds. Diseases
of the Chest, Breast, Heart and Vessels 2019-2022: Diagnostic and
Interventional Imaging. Cham (CH): Springer; 2019:107-125.
7. Shaw KN, Bachur RG, editors. Fleisher and Ludwig’s textbook of pediatric
emergency medicine. 17th ed. Philidelphia, PA: Wolters Kluwer; 2016
8. Pramanik AK, Rangaswamy N, Gates T. Neonatal respiratory distress: a
practical approach to its diagnosis and management. Pediatr Clin North Am.
2015;62(2):453-469. doi:10.1016/j.pcl.2014.11.008
9. Khemani RG, Smith L, Lopez-Fernandez YM, et al. Paediatric acute
respiratory distress syndrome incidence and epidemiology (PARDIE): an
international, observational study [published correction appears in Lancet
Respir Med. 2018 Nov 13;:] [published correction appears in Lancet Respir
Med. 2019 Mar;7(3):e12]. Lancet Respir Med. 2019;7(2):115-128.
doi:10.1016/S2213-2600(18)30344-8
10. Handayani D, Hadi D, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. Penyakit Virus
Corona 2019. Jurnal Respirologi Indonesia. 2020; 40(2): 119, 124.

44
11. Reynolds SL. Pediatric Thoracic Trauma: Recognition and Management.
Emerg Med Clin North Am. 2018;36(2):473-483.
doi:10.1016/j.emc.2017.12.013
12. Piccolo CL, Ianniello S, Trinci M, et al. Diagnostic Imaging in pediatric
thoracic trauma. Radiol Med. 2017;122(11):850-865. doi:10.1007/s11547-
017-0783-1
13. Ian P, Elisabeth G F. Fundamentals of Children's Anatomy and Physiology: A
Textbook for Nursing and Healthcare Students.1st Edition. New York: Wiley-
Blackwell;2015.
14. Martini F. H., Nath J. L, Bartholomew E. F. Fundamentals of anatomy &
physiology, .Tenth Edition. San Fransisco: Pearson Education,Inc;2015
15. Ng J H. Chest radiograph (pediatric) | Radiology Reference Article |
Radiopaedia.org [Internet]. Radiopaedia.org. 2020 [cited 23 July 2020].
Available from: https://radiopaedia.org/articles/chest-radiograph-paediatric
16. Riccabona, M. Pediatric Imaging Essentials : Radiography, Ultrasound, CT,
and MRI in Neonates and Children. New York: Thieme Medical Publishers;
2014.
17. Siegel M J, Niehe V. Pediatric Chest CT | Radiology Assistant Article |
radiologyassistant.nl [Internet]. radiologyassistant.nl. 2020 [ cited 23 July
2020]. Available from : https://radiologyassistant.nl/pediatrics/pediatric-chest-
ct/nonvascular-mediastinal-masses
18. Netter, FH, Atlas of Human Anatomy 6th ed. Saunders Elsevier.
Philadelphia;2011.
19. Paulsen F, Waschke J. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 23.
Jakarta. Penerbitan Buku Kedokteran EGC; 2012.

20. Evi W, Dosis Serap Radiasi Foto Thorax Pada Pasien Anak Di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Paru. Jember. 2015

21. Mccarvile M B, Imaging Techniques Usedin The Diagnosis Of Pediatric


Tumors. In Pediatric Malignancies. New York : Springer Science And
Business Media ; 2015

45
22. Smith A E, eT aL. Current State Of Body Mri In Pediatric Oncology.Pediatric
Radiology C.S. Mott Children’s Hospital University Of Michigan, 2013.
23. Kliegman R, Stanton B, St Geme J, Schor N. Nelson Textbook of Pediatrics.
Edisi 20. Philadelphia: Elsevier; 2016
24. Coley BD. Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging. Edisi 13. Philadelphia:
Elsevier; 2019
25. Rocha G dan Guimarães H. Spontaneous pneumomediastinum in a term
neonate – case report. Clinical Case Reports. 2018; 6(2): 314-316
26. Kim I. Radiology Illustrated: Pediatric Radiology. Edisi 1. New York:
Springer; 2014
27. Herring W. Learning Radiology: Recognizing the Basics. Edisi 4.
Philadelphia: Elsevier; 2020.
28. Daldrup-Link HE, Newman B. Pearls and Pitfalls in Pediatric Imaging:
Variants and Other Difficult Diagnoses. Cambridge University Press; 2014.
29. Zylak C, Standen J, Barnes G, Zylak C. Pneumomediastinum Revisited.
Radiographphics. 2000; 20(4).
30. Klein J, Brant W, Helms C, dan Vinson E. Brant and Helms’ Fundamentals of
Diagnostic Radiology. Edisi 5. Philadelphia: Wolter Kluwer; 2019
31. Yasuda R, Okada H, Shirai K, et al. Comparison of two pediatric flail chest
cases. Scand J Trauma Resusc Emerg Med. 2015;23:73. Published 2015 Sep
25. doi:10.1186/s13049-015-0156-5
32. Talbot BS, Gange CP Jr, Chaturvedi A, Klionsky N, Hobbs SK, Chaturvedi A.
Traumatic Rib Injury: Patterns, Imaging Pitfalls, Complications, and
Treatment [published correction appears in Radiographics. 2017 May-
Jun;37(3):1004]. Radiographics. 2017;37(2):628-651.
doi:10.1148/rg.2017160100
33. Skalski M, Stanislavsky A. Flail chest | Radiology Reference Article |
Radiopaedia.org [Internet]. Radiopaedia.org. 2020 [cited 23 July 2020].
Available from: https://radiopaedia.org/articles/flail-chest?lang=us
34. Gamerman M, Romero Manteola E, Contreras S, Patiño C, Bonetto G,
Salvadores A. Tórax inestable en paciente pediátrico. Reporte de un caso

46
[Flail chest in pediatric patient. Case report]. Arch Argent Pediatr.
2020;118(1):e57-e60. doi:10.5546/aap.2020.e57
35. Shelmerdine SC, Langan D, Hutchinson JC, et al. Chest radiographs versus
CT for the detection of rib fractures in children (DRIFT): a diagnostic
accuracy observational study. Lancet Child Adolesc Health. 2018;2(11):802-
811. doi:10.1016/S2352-4642(18)30274-8
36. Uppoor R, Narang G, Raniga S, et al. Imaging of Neonatal Respiratory
Distress Syndrome: Pearlsand pitfalls. European Society of Radiology. 2015.
10.1594/ecr2015/C-0770
37. Yoon H.K. Interpretation of Neonatal Chest Radiography. J Korean Soc
Radiol. 2016 May;74(5):279-290
38. Liu, J., Wang, Y., Fu, W., Yang, C.-S., & Huang, J.-J. (2014). Diagnosis of
Neonatal Transient Tachypnea and Its Differentiation From Respiratory
Distress Syndrome Using Lung Ultrasound. Medicine, 93(27), e197. doi 10.
1097/md.0000000000000197
39. Dwijayanti J, Sumarah, Purnamaningrum Y E. Tindakan Seksio Sesaria dan
Kejadian Transient Tachypnea of the Newborn (TTN). Jurnal Kesehatan Ibu
dan Anak. 2014 Juli: 5(1) Hal. 68-71
40. Raju, U., Sondhi, V., & Patnaik, S. (2010). Meconium Aspiration Syndrome:
An Insight. Medical Journal Armed Forces India, 66(2), 152-157. doi: 10.
1016/s0377-1237(10)80131-5
41. Yuliana. Corona Virus Disease (Covid-19); Sebuah Tinjauan Literatur. 2020;
2(1): 187,190.
42. Adityo S, Rumende C, Pitoyo C, Santoso, Yulianti M, Herikurniawan, et al.
Coronavirus Disease 2019. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2020; 7(1): 49,
51-53.
43. Foust A, Grace, Winnie, Pedro, Karuna, Tracy. Chest Imaging In Pediatric
COVID-19 Patient Management: Imaging Findings, Imaging Study Reporting
and Imaging Study Recommendations.2020; 2(2); 24,25,28,29.
44. Handayani D, Hadi D, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. Penyakit Virus
Corona 2019. Jurnal Respirologi Indonesia. 2020; 40(2): 119, 124.

47
45. Chen H, Ai L, Lu H, Li H. Clinical And Imaging Features Of COVID-19.
Journal Radiology Of Infectious Disease. 2020; 2.
46. Palmer. Chest Imaging Guidance For Pediatric COVID-19 Patients. 2020.
47. Soltani J, Sedighi I, Shalchi Z, Sami G, Moradveisi B, Nahidi S. Pediatric
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): An insight From West Of Iran. North
Clin Istanb Article. 2020; 7(3): 288.
48. Lan, Xu, Chen, Wang, Minhua, Haibo. Early CT Findings Of Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) In Asymptomatic Children : A Single-Center
Experience. Korean Journal Of Radiology. 2020; 2-4.
49. Musolino, Supino, Danilo, Ferro, Valenyini, Andrea, et al. Lung Ultrasound In
Children With Covid: Preliminary Findings. 2020; 46(8); 2097.

50. Safithri F, Diagnosis Tb Dewasa Dan Anak Berdasarkan Istc (International


Standar For Tb Care). Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Malang, 2011 Desember.

51. Petunjuk Teknis Manajemen Dan Tatalaksana Tb Anak. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia, Diroktorat Jendral Pencegahan Dan
Pengendalian Penyakit. 2016

52. Indarto W F, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Committed In Improving The


Health Of Indonesia Children. 2015 April.

53. Smhit C K, Jhon D S, Pediatric Tb Radiology For Clinicians. The Universty


Of Texas Health Science Center At Tyler. 2014

54. Carol J ,Baker Md, Faap. Red Book Atlas Of Pediatric Infectious Disease.
American Academy Of Pediatrics. 2017

55. Karen J M, Robert M K,. Nelson Esensial Of Pediatrics. Eighth Edition. 2019

56. Sayantan R, Diagnosis and management of miliary tuberculosis: current state


and future perspectives. 2013

48
49

Anda mungkin juga menyukai